Anda di halaman 1dari 80

RESUME

SKENARIO 2
FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA
VERTEBRA DAN EKSTREMITAS

Oleh:

Panacea

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SKENARIO 2

TRAUMA EKSTREMITAS DAN TULANG BELAKANG

Seorang pengendara motor, laki-laki, berusia 38 tahun dibawa ke UGD setelah terserempet
oleh truk. Penderita mengeluh nyeri hebat pada lutut kiri dan tidak bisa digerakan, selain itu
lengan kirinya luka dan terasa nyeri. Penderita juga mengeluhkan punggungnya terasa nyeri.
Pada pemeriksaan didapatkan vital sign normal, edema pada genu sinistra, dan luka, fragmen
tulang terlihat pada regio antebracii sinistra, ada jejas pada punggung, hasil pemeriksaan
neurovasculer dan pemeriksaan cervical normal. Setelah diberikan pertolongan pertama pada
kaki dan tangan penderita tersebut, dokter segera melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 2


b
V
n
d
t
k
E
m
u
a
r
T
A
H
3
s
)
9
2
(
k
r
F
T
h
u
b
m
y
n
e
i
g
l
o
t
a
P
P
F
A
H
T
P
T
d
e nye
i
ul
E
an
Tr au
na
a
s
k
(
ul
i
a t
s
i m
s ol
ng
t
23)
gi
V
(
ol
rt
i
e
b
m
t
a
e
F
29)
r
ol
om
r
m
t
Mind Map Scenario 2

uha
a
ng
og
a
i
e
t
kt
b
n
o
as
ur
r ae

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 3


Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 4
ANATOMI

1. Ekstremitas Superior
a. Regio pectoralis dan axilla
• Mamme  kelenjar aksesoris kulit yang melekat pada m.pectoralis mayor, m.serratus
anterior dan m.obliq abdominis externa. (Snellen, 2006:420)
• Axilla  ruangan pyramid bagian atas lengan atas dan lateral dari thorax. Axilladibentuk
oleh tiga dinding yaitu dinding anterior posterior dan media. (Snellen, 2006:424)
Pada regio pectoralis dan axilla disusun oleh musculus-musculus berikut: m. pectoralis
major; m. pectoralis minor; m. subclavius; m.serratus anterior. Fascia coracocleido pectoralis:
melekat pada clavicula; m. subclavius; m. pectoralis minor. (Snellen, 2006:426-429)
Vaskularisasi berasal dari a.subclavicula yang akan menjadi a.axillaris pada daerah axilla
dan meneruskan diri menjadi a.brachialis.
Pada pangkal leher, serabut-serabut saraf yang berasal dari berbagai segmen medulla
spinalis menuju ke ekstremitas superior yaitu C5-T1 yang nantinya akan membentuk
n.musculocutaneus, n.axillaris, n.radialis, n.medianus, n.ulnaris, n.antebrachii media dan
n.brachii media. Saraf-saraf yang menuju ke ekstremitas superior mempunyai fungsi penting
sebagai berikut:
1) persarafan sensorik ke kulit dan struktur-struktur dalam, seperti sendi;
2) persarafan motorik ke otot-otot;
3) mempengaruhi diameter pembuluh darah oleh saraf vasomotor simpatis;
4) menyarafi kelenjar keringat melalui saraf sekremotorik parasimpatis. (Snellen, 2006:433)

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 5


Gambar 1: Pectoralis and Axilla (Atlas Anatomi Sobotta, 2010)

b. Regio Scapularis dan bagian superfisialis punggung


Disusun oleh musculus-musculus berikut : m. deltoideus, m. latissimus dorsi, m. trapezius,
m. levator scapulae, m. rhomboideus major et minor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m.
teres major et minor. (Snellen, 2006:439-442)
Regio ini dipersarafi oleh n.accesorius pars spinalis, n.suprascapularis, n.axilla. dan untuk
suplai darahnya oleh cabang dari a. subclavia dan cabang a.axilla. (Snellen, 2006:443)

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 6


Gambar : Musculi Dorsi (Atlas Anatomi Sobotta, 2010)

c. Regio Brachii
Pada buku Anatomi Klinik disebutkan bahwa lengan atas dibagi menjadi dua ruang fascial
yaitu ruang fascial anterior dan posterior, dan masing-masing ruang mempunyai musculus,
nervus dan arteri sendiri. Isi ruang fascial anterior lengan atas:
• otot : m.biseps barchii, m. coracobrachialis, m.brachialis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 7


• pedarahan : a.brachialis
• persarafan otot: n.musvulocutaneus (Snellen, 2006:454)

Gambar 3:Otot lengan atas sisi anterior (Atlas Anatomi Sobotta, 2010)

Fascial Posterior
• otot : ketiga caput musculus triseps brachii
• perdarahan: a.profunda brachii dan a.collateralis ulnaris

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 8


• persarafan: n.radialis (Snellen, 2006:461)
d. Regio Antebrachii
Fascial anterior
• otot: kelompok superficial tersiri atas m.pronator terres, m.flexor carpi radialis, m.palmaris
longus, m.flexor carpi ulnaris; kelompok intermedia terdiri atas m.flexor digitorum
superficialis; dan kelompok profunda terdiri atas m.flexor pollicis longus, m.flexor
digitorum profundus, m.pronator quadratus.
• perdarahan : a.ulnaris dan a.radialis
• persarafan: semua otot dipersarafi oleh n.medianus dan cabang-cabangnya kecuali m.flexor
carpi ulnaris dan bagian medial m.flexor digitorum profundus yang dipersarafi oleh
n.ulnaris. (Snellen, 2006:470)\

Fascial lateral
• otot : m.brachioradialis dan m.extensor carpi radialis longus
• perdarahan : a.radialis dan a.brachialis
• persarafan : n.radialis (Snellen, 2006:475)

Fascial posterior
• otot:
superficial : m.extensor carpii radialis brevis, m.extensor digitorum, m.extensor carpii
ulnaris
profundus : m.abductor pollicis longus, m.extensor pollicis longus, m.extensor pollicis
brevis
• perdarahan: a.interosseus anterior et posterior
• persarafan: ramus profundus n.radialis (Snellen, 2006:476)

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 9


Gambar 4: Lengan bawah sisi anterior (Atlas Anatomi Sobotta, 2010)
e. Regio Manus
• Otot : m.thenar, m.hipothenar, m.interossei Palmaris, m.lumbricalis
• Perdarahan : a.ulnaris dan cabang-cabang a.radialis
• Persarafan : n.medianus dan n.ulnaris

Gambar 5: Palmar (Atlas Antomi Sobotta, 2010)


KEPUSTAKAAN
Putz,R dan Pabst, R. 2010. Sobotta Altas Anatomi Manusia Ed 22 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 10


Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Ekstremitas Inferior
Tulang-Tulang Ekstremitas Inferior
Ekstremitas bawah terdiri dari tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan
tulang-tulang phalangs.
1) Pelvis
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Masing-
masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak
di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian
inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium
disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul
kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis
disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.

2) Femur
Femur adalah yang terkuat dari tulang panjang dalam tubuh dan merupakan tulang hanya di
daerah paha. Bagian paling adalah berbentuk seperti kepala baik-bulat yang duduk di acetabulum
tulang pinggul untuk membentuk sendi panggul. Sebuah leher kurus menghubungkan kepala
dengan poros tulang dan sering situs fraktur pada orang tua.
Bagian bawah dari femur sedikit diratakan dan menyebar keluar dan merupakan bagian dari
sendi lutut. Poros tebal femur terletak pada inti dari paha, benar-benar dikelilingi oleh otot-otot
yang kuat seperti paha depan dan paha belakang.

3) Patela – Cap Lutut


Tutup lutut, bagian yang menonjol dari depan lutut, sebenarnya dibentuk oleh tulang
terpisah yang disebut patela. Ini adalah os sesamoid karena terletak di dalam tendon dari otot
quadriceps femoris, otot kuat di bagian depan paha.
Bila ekstremitas bawah ini diluruskan, patela bisa dirasakan dan bahkan digenggam dengan
jari dan pindah dari sisi ke sisi.
4) Tibia

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 11


Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan fibula.
Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan
facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan
kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di
daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.

5) Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia.
Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula
membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.

6) Tarsalia (Pangkal Kaki)


Os tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri atas :
a) Talus: berhubungan dengan tibia dan fibula terdiri atas kaput talus, kolumna talus, dan
korpus tali.permukaan atas korpus tali mempunyai bongkol sendi yang sesuai dengan
lekuk sendi, terbentuk dari ujung sendi distal tibia dan fibula yang dinamakan trokhlea
tali sebelah medial permukaan berbentuk bulan sabit (fasies molaris medialis) yang
berhubungan dengan maleolus medialis.
b) Kalkaneus: terletak di bawah talus, permukaan atas bagian medial terdapat tonjolan
yang dinamakan suntentakulum tali, di bawahnya terdapat sulkulus muskular flexor
halusis longus. Bagian belakang kalkaneus terdapat tonjolan besar tuberkalkanei yang
mempunyai prosesus tuberkalkanei.
c) Navikulare: pada bagian medial terdapat tonjolan yang dinamakan tuberositas ossis
navikulare pedis, permukaan sendi belakang berhubungan dengan os kunaiformi I, II,
dan III.
d) Os kuboideum: permukaan proksimal mempunyai fasies artikularis untuk kalkaneus,
permukaan distal mempunyai 2 permukaan untuk metatarsal IV dan V. Pada permukaan
medial mempunyai 2 permukaan sendi untuk navikular dan kunaiformi medialis.
e) Os kunaiformi, terdiri atas:
-       Kunaiformi lateralis,
-       Kunaiformi intermedialis,

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 12


-       Kunaiformi medialis,
-       semuanya berbentuk baji, sedangkan permukaan proksimal berbentuk segitiga.
Puncak dari kunaiformi lateralis menghadap ke atas dan puncak kunaiformi medialis
menghadap ke bawah.

