Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS HIPERTENSI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. D
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pengurus terminal
Alamat : Rambipuji RT 04/ RW 04
Waktu Pemeriksaan : 5 Maret 2020

II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri kepala dikeluhakan ± 1 minggu yang lalu, ketika nyeri kepala muncul keringat dan
Os merasa sesak. Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan semakin memberat ketika
os sedang stress. Selain itu os juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher dan rasa
pegal-pegal pada punggung serta kaki. Os juga merasa pusing berputar dan merasa kelelahan,
kesemutan ditangan dan kaki, namun os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah.
Jantung berdebar-debar (-), gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK normal.
c. Riwayat Pengobatan :
Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala yang dijual di
warung untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya. Seminggu yang lalu, Os sudah berobat
ke puskesmas diberi captopril tapi tidak ada perubahan. Os tetap merasakan pusing dan nyeri
kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat hipertensi.
Kemudian Os berobat dan kambuh lagi. Riwayat penyakit jantung (-), DM (-), riwayat operasi
(-), asma (-), bronkitis (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi. Saat ini tidak ada
anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti os.
f. Riawayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
g. Riwayat Psikososial :
Os mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang asin seperti ikan asin hampir
setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang digoreng, jarang mengkonsumsi
buah dan sayur serta jarang berolahraga. Makan teratur sehari 3 kali, os mengaku
mengkonsumsi rokok sehari 1 bungkus, mengkonsumsi kopi 2 gelas perhari, alkohol
(-),ventilasi rumah yang kurang dan udara dalam ruangan yang panas.

1
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Berat badan : 91,4 Kg
Tinggi badan : 167 cm
Status gizi : Obes II dengan IMT 32,8 kg/m2
Status generalis
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam


terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,


palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter
kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, palpebral
superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang
lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak kotor,
arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran KGB -/-

Thorax
Inspeksi :
 Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
 Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
 Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
 Tipe pernafasan : Torako-abdominal

2
Palpasi

 Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea
parasternal sinistra
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
 Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi

 Sonor seluruh lapang paru


 Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI, Ekspirasi ICS VI
 Batas paru-jantung :
 Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
 Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi

 Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).


 Pulmo :
 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
 Rhonki (-/-)
 Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi :

 Bentuk : Simetris
 Umbilicus : Masuk merata
 Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-), vena
kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
 Distensi (-)
 Ascites (-)

Auskultasi

 Bising usus (+) normal


 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)

Perkusi

 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)


 Nyeri ketok (-)

3
Palpasi

 Nyeri tekan epigastrium (-)


 Massa (-)
 Hepar / lien : tidak teraba

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dievaluasi
V. Diagnosis Kerja
Hipertensi derajat 2
VI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit hipertensi
b. Preventif : Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor risiko seperti
merokok, alkohol dan stress
c. Kuratif :
 Terapi Medikamentosa :
- Captopril 25 mg 3x1
- Amlodipin 5 mg 1x1
- Parasetamol 500 mg 3x1 tab/2 tab
10.15mg/kg BB/x 910 - 1365 mg
 Terapi nonmedikamentosa :
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita hipertensi

4
- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita
hipertensi
- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita
hipertensi untuk melakukan olahraga senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan
mengurangi minum minuman beralkohol.
VII. Prognosis : Dubia at bonam
VIII. Konseling :
a. Penyakit yang diderita adalah penyakit hipertensi yang tidak menular dan tidak bisa
sembuh dan hanya bisa di kontrol
b. Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala pada penyakit hipertensi dan risiko
penyulit yang mungkin terjadi
c. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang asin, serta
mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan makanan yang berlemak
d. Menjelaskan kepada os agar tekun meminum obat dan rutin memerikasan dirinya di
puskesmas Langensari 1, meskipun os sudah merasa sehat.
e. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

5
BAB II

PEMBAHASAN

I. Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 45 tahun dengan keluhan
utama nyeri kepala. Ketika nyeri kepala muncul keringat dan Os merasa sesak, keluhan ini
dirasakan sejak sekitar 1 minggu yang lalu yang berlangsung terus-menerus dan semakin
memberat ketika os sedang stress. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian
belakang leher, sering pusing dan selalu merasa lelah, rasa pegal-pegal pada punggung serta
kaki, kesemutan ditangan dan kaki akan tetapi tidak disertai dengan keluhan mual dan muntah.
Pasien mengaku seringkali mengkonsumsi ikan asin hampir setiap hari, merokok 1 hari 1
bungkus, mengkonsumsi kopi 2 gelas perhari, Pasien juga sering mengkonsumsi makanan
yang digoreng, jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg. Frekuensi
nadi: 92 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu aksila : 36,7 oC, berat badan : 91,4 Kg,
tinggi badan : 167 cm, status gizi : Obes II dengan IMT 32,8 kg/m2 .
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah
dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat
nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30
menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila
tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Menurut The Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi
derajat 2 bila didapatkan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan tekanan diastolik > 100,
oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.
Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan captopril 25 mg, 3x1 tablet serta
diberikan pula amloidipin, dan parasetamol untuk membantu mengurangi keluhan nyeri yang
dirasakan.

