Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

CREEPING ERUPTON

Oleh :

Ivan Aldiansyah Halim (16710175)

Pembimbing :

dr. Wind Faldati Sp.KK

dr. Kurniati Sp.KK

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RSUD IBNU SINA GRESIK

2019

1
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. M
Usia : 15 Tahun
Jenis Kelamin :Perempuan
Alamat : Jl. Sunan giri no.9, kebomas
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 05 April 2019
No RM : 724959

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Gatal-gatal seluruh tubuh

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Gatal-gatal terasa sejak 1 minggu yang lalu, berawal dari latihan karate lalu
guling-guling di tanah yang basah, saat di rumah timbul bintik-bintik merah
keesokannya bertambah luas, lusanya timbul luka berkelok-kelok

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


HT (-), DM (-)
Tidak ada riwayat penyakit kulit sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

2
E. Riwayat Pengobatan :
Berobat ke klinik 2 kali, ini merupakan kunjungan ke dua karena semakin
gatal dan luka semakin banyak karena masih latihan karate dan guling-guling
di tanah.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Juni 2017


STATUS GENERALIS
 Kesadaran : Composmentis

 Keadaan Umum : baik

 GCS : 4-5-6

 RR : 19x/menit

 Tensi : 120/90 mmHg

 Nadi : 72x/menit

 Suhu : 36,4oC

Kepala / leher

 Rambut :

Alopecia (-)

 Mata :

Anemis (-/-), Hertoghe sign (-), Dennie-morgon line (-), katarak (-),

 Telinga :

Sekret (-), otorhea (-)

 Hidung :

Sekret (-), epistaksis (-)

 Gigi & Mulut :

3
Sianosis (-), bibir kering (-), karies (-)

 Leher :

Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

 Dinding dada :

Simetris bilateral

 Jantung :

S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-)

 Paru-paru :

Vesikuler pada kedua lapang paru, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen :

Flat, Soefl, bising usus (+) normal, organomegali (-)

Ekstremitas

Superior :

Akral hangat kering merah +/+ oedem -/- `

Inferior :

Akral hangat kering merah +/+. oedem - |-

IV. STATUS DERMATOLOGI

Regio ekstrimitas superior + Regio Abdomen anterior dan posterior :

Tampak lesi papula eritematus berbentuk garis linier berkelok-kelok di beberapa


tempat terdapat terowongan.

4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dlakukan

VI. DIAGNOSIS
Creeping Eruption

VII. DIAGNOSIS BANDING

 Skabies
 Dermatitis insect bite
 Herpes zooster

VIII. PENATALAKSANAAN

 Albendazole 1x400 mg/hari


 Albendazole pulv + desoximethasone salep di Mix

IX. EDUKASI
 Pasien diminta untuk kontrol 1 minggu lagi.
 Tidak berguling-guling di tanah lagi
 Kalau gatal jangan digaruk
 Kalau keluar memakai sandal atau sepatu
 Mengganti baju setiap hari

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption ada erupsi


di kulit berbentuk penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipesensitivitas
kulit terhadap invasi larva cacing tambang atau nematodus (roundworms)
atau produknya. Larva cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di
usus kucing atau anjing . umunya mampu menginvasi kulit di kaki, tangan,
bokong, atau abdomen (Aisyah Siti,2014).

Creeping eruption termasuk dalam penyakit parasit hewani.


Maksudnya parasit berupa hewan. Beberapabuku menyebutkan sebagai
zoonosis, namun istilah ini kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit
pada hewan yang dapat ditularkan pada manusia, sedangkanpenyakit ini
bukan panyakit hewan. Jadi istilah penyakit parasit hewani lebih
tepat.Infestasi biasanya terjadi melalui kontak dengan tanah atau pasir
yang terkontaminasi dengan kotoran binatang. Invasi ini sering terjadi
pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki atau yang
sering berhubungan dengan tanah atau pasir yang mengandung larva
tersebut. Demikian pula para petani dan tentara sering mengalami hal yang
sama. Penyait ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang
hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan, dan Barat, di
Indonesia pun banyak dijumpai. Walaupun demikian dengan
berkembangnya pariwisata, infeksi CLM dapat terjadi pada wisatawan
(travelers). (Sheila, 2014)

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit yang


merupakan peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-kelok,
menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang
berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense,
Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum (Aisyah siti, 2014)