7) Metatarsalia
Os metatarsalia mempunyai 5 buah tulang metatarsal I, II, III, IV, dan V. Bentuk kelima
tulang ini hampir sama yaitu bulat panjang. Bagian proksimal dari masing-masing tulang agak
lebar disebut basis ossis matatarsale.
Bagian tengah ramping memanjang dan lurus sedangkan bagian distalnya mempunyai
bongkok kepala (kaput ossis matatarsale). Metatarsal I agak besar daripada yang lain, sedangkan
metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke proksimal disebut tuberositas ossis
metatarsal V.

8) Falang Pedis
Os falang pedis merupakan tulang-tulang pendek. Falang I terdiri atas 2 ruas yang lebih
besar daripada yang lainnya. Fallang II, III, IV, dan V mempunyai 3 ruas lebih kecil dan lebih
pendek dibandingkan falang I. Pada ibu jari terdapat dua buah tulang kecil berbentuk bundar
yang disebut tulang baji (os sesamoid). Pada kaki terdapat 4 buah lengkungan.
1.      Lengkungan medial: dari belakang ke depan kalkaneus.
2.      Lengkuna lateralis: dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dengan dua tulang
metatarsalia.
3.      Lengkungan longitudinal: lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh
tulang tarsal.
4.      Lengkungan tranversal anterior: dibentuk oleh kepala tulang metatarsal
pertama dan kelima.

Otot-otot Ekstremitas Bawah


A. Otot koksa dorsal
1. M. Gluteus maksimus
Insersi: tuberositas glutealis traktus iliotibialis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 13


Origo : bagian dorsal os ilium, fasia torako lumbalis os sacrum, dan fasia dorsalisli
gamentum sakrotuberale
Persyarafan : nervus glutae inferior
Fungsi : ekstensi femur artikulasi koksae, abduksi, adduksi, dan eksorotasi femur serta
menahan rangka pada saat duduk
2. M. Gluteus medius
Insersia : bagian lateral trokhanter mayor
Origo : fasies glutealis Krista iliaka dan linea glutealis posterior dan inferior
Persyarafan : abduksi, endorotasi, dan eksorotasi femur, serta fiksasi pelvis pada tulang kaki
3. Gluteus minimus
Insersi: ujungnya trokhanter mayor bertendon
Origo : fasies glutealis anterior dan inferior
Persyarafan : nervus gluteus superior
Fungsi : abduksi dan endorotasi kedua otot saat menarik pelvis pada tulang kaki
4. M. Tensor fasia latae
Insersia : traktus iliotibialis
Origo : spina iliaka anterior superior
Persyarafan : nervus gluteus superior
Fungsi : ekstensi fasia lata membantu fleksi dan abduksi femur juga membantu ekstensi
kruris
5. M. Piriformis
Insersi : bertendon panjag pada ujung trokhanter mayor
Origo : os sacrum fasia pelvis daerah foramina sakralia
Persyarafan : nervus iskiadikus dan nervus muskuli filiformis
Fungsi : abduksi paha dan eksorotasi artikulasio koksa
6. M. Abduktor internus
Insersi : bertendon panjang dalam fossa trokhanter
Origo : bagian dalam foramen obturatum dan membrane obturatoria
Persyarafan : nervus muskuli obturatorium interna pleksus sakralis
Fungsi : eksorotasi pada artikulasio koksa
7. M. Gemelus superior dan inferior

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 14


Insersi : tendon M. abductor internus fossa trokhanterika
Origo : spina iskiadika dan tuber iskiadikum
Persyarafan : nervus muskuli obtoratorius internus ramus muskularis pleksus seklaris
8. M. Quadratus femoris
Insersia : Krista intra trokhanterika
Origo : lateral sisi tuber iskiadikum
Pesyarafan : nervus muskuli quadrates femoris pleksus sakralis
Fungsi : eksorotasi artikulasio koksae juga membantu abduksi femur

B. Otot permukaan ventral pangkal femur


1. M. Ilio psoas
Persyarafan : ramus muskularis pleksus lumbalis
a. M. Iliakus
Origo : fossa iliaka, spina iliaka anterior inferior bagian depan artikulasio koksae;
Insersi : trokhanter minor, batas medial linea aspera;
Fungsi : fleksi, endorotasi artikulasio koksae; dan fleksi kolumna vertebralis lumbalis
b. M. Psoas mayor
Insersi : trokhanter minor;
Origo : permukaan lateral korpus vertebra torakalis XII, korpus vertebralis lumbalis 1-IV;
Fungsi : eksorotasi pada waktu M. Gluteus berkontraksi 
c. M. Psoas minor
Insersi : trokhanter minor, insersi tendon yang lebih panjang;
Origo : pemukaa lateral vertebra torasika XII dan vertebra lumbalis I
d.      M. Sartorius
Insersi : sisi medial tuberositas tibia
Origo : spina iliaka anterior superior
Fungsi : membantu fleksi abduksi dan endorotasi femur, menekuk dan memutar artikulasio
genu.

2. Otot permukaan  venter femur (M. Quadrisep Femoris)


Persyarafan : nervus femoris

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 15


a. M. Rektur femoris
Insesi : seluruh fasia fasies proksimal ligamentum patela dan tuberositas tibia
Origo : spina iliaka anterior inferior dan sisi kranial asetabulum
Fungsi : meregangkan M. rektus femoris pada artikulasio koksae
b. M. ventus (medialis, lateralis, dan intermedialis)
Insersi : ligamentum patella, retinakula petela pada tuberositas tibia
Origo : labium media, lateral, dan ventral linea aspera sampai ke trokhanter mayor
Fungsi : menopang fleksi pada artikularis koksae
c. M. Artikularis genu
Origo : serabut-serabut distal kapsula sendi lutut

C.     Adductor femur
1. M. Pectineus
Insersi : linea pektini femur
Origo : ossis pubis
Persyarafan : nervus femoralis dan nervus obturatoris
Fungsi : adduksi femur, memabntu fleksi, dan eksorotasi artikulasio koksae
2. M. adductor longus
Insersi : bagian tengah linea aspera labium medial
Origo : ramus superior dan ramus inferior ossis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi femur dan fleksi artikulasio koksae
3. M. adductor brevis
Insersi : linea aspera labium medial
Origo : ramus inferior ossis pubis foramen obturatum
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi, ekstensi femur, dan eksorotasi pada artikulasio koksae
4. M. adductor magnus
Insersi : tuberositas gluteus epikondilum medialis femoalis
Origo : ramus ossis iskii dan tuberositas iskiadikum

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 16


Persyarafan : nervus obturatorius dan nervus iskiadikus
Fungsi : adduksi femur membantu meregangkan paha dan eksorotasi femur
5. M. adductor minus
Insersi : bagian atas linea aspera labium medial
Origo : ramus inferior ossis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi: adduksi paha membantu fleksi dan eksorotasi paha
6. M. Grasilis
Insersi : bertendon panjang pada sisi medial tuberositas tibia
Origo : ramus inferior ossis pubis sepanjang simpisis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi femur, fleksi artikulasio genu, dan endorotasi femur
7. M. obtorator eksternus
Insersi : bertendon kedalam fosa trokhanter femu
Origo : bagian luar foramen obturatum
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : eksorotasi femur, fleksi pada artikulasio koksae

D. Otot-otot fleksor femur


1. M. biseps femoris
Insersi : kaput fibula bertendon kuat
Origo : tuber iskiadikum bersatu dengan M. Semitendinosus
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua dan nervus fibularis kumunis
Fungsi : fleksi kruris pada artikulasio genu eksorotasi dan ekstensi antikulasio genu
2. M. semi tendinosus
Insersi : bertendon panjang medial tuberositas tibia
Origo : tuber iskiadikum kaput langus musculi bisep femoris
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua
Fungsi : fleksi kruris artikulasio genu, endorotasi dan ekstensi artikulasio koksae
3. M. ssemi membranosus
Insersi : kondilum medialis tibia dan ligamentum popliteum obligues

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 17


Origo : tuber iskiadikum bertendon lebar
Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua
Fungsi : fleksi dan endorotasi artikulasio genu, ekstensi artikulasio koksae

E. Otot-otot ventral kruris


Persyarafan : nervus fibularis profundus
1. M. tibialis anterior
Insersi : basis metatarsalis I (sisi medial) dan os. Kunaiforme mediale (sisi plantar)
Origo : epikondilus lateralis dan fasies lateralis tibia
Fungsi : fleksi dorsal dan spinasi kaki
2. M. ekstensor halusis longus
Insersi : permukaan dorsal jari kaki yang besar bertendon
Origo : fasies medialis fibula membrane interosea kruris dan fasia kruris
Fungsi : ekstensi jari kaki dan ekstensi dorsal pada artikulasio talus sebelah atas
3. M. ekstensor digitorum longus
Insersi : bersama keempat tendon kedalam aponeurosis dorsal keempat jari lateral kaki
Origo : kondilus lateralis tibia, margo anterior fibula, dan membran interosea kruris
Fungsi : supinasi pada artikulasio talus sebelah bawah M. Ekstensor halusis longus.
4. M. Peroneus fibularis tertius
Insersi : permukaan dorsal kelima tonjolan tulang pada tengah kaki bertendon datar
Origo : keluar dari bagian distal fibula
Fungsi : pronasi kruris

F. Otot-otot kruris lateralis


Persarafan : nervus fibularis superfisialis
1. M. Peroneus fibularis longus
Origo : kaput fibula, fasia kruris, fasies lateralis, dan margo posterior
Insersi : plantar pedis dan sulkus tendinius muskuli fibularis dan tuberositas ossis metatarsal
I-II os kunaiformi medial
Fungsi : kedua M. Fibularis mengangkat sisi lateral kaki dan menopang fleksi plantar kaki

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 18


2. M. Peroneus fibularis brevis
Insersi : tuberositas ossis metatarsalis V, jalur tendon sampai kelingking kaki
Origo : fasies lateralis dan margo anterior fibula, septa intermuskularis kruris anterior dan
posterior

G. Otot-otot superficial kruris dorsal


Persarafan : nervus tibialis
1. M. Triseps surae
a. M. Gastroknemius (kaput medial dan lateral)
Insersi : tuber kalkanei dan tendon kalkanus (tendon alkhiles)
Origo : epikondilus medial dan lateral femur
Fungsi : plantar fleksi kaki pada artikulasio talus sebelah atas, supinasi kaki pada artikulasio
talus.
b. M. Soleus
Origo: fasies posterior dan margo posterior fibula, fasterior fibula, fasies posterior tibia dan
arkus tendinius muskuli solei.
2. M.plantaris
Insersi :lapisan dalam fasia kruris dan tendon kalkaneus yang tipis dan panjang.
Origo : epikondilus lateralis femur.
3. M. Popliteus
Insersi: fasies posterior tibia diatas linea muskuli solei.
Origo : bertendon pada epikondilus lateralis femur dan kaput fibula.
Fungsi : fleksi kruris dan endorotasi pada artikulasio genu.

