BLOK 16
Oleh:
Tutorial A
Rizki Wardatul M.S 122010101005
Retno Arun 122010101008
Krisnha Dian A 122010101022
Ayu Dwi M 122010101032
Raditya Rangga P 122010101033
Davina Amalia 122010101042
Rizka Kartikasari 122010101063
Ivan Kristantya 122010101064
Henggar Allest 122010101080
Habibur R.S 122010101082
Diastri Nur S.D 122010101088
Maulidah Ayuingtyas 122010101089
Dear Farah Silma 122010101092
Yessie Elin S 122010101094
Putri Erlinda 1220010101098
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
Skenario 2 : Trauma Ektremitas dan Tulang Belakang
Fraktur
tertutup
Fraktur
patologis
Fraktur
vertebrae
Fraktur
patella
Fraktur
clavicula
Fraktur
antebrachii
Dislokasi
sendi bahu
Trauma
Sendi
I. Anatomi Ekstremitas Superior dan Inferior
A. Ekstremitas Superior
Ossa ekstremitas superioris adalah tulang yang menyusun anggota gerak bagian atas.
Berdasarkan lokasi, maka ossa ekstremitatis superioris bersama ossa ekstremitatis
inferioris termasuk skeleton appendiculare. Ossa ekstremitatis superioris
dikelompokkan jadi 2 bagian:
b. Scapula
- Ada 2 permukaan:
o Facies costalis (ventralis) : ada fossa subscapularis dan linea muscularis
o Facies dorsalis : ada fossa supraspinata & fossa infraspinata dipisahkan
spina scapulae (mulai dari margo medialis ke lateral jadi facies
articularis acromialis)
- Ada 3 sisi: margo medialis, margo lateralis, dan margo superior
- Ada 3 sudut:
o Margo medialis + margo superior = angulus medialis
o Margo medialis + margo lateralis = angulus inferior
o Margo superior + margo lateralis = angulus lateralis (ditempati oleh collum
scapulae)
- Terdiri dari: humerus, radius, ulna, dan os manus (yang terdiri dari: ossa carpi, ossa
metacarpi, phalanges digitorum manus)
a. Humerus
- Artikulasi: proximal scapula, distal radius dan ulna
- Dibagi jadi 3: ekstremitas proximalis et distalis, humeri, dan corpus humeri
1. Ekstremitas proximalis humeri
o Caput humerus artikulasi ke cavitas glenoidalis
o Dengan struktur di distal, dipisahkan oleh collum anatomicum
o Tuberculum majus ke lateral distal jadi crista tuberculi majoris
o Tuberculum minus ke anterior crista tuberculi minoris
o Diantara 2 tuberculum ada sulcus intertubercularis
2. Corpus humeri
o Punya 3 facies, yaitu: facies anterior medialis, facies anterior lateralis, dan
facies posterior
o Facies ante medialis + facies posterior = margo medialis ke distal jadi
crista supracondylaris medialis
o Facies ante lateralis + facies poste margo lateralis ke distal berlanjut
jadi crista supracondylaris lateralis
3. Ekstremitas distalis humeri
o Crista supracondylaris medialis berlanjut jadi epicondylus medialis
o Crista supracondylaris lateralis berlanjut jadi epicondylus lateralis
Diantara 2 epicondylus,ada
o Trochlea humeri (di medial) berartikulasi dengan
ulna. Di proximalnya ada 2 lekukan, ante fossa
coronoidea; poste fossa olecrani
o Capitulum humeri (di lateral) berartikulasi dengan
radius. Di proximal bagian anterior fossa radialis
b. Radius
- Terletak pada antebrachium, di lateral ulna (pada sisi ibu jari). Di proximal dengan
humerus dan ulna. Di distal dengan carpus dan ulna
1. Ekstremitas proximalis radii
o Ada caput radii bentuk seperti kancing, bulat. Permukaan proximalnya ada
fovea articularis radii dan disekelilingnya dilapisi circumferential articularis
radii yang akan berartikulasi dengan incisura radialis ulna
o Di distal caput ada collum radii
2. Corpus radii ada 3 facies dan 3 margo
o Di bagian proximal ada tuberositas radii. Yang sejajar dengan tuberositas radii
yaitu facies anterior di facies ante ada foramen nutricium
o Facies lateralis sejajar proc. Styloideus (distal radii)
o Facies ante + facies poste = margo interosseus
o Facies ante + facies lateral = margo anterior
o Facies lateral + facies poste = margo posterior
3. Ekstremitas distalis radii
o Di bagian anterior agak halus dan cekung
o Di medial (ulna) incisura ulnaris yang akan berartikulasi dengan ulna
o Di distal ada facies artikularis carpea berartikulasi dengan carpus
ujung radialnya ada proc. Styloideus
c. Ulna
- Terletak di medial radius pada sisi kelingking
- Di proximal berartikulasi dengan humerus dan radius
- Di distal berartikulasi dengan radius dan secara tidak langsung berartikulasi dengan
carpus
1. Ekstremitas proximalis ulnae
o Ujung proximal olecranon
o Tonjolan ke anterior proc. Coronoideus
Diantara keduanya ada incisura trochlearis
o Di lateral proc. Coronoideus ada incisura radialis. Sedangkan di distalnya
tuberositas ulnae
o Di lateral distalnya ada crista musculi supinatorius
2. Corpus ulnae 3 facies, 3 margo
o Sejajar dengan proc. Coronoideus yaitu facies anterior ada foramen
nutricium
o Facies ante + facies poste = margo interosseus
o Facies ante + facies medial = margo anterior
o Facies poste + facies medial = margo posterior
Facies posterior sejajar dengan crista musculi supinatoris
3. Ekstremitas distalis ulnae
o Ada caput ulnae
o Proc. Styloideus ujungnya lancip, sama seperti pada radius
o Circumferential articularis berartikulasi dengan incisura ulnaris radii
d. Ossa Carpi
- Dibagi menjadi 2 baris tulang:
1. Baris proximal:
o Os pisiforme
o Os triquetrum
o Os naviculare manus (scaphoideum)
o Os lunatum
2. Baris distal:
o Os multangulum majus = os trapezium
o Os multangulum minus = os trapezoideum
o Os capitum
o Os hamatum
e. Ossa metacarpi
- Terdiri dari 5 tulang panjang. Tia pos dinamai denga romai I – V
- Tiap antara os metacarpale akan membentuk spatial interossea metacarpi diisi mm.
