Anda di halaman 1dari 19

0

ASKEP TRAUMA CAPITIS

ANGGOTA KELOMPOK
1. NOVIANA PANCA MURTI
2. INTAN KUMALA SARI
3. FEBBY AULIA SAFITRI
4. DWI AMROATUSSOLEHA
5. WINDY RAHMA PUTRI
6. AMRAN HIDAYAT
7. M.ABDAL MUFASSIRIN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


GARUDA PUTIH JAMBI
1

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum tindakan/perawatan
selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat, maka sering dimanfaatkan
untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi
penderita dan keluarga yang menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik
aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau
tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
(Maryuani, 2009).
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan
pengkajian primer meliputi :
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal;
B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekuat;
C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan;
D: Disability, mengecek status neurologis;
E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia
(Holder, 2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam
nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat
2

(kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila
terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih
dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien (Mancini, 2011).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok kami tertarik untuk membahas
mengenai pengkajian gawat darurat pada dewasa.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari
satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan
mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde,
2009) :
1. Primary survey

2. Resuscitation

3. History

4. Secondary survey

5. Definitive care

A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah
yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain
(Fulde, 2009) :
• Airway maintenance dengan cervical spine protection
• Breathing dan oxygenation
• Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
• Disability-pemeriksaan neurologis singkat
• Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa
setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya
dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of
4

Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan
awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang
melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza.,
& Pletz, 2009) :
a) General Impressions
• Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
• Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
• Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
• Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
• Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
✓ Adanya snoring atau gurgling
✓ Stridor atau suara napas tidak normal
✓ Agitasi (hipoksia)
✓ Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
✓ Sianosis
• Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
✓ Muntahan
✓ Perdarahan
✓ Gigi lepas atau hilang
5

✓ Gigi palsu
✓ Trauma wajah
• Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
• Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
• Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi:
✓ Chin lift/jaw thrust
✓ Lakukan suction (jika tersedia)
✓ Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
✓ Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson
& Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
• Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
✓ Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
✓ Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
✓ Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
• Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
• Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
• Penilaian kembali status mental pasien.
• Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
• Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
6

✓ Pemberian terapi oksigen


✓ Bag-Valve Masker
✓ Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar),
jika diindikasikan
✓ Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
• Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
• Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
• CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
• Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
• Palpasi nadi radial jika diperlukan:
✓ Menentukan ada atau tidaknya
✓ Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
✓ Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
✓ Regularity
• Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
• Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
7

e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
✓ A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
✓ V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
✓ P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
✓ U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

f) Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
✓ Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
✓ Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)

INTERVENSI
8

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut: Resusitasi jantung paru
(circulation, airway, breathing = CAB) Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi
hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu
tindakan pertama adalah:
1. Resusitasi jantung paru
Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor
ekstrakranial, yakni berupa hipovolemik akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam,
trauma dada disertai tempo nadi jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya
adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah
yang hilang dengan plasma.

2. Jalan nafas (Air way)


Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa
muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik
untuk menghindarkan aspirasi muntahan.

3. Pernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainansentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne
stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi,
trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat
terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari
danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.

Adapun intervensi keperawatan berdasarkan masalah pada kasus ialah sebagai berikut.
A. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas (Bulechek, et al, 2013) NIC: Stabilisasi dan
Membuka Jalan Nafas
– Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan, kacamata, dan masker sesuai kebutuhan)
– Pilih dengan tepat ukuran dan tipe tube orofaringeal
– Suction mulut dan orofaringeal
9

– Masukkan tube orofaringeal, pastikan mencapai dasar lidah, dan tahan lidah agar
tidak jatuh kebelakang
– Rekatkan tube orofaringeal dengan cara yang tepat
– Monitor adanya sesak nafas, mengorok saat tube orofaringeal dimasukkan
– Observasi kesimetrisan pergerakan dinding dada
– Monitor saturasi oksigen (SpO2) dengan tekanan oksimetri yang tidak invasif dan
deteksi CO2
– Monitor status pernafasan sesuai kebutuhan

B. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak


NIC: Monitor Tekanan Intrakranial (TIK) (Bulechek, et al, 2013)
– Bantu menyisipkan perangkat pemantauan TIK
– Berikan informasi kepada keluarga atau orang penting lainya dari pasien
– Kalibrasi transduser
– Buat tingkat transduser eksternal sampai ke titik referensi anatomi konsisten
– Cek sistem lampu di perangkat alat medis
Atur alarm pemantau
– Rekam pembacaan TIK
– Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
– Monitor tekanan aliran darah otak
– Monitor status neurologis
– Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang
berlebihan
– Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral

Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
10

Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
11
12

Gambar 1. Pendekatan sistematik pada pengkajian pasien dan manajemen di UGD (Curtis,
Murphy, Hoy, dan Lewis, 2009)

B. Reassessment

Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali


(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat
darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway ,
maupun Endotracheal Tube (salah satu dari
peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.
13

Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan


pasien :
• Pemeriksaan definitive rongga dada
dengan rontgen foto thoraks, untuk
meyakinkan ada tidaknya masalah
seperti Tension pneumothoraks,
hematotoraks atau trauma thoraks
yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat
• Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin
perfusi jaringan khususnya organ vital tetap
terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta
menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.
• Pemasangan cateter vena central
• Pemeriksaan analisa gas darah
• Balance cairan
• Pemasangan kateter urin

Disability Setelah pemeriksaan GCS pada primary


survey, perlu didukung dengan :
• Pemeriksaan spesifik neurologic yang
lain seperti reflex patologis, deficit
neurologi, pemeriksaan persepsi
sensori dan pemeriksaan yang lainnya.
• CT scan kepala, atau MRI

Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan


• Rontgen foto pada daerah yang
mungkin dicurigai trauma atau fraktur
• USG abdomen atau pelvis
14

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus di pikirkan suatu bentuk
mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju
sarana kesehatan, bantuan fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera.

Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving.
Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-
benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat
kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada
manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal.

Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai
sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi
tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American College of
Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan
memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi
pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit
lainnya.
Menurut Krisanty (2009) Penatalaksanaan awal diberikan untuk :
a. Mempertahankan hidup
b. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk
c. Meningkatkan pemulihan
Primary Survey adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien segera
dapat diidentifiksi dan tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary survey
berdasarkan standar A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B:
pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidakmampuan), dan exposure
(E: penerapan). Ada beberapa tekhnik untuk mempertahankan airway diantaranya head
tilt, jaw trust, chin lift, Oropharingeal Airway (OPA), Nasopharingeal Airway dengan
tekhnik yang berbeda.
15

FORMAT PENGKAJIAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA

No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS

Nama : Jenis Kelamin : L/P Umur :


Agama : Status Perkawinan : Pendidikan :
Pekerjaan : Sumber informasi : Alamat :

TRIAGE P1 P2 P3 P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :

Mekanisme Cedera :

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
AIRWAY
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
Stridor  N/A
2. Pengambilan benda asing dengan
Keluhan Lain: ... ... forcep
3. … …
PRIMER SURVEY

4. … …

BREATHING
Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Kriteria Hasil : … … …
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Intervensi :
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur 1. Pemberian terapi oksigen … …
ltr/mnt, via… …
Retraksi otot dada :  Ada  N/A
2. Bantuan dengan Bag Valve Mask
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : ... ... x/mnt 3. Persiapan ventilator mekanik
4. … …
Keluhan Lain: … …
5. … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d … … …
CIRCULATION 2. Inefektif perfusi jaringan b/d … … …

Nadi :  Teraba  Tidak teraba Kriteria Hasil : … … …


Sianosis :  Ya  Tidak
Intervensi :
CRT :  < 2 detik  > 2 detik 1. Lakukan CPR dan Defibrilasi
2. Kontrol perdarahan
Pendarahan :  Ya  Tidak ada
3. … …
Keluhan Lain: ... ... 4. … …

DISABILITY Diagnosa Keperawatan:


1. Inefektif perfusi serebral b/d … … …
2. Intoleransi aktivias b/d … … …
3. … … …
VEY
16

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Kriteria Hasil : … … …


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  ... ...
Intervensi :
... 1. Berikan posisi head up 30 derajat
2. Periksa kesadaran dann GCS tiap 5
GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...
menit
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis 3. … … …
4. … … …
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
5. … … …
Keluhan Lain : … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d …
……
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d … … …
3. … … …

Deformitas :  Ya  Tidak Kriteria Hasil : … … …


Contusio :  Ya  Tidak
Abrasi :  Ya  Tidak Intervensi :
Penetrasi : Ya  Tidak 1. Perawatan luka
Laserasi : Ya  Tidak 2. Heacting
Edema : Ya  Tidak 3. … … …
Keluhan Lain: 4. … … …
……
17

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.

Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency
Nursing Journal, 12; 130-136

Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.


Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.

Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.

Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD. Diakses
dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.

Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St.
Louis Missouri : Elsevier Mosby.

Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.

Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine
medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.

Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among aults
aged 18-64: early release of estimates from the national health interview survey,
January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_january-
june_2011.pdf

Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA.

Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical
emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuideli
nes.aspx.

Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari
http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 5 Mei 2013
18

Lombardo, D. (2005). Patient asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehy’s
manual of emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby.

Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks. Jurnal


Respiratori Inonesia Volume 31 diakses dari http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 28
April 2013.

Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication.

Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info
Media Medis.

O’keefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998). Emergency
Care, eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon & Schuster Co.

Parhusip. (2004). Bronkoskopi. Diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 28 april


2013.

Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines for pre-
hospital emergency care. Ireland : Pre-Hospital Emergency Care Council. ISBN
978-0-9571028-2-8.

The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury: triage,
assessment, investigation and early management of head injury in infant, children and
adults. London: The National Institue for Health and Clinical Excellence

Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed.
Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Vanderbilt Medical Center. (2011). Viewing and printing adult ED nursing assessment
documentation. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_Nurs_As
sess_Doc_2_10_11.doc

Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma pada
diagnosis stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id tanggal
28 april 2013.

Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.

Anda mungkin juga menyukai