H. Otot-otot kruris profunda lateraliserfus tibialis


Persyarafan : nervus tibialis
1. M. tibialis posterior
Insersi :Tuberositas ossis navikulare, permukaan plantar os kunaiformi medial, ossa
kunaiformi intermedium lateral dan basis metatarsal II – IV
Origo: fasies posterior, bagian prosimal tibia dan fasies medialis fibula.
Fungsi: plantar fleksi dan supinasi kaki.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 19


2. M. fLeksor digitorum longus
Insersi: falang akhir jari kaki keII –V
Origo: fasies posterior, margo interosius tobia dan arkus tendimius dista fibula.
Fungsi: fleksi bagian terakhir 4 jari lateral kaki, fleksi dan supianasi kea rah plantar
3. M.fleksor lalusis longus
Origo: fasies posterior dan margo posterior fibula
Insersi: falang terakhir dari ibu jari
Fungsi: fleksi ibu jari kaki, fleksi dan supinasi seluruh kaki kea rah plantar.

I.       Otot –otot dorsalis pedis


1. Ekstensor digitorum brevis
Insersi:  apponeurosis dorsal jari kaki bagian tengah.
Origo: permukaan dorsal dan permukaan permukaan samping kalkaneus.
Fungsi : Dorso fleksi jari kaki
2. M.ekstensor halusis brevis
Insersi: falang ibu jari kaki
Origo: permukaan dorsal kalkaneus
Fungsi: dorsofleksi jari kaki
3. M.interosei dorsalis I-IV
Origo: permukaan tengah tulang kaki
Insersi: sisi medial dasar palang distal III-V sampai apponeurosa ekstensi jari kaki
bersangkutan
Fungsi: fleksi dan abduks jari kaki III-V ke lateral, jari kaki II ke medial dan ekstensi jari
kaki yang lain
4.      M.interosei plantaris I-III
Origo: sisi bagian tengah tulang kaki III-V
Insersi:sisi medial falang distal III-V sampai apponeurosa ekstensi jari kaki
Fungsi: fleksi dasar sendi dan adduksi jari kaki III-V, ekstensi jari kaki yang lain.

J. Otot-otot ibu jari kaki.


Persyarafan nerfus plantari, medialis dan lateralis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 20


a. M. abductor halusis
Insersi: falang proksimal ibu jari kaki
Origo: prosesus medialis tuberosis kalkanei dan appoeurosis plantaris
Fungsi: Abduksi flekskki ibu jari kaki terutama ekstensi aktif bagian penutup kaki.
b. M. fleksor halusis brevis
Insersi: 2 kaput tulang cecamoid dan falang proksimal ibu jari kaki
Origo: permukaan plantar ossa unaiformi mediale, intermedium, dan lateral ligamentum
plantar longus.
c. M adductor halusis
Origo: permukan plantar os kunaiformi lateral dan ligamentum plantar longus.
Insersi: bagian lateral tulang sesamoid dan falang proksimal ibu jari kaki.
Fungsi: abduksi, fleksi ibu jari kaki.

K.    Otot kelingking kaki


Fungsi :abduksi, fleksinkelingking dan ekstensi aktif penutup kaki.
a. M.Abduktor digiti minimi
Insersi: sisi lateral falang proksimal kelingking (tuberositas ossis metatarsalis V)
Origo: Prosesus lateralis tuberis kalkanei dan apponeorosis plaeusntaris;
Persyarafan: N. pLantaris lateralis.
b. M. fleksor digiti minimi brevis
Insersi : bagian falang proksimal kelingking.
Origo: bagian depan ligament plantar logum  basis ossis metatarsalis .
Persyaratan: Nervus plantaris medialis.
c. M.Opponeus digiti minimi
Insersi: sisi lateral os metatarsal V.
Origo: vagina tendini  M. fibularis peroneus longus.

L. Otot-otot plantar pledis


a. Fleksor digitorum brevis
Insert : empat tendon M. fleksor digitorum longus sampai pada falang tengah jari kaki II-IV.
Origo: prosesus medialis tuberosis kalkanei dan apponerosis plantaris;

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 21


Fungsi: fleksi bagian tengah dan dasar jari kaki II-IV.
b. M. Quadratus plantaris
Origo: dua kaput permukaan plantar kalkuemnneus dan ligamentum plantar logum;
Insersi: sisi lateral tendon M.fleksor digitorum longus dan memperkuat otot yang melintang.

3. Vertebrae

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 22


1) Tulang belakang cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang kecil
dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek
kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.
2) Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang dorsal.
Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa
gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.
3) Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling tegap
konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya. Bagian ini
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat
yang kecil.
4) Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak memiliki celah dan
bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian
punggung dengan bagian panggul.
5) Tulang belakang coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah antara 1
dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan
membentuk tulang yang kuat.

KEPUSTAKAAN
Snell, Richard S., 2012. Clinical Anatomy By Regions 9th Edition. China: Lippincott Williams &
Wilkins.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 23


HISTOLOGI

TULANG RAWAN
Jaringan tulang rawan terdiri atas :
- Sel tulang rawan (kondrosit).
- B.A.S. (matriks tulang rawan).

Kondrosit
- Berasal dari sel mesenkim à kondroblast à kondrosit.
- Makin ke tengah, sel makin gemuk.
- Memproduksi matriks.
- Sifat basofil.
- Berada dalam lakuna (dalam satu lakuna terdapat lebih dari 1 kondrosit à Cell Nest)

B.A.S.
- Sad B.A.S.B. : sabut kolagen & sabut elastis.
- B.A.S.A. : bersifat basofilik, mengandung proteoglikans
(kondroitin sulfat, keratin sulfat, & asam hyaluronat).
- Daerah yang mengelilingi lakuna bersifat basofil.
Daerah kebiruan di sekeliling lakuna : cartilage capsule

Perikondrium
- Jaringan ikat yang membungkus tulang rawan.
- Tidak ditemukan pada tulang rawan fibrous.
- Terdiri atas:
Fibrous layer: bagian luar, t.a. jaringan ikat padat.
Chondrogenic layer: bagian dalam, jaringan ikat lebih kendor, mengandung sel-sel
kondrogenik (dapat berdiferensiasi menjadi sel kondrosit).

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 24


PERTUMBUHAN TULANG RAWAN
1. Pertumbuhan endogenous/interstitial
Proses di tengah tulang rawan. Mitosis kondrosit, terbentuk sel Nest, disertai penambahan
matriks (B.A.S.)
2. Pertumbuhan exogenous/aposisi
Proses di tepi tulang rawan. Sel-sel lapisan kondrogenik di bagian dalam perikondrium
bertambah banyak & berdiferensiasi menjadi kondrosit.

JENIS TULANG RAWAN


1. Jaringan tulang rawan hyalin
Terdiri atas sabut-sabut kolagen halus
Indeks bias B.A.S.B. = B.A.S.A. à matriks tampak homogen. (persendian tulang
panjang, tulang iga, hidung)
2. Jaringan tulang rawan elastis
B.A.S.B.: sabut elastis arah tidak teratur, sedikit sabut kolagen. (daun telinga, epiglotis)
3. Jaringan tulang rawan fibrous
B.A.S.B.: sabut-sabut kolagen (lebih kasar daripada tulang rawan hyalin), tersusun
sejajar.
Kondrosit pipih, terjepit di antara sabut-sabut kolagen, jarang ditemukan cell nest.
Tidak ada perikondrium, selalu berdampingan dengan ligamen, jaringan ikat padat,
tendon, atau tulang rawan hyalin. (diskus intervertebralis, tulang rawan fibrous
penghubung 2 tulang simphisis).

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 25


Tulang
- Jaringan ikat penyangga.
- Tulang muda.
- Tulang dewasa (compact bone, spongious bone)
Terdiri atas:
- Sel-sel tulang : osteoblast, osteosit, osteoklast
- B.A.S.: matriks tulang.

Osteoblast
- Berasal dari sel mesenkim.
- Berderet secara epitelial di permukaan trabekula tulang muda.
- Bentuk kuboid sampai piramid.
- Inti besar, nukleolus (+).
- Sitloplasma basofil.
- Memproduksi matriks organik & alkalin fosfatase yang berperan dalam kalsifikasi

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 26


Osteosit
- Merupakan osteoblast yang terpendam dalam matriks.
- Sitoplasma basofil.
- Inti gelap.
- Berada dalam lakuna.

Osteoclast
- Sel raksasa, mengakibatkan demineralisasi.
- Inti banyak.
- Fusi sel-sel monosit.
- Terletak pada lekukan : lakuna Howship.
- Sitoplasma asidofilik, tampak berbuih karena
mengandung vakuol-vakuol.

Matriks Tulang
- Unsur organik 35%, t.a.:
serat-serat osteokolagen, dibungkus oleh substansi semen yang t.a. glikosaminoglikans.
tampak acidofil karena kondroitin sulfat <</(-).
- Unsur anorganik 65%, t.a:
kalsium fosfat & sedikit kalsium karbonat.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 27


Periosteum & Endosteum
- Periosteum:
jaringan ikat yang membungkus jaringan tulang:
Fibrous layer: t.a. sabut kolagen.
Osteogenik layer: t.a. sel-sel yg bersifat osteogenik.
- Endosteum:
jaringan ikat yang lebih tipis dari periosteum, melingkupi ruang sutul,
bersifat osteogenik & hemopoietik.