interossei
- Tiap os metacarpale akan dibagi menjadi bagian: basis (proximal), corpus, caput
(distal)
f. Phalanges digitorum manus
- Ada phalanx proximalis, phalanx media, dan phalanx distal (cirri: ada tuberositas
phalanges distalis)
II. Histologi Tulang
Perikondrium
Ialah jaringan ikat yang membungkus tulang rawan. Tidak terdapat pada tulang rawan
persendian dan tulang rawan bersabut.
Terdiri atas :
a. Lapisan Fibrous lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat padat.
b. Lapisan Kondrogenik
Adalah lapisan dalam yang terdiri dari jaringan ikat yang lebih kendor, mengandung
sel-sel yang bersifat kondrogenik (dapat berdiferensiasi menjadi sel kondroblast yang
kemudian menjadi sel kondrosit)
Nutrisi
Vaskularisasi pada matriks tidak ada, kecuali pada tulang rawan yang mengalami proses
osifikasi. Makanan diperoleh melalui difusi, diambil dari kapiler yang terdapat dalam
perikondrium.
B. JARINGAN TULANG
Adalah jaringan penyangga yang merupakan bagian dari jaringan ikat. Terdiri atas :
1. Sel-sel tulang : osteoblas, osteosit, osteoklas
2. Bahan antar sel : matriks tulang
Osteoblast
Berasal dari sel-sel mesenkim
Berderet-deret secara epitelial di permukaan trabekula tulang muda
Bentuk: kuboid s/d piramid
Inti: besar, nukleolus tampak
Sitoplasma: sangat basofil
Memproduksi bahan organik matriks tulang Menghasilkan enzym alkaline fosfatase
yg berperan dalam proses kalsifikasi
Mempunyai juluran sitoplasma, ke arah matriks & antar sel-sel osteoblast.
Menghasilkan bahan organik matriks.
Osteosit
Osteoblast yg terpendam dalam matriks tulang
Inti: gelap
Sitoplasma: basofil, banyak juluran-juluran sitoplasma masuk ke dalam kanalikuli
cadangan makanan, yaitu glikogen
Letak: dalam lakuna.
Osteoklast (osteoclas)
Sel raksasa berinti banyak, fusi beberapa monosit
Sitoplasma: acidofil (enzym acid fosfatase), berbuih (banyak vacuola)
Demineralisasi matriks lekukan di permukaan tulang (= lakuna Howship)
Matriks Tulang
Unsur organik 35%, tdd serat2 osteokolagen, diikat substansi semen
(glikosaminoglikans)
Tampak acidofil krn kondroitin sulfat
Unsur anorganik 65%, pd bag. semen tut kalsium fosfat & sedikit kalsium karbonat
Tersusun atas lamel—lamel yang terjadi secara ritmik
Saluran volkman
Berjalan dari periosteum atau endosteum, masuk secara tegak lurus ke dalam tulang.
Mengandung pembuluh darah, behubungan dengan saluran havers.
Periosteum
Adalah jaringan ikat yang membungkus tulang, terdiri dari 2 lapis:
Lapisan fibrous mengandung banyak serabut kolagen
Lapisan osteogenik mengansung sel – sel yang bersifat osteogenik.
Endosteum
Lapisan jaringan ikat yang tipis dan melingkupi ruang sumsum. Memiliki kemampuan
osteogenik dan hemopoietik.