II. Resume
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien menderita
Hipertensi derajat 2. Pasien kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga
melakukan pola hidup yang salah, sering makan ikan asin, kurang berolahraga, merokok.
Pasien mengakui bahwa rumahnya memiliki ventilasi yang kurang dan udara dalam ruangan
yang panas. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi oleh karena itu pasien disarankan untuk
melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan
meminum obat secara teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali
6
dan olahraga teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola makan dan
melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan keluarga pasien
sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup dengan pola makan yang
sehat, oleh karena itu pasien disaranakan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.

III. Kerangka Konsep Masalah Pasien

BIOLOGIS
Usia : Usia pasien 45 tahun ; Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku.
Status gizi : Obes II dengan IMT 32,8 kg/m2.
Prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%
untuk pria.
Genetik : 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga

PERILAKU LINGKUNGAN
Diet tinggi garam Stress
Jarang berolahraga
HIPERTENSI
Diet tinggi lemak
Merokok

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Masalah Pasien

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang
telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5
menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya
dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah
utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang
ada di dunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan
hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan
kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di
tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. 3
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan
berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang
diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler
dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah
hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan
dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. 4
IV. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur,
jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas
dan nutrisi. 2

8
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 1 Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.5
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan
140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan
meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan
pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh
sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.8 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap
sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause
wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin
lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998),
prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)
9
adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk
pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional). 8
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik
pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana
natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan
darah secara terus menerus. 8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi.
Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. 9 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. 10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung
iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masakmemasak masyarakat kita yang
umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11
Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan. 12

g. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat


dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis
arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3 Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr.
Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236
subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36%
10
merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek
yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8
tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok
subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari. 13

h. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi


hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria pola perilaku
tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self
rating dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola
perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya
yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu
merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya
aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

V. GEJALA KLINIK
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, pusing,
gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf, jantung,
fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma . 15

VI. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali
pengukuran pada masing-masing kunjungan.

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII 3

11
VII. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. 5
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5

Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat


komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang
adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis
hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam

12
diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. 4 Perjalanan penyakit
hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi
yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi
hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada
pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60
tahun.4

Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer


yang tidak terobati 5

VIII. DIAGNOSIS HIPERTENSI


Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang paling
tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat sampai enam minggu. Pengukuran
dirumah dapat menggunakan sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah
pengukuran untuk analisis.17
Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko penyakit
hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :18

13
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit,
riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan tinggi badan.
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam,
asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi. 16

IX. PENATALAKSANAAN
a) Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah
yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal
kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA)
merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri
kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National
Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk
pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1
g proteinuria.2
b) Algoritme Penanganan Hipertensi
Gambar 3.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3

14
c) Modifikasi Gaya Hidup
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki
implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi
gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan
terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung
secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih
terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan
dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi.
Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan
tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang
dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif
menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl,

15
meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara
keseluruhan.2
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan
darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg
diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30
menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada
variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini
mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah
dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan
penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah
pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih
minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah
tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu
pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-
buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah. 2

Tabel 3.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi. 3

16
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,
mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat
antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. 3

d) Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24
jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian
17
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi.
Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target
tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tabel 3.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi. 3

18
Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3

19
X. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang
sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan
pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
yaitu: 20

Tabel 3.6 Komplikasi Hipertensi 20

20
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi
adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada
proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor
21
risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah sistolik melebihi
140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular
yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22

XI. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau
organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan
mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

DAFTAR PUSTAKA

1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study (PDS)


to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of Antihypertensive
therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6.
2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: FK UI. 2006

21
3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian
Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.
2007.http;//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_content&tas
k=view&id=38&Itemid=12). Diakses tanggal 8 April 2014, pukul 20.00 WIB.
4. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008. http//:www.emedicine.com.
[Diakses pada tanggal 8 April 2014].
5. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/HIPERTENSI PRIMER?
autodown=doc. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
6. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai Desember 2005, Skripsi, FK UNRI,
2007, hal 41-42.
7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and Cotran
Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.
8. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008. http//:www.emedicine.com.
[Diakses pada tangal 8 April 2014].
9. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and Associated
Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition. Albania: Journal Epidemiology
Community Health 2003.
10. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet.
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0po.ZrHRTkNLVRg
x.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk. [Diakses pada tanggal 8 April 2014].
11. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari 2003.
www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1046314663,16713, - 24k. [Diakses pada
tanggal 8 April 2014].
12. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik Endokrin Departemen
Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi RS Cipto Mangunkusuno, Jakarta, 2004.
13. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of Cigarette Smokey
And Risk of Inciden Hypertension In Bringham And Women Hospital Massachucetts, 2007.
14. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada Penyakit Jantung Koroner
(PJK). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-2.htm.
15. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta : Kanisius.
16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.
19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.
Cardiologychannel.com [diakses tanggal 8 April 2014].
20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk Factors in Netherlands.
Eur Heart , 1999.p 520.
21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah Kedokteran
Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.

22

Anda mungkin juga menyukai