Tulang Muda = immature bone


- Dibentuk pada masa embrional yang akan diganti dengan jaringan tulang dewasa.
- Jaringan tulang yang terbentuk karena patah tulang.
- Pada masa dewasa juga didapatkan pada:
Cement dari akar gigi.
Sutura tulang tengkorak.
Tulang labirin telinga.
- Banyak sel:
Sel osteoblast di permukaan trabekulae.
Sel osteosit terbenam di dalam matriks, ada di dalam lakuna.
Sel osteoklast dalam lakuna Howship.
- Trabekulae, di antaranya terdapat jaringan mesenkim yang vaskuler.
- Sabut kolagen kasar, arah tidak teratur.
- Sedikit bahan semen dan mineral.
- Sistem Havers (-).
- Periosteum tebal.

Tulang Dewasa = mature bone


- Jaringan tulang hasil perombakan jaringan tulang muda.
- Tidak didapatkan banyak sel:
sedikit osteoblast, banyak osteosit, jarang osteoklast.
- Sabut kolagen halus, tersusun teratur.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 28


- Sistem Havers (+).
- Periosteum tipis.

Sistem Havers (=osteon):


- Saluran Havers:
jaringan ikat kendor & pembuluh darah, berbentuk tabung, dinding tebal, lumen sempit.
- Lamel-lamel Havers:
mengelilingi saluran Havers secara konsentris,
5.20lamel
- Lakuna: ruang berisi osteosit, di sela-sela lamel-lamel Havers.
- Kanalikuli: saluran halus yg menghubungkan lakuna-lakuna, lakuna-saluran Havers,
lakuna-permukaan tulang.
- Lamel-lamel:
Lamel Havers:
melingkupi saluran Havers secara konsentris.
Lamel Interstitial:
antara sistem Havers satu dengan yang lain; sistem Havers yang telah rusak.
Outer circumferential lamel: dekat dengan periosteum.
Inner circumferential lamel: dekat dengan endosteum.
- Saluran Volkman:
mengandung pembuluh darah, menghubungkan antar sistem Havers, tidak dilingkupi
lamel-lamel.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 29


FISIOLOGI

FISIOLOGI PENYEMBUHAN FRAKTUR


Tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan
terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsolidasi. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal
tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang pendek
(Chairruddin, 2007).
- Penyembuhan Fraktur Tulang Kortikal
1. Kerusakan Jaringan dan Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar dan di dalam fraktur. Tulang
pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang 1-2
miimeter.
2. Radang dan Proliferasi Seluler
Delapan jam setelah fraktur tejadi reaksi radang akut disertai proliferasi sel. Hematom
yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru berkembang.
3. Pembentukan Kalus
Populasi sel berubah menjadi osteoblas dan osteoklast. Tulang yang mati dibersihkan
dan tulang yang dirangkai (woven bone) muncul pada kalus.
4. Konsolidasi
Tulang yang dirangkai digantikan tulang lamelar dan fraktur dipersatukan secara kuat.
5. Fase Remodeling
Tulang yang baru terbentuk kembali sehingga mirip dengan struktur normal (Apley,
2013).

- Penyembuhan Fraktur Tulang Kanselosa


Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor,
yaitu:
1. Vaskularisasi yang cukup
2. Terdapat permukaan yang lebih luas
3. Kontak yang baik  vaskularisasi cepat

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 30


4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur.
Penyembuhan fraktur melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Proses
osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi
membentuk woven bone primer di daerah fraktur dan disertai hematoma. Woven bone  tulang
lamelar  konsolidasi (Chairruddin, 2007).

KEPUSTAKAAN
Apley AG, Solomon L. 2013. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Jakarta: Widya Medika.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 31


FRAKTUR TERBUKA

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar
oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone
grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang
atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)

Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka


Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena
1. penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 32


Klasifikasi Fraktur Terbuka
klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)
TIPE 1
Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang
menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2 trauma yang hebat
pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif.

TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma
dengan kecepatan tinggi.
tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun
adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat
pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

Diagnosis Fraktur Terbuka


Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 33


Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan local
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup
atau fraktur terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
- Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 34


- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
(klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


penanggulangan fraktur terbuka
beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
1. obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 35


2. adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. stabilisasi fraktur.
7. biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. rehabilitasi anggota gerak yang terkena

TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA


1. pembersihan luka
pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
3. pengobatan fraktur itu sendiri
fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat
kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase
isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah
penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang
.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 36


5. pemberian antibiotic
pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis
yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
6. pencegahan tetanus
semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi
yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)

Komplikasi Fraktur Terbuka


1. perdarahan, syok septik sampai kematian
2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. tetanus
4. gangrene
5. perdarahan sekunder
6. osteomielitis kronik
7. delayed union
8. non union dan malunion
9. kekakuan sendi
10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama (chairuddin rasjad,2008).

KEPUSTAKAAN
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif Watampone,
2008. 332-334.
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841.
Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org [diakses 14
Mei 2011].
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.346-
370
Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001. 127-135.
Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC, 2000.284.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 37


FRAKTUR TERTUTUP

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik
yang bersift total maupun parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma bisa bersifat :
a. Trauma Langsung : menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
b. Trauma Tidak Langsung : Apabila trauma diarahkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, missal jatuh dengan tangan ekstensi menyebabkan fraktur klavikula.

Tekanan pada tulang dapat berupa :


a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
b. Tekanan membengkok (fraktur transversal)
c. Tekanan sepanjang aksis tulang (fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi)
d. Kompresi vertical (Fraktur kominutif/ memecah / fraktur buckle pada anak)
e. Trauma langsung disertai resistensi pada satu jarak tertentu (fraktur oblik atau Z)
f. Fraktur karena remuk
g. Trauma karena tarikan ligament atau tendon (menarik sebagian tulang)

1. Klasifikasi
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI
1. Fraktur traumatic
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Etiologi : kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
Kekuatan yang langsung  jaringan lunak pasti rusak.
Kekuatan yang tidak langsung  jaringan lunak mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. pemuntiran : fraktur spiral
2. penekukan : fraktur melintang
3. penekukan dan penekanan : sebagian melintang disertai fragmen kupu-kupu.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 38


4. kombinasi pemuntiran, penekukan, dan penekanan : fraktur oblik pendek
5. penarikan : tendon dan ligament akan menarik tulang sampai terpisah  fraktur
avulsi.

2. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah karena tumor primer
metastasis atau tulang yang rapuh misalnya penyakit Paget

3. Fraktur stress
Retak yang terjadi pada tulang karena tekanan yang berulang-ulang( baru saja
menambah tingkat aktivitas). Sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal terutama pada
atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris jarak jauh. Pada awitan gejala, radiogram
mungkin tidak menunjukkan daerah fraktur tetapi setelah 2 minggu timbul garis radiopak
linear tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Biasanya timbul nyeri berat setelah
aktivitas maka seharusnya diproteksi dengan memakai tongkat atau bidai gips yang tepat.

KLASIFIKASI KLINIS
1. Fraktur tertutup (simple fracture)
 Fraktur tertutup (simpel)  fraktur dengan kulit yang tidak tertembus oleh fragmen
tulang sehingga tempat fraktur tidak tercermar oleh lingkungan.
2. Fraktur terbuka (compound fractur)
 fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk form within( dari dalam) atau from without ( dari luar).
Dalam hal ini fraktur biasanya terkontaminasi dengan lingkungan. Untuk terapinya
perlu operasi untuk irigasi, debridement dan pemberian antibiotika secara IV untuk
mencegah osteomielitis. Operasi irigasi dan debridement ini harus dilakukan dalam 6
jam setelah terjadi cedera untuk mencegah kemungkinan infeksi.
3. Fraktur komplikasi (complicated fracture)
 fraktur disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion,
infeksi tulang.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 39


KLASIFIKASI RADIOLOGI
Klasifikasi berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
- Diafisial
- Metafisial
- intra-artikular
- fraktur dengan dislokasi
2. konfigurasi
- fraktur transversal
fraktur transversal  fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu tulang.
Biasanya segmen tulang yang patah akan direposisi / direduksi kembali ke tempatnya
maka segmen itu akan stabil dan mudah dikontrol dengan bidai gips.
- fraktur oblik
Fraktur oblik  garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak
stabil.
- fraktur spiral
Fraktur spiral timbul karena torsi pada extremitas.
- fraktur Z
- fraktur segmental
Fraktur segmental  2 fraktur berdekatan pada 1 tulang menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darahnya.
- fraktur kominutif
Fraktur kominuta  serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari 2 fragmen.
- fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
- Fraktur kompresi
Terjadi ketika 2 tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ke-3 yang ada
diantaranya seperti pada vertebra. Biasanya didiagnosis dengan radiogram. Pada
orang muda dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada
fraktur pelvis dapat meninggal karena syok hipovolemik jika tidak diperiksa denyut
nadi, tekanan darah, dan pernapasan secara akurat dalam 24 jam sampai 48 jam.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 40


- fraktur avulsi,
fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur epikondilus humeri,
fraktur trochanter mayor, fraktur patella.Biasanya terjadi karena ketidakstabilan
sendi. Maka perlu pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen
tulang.
- fraktur depresi
Karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
- fraktur impaksi
- fraktur pecah (burst)
Fragmen kecil yang berpisah misalnya fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus.
- fraktur epifisis

3. Menurut ekstensi
- fraktur total
- fraktur tidak total (fraktur crack)
- fraktur buckle atau torus
- fraktur garis rambut

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 41


- fraktur green stick
Fraktur greenstick  fraktur yang tidak sempurna dan sering timbul pada anak-anak.
Kortex tulangnya sebagian masih utuh, demikian denmgan periosteumnya. Fraktur ini
segera sembuh dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi normal.