Sumber: histologi junquera
Proses Penyembuhan
IV. Patologi
1. FRAKTUR TERBUKA
A. Definisi
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
a. TIPE 1
Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen
tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat
tanda-tand trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
a. TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi
kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi
fraktur.
b. TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
- TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi
yang hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif
yang hebat
- TIPE 3 b
Fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang
hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
- TIPE 3 c
a. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
b. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen-fragemen yang lepas
c. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan
fiksasi eksterna.
d. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft
serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih
dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu
mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan
sehingga kulit menjadi tegang.
e. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam
dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
f. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
F. Komplikasi Fraktur Terbuka
a. Perdarahan, syok septik sampai kematian
b. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
c. Tetanus
d. Gangrene
e. Perdarahan sekunder
f. Osteomielitis kronik
g. Delayed union
h. Non union dan malunion
i. Kekakuan sendi
j. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
2. FRAKTUR TERTUTUP
A. Definisi
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit
sehingga tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. (Sjamsuhidajat,1997)
B. Penyebab
1. Trauma Langsung
Benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur pada area benturan.
2. Trauma Tidak Langsung
Fraktur tidak terjadi pada tempat benturan tapi di tempat lain oleh karena
kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
3. Etiologi lain :
Trauma tenaga fisik (tabrakan,benturan)
Penyakit pada tulang (proses.degeneratif,kanker tulang)
Degenerasi spontan
C. Patofisiologi
Trauma langsung dan tidak langsung serta faktor etiologi lain akan
menyebabkan terjadinya tekanan eksternal pada tulang. Tekanan ini lebih besar dari
kemampuan menahan yang dimiliki oleh tulang sehingga timbulah fraktur salah
satunya fraktur tertutup. Pada tulang yang mengalami fraktur tertutup akan terdapat
diskontinuitas tulang dan biasannya disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu
ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan syaraf. Diskontinuitas tulang juga dapat
mengakibatkan deformitas tulang.Dimana deformitas tulang dan juga cedera pada
ligament, otot, dan tendon akan memunculkan masalah Kerusakan Mobilitas
Fisik.Kerusakan atau cedera yang mengenai pembuluh darah sekitar akan
menimbulkan masalah Risiko terhadap Perubahan Perfusi Jaringan Perifer dan
PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak.Dan kerusakan atau cedera yang terjadi
pada ligament, otot,dan tendon serta jaringan syaraf sekitar akan merangsang reseptor
nyeri sehingga dapat memunculkan masalah Nyeri Akut. Terjadinya fraktur tertutup
itu sendiri akan membawa perubahan pada status kesehatan klien yang mengakibatkan
masalah Ansietas.
D. Tanda Dan Gejala
Deformitas
Fungtiolaesia
Nyeri tekan
Nyeri bila digerakkan
Bengkak akibat trauma jar lunak dan perdarahan
Spasme otot
Kadang ada krepitasi
E. Pemerikasaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, dan penilaian gerakan sendi
baik aktif maupun pasif.Sbb :
Inspeksi : kesakitan,cara berjalan,cara duduk dan cara tidur dan melihat kondisi
fisik spt : kulit (warna,tekstur kulit), jaringan lunak (pem.darah,otot, ligamen,
tendon) terhadap adanya bengkak,perdarahan,cekungan atau abnormalitas,warna
kemerahan atau kebiruan dan deformitas (kelainan bentuk).
Palpasi : suhu kulit,denyut nadi (apakah teraba atau tidak teraba), spasme atau
atropi otot, nyeri tekan,pengukuran panjang tulang.
Pergerakan : evaluasi gerakan sendi,stabilitas sendi,ROM
F. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen,CT Scan,MRI
Anteragran/nanogram
Lab : DL, Kreatinin
G. Kriteria Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis yang muncul dan
hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung.
H. Penatalaksanaan Medis
a. REPOSISI : pengembalian fragmen tulang keposisi semula
Reposisi tertutup : dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
reposisinya dgn memanipulasi dan traksi manual.
Reposisi terbuka : dilakukan dengan pendekatan bedah,fragmen tulang
direposisi.
KLL, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry, luka tusuk, luka tembak, kejatuhan
benda keras
B. Mekanisme
a. Flexi lateral fraktur pada pedikel, for.vertebra, sendi faset
b. Fleksi + sedikit kompresi +/- kerusakan ligamen posterior (+rusak fraktur tidak
stabil & subluksasi)
c. Ekstensi & rotasi terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra atas
d. Kompresi vertical vertebra pecah
e. Hiperekstensi/retroflexi ligamen anterior + diskus rusak/fraktur arkus neuralis
(sering pada : vertebrae servikal)
C. Diagnosis
- Cek neurologis
- Riwayat trauma
- Cek vertebra (dari servikal-lumbal)
- Pemeriksaan fisik : rontgent dan MRI
D. Terapi
a. Fraktur tidak stabil konservatif / stabilisasi dengan operasi
b. Tanpa kelainan neurologis
Stabil penopang vertebra
Tdk stabil pertahankan jadi stabil
c. Dengan kelainan neurologis
Tidak total Konservatif (stabil)
Operasi dengan dekompresi & stabilisasi (tdk stabil)
Total + syok spinal, t=48 jam
d. Trauma spinal stabil konservatif rehabilitasi
5. FRAKTUR CLAVIKULA
Definisi
Clavikula merupakan tulang yang berbentuk S, disebelah median berhubungan dengan
sternum dan bagian lateral dengan akromion. Dihubungkan dengan korakoid oleh
ligamentum korako-klavikular.
