“ PRIMARY SURVEY ”
Oleh :
Pembimbing :
dr. R.Christanto.,Sp.An.
dr. Bambang.,Sp.An
PENDAHULUAN
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari
satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan
mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde,
2009) :
1. Primary survey
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care
Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika
pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus
dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan
penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal (Smith, Davidson, Sue, 2007). Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat
dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara,
dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway
harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale
sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya
gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif.
Teknik-teknik mempertahankan airway :
a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal,
kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan
dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda
asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien
dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien
sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha
dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang
sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga
diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati
– hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.
Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal
menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari
kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah dan
telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan
kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati
molar pada maxila (Arifin, 2012).
d.Oropharingeal Airway (OPA)
d.Nasopharingeal Airway
Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-
faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan jelly (gunakan
kasa yang sudah diberi jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang
pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut
(ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal
pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara
(Krisanty, 2009) :
1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat.
2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
3. Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
Kejadian kerusakan syaraf akibat trauma ganda ternyata lebih sering daripada yang
diperkirakan. Kerusakaan yang sering terjadi adalah pada syaraf jari, plexus brachialis dan
sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Jika tersedia alat sinar X maka foto tulang leher dilakukan pada posisi AP dan posisi
lateral yang menampakkan sendi atlas-axis dan tujuh ruas tulang leher.
o Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka
dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran)
o Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
o Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis
dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan
memfiksasi sungkup muka
o Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien
o Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
o Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan
kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama)
o Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
o Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup
muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong)
reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
Trauma tertutup : dimana kulit dada tidak mengalami kerusakan, biasanya disebabkan oleh
trauma tumpul, seperti kena stir, atau kena benda tumpul.
Inspeksi : Ada luka, Perhatikan keseragaman gerak kedua sisi dada saat akhir inspirasi
atau ekspirasi
Palpasi : Ada kripitasi, Nyeri tekan
Perkusi : Bunyi sonor, hipersonor, pekak, timpani
Auscultasi : bising nafas, bising abnormal
1. TENSION PNEUMOTHORAX
Merupakan suatu pneumothotax yang progresif dan cepat sehingga membayakan jiwa
pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar dari paru atau melalui dinding dada
masuk ke rongga pleura dan tidak dapat ke luar lagi (one-way-valve), maka tekanan di
intrapleura akan meninggi , paru-paru menjadi kolap
Penyebab :
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
Komplikasi dari penumotorak sederhana
Fraktur tulang berlakang toraks
Tanda:
Nyeri dada
Sesak
Distres pernafasan
Takikardi
Hypotensi,
Defiasi trahea
Hilangnnya suara nafas pada suatu sisi
Distensi vena leher
Sianosis
Tindakan :
Berikan oksigen 15 liter
Lakukan dekompresi dengan insersi jarum (Needle thoracocentesis)
Diagnosis
Tanda tension pneumothoraks:
1. Pasien terlihat kesulitan bernapas: nafas cepat, dangkal, terdapat sianosis yang tidak
membaik saat diberikan oksigen
2. Trakhea bergeser ke arah paru-paru yang sehat
3. Terdapat pelebaran Vena jugularis di daerah leher
Trauma hancur pada sternum atau truama multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan
dua tau lebih garis fractur, sehingga menyebabkan gangguan pergerakan pada dinding dada,
dimana segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding
dada, mengakibatkan pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas mengakibatkan
terjadi hipoksia yang serius.
Tanda :
Palpasi akan membantu menemukan diagnosa dengan ditemukannya kripitasi iga atau
frictur tulang rawan.
3. HEMOTORAKS
Pengumpulan darah dalam ruang antara pleura viseral dan perietal yang cepat dan banyak.
Tanda :
Respirasi distres
Penurunan pernafasan dan gerakan
Pada perkusi adanay suara teringgal
Adanay tanda syok hipovolemik
Tindakan :
2.3 Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan
perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock
dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner,
2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
a) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
b) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
2.4 Disabilty
2.5 Exposure
Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care Council,
2012) :
A. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat
darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway ,
maupun Endotracheal Tube (salah satu dari
peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.
Gambar 1. Pendekatan sistematik pada pengkajian pasien dan manajemen di UGD (Curtis,
Murphy, Hoy, dan Lewis, 2009)
Pendekatan sistematis yang digunakan Curtis, Murphy, Hoy, dan Lewis (2009) dalam
pengkajian pasien dewasa di UGD akan memberikan data yang tepat dan cepat. Langkah
pertama kali adalah pengkajian riwayat kesehatan akan meliputi; riwayat nyeri, gejala yang
berhubungan, riwayat medis terdahulu/riwayat pembedahan sebelumnya, pengobatan, alergi,
periode menstruasi terakhir, kejadian yang signifikan selama 24 jam sebelum sakit/
mekanisme dari cedera, tindakan saat ini untuk mengatasi masalah, dan riwayat sosial.