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya


- tidak bergeser (undisplaced)
- bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over riding
f. Impaksi

2. Diagnosis
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (trauma fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 42


mandi, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-
gejala lain.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1.      Syok, anemia, atau perdarahan
2.      Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ
organ dalam toraks, panggul, dan abdomen
3.      Faktor predisposisi, misalnya fraktur patologis

Pemeriksaan Lokal
1.      Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
-  Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau
terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
- Lakuakan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
- Perhatikan kondisi mental pendrita
- Keadaan vaskularisasi

2.      Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 43


- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi, dapat diketahui dengan rabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior seseai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian)
arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai

3.      Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif  dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf

4.      Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya

5.      Pemeriksaan Radiologis
Foto polos
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
menggunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 44


- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatan
-  Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
-  Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
-  Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
- Dua posisis proyeksi pada antero-pasterior dan lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang
megalami fraktur
- Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis
- Dua trauma
- Dua kali dilakuakan foto. Pada fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas,
biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Pemeriksaan radiologis lainnya
Pemeriksaan khusus dengan:
- Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra
- CT-scan
- MRI
- Radioisotop scanning

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:


A. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
B. Bengkak / edema.
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
C. Memar / ekimosis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 45


Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
D. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
E. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.
F. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi
karena kerusakan syaraf.
G. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
H. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
I. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot
yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
J. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

I. Prinsip Pengobatan Fraktur dan Terapi


Penatalaksanaan Awal
- Pertolongan Pertama
Dengan membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena. Bila terdapat perdarahan segera
dilakukan pertolongan juga.
A = Airway  saluran napas
Untuk mengetahui adanya obstruksi saluran napas, seperti adanya benda asing, fraktur
mandibula atau kerusakan mandibula/laring. Harus diperhatikan pula mengenai kelainan
yang terdapat pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan, harus dicegah gerakan
yang berlebihan dan dapat diberikan alat bantu, seperti polar leher alat penyangga.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 46


B = Brithing  pernapasan
Perlu diperhatikan & dilihat secara keseluruhan daerah thoraks untuk menilai ventilasi.
Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Beberapa kelainan yang dapat
memberikan gangguan pernapasan, yaitu :
1. pneumothoraks tekanan
2. kontusi pulmoner dengan flail chest
3. pneumothoraks terbuka
4. hemothoraks massif
C = Circulation  sirkulasi
Sirkulasi dan kontrol perdarahan melalui dua hal, yaitu:
1. Volume darah  perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada trauma,
misalnya menyebabkan hipotensi pada trauma.
Tiga tanda klinis hipovolemik:
a. Kesadaran  apabila terjadi kehilangan volume darah ½ lebih dari volume
darah total, maka terjadi gangguan darah perfusi pada otak dan akhirnya terjadi
kehilangan kesadaran.
b. Warna kulit  pucat & kelabu bisa menandakan adanya kehilangan darah 
bisa sampai 30% dari volume darah total.
c. Nadi  perabaan nadi tidak dilakukan pada pergelangan tangan, tapi pada A.
carotis / A. femoralis dengan membandingkan kiri & kanan, kualitas, jumlah
denyut & regulasinya.
2. Perdarahan  harus diatasi bebat tekan ( perdarahan luar ). Jangan melakukan
pengikatan dengan bahan karet, perban, dsb karena dapat menyebabkan kematian
anggota gerak setelah waktu tertentu.
Keadaan hipovolemik yang sering memberilan kesalahan diaknosis, yaitu:
a. Perdarahan abdominal / intrathorakal
b. Fraktur femur / panggul.
c. Trauma tembus pada arter / vena.
d. Perdarahan keluar dari salah satu sumber.
D = Disability  evaluasi neurologis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 47


Merupaksn elevaluasi neurologis secara cepat setelah survei awal  kita dapat menilai
tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Evaluasi ini menggunakan metode AVPU,
yaitu:
A = Alert, sadar
V = Vokal, respon terhadap stimulli vocal
P = Painfull, repon hanya pada rangasang nyeri
U = Unrensponsif, tidak ada respon sama sekali
E = Exposure  kontrol lingkungan  untuk melakukan secara teliti, pakaian
penderita harus dilepas, selain itu perlu dihindari terjadinya hipovolemik.

Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka tembus tulang,
adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple dating ke rumah sakit dalam keadaan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya.

PrinsipUmum Pengobatan Fraktur


1. Jangan mengubah keadaan lebih jelek
Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain disebabkan karena
pengobatan yang diberikan disebut sebagai iatrogenic. Hal ini perlu diperhatikan oleh
karena banyaknya kasus terjadi akibat penanganan dokter yang menimbulkan komplikasi
atau memperburuk keadaan fraktur. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan tindakan
yang memadai dan sesuai prosedur.
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur kita dapat menentukan prognosis
trauma sehingga dapat dipilih pengobatan yang tepat. Perlu ditetapkan apakah fraktur ini
memerlukan reduksi dan apabila perlu apakah bersifat tertutup atau terbuka
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
- Menghilangkan nyeri

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 48


Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum dan endosteum.
Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur disertai spasme otot serta
pembengkakan yang progresif dalam rungan yang tertutup. Nyeri dapat diatasi dengan
imobilisasi fraktur dan pemberian analgetik.
- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan pergeseran yang
sedikit tidak memerlukan reduksi. Reduksi tidak perlu akurat secara radiologic.
- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
Umumnya fraktur yang telah ditangani, dalam waktu singkat dapat terjadi proses
penyembuhan. Pada fraktur tertentu bila terjadi fraktur yang hebat pada
periosteum/jaringan lunak sekitarnya mungkin diperlukan usaha agar terjadi union,
misalnya dengan bone graft.
- Mengembalikan fungsi secara optimal
Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan atrofi pada
anggota gerak, sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat aktif dinamik (isotonic).
Dengan latuhan dapat pula dipertahankan kekuatan otot dan sirkulasi darah.
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
Jaringan musculoskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum alami
5. Bersifat realistic dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistic dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai dengan mempertimbangkan
factor umur, jenis fraktur, komplikasi dan factor social ekonomi pasien.

Prinsip Pengobatan (4R)


1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 49


Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.
Posisi yang baik adalah aligment dan aposisi yang sempurna. Fraktur seperti fraktur
klavikula, costae dan fraktur impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi
<50 pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 100
pada humerus dapat diterima. Terdaat kontak sekurang-kurangnya 50% dan over-riding
tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima
dimanapun lokasi fraktur.
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation; mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin

Metode Pengobatan Fraktur


Fraktur Tertutup
Metode pengobatan farktur tertutup pada umumnya dibagi dalam:
1. Konservatif
Terdiri atas:
- Proteksi semata-mata (tanpa reduks atau imobilisasi)
Terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan memberikan mitela pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
Hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan plaster of Paris (gips)
atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna menggunakan gips
Dilakukan dengan pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama
pada teknik ini
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler,
bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 50


2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
Dilakukan dengan anastesi yang tepat dan relaksan otot, fraktur dapat direduksi dengan
maneuver 3 tahap :
1. Bagian distal tungkai ditarik ke garis tulang
2. Fragmen direposisi
3. Penjajaran disesuaikan ke setiap bidang
Cara ini paling efektif periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh.
Reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal, sebagian
besar pada fraktur anak-anak dan fraktur yang stabil setelah reduksi.
Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi
dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak atau fraktur Colles. Teknik ini biasanya
memerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (Garm).

3. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang


Reduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung diindikasikan :
1. Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau
karena terdapat jaringan lunak diantara fragmen-fragmen
2. Bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu ditempatkan secara tepat
3. Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.
Tetapi, biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.

4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis


Pada fraktur leher femur dan sendi siku pada orang tua biasanya terjadi nekrosis
avaskuler dari fragmen atau non-union oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis
yaitu alat dengan komposisi metal untuk menggantikan bagian yang nekrosis.

MEMPERTAHANKAN REDUKSI

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 51


Pembatasan gerakan tertentu diperlukan untuk membantu jaringan lunak dan untuk
memungkinkan gerakan bebas pada bagian yang tak terkena. Metode yang tersedia untuk
mempertahankan reduksi adalah :
1. Traksi terus menerus
2. Pembebatan dengan gips
3. Pemakaian penahan fungsional
4. Fiksasi internal
5. Fiksasi eksternal

Keterangan :
TRAKSI TERUS MENERUS
Dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur sangat berguna untuk fraktur oblik dan fraktur
spiral yang mudah bergeser karena kontraksi otot.
Kekurangan : traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam, traksi dapat menarik tulang panjang
secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi pada reduksi yang tepat kadang sukar
dipertahankan.
Kelebihan : pasien dapat menggerakkan sendi dan melatih otot-ototnya.

Traksi dengan gaya berat


Hanya berlaku pada cedera tungkai atas ketika memakai penggendong lengan, lengan atas akan
memberikan traksi terus menerus pada lengan bawah.

Traksi Kulit
Traksi dapat menahan tarikan dengan berat tidak lebih dari 4-5 kg. plaster ditempelkan pada kulit
dan dipertahankan dengan suatu pembalut.
1. Traksi kulit
Menggunakan plaster yang direkatkan sepanjang ekstremitas lalu dibalut, ujung plaster
dihubungkan dengan tali lalu ditarik beban < 5kg, traksi ini banyak dilakukan pada anak-
anak
2. Traksi skelet
- digunakan pin steinmann atau kawat Kirschener

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 52


- kawat ditusukkan pada tulang lalu ditarik dengan tali dan katrol
- untuk femur dewasa 5-7kg, pada dislokasi panggul lama ± 15-20kg
- traksi sementara untuk imobilisasi selama beberapa hari, traksi untuk reposisi dan
imobilisasi seseai dengan lamanya terbentuj kalus fibrosa, setelah terbentuk,
ekstremitas dimobilisasi dengan gips.
3. Traksi Kerangka
Pen steinman atau pen Denham dimasukkan pada bgian dari tulang, misalkan di
tuberculum majus nya, dipasang kait yang bisa berputar dengan bebas, dan tali dipasang
pada kait untuk menerapkan traksi.Kawat ditusukkan pada tulang lalu ditarik dengan tali dan
katrol. Untuk femur dewasa 5-7kg, pada dislokasi panggul lama ± 15-20kg.
Traksi jenis yang lainnya adalah : traksi tetap, traksi berimbang, traksi kombinasi

Plester pada Traksi dapat menghambat sirkulasi sehingga dapat mengakibatkan sindroma
kompartemen dan cedera saraf, terutama n.peroneus.