Mekanisme trauma
fraktur klavikula biasanya disebabkan oleh jatuh ataupun benturan pada bahu, biasanya
tangan dalam keadaan out streched.
Klasifikasi
fraktur klavikula dapat terjadi ditiga tempat
a. Sepertiga tengah (80%)
b. Sepertiga lateral (15%)
c. Sepertiga medial (5%)
Gambaran klinis
adanya anamnesis trauma pada bahu, pembengkakan, serta nyeri pada daerah klavikula.
Pemeriksaan radiologi
pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan otot
sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik kebawah oleh muskulus pektoralis
mayor.
Pengobatan
a. Konservatif: dengan arm sling (mitella), atau figure of eight.
b. Operasi: operasi dilakukan jika ada indikasi open fracture , adanya tekanan pda
pembuluh darah, non-union, fraktur 1/3 lateral, serta penderita aktif yang akan segera
kembali bekerja. Operasi bisa dengan pemasangan plate and screw.
Komplikasi
- Malunion
- Kerusakan pembuluh darah
- Nonunion
- Artritis pasca traumatika
- Deformitas yang jelek berupa penonjolan tulang pada kulit.
6. FRAKTUR ANTEBRACHII
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Gejala Klinis
Seperti fraktur pada umumnya, akan ditemukan gejala seperti nyeri, edema,
penurunan range of movement dan krepitasi sehingga tanpa foto rontgen, fraktur diafisis,
fraktur montegia dan fraktur galeazi didiagnosis dengan melokalisasi secara palpasi untuk
mencari krepitasi sebagai penanda lokasi fraktur tetapi metode ini sebisa mungkin dihindari
karena akan menimbulkan nyeri hebat pada pasien.
Diagnosis fraktur Colles dan fraktur Smith relatif lebih mudah karena memberikan
gambaran khusus sehingga pada umumnya dapat terdiagnosis dengan inspeksi saja. Fraktur
Colles akan menimbulkan dinner fork deformity. Fraktur Smith akan menimbulkan garden
spade deformity.
d. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan foto rontgen untuk menunjang diagnosis. Foto dilakukan mengikuti
rule of two:
1. 2 lapang pandang
Dilakukan foto AP dan lateral karena kadang ada fraktur yang tidak terlihat bila hanya
dari satu lapang pandang
2. 2 sendi
2 sendi di sisi proximal dan distal harus difoto untuk melihat ada atau tidaknya
dislokasi karena apabila dislokasi tidak terdeteksi, fraktur tidak akan mengalami
union
3. 2 ekstremitas
Terutama pada anak-anak, karena epifisis masih imatur, ditakutkan akan ada salah
interpretasi sehingga harus dibandingkan dengan sisi yang normal
4. 2 trauma
Seringkali trauma ekstremitas tidak hanya mengakibatkan trauma di ekstremitas saha
tetapi juga di regio lain. Kasus paling sering, fraktur femur yang diikuti dengan injuri
pada pelvis
5. 2 kali
Dilakukan foto kedua setelah jeda 1-2 minggu untuk mengantisipasi fraktur yang
mungkin belum terlihat pada pemeriksaan awal
3. Fraktur galeazi
AP
Lateral
4. Fraktur Colles
AP
Lateral
5. Fraktur Smith
Lateral
e. Penatalaksanaan
1. Fraktur diafisis radius dan ulna
Pada pasien dewasa dilakukan fiksasi interna hingga 8-12 minggu. Pada
pasien anak, fraktur diafisis termasuk fraktur yang sulit dikerjakan karena
adanya resiko malrotasi yang besar. Penatalaksanaan dilakukan dengan fiksasi
eksterna. Hal yang perlu diperhatikan pada kasus anak:
a. Pemasangan gips dari axilla hingga ke metakarpal untuk mencegah
terjadinya rotasi
b. Siku fleksi 90°
c.Apabila fraktur ada di sekitar m. pronator teres (sekitar 1/3 proksimal),
posisi supinasi. Pada 2/3 distal, posisi netral
d. Setelah 1 minggu dilakukan foto rontgen lagi untuk evaluasi.
Bila hasil tidak memuaskan, bisa rekoreksi. Rekoreksi maksimal
dilakukan pada minggu ke 3 karena setelah minggu ke 3 mulai ada
calus. Apabila hasil memuaskan, fiksasi dipertahankan hingga 6-8
minggu
e.Apabila anak berumur lebih dari 10 tahun atau fragmen tidak stabil,
dilakukan fiksasi interna
2. Fraktur Monteggia dan Galeazzi
Prinsip penatalaksanaan fraktur monteggia dan galeazzi adalah
mengembalikan tulang yang fraktur ke panjang semula serta melakukan
reposisi pada bagian yang mengalami dislokasi. Fiksasi interna menggunakan
plate-screw pada umumnya dipertahankan hingga 6 minggu.