2.2 Epidemiologi

Creeping eruption adalah penyakit parasit yang jarang terjadi, dan


ditemukan pada daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab.
Penyakit ini dapat mengenai semua jenis kelamin dan umur. Insidensi
yang sebenarnya sulit di ketahui, di Amerika Serikat (pantai Florida,
Texas, dan New Jersey) tercatat 6.7% dari 13.300 wisatawan mengalami
CLM setelah berkunjung ke daerah tropis. Hampir di semua negara
beriklim tropis dan subtropis, misalnya Amerika Tengah dan Amerika
Selatan, Karibia, Afrika, Australia dan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia, banyak ditemukan CLM. Pada invasi ini tidak terjadi perbedaan
ras, usia, maupun jenis kelamin (Asiyah Siti. 2014)

Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya


berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain
sebagai berikut:

1. Petani
2. Tukang kebun
3. Anak-anak yang bermain pasir
4. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai

7
5. Tukang kayu
6. Pemburu
7. Penyemprot serangga ( Ngan, V, 2007)

2.3 Etiologi

creeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan


cacing tambang dengan hospes non manusia. Penyebab utama adalah
larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu
ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum.Ancylostoma
braziliense adalah penyebab tersering. Di Asia Timur umumnya
disebabkanoleh Gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus
ditemukan Echinococcus,Strongyloides stercoralis, Dermatobia maziales
dan Lucilia caesar. Selain itu dapat puladisebabkan oleh larva dari
beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly)dan cattle fly.

Penyebab yang umum:

1. Ancylostoma braziliense
2. Ancylostoma caninum
3. Uncinaria phlebotonum

Penyebab yang jarang :

1. Ancylostoma ceylonicum
2. Ancylostoma tubaeforme
3. Necator amricanus
4. Strongyloides papillosus
5. Ancylostoma duondenale

2.4 Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan


(lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu, larva menetas
dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan
menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai

8
10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di
kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak dengan pejamu hewan
(anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh
darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudianmenembus alveoli,
naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus
kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa
hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa
larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing
melalui transmammary atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi
dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies,
larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi
tanpa tujuan di epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan
yang lebih dalam setelah bermigrasi di kulit (CDC, 2012).

2.5 Patogenesis

Penyebab utama dalah larva yang berasal dari cacing tambang


yang hidup di usus anjing dan kucing, yaitu ancylostoma braziliense dan
ancylostoma caninum. Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies

9
cacing tambang binatang yang didapatdari kontak kulit langsung dengan
tanah yang terkontaminasi feses anjing atau kucing.Hospes normal cacing
tambang ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan kedalam
feses, kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab.
Kemudianterjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk
infektif (larva stdaium tiga).

Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak


sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease
untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelahpenetrasi
stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai
dalam waktubeberapa hari.Larva stadium tiga menembus kulit manusia
dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanyaantara stratum
germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-
jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.hal ini menginduksi reaksi
inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit.Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran
basalis dan jarang menembus kedermis.

Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai


enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke
dermis. Sehingga penyakit inimenetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang
disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan
progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk
melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga
terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat
larva dan eosinofil pada sputumnya.Kebanyakan larva tidak mampu
menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa harisampai beberapa
bulan.

2.6 Gejala Klinis

Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan
panas di tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang timbul

10
terutama terasa pada malam hari, jika digaruk dapat menimbulkan infeksi
sekunder. Mula-mula akan timbul papul kemudian diikuti dengan bentuk
yang khas, yakni lsi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul
dengan diameter 2-3mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul
yang eritematosa ini menunjukan bahwa larva tersebut telah berada di
kulit, selama beberapa jam atau hari.

Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar, menyerupai


benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya
lebih hebat pada malam hari.

Gambar 1. Larva migrans di daerah telapak kaki.

11
Gambar 2, Larva Migrans di daerah punggung kaki

Gambar 3, Larva migrans pada daerah jari tangan.

2.7 Diagnosis

Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti


benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau
vesikel diatasnya.

Anamnesis

Masuknya larva ke kulit biasanyadisertai dengan rasa gatal dan


panas pada kulit yang terkena. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam
hari. Predileksi tersering berada di daerah siku, tangan, bokong, dan kaki,

12
lokasi tubuh yang paling sering kontak dengan tanah. Jarang di temukan
pada wajah. Biasanya ada riwayat kontak dengan tanah secara langsung.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik di temukan kelainan kulit berupa papul


pada awalnya, kemudian di ikuti bentuk yang khas yaitu berbentuk linier
atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3mm, dan berwarna
kemerahan, selanjutnya membentuk terowongan (burrow) mencapai
panjang beberapa cm. Tempat predileksi di tungkai, telapak kaki, bokong,
dan paha atau bagian tubuh yang kontak dengan tempat larva berada.