Langkah kedua adalah pengkajian kritis (potential red flag) yang bertujuan menentukan
keakutan dari penyakit pasien dan kebutuhan tindakan yang segera berdasarkan kombinasi
tanda klinis dan faktor riwayat. Langkah ketiga adalah pengkajian klinis yang mengikuti
mnemonic ABCD (Airway, Breathing, Circulation dan Disability/Neurological function).
Pada langkah ketika ini, intervensi dapat segera dilakukan jika ditemukan ancaman kematian
pada salah satu elemen pengkajian ini, misalnya; jika ditemukan ketidakadekuatan pernafasan
yang diperlukan ventilator maka akan difokuskan pada pengkajian pernafasan sebelum
dilanjutkan ke pengkajian sirkulasi. Selanjutnya tahap keempat adalah investigasi yang
merupakan suatu tindakan dalam pemeriksaan diagnostik dan tes laboratorium untuk
mengidentifikasi perawatan definitive yang tepat. Langkah kelima sebagi langkah terakhir
adalah intervensi keperawatan yang dilakukan bersamaan dengan pengkajian keperawatan.
Hal tersebut didasarkan pada proses keperawatan yang interaktif dan non linear dimana
banyak tindakan yang akan terjadi secara simultan, misalnya ketika mengkaji pasien yang
baru tiba di UGD, sambil menggunakan pakaian pelindung dan alat pelindung diri lainnya
maka akan dilakukan juga pengkajian riwayat penyakit yang dialami (Curtis, Murphy, Hoy,
dan Lewis, 2009). Pengkajian ulang dilakukan sebagai respon pasien terhadap intervensi
keperawatan yang diberikan dan potensial kerusakan yang akan terjadi melalui komunikasi
secara tertulis dan verbal dari langkah pertama.
Berdasarkan dari berbagai format pengkajian yang disampaikan diatas dan tinjaun
teori, kami merangkum bentuk pengkajian keperawatan gawat darurat untuk orang dewasa.
Pengkajian keperawatan gawat darurat ini dapat dilakukan oleh perawat UGD dengan mudah
dan singkat dalam situasi UGD yang krodit. Pengkajian ini dilengkapi dengan diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada situasi kegawatdaruratan.
Pada lampiran 1 dapat dilihat pengkajian keperawatan gawat darurat pada orang dewasa
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus di pikirkan suatu bentuk
mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju
sarana kesehatan, bantuan fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera.
Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya
seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar
efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan
nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada manusia
dapat menyebabkan kematian yang fatal.
Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai
sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi
tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American College of
Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan
memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada
pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya.
Menurut Krisanty (2009) Penatalaksanaan awal diberikan untuk :
a. Mempertahankan hidup
b. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk
c. Meningkatkan pemulihan
Primary Survey adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien segera dapat
diidentifiksi dan tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary survey berdasarkan
standar A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B: pernafasan),
circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidakmampuan), dan exposure (E: penerapan).
Ada beberapa tekhnik untuk mempertahankan airway diantaranya head tilt, jaw trust,
chin lift, Oropharingeal Airway (OPA), Nasopharingeal Airway dengan tekhnik yang
berbeda.
FORMAT PENGKAJIAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
AIRWAY
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing
N/A Intervensi :
PRIMER SURVEY
BREATHING
Gerakan dada : Simetris Asimetris Kriteria Hasil : … … …
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur Intervensi :
Retraksi otot dada : Ada N/A 1. Pemberian terapi oksigen … …
Sesak Nafas : Ada N/A RR : ... ... ltr/mnt, via… …
x/mnt 2. Bantuan dengan Bag Valve Mask
Keluhan Lain: … … 3. Persiapan ventilator mekanik
4. ……
5. ……
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d …
……
CIRCULATION
2. Inefektif perfusi jaringan b/d …
……
3. … … …
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Alkatiri, J., Bakri Syakir. 2007. Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru S., dkk (editor).
Arifin, Lukman. 2012. Laporan Kerja Praktek : Pemetaan Resiko BencanaPasca Erupsi
Gunung Merapi tahun 2010. Penginderaan Jauh dan SIG, Sekolah Vokasi,
Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency
Nursing Journal, 12; 130-136
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD. Diakses
dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St.
Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical
care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among aults
aged 18-64: early release of estimates from the national health interview survey,
January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_january-
june_2011.pdf
Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical
emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuideline
s.aspx.
Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari
http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 5 Mei 2013
Krisanty P. Dkk, 2009, Asuhan kegawat Darurat, Jakarta: Trans Info Media.
Jakarta
Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication.
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info
Media Medis.
O’keefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998). Emergency
Care, eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon & Schuster Co.
Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines for pre-
hospital emergency care. Ireland : Pre-Hospital Emergency Care Council. ISBN
978-0-9571028-2-8.
The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury: triage,
assessment, investigation and early management of head injury in infant, children and
adults. London: The National Institue for Health and Clinical Excellence
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina
Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Vanderbilt Medical Center. (2011). Viewing and printing adult ED nursing assessment
documentation. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_Nurs_Asse
ss_Doc_2_10_11.doc
Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma pada diagnosis
stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id tanggal 28 april
2013.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.