3. Fraktur Colles
Dilakukan fiksasi menggunakan dorsal splint selama 3-4 hari hingga edema
berkurang lalu dilakukan pemasangan gips hingga 4 minggu. Apabila tidak
stabil dilakukan
4. Fraktur Smith
Apabila stabil, setelah direduksi diimobilisasi dengan gips selama 6 minggu.
Apabila tidak stabil harus dilakukan fiksasi interna dengan plate atau
pericutaneus wire
6. FRAKTUR PATELLA
a. Definisi
b. Ruang lingkup
c. Indikasi Operasi
f. Pemeriksaan Penunjang
Mekanisme fraktur
b. Karena diatas patella hanya terdapat subcutis dan kutis, sehingga dengan benturan
tersebut tulang patella mudah patch
c. Biasanya jenis patahnya comminutiva (stelata), pada jenis patah ini biasanya medial
dan lateral quadrisep expansion tidak ikut robek, hal ini menyebabkan penderita
masih dapat melakukan extensi lutut melawan gravitasi
a. Karena tarikan yang sangat kuat dan otot quadrisep yang membentuk
musculotendineus melekat pada patella, sering terjadi pada penderita yang jatuh
dengan tungkai bawah menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot quadrisep kontraksi
secara kerns untuk mempertahanakan kestabilan lutut.
b. Biasanya garis patahnya transversal avulse ujung atas atau ujung bawah dan patella
· Fraktur comminutiva
Anamnesa
· Penderita tak dapat melakukan extensi lutut, biasanya terjadi pada trauma indirect
dimana patahnya transversal dan quadrisep mekanisme robek
· Pada trauma direct dimana patahnya comminutiva medial dan lateral, quadrisep
expansion masih utuh sehingga penderita masih dapat melakukan extensi lutut
Pemeriksaan Klinik
Pemeriksaan Radiologis
· Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patela
Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interen pada patella.
Fiksasi interen yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari patela dikombinasi
dengan kawat berbentuk angka delapan.
Non operatif
Rehabilitasi fraktur patela pascabedah dapat dilakukan mobilisasi segera. Fleksi maksimal
dihindarkan hingga minggu ke 10.
Komplikasi
· Sindrom Kompartemen
· Infeksi
· Neurovascular injury
· Radioulnar synostosis
Follow-Up
Pemeriksaan X ray ulang dilakukan satu atau dua minggu kemudian untuk menilai ada
tidaknya loss of reduction. Plaster dipertahankan sampai terjadinya union 34 minggu pada
anak-anak usia 10 tahun dan 1-2 minggu pada anak usia 4 tahun.
Definisi
Dislokasi bahu adalah suatu kerusakan yang terjadi saat bagian atas tulang humerus tidak
menempel lagi dengan skapula. Hal ini terjadi saat caput humerus keluar dari soket, glenoid.
Maka dislokasi bahu ini fokus pada dislokasi dari sendi glenohumeral.
Etiologi
Dislokasi dan subluksasi sendi glenohumeral relatif sering terjadi pada atlet. Seorang peneliti
mengidentifikasi distribusi bimodal dislokasi bahu primer dengan puncak dalam dekade ke
dua dan ke enam. Dalam 95% kasus, dislokasi bahu yang terjadi mengarah ke anterior.
Penyebab utama dari dislokasi bahu primer adalah cedera traumatik. Hampir 95% dari
dislokasi bahu yang terjadi pertama kali adalah akibat dari beberapa kejadian seperti benturan
kuat, jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba-tiba yang dapat mengakibatkan bahu
terkilir. Seringkali, 70 % kasus dislokasi primer akan berulang pada 2 tahun pertama.
Klasifikasi
1. Dislokasi Anterior
Sekitar 95% dari dislokasi bahu yang terjadi, bagian atas humerus berada di depan shoulder
blade dan menyebabkan dislokasi anterior. Mekanisme umum dari kerusakan yang terjadi
yaitu abduksi yang ekstrim, exorotasi, ekstensi, dan suatu tekanan langsung dari posterior
terhadap humerus. Pasien yang mengalami dislokasi bahu akan merasa sangat kesakitan dan
mencegah untuk siapapun untuk melakukan pemeriksaan karena sakitnya itu. Jika pasien
mengalami dislokasi bahu, rentang gerak (ROM) dari pasien itu tidak luas. Jika bahu
terdislokasi ke arah anterior, lengan berada dalam posisi sedikit abduksi dan exorotasi. Pada
pasien yang kurus, caput humerus yang menonjol dapat dirasakan berada di anterior dan
cekungan dapat dilihat posterior pada bahu. Penting untuk menilai fungsi neurovaskular
aksila dengan meraba nadi dan melakukan uji sensasi pada daerah bahu. Gerakan biasanya
sangat menyakitkan akibat dari spasmeotot. Lokasi dislokasi anterior yang paling sering
terjadi yaitu subkorakoid. Dapat juga terjadi dislokasi subglenoid, subklavikula, dan yang
sangat jarang yaitu intratorakal atau retroperitoneal.