2.8 Diagnosis Banding

Jika ditinjau dari terowongan yang ada, CLM harus dibedakan


dengan skabies. Pada skabies, terowongan yang terbentuk tidak sepanjang
pada CLM. Namun, apabila dilihat dari bentuknya yang polisiklik,
penyakit ini sering disalahartikan sebagai dermatofitosis. Pada stadium
awal, lesi pada CLM berupa papul, karena itu sering diduga dengan insects
bite. Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, lesi berupa papul-
papul sering menyerupai herpes zoster stadium awal. Diagnosis banding
yang lain antara lain dermatitis kontak alergi, dermatitis fotoalergi .

2.9 Penatalaksanaan

Sebelum tahun 1960, terapi CLM adalah dengan ethyl chloride


spray (disemprotkan sepanjang lesi), liquid nitrogen, phenol,
carbondioxide snow (CO2 snow dengan penekanan selama 45 detik
sampai 1 menit, dua hari berturut-turut), piperazine citrate, elektro-
kauterisasi dan radiasi. Pengobatan tersebut sering tidak berhasil karena
kita tidak mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila terlalu
lama dapat merusak jaringan disekitarnya. Kemoterapi dengan
chloroquine, antimony, dan diethylcarbamazine juga tidak memuaskan.

Sejak tahun 1993 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum


luas, misalnya tiabendazole (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 25-

13
50mg/kg BB/hari, selama 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2-5 hari.
Dosis maksimum 3gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah
beberapa hari. Obat ini sukar di dapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan
muntah. Eyster mencobakan pengobatan topikal solusio tiabendazole
dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula Davis dan Israel
menggunakan suspensi obat tersebut (500mg/5ml) secara oklusi selama
24-48 jam. Sekarang albendazole dan ivermectin di luar negeri merupakan
obat line pertama. Di luar negeri terapi dengan ivermectin peroral (200
ug/kg) dosis tunggal dan diulang setelah 1-2 minggu, memberi
kesembuhan 94-100%.

Pengobatan dengan menggunakan albendazole 400mg sebagai


dosis tunggal, di berikan 3 hari berturut-turut, sangat efektif. Bila tidak
berhasil dapat diulangi pada minggu berikutnya (Asiyah, Siti, 2014).

2.10 Pencegahan

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM


antara lain:

- Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah


atau pasir yang terkontaminasi

- Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh


tanah

- Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing


dengan antihelmintik

- Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman


bermain

- Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah


binatang untuk defekasi di lubang tersebut

- Wisatawan disarankan untuk menggunakan alas kaki saat


berjalan di pantai dan menggunakan kursi saat berjemur

14
Akan tetapi, pada masyarakat yang kurang mampu, keterbatasan
finansial mengakibatkan sulitnya masyarakat untuk memberikan
pengobatan yang teratur terhadap anjing dan kucing. Sehingga pada
akhirnya, pemberantasan cacing tambang pada binatang hanya bisa
dilakukan dengan cara melakukan pengontrolan yang terintegrasi antara
pihak kesehatan masyarakat, antropologis medis, dokter hewan, dan
masyarakat.

2.11 Prognosis

CLM tidak mengancam kehidupan, umunya sembuh dengan terapi


antihelmintes albendazole atau tiabendazole.

15
BAB III

KESIMPULAN

Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah


penyakit kulit pada manusia disebabkan oleh berbagai larva nematoda
parasit, yang paling umum adalah ancylostoma braziliense dan
ancylostoma canium. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari
cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu ancylostoma braziliense
dan ancylostoma canium.

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas.


Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni
lesi yang berbentuk linea atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter
2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini
menunjukan bahwa larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam
atau hari.

Tempat predileksi adalah tungkai, bokong, paha, telapak kaki, dan


dibagian tubuh dimana saja yang tersering berkontak dengan tempat larva
berada. Berdasarkan bentuk yang khas yakni terdapatnya kelaian seperti
benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbuk, dan terdapat papul
atau vesikel di atasnya.

CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu :


terapi sistemik (oral). Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi
sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya
lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti. 2015. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke

7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penebit FK


UI. Hal 141-142

Anonymous. Cutaneus Larva Migrans: The Creeping Eruption. Diunduh dari

www.emedicine.com. September 2016.

Dugdale, DC. Creeping Eruption. Diunduh dari

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.htm. Sepetmber 2016

Ngan,V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ:New Zealand.2007. diunduh

dari:http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html

Hotez et al. Hookworm Infection. N England J Med 2004;352:799-807. Diunduh

dari:http://www.nejm.org

17

Anda mungkin juga menyukai