PEMBEBATAN DENGAN GIPS


Gips atau nama lain dari plester of paris adalah metode mempertahankan reduksi secara
tertutup. Gips tidak seperti traksi yang hanya membuat tulang lurus pada suatu posisi dengan
tarikan, gips dipasang disesuaikan dengan bentuk tangan individu yang cedera fraktur dan
mempertahankan posisi setelah reduksi. Namun, kerugian memakai gips adalah rentan
menyebabkan penyakit fraktur atau kekakuan sendi, hal ini terjadi karena sendi sendi yang
terbungkus dalam gips tidak dapat bergerakj dan cenderung kaku selama dipasangnya gips.
Kekakuan pemaiakaian gips dapat diminimalkan dengan
1. Pembebatan tertunda, gips yang dipasang setelah pasien terlebih dahulu diterapi dengan
metode traksi
2. Gips bisa dipakai terlebih dahulu, kemudian metode ini dilanjutkan dengan metode
mempertahankan reduksi dengan branching fungsionlal.
Imobilisasi dengan gips sesuai dengan posisi faali ;
3. Bahu abduksi 40%, siku flexi >90˚, pergelangan tangan doso flexi 30˚, posisi tangan
tengah antara pro- dan supinasi, jari-jari flexi ringan, ibu jari aposisi

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 53


4. Siku kiri extensi hampir sempurna (untuk kep. Hygiene toilet), sendi tangan dan bahu
sperti di atas
5. Sendi paha flexi 10˚, lutut flexi 10˚, pergelangan kaki posisi netral valgus ringan
Gerakan minimal  merangsang kalus, dengan syarat tidak boleh dipaksakan, latihan
persendian tidak boleh menimbulkan nyeri, pada patah tulang intraartikuler akan memuaskan
apabila disertai latihan gerakan aktif pada tahap dini pada hari ke-1
Gerakan bebas  menurunkan pembentukan kalus dan menimbulkan pseudoarthrosis
imobilisasi mutlak  tidak terbentuk kalus
Bahaya pemasangan gips yang salah  gangguan peredaran darah yang salah
tekanan berlebihan pada beberapa bagian yang menonjol  decubitus
1. Untuk mencegah kontak langsung gips dengan kulit, pasang pembalut stockinet atau
pembalut krep
2. Pada bagian yang menonjol, diletakkan penahan berupa kapas untuk menghindari
decubtus
3. Tidak boleh menyangga gips yang masih lembek, karena bisa terbentuk lekukan 
decubitus, terutama pada tendo Achilles

BRANCHING FUNGSIONAL
Adalah pemasangan suatu metode dimana gips dipasang hanya di distal dan proksimal
tulang yang fraktur, sedangkan pada sendi di distal dan proksimal fraktur, dipasang suatu engsel
yang berasal dari logam atau plastic yang memungkankan gerakan pada satu bidang.
Biasanya digunakan setelah tulang menyatu atau 3-6 minggu setelah traksi atau gips
fungsional. Keuntungan dari pemakaina branching fumgsonal adalah :
1. Fraktur dapat dipertahankan cukup baik
2. Sendi-sendi dapat digerakkan
3. Fraktur akan menyatu pada kecepatan normal
4. Metode aman.

FIKSASI INTERNAL

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 54


Adalah metode mempertahankan reduksi dengan cara mnegikat fragmen tulang yang
mengalami diskontinuitas dengan sekrup, pen, paku pengikat, plat logam, paku intramedular,
circumferensial band, dll.
Indikasi :
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan cara operasi
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mnegalami pergeseran kembali
setelah reduksi, fraktur yang cenderung ditarik oleh kerja otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan lahan.
4. Fraktur patologik
5. Fraktur multiple
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.
Komplikasi : Infeksi, malunion, kegagalan implant, fraktur ulang. Untuk mengatasi atau
meminimalisir hal tsb, pelepasan implant paling cepat 1 tahun, lebih aman lagi antara 18 sampai
24 bulan.

FIKSASI EKSTERNAL
Fraktur dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan yang melalui tulang diatas
dan dibawah fraktur dan dilekatkan pada suatu kerangka luar.
Indikasi :
1. Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana luka dapat
dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan dan skin graft.
2. Fraktur yang disertai kerusakan saraf dan pembuluh
3. Fraktur yang sangat komunitif dan unstable
4. Fraktur yang tidak menyatu
5. Fraktur pada pelvis
6. Fraktur yang terinfeksi
7. Cedera multiple yang berat, bila stabilisasi lebih awal maka dapat menurunkan risiko
komplikasi yang berbahaya.
Komplikasi : overdistraksi fragmen, infeksi di tempat pen, berkurangnya penyaluran beban
melalui fragmen (6-8 minggu harus dilepas)

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 55


FRAKTUR CLAVICULA

Klavikula merupakan tulang yang berbentuk S, di sebelah medial berhubungan dengan


sternum dan bagian lateral dengan akromion. Dihubungkan dengan korakoid oleh ligamen
korako-klavikular (Rasjad, 2012:404).

Mekanisme
Fraktur klavikula kebanyakan adalah karena pasien yang jatuh pada bahu atau bertumpu
pada lengan. Gaya yang mengenai lengan akan disalurkan ke sendi bahu lalu menuju sendi
akromioklavikular (Sjamsulhidajat dan Jong, 2010:1047)

Klasifikasi
Menurut Rasjad (2012:404) fraktur klavikula dapat terjadi pada tiga tempat :
1. Sepertiga tengah (80%)
2. Sepertiga lateral (15%)
3. Sepertiga medial (5%)

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada fraktur klavikula didapatkan dari anamnesis trauma dan
pembengkakan serta nyeri di daerah klavikula (Rasjad, 2012:404). Fraktur klavikula dapat
dideteksi dengan mudah karena terdapat kontur yang khas. Terlihat penonjolan pada bahu yang
merupakan ujung dari klavikula. Penonjolan ini terlihat karena akromion dan prosesus
koraoideus terlepas dari klavikula sehingga skapula dengan humerus menurun dan klavikula

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 56


terlihat menonjol. Dapat juga terjadi dislokasi karena tarikan dari tonus otot dan kontraksi dari
muskulus sternokleidomastoideus, muskulus pektoralis mayor, dan muskulus
deltoid(Sjamsulhidajat dan Jong, 2010:1047).

Pemeriksaan Radiologis
Pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan otot
sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh muskulus pektoralis mayor
(Rasjad, 2012:404).
Terapi
Reposisi pada fraktur klavikula tidak diperlukan karena salah sambung pada klavikula
jarang menyebabkan gangguan fungsi maupun kekuatan bahu. Akan terdapat kalus yang
menonjol yang meskipun mengganggu secara estetika namun akan hilang sendiri. Diperlukan
pemberian analgesik serta latihan gerak jari pada hari pertama dan latihan gerak bahu pada hari
ke tiga(Sjamsulhidajat dan Jong, 2010:1048). Pengobatandari fraktur klavikula adalah dengan
mitela atau verban angka delapan. Tindakan operatif diperlukan apabila terdapat fraktur terbuka
dari klavikula, adanya tekanan pada pembuluh darah, nonunion, fraktur 1/3 lateral, serta pasien
aktif yang segera akan kembali pada pekerjaan semula (Rasjad, 2012:405).

Komplikasi
Komplikasi dari fraktur klavikula adalah malunion, kerusakan pembuluh darah atau paru,
nonunion, deformitas yang jelek berupa penonjolan tulang ke arah kulit, dan artritis pasca
traumatik (Rasjad, 2012:405).

KEPUSTAKAAN
Rasjad, C. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone
Sjamsulhidajat, R. & de Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 57


FRAKTUR ANTEBRACHII

A. Definisi
Merupakan diskontinuitas tulang yang terjadi pada area antebrachii (terdiri atas radius dan ulna)
(Apley’s, 2010).

B. Etiologi
Fraktur antebrachii paling sering disebabkan oleh trauma. Jenis trauma dapat menentukan
jenis fraktur yang terjadi. Apabila trauma berupa twisting dapat menyebabkan fraktur spiral,
trauma angulasi menyebabkan fraktur transversal dan trauma langsung seringkali menyebabkan
fraktur transversal pada salah satu tulang saja (radius atau ulna) (Apley’s, 2010).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala sama dengan fraktur yang lain, yaitu terdapat tanda-tanda inflamasi, nyeri,
dan juga terjadi deformitas. Selain itu, pada fraktur ini harus diperiksa juga denyut nadi dan
neurologis dari saraf yang terdapat pada area antebrachii (Apley’s, 2010).

D. Pemeriksaan penunjang
Foto polos X-ray (Rontgen) untuk mengetahui adanya fraktur, jenis fraktur dan lokasi fraktur
(Apley’s, 2010).

E. Tatalaksana
1. Anak-anak

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 58


Fraktur antebrachii pada anak-anak cukup diterapi dengan terapi tertutup karena
periosteum pada anak-anak dapat memperbaiki deformitas pada tulang itu sendiri.
Tatalaksana hanya memberikan analgesik, latihan ringan (gerakan) pada lengan bawah dan
bidai. Bidai dipasang mulai dari aksila hingga ke metacarpal dengan posisi siku 90 o. Jika
fraktur terjadi di proksimal pronator teres, lengan diposisikan supinasi. Sedangkan jika
fraktur ada di distal pronator teres, lengan diposisikan netral. Bidai dipasang sampai tulang
benar-benar telah menyatu, sekitar 6-8 minggu (Apley’s, 2010).
Sebenarnya kemampuan remodeling pada anak-anak sangat baik. Namun jika anak
berumur < 6 tahun dan terjadi angulasi >15 o atau 6-12 tahun dan terjadi angulasi >10 o atau
>12 tahun dengan berapapun derajat angulasi wajib dilakukan reduksi manual oleh dokter
(Apley’s, 2010).
2. Dewasa
Fraktur antebrachii yang terjadi pada orang dewasa sebaiknya dilakukan reduksi terbuka
dan fiksasi internal. Fiksasi internal dilakukan selama 8-12 minggu (Apley’s, 2010).

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 59


FRAKTUR VERTEBRAE

Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk
patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk
ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain
ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah
mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek
ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

Klasifikasi Trauma Vertebra


1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
- Grade I = Simple Compression Fraktur
- Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
- Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
- Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas:
- Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury
- Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan vaskuler, trombus
dan hematoma

3. E. SHANNON STAUPER membagi:
- Extension injury

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 60


- simple flexion injury dan
- flexion compression fraktur dislocation.

4. HOLDS WORTH membagi alas taruma:


Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)

5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
1)      Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
2)      Burst fraktur
3)      Extension

b. Fraktur tak stabil


1)      Dislokasi
2)      Fraktur dislokasi
3)      Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang
tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan
fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6
dan Th12-Lt-2.

Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.. Yang
menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.

I. Fase Akut (0-6 minggu)


1. Live saving dan kontrol vital sign
2. Perawatan trauma penyerta
Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 61


Perawatan trauma lainnya.
3. Fraktur/Lesi pada vertebra
a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama simple
kompressi.

b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau dilakukan
operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
1) laminektomi
2) fiksasi interna dengan kawat atau plate
3) anterior fusion atau post spinal fusion

c. Perawatan status urologi


Pada status urologis dinilai ripe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek bladder) dan
infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara
penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400
cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat
kembali.
1)      Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
2)      Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
3)      Manuver crede
4) Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
5)      Gravitasi/ mengubah posisi

d. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 62


II. Fase Sub Akut (6-12 minggu)
Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.

III. Fase berdikari (3-6 bulan)


Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
1. mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.
2. Mengadakan alat-alat pembantu
3. Mempersiapkan pekerjaan tangannya.

Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:


- Mengembalikan spinal augment
- Stabilitas dan tulang belakang
- Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal
- Mencegah komplikasi.

FISIOTERAPI
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy

REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG


Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas mulai dan
penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai dengan adanya defisit
neorologi. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula yang mulai dan tanpa gejala sampai

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 63


ada gejala yang sangat berat berupa kelumpuhan. Hubungan sumsum tulang belakang dengan
vertebra adalah:
1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya: scollosis
paralitik.
2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis, misalnya: spinal
stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.
3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang belakang
dengan kelainan syarafmisalnya: Pott paraplegia, Metastase tumor dengan kompresi
fraktur
4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf misalnya
instrumentalia harington.

Sifat Deformitas
1. Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
2. Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
3. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
4. Kelainan setempat yang bervaniasi

Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:


1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)
2. Deformitas sediri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
a. Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.
b. Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis
c. Gangguan tr. Urinarius.

Karena itu terapi diarahkan pada:


1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat
3. rehabilitasi

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 64


Tujuan koreksi:
Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin dalam batas
toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula spinalis. Koreksi kadang-
kadang tidak perlu harus sampai 100%.

Kontra indikasi Operasi


Keadaan umum penderita jelek

Diagnosis Banding
Fraktur patologis

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi, laboratorium

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 65


DISLOKASI VERTEBRAE

1. Dislokasi vertebra antara C-3 dan T-1


Etilogi : terjadi karena trauma rotasi fleksi
Terdapat pergerakan faset sendi ke depan terhadap faset di bawahnya. Biasanya ada satu
atau dua persendian mengalami fraktur. Kadang-kadang terdapat trauma pada sumsum
tulang belakang.
Pemeriksaan : Foto rontgen, tampak pergeseran kedepan pada vertebra atas terhadap
vertebrae dibawahnya.
Terapi awal : direduksi dengan traksi pada tengkorak dengan berat 10-15kg, apabila gagal:
oposisi berupa tindakan manipulasi di bawah pembiusan atau dengan operasi.

2. Dislokasi vertebare antara torakal dan lumbal


Etilogi : terjadi karena trauma rotasi fleksi
Kebanyakan fraktur dislokasi terjadi pada pertengahan torakal atau pada daerah torakal dan
lumbal. Lebih sering berupa vertebrae sebelah atas bergeser ke depan terhadap vertebrae di
bawahnya dan dapat terjadi apabila fraktur terjadi pada prosesus artikularis atau ada
dislokasi pada sendi faset.
Komplikasi : paraplegia
Terapi : dislokasi daerah torakolumbal sering disertai dengan paraplegia, apabila terdapat
komplikasi paraplegia maka terapi yang di lakukan :
- Konservatif : perawatan pada paraplegia
- Operatif : apabila tidak berhasil dilakukan fiksasi tulang untuk stabilisasi dan perawatan

KEPUSTAKAAN

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 66


Rasjad, Chairudin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Cetakan VII. Jakarta: PT Yarsif
Patampone.

DISLOKASI HIP

a. Dislokasi Posterior
Dislokasi posterior sendi panggul merupakan keadaan dimana kaput femur dipaksa keluar ke
belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur, dimana sendi
panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas
pengendara motor, dimana posisi tungkai bawah dalam keadaan fleksi badan (Rasjad, 2007).
Manifestasi klinis dari dislokasi posterior ini antara lain nyeri, deformitas pada daerah sendi
panggul, sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi, dan rotasi
interna. Selain itu juga didapati adanya pemendekan anggota gerak bawah badan (Rasjad, 2007).
Pengobatan, harus dilakukan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum. Penderita
dibaringkan di lantai dan asisten menahan panggul. Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi
90 derajat, kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas
sendi harus selalu diperiksa. Pasca reposisi, traksi kulit dilakukan selama 4-6 minggu, setelah itu
tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan badan (Rasjad,
2007).

b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang ditemukan jika dibandingkan dengan dislokasi posterior. Dislokasi
anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian, atau trauma dari belakang
saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan. Hal ini
menyebabkan leher femur atau trochanter menabrak asetabulum dan terjungkir keluar melalui
robekan pada kapsul anterior badan (Rasjad, 2007).
Manifestasi klinis, tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi, dan sedikit fleksi.
Tungkai tidak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur yang mencegah

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 67


kaput femur bergeser ke proksimal. Terdapat benjolan di depan daerah inguinal, dimana pada
daerah tersebut kaput femur dapat diraba dengan mudah. Selain itu juga didaptkan kesulitan
dalam menggerakkan sendi panggul. Pengobatan, dilakukan reposisi dan adduksi pada dislokasi
anterior badan (Rasjad, 2007).

c. Fraktur Dislokasi Sentral


Dislokasi sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial asetabulumpada
rongga panggul. Pada kasus ini, kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan
yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi, dimana panggul dalam keadaan
abduksi badan (Rasjad, 2007).
Manifestasi klinis, perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal, tetapi
posisi tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trochanter, dan gerakan sendi sangat terbatas badan
(Rasjad, 2007).
Pengobatan, reposisi fraktur. Pada fraktur asetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke
dalam panggul, maka dilakukan terapi konsrvatif dengan traksi tulang selama 4-6 minggu.
Apabila kaput femur tembus ke dalam asetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada dua
komponen, yaitu komponen longitudinal dan lateral selama 6 minggu. Setelah 8 minggu,
diperbolehkan untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan (Rasjad, 2007).

KEPUSTAKAAN
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: PT> Yarsif Watampone.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 68


DISLOKASI SENDI LUTUT

Dislokasi sendi lutut (anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi) sangat jarang karena
ligamen di sekitar sendi sangat kuat dan bila terjadi dislokasi membutuhkan energi besar maka
ligamentum dan jaringan lunak sekitar sendi akan terputus, demikian juga kerusakan sendi itu
sendiri.
Apabila terjadi dislokasi sendi tersebut, arteri poplitea yang berada di belakang sendi akan
terjadi kerusakan terutama tunika intima sehingga memudahkan terjadinya trombus oleh sebab
itu perlu dipikirkan pembenan anti trombin. Hilangnya distribusi darah ke perifer, resiko
amputasi tidak dapat dielakkan. Dislokasi sendi ini juga akan mengakibatkan teregang atau
rusaknya saraf peroneus disamping terjadinya sindrom kompartemen.
Pemeriksaan fisik sendi terlihat efusi dan terasa nyeri. Perlu Anda periksa neurovaskuler
bagian distal sendi secara berkala (serial neurovascular examination). Pemeriksaan x-ray dengan
proyeksi konvensional cukup memadai dan pemeriksaan stabilitas sendi lutut seperti lateral dan
medial stress test: untuk menentukan kondisi ligamentum kolateral lateral dan medial serta
anterior dan posterior Drawer test guna menentukan keadaan ligamentum krusiatum anterior dan
posterior.
Dislokasi harus segera dilakukan reposisi sendi. Setelah reposisi, pemeriksaan nadi, saraf
dan sendi mutlak dikerjakan. Pemeriksaan X-ray pre - pasca tindakan harus dilakukan guna
menilai fraktur dan kelurusan sendi (alignment). Imobilisasi pasca reposisi tertutup dengan gip
selama 6-8 minggu bila tidak disertai robekan ligamen. Reposisi terbuka dilakukan bila ada
trauma vaskuler atau tindakan fasbtomi atau melakukan repair ligamen.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 69


DISLOKASI SENDI BAHU

Sendi bahu secara anatomis terdiri dari kaput humerus yang besar dengan kedangkalan
kavitas glenoidalis sehingga stabilitas sendi itu tergantung dari kekuatan otot-otot rotator (otot
supra spinatus, infra supinatus, teresminor dan sub skapularis), kapsul sendi dan ligamen (gleno
humeralis, korako humeralis dan labrurn yang memperdalam kavitas glenoidalis) daiam
mempertahankan kedudukannya.
Oleh karena itu sangat mudah terjadi dislokasi terutama ke arah anterior (80 - 90%) dengan
karakteristik teriihat lengan atas dalam posisi rotasi ekstemal parsial dan abduksi, adapun ke arah
posterior sangat jarang dengan karakteristik lengan atas dalam posisi adduksi dan rotasi internal
dan biasanya disebabkan oleh kontraksi otot pada penderita epilepsi mengalami kejang-kejang
dan otot-ototnya tidak seimbang maka terjadi dislokasi ke arah tersebut. Dapat juga dislokasi
bahu ke arah inferior (luksasio erecta) atau superior. Dua kondisi terakhir ini sangat jarang.
Dislokasi dapat terjadi kerusakan otot-otot dan kapsul yang menstabilkan sendi tersebut
sehingga dengan mudah terjadi disiokasi kembali (recurrent dislocation) bila hal ini menjadi
terbiasa maka disebut habitual dislocation. Oleh karena itu, instabilitas sendi kronis dapat terjadi
dari kejadian disiokasi.
Setiap disiokasi sendi ini dapat mengganggu saraf di sekitar sendi yaitu axillary nerve palsy
oleh sebab itu Anda jangan lupa memeriksa fungsi saraf itu sedangkan gangguan vaskuler sangat
jarang tapi sering tejadi pada usia lanjut Kejadian fraktur labrum pada dislokasi sendi bahu yang
diperkirakan sebanyak 20 % yang mengakibatkan instabilitas sendi itu. Sobeknya otot-otot
rotator (14-63 %) dapat terjadi dan kejadian ini meningkat pada usia lanjut. Tapi bila disertai
fraktur dapat menimbulkan osteonekrosis.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 70