2. Dislokasi Posterior
Dalam kurang dari 5% dari kasus yang ada, bagian atas humerus berada di belakang shoulder
blade, suatu dislokasi posterior. Dislokasi posterior terjadi akibat berat axial yang ditumpukan
pada lengan yang sedang berada dalam keadaan adduksi dan endorotasi. Seperti jatuh dalam
posisi lengan adduksi dan endorotasi, atau adanya tekanan langsung pada bagian depan bahu.
Dislokasi posterior yang klasik dapat juga terjadi akibat tersengat listrik ataupun kejang karena
ketidakseimbangan kekuatan antara otot internal rotators (subskapularis, latissimus dorsi,
pektoralis mayor), yang menekan otot-otot external rotators (teres minor dan otot
infrasupinatus). Dislokasi bahu posterior mudah untuk terlewatkan dalam diagnosa, karena
lengan pasien biasanya terletak dalam keadaan endorotasi dan adduksi (yaitu, pasien memegang
lengannya dan meletakkannya pada perutnya). Pasien tidak dapat melakukan supinasi pada
tangannya. Pada pasien yang kurus, caput humerus yang menonjol dapat dilihat dan teraba di
posterior di bawah prosesus akromion, bahu anterior menjadi rata, dan prosesus korakoid lebih
menonjol.
Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi bahu posterior yaitu dislokasi yang tidak dapat
direduksi. Sekurang-kurangnya setengah dari pasien dengan dislokasi posterior memiliki lesi
yang tidak dapat direduksi saat pertama kali ditemukan. Tipikalnya pasien memegang lengan
dalam keadaan endorotasi, pasien tidak dapat mengabduksi lengannya lebih dari 70-80º, dan jika
pasien mengangkat lengannya ke arah depan, ia tidak dapat memutar telapak tangannya ke arah
atas. Komplikasi lainnya yaitu dislokasi bahu posterior rekuren dan habitual.
Jika bahu yang sebelumnya pernah terdislokasi mengalami dislokasi berulang oleh karena suatu
cedera lain, dislokasi kedua dan seterusnya disebut sebagai dislokasi rekuren. Perbaikan jaringan
lunak posterior secara pembedahan dianjurkan. Akan tetapi jika pasien dapat melakukan
dislokasi bahu sesuai dengan keinginannya ataupun mereduksi kembali bahu tersebut, maka
kondisi ini disebut sebagai dislokasi habitual, dan biasanya berhubungan dengan kelainan
kongenital yaitu kelemahan umum kongenital dari ligamen yang membentuk bahu. Atau hal ini
dapat berhubungan dengan remaja atau orang dewasa yang mencari perhatian. Maka perhatian
khusus harus diberikan pada mereka agar tidak melakukan hal itu secara sengaja.
3. Dislokasi Inferior
Dislokasi inferior jarang ditemukan dan dapat terjadi akibat suatu tekanan hiperabduksi yang
menyebabkan bagian leher dari humerus terangkat/menekan melawan akromion.Mekanisme
cedera dari dislokasi bahu inferior adalah adanya berat axial yang ditumpukan saat lengan
sedang abduksi atau hiperabduksi secara paksa seperti menangkap/ menggenggam suatu objek
yang berposisi di atas kepala saat jatuh.Dislokasi inferior akan menjadi kondisi yang disebut
sebagai luxatio erecta, yang menjelaskan mengenai presentasi klasik dimana lengan atas abduksi
110-160° dengan lengan bawah diistirahatkan pada atau di belakang kepala pasien. Pada
pemeriksaan, ditemukan lengan yang berada di atas kepala pada posisi yang tetap dengan siku
yang fleksi. Caput humerus teraba pada atau di bawah aksila.Mendiagnosa dislokasi inferior
sangatlah penting oleh karena tingginya angka kejadian untuk komplikasi. Sebanyak 60% dari
kasus yang ada, kerusakan neurologi (biasanya lesi pada N. aksilaris) berhubungan dengan
dislokasi inferior. Kerusakan vaskularisasi terjadi dalam 3,3% dari kasus yang ada, robekan
rotator cuff terjadi dalam 80-100% dari kasus yang ada, dan fraktur greater tuberosity dan
avulsipektoralis major juga berhubungan dengan dislokasi inferior.
4. Dislokasi Superior
Pada dislokasi bahu superior, caput humerus terdorong ke atas melewati rotator cuff. Dislokasi
superior sangatlah jarang dan dapat terjadi akibat tekanan yang ekstrim ke arah atas pada lengan
yang adduksi. Fitur Klinis :Pada pemeriksaan dapat ditemukan caputhumerusyang menonjolyang
dapat dirasakanberada di superior.
Diagnosis
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Pertama, dokter akan melakukan inspeksi secara visual pada bahu penderita. Ketika terdapat
dislokasi bahu, bentuk kebundaran bahu dan lengan atas yang normal akan hilang. Bagian luar
yang mengelilingi bahu terlihat datar. Terdapat perubahan dari permukaan anatomi yang
normal.Sebagai contoh, terdapat jarak di bawah akromion yang pada keadaan normal seharusnya
terdapat greater tuberosity (tonjolan tulang yang terdapat di sepanjang bagian atas bahu). Caput
humerus dapat diobservasi dan dirasakan sebagai suatu tonjolan yang besar di depan atau di
belakang bahu. Area ini biasanya sangat sakit saat dipalpasi.
Cakupan gerakan, kekuatan, dan sensasi akan di periksa jika memungkinkan. Suatu perubahan
atau hilangnya sensasi dapat menunjukkan adanya kerusakan saraf. Dokter juga akan memeriksa
denyut nadi pada lengan pasien untuk mendeteksi kemungkinan adanya komplikasi vaskular.
Terdapat banyak pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi struktur
jaringan lunak yang rusak atau lepas. Apprehension test yang positif dapat menjadi acuan
diagnostik adanya bahu yang tidak stabil yang dapat terdislokasi kembali setelah kejadian
dislokasi yang pertama. Pada tes ini lengan di abduksi (di jauhkan dari tubuh) dan di rotasi ke
arah eksternal. Sesaat sebelum sendi akan terdislokasi, pasien akan menjadi sangat gelisah. Pada
titik ini, tes ini dianggap positif untuk ketidakstabilan bahu dan kemudian pemeriksaan
dihentikan.
2. Pe,eriksaam Penunjang
X-rays diperlukan untuk memeriksa adanya fraktur di sekitar sendi, dan untuk melihat pola dari
dislokasi bahu yang ada.
Tata Laksana
Tata laksana dislokasi bahu dapat bersifat operatif dan non-operatif sesuai indikasi. Indikasi
pembedahan adalah dislokasi yang berulang.
Reduksi tertutup, dokter akan memindahkan caput humerus kembali ke dalam soket sendi
bahu dengan cara menerapkan traksi pada lengan yang terdislokasi. Obat nyeri akan
diberikan sebelum prosedur ini dimulai.
Imobilisasi, setelah reduksi, perlu untuk memakai arm sling atau perangkat yang disebut
immobilizer bahu untuk menjaga bahu bergerak. Bahu umumnya bergerak selama sekitar
empat minggu, dan pemulihan penuh membutuhkan waktu beberapa bulan.
Istirahat, penting untuk mengistirahatkan bahu dan tidak memberikan tegangan pada daerah
sendi tersebut.
Es dan panas, aplikasikan es atau kemasan yang dingin pada bahu selama 15-20 menit, empat
kali sehari, selama dua hari pertama. Setelah hari ketiga, gunakan bantalan pemanas selama
20 menit atau kurang untuk membantu dalam mengurangi nyeri pada otot. Hal ini dapat
membantu mengurangi pembengkakan juga.Bungkus es atau kemasan dingin dengan handuk.
Jangan menempelkan es langsung pada kulit.
Latihan rehabilitasi, setelah pelepasan sling bahu, latihan dimulai untuk mengembalikan
kekuatan dan rentang gerak pada bahu sebagaimana direkomendasikan oleh tenaga kesehatan
profesional.
Obat pereda sakitm, obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) atau asetaminofen (Tylenol)
dapat membantu mengurangi rasa sakit.
Pembedahan, pembedahan jarang diperlukan untuk dislokasi yang baru terjadi pertama kali.
Hal ini lebih diperlukan untuk bahu yang sudah terdislokasi berulang kali.
Teknik Reduksi :
a. Metode Kocher
Tekuk lengan yang terdislokasi 90º pada siku, adduksiterhadap tubuh, pergelangan tangandan
titiksikudapat digenggam oleh dokter bedah. Secara perlahan lakukan exorotasi antara70º sampai
85º sampai dapat dirasakan adanya tahanan. Pada pasien yang sadar gunakan waktu yang banyak
serta tidak terburu-buru dan mencoba untuk mengalihkan perhatian pasien dengan percakapan
dan kemudian melanjutkan pelaksanaannya.
Angkat lengan atas yang sudah dilakukan exorotasi pada bidang sagital sejauh mungkin
ke depan, sekarang lakukan endorotasi pada bahu, hal ini akan membawa tangan pasien ke arah
bahu lainnya. Caput humerus seharusnya sudah kembali ke dalam fossa glenoid dan rasa sakit
hilang selama proses ini.
b. MetodeStimson
Metode Stimson biasanya memerlukan anagelsik kuat terlebih dahulu, dan pasien pronasi di atas
meja dengan lengan pada sisi yang terdislokasi menggantung ke bawah pada posisi fleksi ke
depan. Sebuah karung pasir ditempatkan di bawah klavikula pada sisi yang terdislokasi, dan
sebuah beban sekitar 20 kg diaplikasikan dipergelangan tangan sisi yang terdislokasi. Otot-otot
yang spasme akan menjadi rileks dan biasanya reduksi sendi dapat terjadi secara spontan.
Prosedur ini dapat memakan waktu hingga 15-20 menit. Prosedur ini memerlukan pemantauan
yang cermat karena resikonya adalah jatuh.
c. Teknik Spaso
Teknik Spaso dimulai dengan pasien dalam posisi terlentang. Lengan pada sisi yang terdislokasi
digenggam pada pergelangan tangan atau lengan bawah distal dan diangkat secara vertikal
dengan lembut, sambil mengaplikasikan traksi dengan lembut. Kemudian dilakukan
exorotasipada bahu, biasanya reduksi dapat terjadi secara spontan. Mendorong caput humeri
kembali ke posisi normal dapat sangat membantu sambil mempertahankan traksi.
Observasi jika obat penenang dengan waktu kerja yang lama seperti midazolam telah
diberikan.
Immobilisasi selama 3-4 minggu. Meskipun hanya terdapat sedikit bukti mengenai durasi
yang baik. Posisi rotasi eksternal mungkin terbaik untuk robekan kapsul akan tetapi tapi
tidak dapat dilakukan.
Suatu keadaan dimana ligamen mengalami robek total dan sendi dalam posisi
tidak stabil. Pada dasarnya ini lesi yang sama namun kadang tulang tempatnya melekat
akan mengalami avulsi. Sendi yang paling sering mengalami hal ini adalah sendi yang
paling sedikit terlindung oleh ototdi sekelilingnya seperti lutut, pergelangan kaki dan
sendi pada jari.
Nyeri akan terasa hebat dan mungkin terdapat banyak perdarahan dibawah kulit,
kalau sendi bengkak, ini mungkin disebabkan oleh hemartrosis. Rasa nyeri yang timbul
bisa sampai melarang orang menyentuh bagian tersebut sehingga perlu diberikan
anastesi.
Terapi bisa dilakukan operatif terutama pada pasien muda dan bisa memberikan
hasil yang lebih baik. Namun pada beberapa kasus seperti pada orang tua, bila perbaikan
operatif tidak menjamin hasil yang baik, bila sendi masih nampak stabil sekiranya tidak
perlu dilakukan operasi namun harus tetap menghindari tegangan pada ligamen.
c. Dislokasi dan subluksasi
Dislokasi berarti bahwa permukaan sendi tergeser sama sekalidan tidak lagi bersentuhan.
Subluksasi berarti pergeseran dalam tingkat yang lebih kecil, sedemikian sehingga
permukaan sendi masih beraposisi.
Gambaran klinik
- Sendi tersa nyeri dan pasien berusaha sekuat tenaga untuk menghindari pergerakan
pada sendi ini. Bentuk sendi itu abnormaldan gambaran tulang tampak tergeser.
Tungkai sering dipertahankan dalam suatu kondisi yang khas, gerakan akan terasa
nyeri dan terbatas.
- Sinar x biasanya akan memastikan diagnosis. Pemeriksaan ini juga memperlihatkan
apakah terdapat cedera tulang yang mempengaruhi stabilitas sendi yaitu fraktur
dislokasi.
Terapi
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin, biasanya dibutuhkan suatu anastetik umum,
kadang juga diperlukan pelemas otot. Sendi kemudian diistirahatkan atau d imobilisasi
hingga terjadi penyembuhan jaringan lunak, sekitar 3-4 minggu. Kalau ligamen robek
harus diperbaiki.
Komplikasi
Banyak komplikasi fraktur juga ditemukan setelah dislokasi: cedera avaskular, cedera
saraf, nekrosis tulang avaskular, osifikasi heterotropik, kekakuan sendi, dan osteoartritis
sekunder.
V. Rehabilitasi Medik
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial,
edukasional, vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin
a. Impairment
Kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi psikologis, fisiologis, atau struktur
anatomi atau fungsi tingkat organ (organ level)
b. Disability
Kondisi keterbatasan atau berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktifitas
dengan cara dan batas yang dianggap normal bagi manusia yang diakibatkan
impairment tingkat manusia (human level)
c. Handicap
Keadaan kemunduran seseorang akibat adanya kelainan (impairment) atau
ketidakmampuan (disability), yang membatasi dalam memenuhi peranannya yang
normal (sesuai umur, jenis kelamin dan faktor sosial budaya) tingkat
lingkungan (environment level)
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Rehabilitasi Medik meliputi seluruh upaya kesehatan pada umumnya,
yaitu upaya:
1. Promotif
Penyuluhan, informasi, dan edukasi tentang hidup sehat dan aktivitas yang tepat untuk
mencegah kondisi sakit.
2. Preventif
Edukasi dan penanganan yang tepat pada kondisi sakit/penyakit untuk mencegah dan atau
meminimalkan gangguan fungsi atau risiko kecacatan.
3. Kuratif
Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, dan upaya rehabilitatif untuk
mengatasi penyakit/kondisi sakit untuk mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi
4. Rehabilitatif
Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, keteknisian medik dan upaya
rehabilitatif lainnya melalui pendekatan psiko-sosio-edukasi-okupasi-vokasional untuk
mengatasi penyakit/kondisi sakit yang bertujuan mengembalikan dan atau mempertahankan
kemampuan fungsi, meningkatkan aktivitas dan peran serta/partisipasi di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kelas A,B,C,D Ed 3, 2007
KMK no 378 thn 2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
www.aapmr.org
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone
radiologymasterclass.co.uk