Pemeriksaan radiograph untuk melihat posisi kaput humerus pada proyeksi oblik. Sedapat
mungkin mencari lesi Hill Sacks pada bagian interior, adapun lesi Bankart mudah terlihat dengan
pemeriksaan MRI.
Manajemen disiokasi sendi bahu dapat dilakukan secara tarikan dan kontra tarikan (traction I
countertraction) seperti metode Hippocratic, Stimson dengan cara penderita tidur tertelungkup
(prone) dan bahu yang mengalami lesi itu berada di tepi tempat tidur periksa sehinga lengan
jatuh ke bawah, atau metode Milch. dengan cara lengan atas sedikit abduksi dan rotasi ekstema
dan sedikit traksi bersamaan siku dibawa ke medial diatas dada dan rotasi interna, maka kaput
humerus akan tereduksi. Imobilisasi dengan Velpeau bandage selama 2 - 6 minggu dan
kemudian dilakukan rehabilitasi. Pembedahan dilakukan untuk yang gagal pada tindakan
reposisi, reccurrent (Traumatic Unilateral, Bankart tession), disiokasi posterior lebih dari 3
minggu.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 71


TRAUMA SENDI

Secara anatomis stabilitas sendi tersebut meliputi stabilitas tulang (bone stability) yaitu
tulang yang membentuk sendi dan stabilitas jaringan lunak (soft tissue stability) yang berupa
kapsul sendi dan ligamentum serta tendo / otototot di dekat sendi itu. Apabila terjadi kerusakan
dari struktur tersebut diatas maka sendi tersebut menjadi tidak stabil dengan kata lain disebut
instabilitas sendi (joint instability). Perlu Anda ketahui bahwa stabilitas sendi sangat bervariasi
seperti sendi panggul yang termasuk dalam golongan ball and socket joint dengan permukaan
asetabulum seperti mangkok yang dalam akan memberikan stabilitas lebih baik bila dibanding
dengan sendi lutut yang termasuk grup hinge joint dimana faktor jaringan lunak memegang
peranan pada stabilitas sendi. Demikian juga untuk sendi bahu, jaringan lunak di sekitar sendi
memegang peranan untuk stabilitasnya. Trauma langsung akan mengakibatkan sendi mengalami
kontusi, dan bila trauma tersebut lebih berat lagi dapat menimbulkan subluksasi atau dislokasi
bahkan fraktur intraartikular. Pada trauma tidak langsung (indirect injury) maka jaringan lunak
seperti ligamentum akan teregang atau ruptur parsial yang disebut dengan nama sprain dan
berdasarkan pergeseran sendi seta pemeriksaan klinis dan mikroskopik dibagi menjadi : sprain
grade I hanya mengeluh kesakitan tanpa instabilitas sendi. Sprain grade II terjadi ruptur sebagian
serabutnya saja sehingga terjadi instabilitas sendi minimal. Pada Sprain grade III karena energi
trauma cukup besar dapat terjadi ruptur komplit atau avulsi sehingga terjadi instabilitas sendi.

Instabilitas Sendi
Ada tiga macam instabilitas sendi yaitu:

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 72


1. Instabilitas sendi tersembunyi ( occult joint instability ) seperti trauma pada sendi
pergelangan kaki akibat gaya trauma inversi. Penderita mengeluh nyeri, edema, dan nyeri
tekan pada lokasi dari lesi sendi itu. Pada radiograph sendi pergelangan kaki itu terlihat
dalam batas normal, tapi pada pemeriksaan dengan penekanan ke arah inversi atau eversi
(stress X-ray examination) pada sisi bagian bawah sendi yang mengalami nyeri itu, Anda
akan melihat pelebaran rongga sendi pada sisi yang mengalami lesi.
2. Subluksasi yaitu sebagian kontak sendi tidak ada sama sekali seperti pada fraktur
malleolus medialis sering disertai subluksasi sendi pergelangan kaki, demikian juga
fraktur malleolus lateralis. Artinya bila Anda perhatikan ada sebagian permukaan sendi
yang masih berhubungan satu sama lain.
3. Dislokasi (luxation) Kontak tulang-tulang yang membentuk sentuk sendi tersebut hilang
secara komplit (Gb. 28).Bila kedudukan tulang tersebut kembali seperti semula maka
pada radiograph Anda tidak akan melihat kelainan tersebut. Tetapi bila dislokasi tersebut
disertai dengan fraktur intraartikular atau fraktur ekstraartikular maka disebut fraktur-
dislokasi (Gb.24). Sendi yang rawan terhadap kelainan ini adalah sendi bahu, siku,
interphalanx( IP), panggul dan pergelangan kaki.

Trauma Pada Kapsul Sendi


Trauma dapat meregangkan kapsul atau kapsul tersebut mengalami avulsi dari
perlengketannya sehingga rongga sendi melebar dan dapat menimbulkan dislokasi yang disebut
dislokasi intra-kapsular, tapi bisa juga kapsul tersebut menjadi robek akibatnya salah satu tulang
yang membentuk sendi keluar melalui robekan rtu yang disebut dislokasi ekstra-kapsular.
Apabila tulang tersebut terjerat oleh kapsul yang robek tersebut akibatnya Anda akan mengalami
kesukaran mereposisi sendi itu akibat terkunci seperti kancing baju dan fenomena ini disebut
dislokasi buttonhole. Jika sewaktu reposisi kapsul sendi yang menjerat itu masuk kedalam sendi
maka akan mengganjel sehingga pengambalian tidak sempurna dan akan berakhir sebagai
subluksasi residual.

Managemen Trauma Sendi


Prinsip penanganan trauma sendi sama dengan prinsip penanganan fraktur. Umumnya, pada
dislokasi atau subluksasi harus secepatnya dikembalikan ke posisi normal.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 73


1. Kontusi. Pada kontusi dilakukan aspirasi cairan karena dapat mengakibatkan rasa nyeri.
Darah di dalam sendi tentu akibat pemutusan pembuluh darah di daerah itu dan
pemeriksaan X-ray sangat diperlukan untuk melihat apakah ada fraktur.
2. Sprain Ligamen. Penyebab sprain adalah peregangan mendadak pada ligamen sendi itu
sehingga mengakibatkan robekan parsial dan perdarahan. Penderita akan mengeluh rasa
nyeri terutama bila penderita menggerakkan sendi tersebut sebagai akibat peregangan
ligamen. Sendi akan teriihat edema, nyeri tekan di sekitar lesi. Pemeriksaan stabilitas
sendi dalam batas normal karena tidak ada perpanjangan ligamen. Pemeriksaan X-ray
dibutuhkan guna untuk melihat apakah ada fraktur, dislokasi atau subluksasi. Instabilitas
tersembunyi ditentukan dengan cara pemeriksaan X-ray teknik stres pada sendi tersebut.
Terapinya bersifat proteksi seperti strapping agar tidak ada gerakan sehingga selama
proses penyembuhan tidak terjadi peregangan. Kemudian diikuti latihan aktif guna
mempertahankan lingkup gerak sendi dan memperkuat otot yang mengontrol gerakan
sendi itu.
3. Dislokasi atau Subluksasi. Penatalaksanaan dislokasi atau subluksasi adalah
mengembalikan kedudukan sendi tersebut ke tempat semula secepatnya dengan
manipulasi dan bila gagal dilakukan tindakan operasi. Setelah berhasil Anda jangan lupa
memeriksa stabilitas sendi tersebut guna mencegah terjadinya instabilitas sendi, sehingga
tidak terjadi dislokasi berulang. Ligamen sangat memegang peranan daiam stabilitas
sendi, oleh karena itu bila terjadi ruptur komplit harus dibarengi dengan repair. Bila
teriambat maka outcome tidak memuaskan. Akan berbeda dengan ligamen pergelangan
kaki atau sendi interphalanx umumnya cukup dengan imobilisasi dan dalam keadaan
tertentu saja untuk dilakukan operasi. Perlu Anda ketahui imobilisasi sendi siku dan sendi
panggul berguna sekali untuk pencegahan terjadinya osifikan miositis pasca trauma.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 74


FRAKTUR PATOLOGIS

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami kelainan patologis
sehingga tulang itu menjadi lemah dan trauma ringan (trivial injury) saja akan terjadi pemutusan
tulang adapun pada orang normal tidak akan menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu
dapat akibat kelainan kongenital, metabolik dan neoplastik. Kelainan tersebut meliputi:
1) Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur tulang belakang,
fartur kolum femoris dan fraktur Codes. Hal ini dapat diakibatkan oleh penurunan hormon
pada usia lanjut, atau disuses osteoporosis, artritis reumatik, dan kekurangan vitamin C.
2) Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid seperti penyakit
ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang kalsium atau pengeluaran
kalsium pada renal acidosis dimana terjadi pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron
Fanconi atau gangguan absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea.
3) Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya adalah fraktur
sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur adalah transversal. Penyakit dapat
beruba menjadi sarkomatous. Perubahan tulang sangat mirip dengan penyakit
hiperparathyroidisme dan kadangkala seperti tumor metastase.
4) Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah itu terjadi proses
destruksi tulang seperti tuberkulosis.
5) Osteogenesis imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant transmission)
dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone) akibatnya tulang panjang
menjadi bengkok (bowing), deformities of bone modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 75


patologis dengan gangguan pertumbuhan. Penderita tuli dengan skelera wama kebiruan.
Proses penyambungan fraktur sangat cepat dan dengan konservatif cukup berhasil.
6) Simple bone cyst, seperti enchondromata di metakarpal, metatarsal dan phalang sering
menimbulkan fraktur Pada anak umur 5-12 tahun unicameral bone cyst sering menimbulkan
fraktur patologis terutama di humerus proksimal dan diafisi. Kortek menipis tapi jarang
ekspansi.
7) Tumor maligna sekunder, sering berasal dan tumor paru-paru atau bronkhus, mammae,
prostat atau ginjal. Adapun lokalisasi sering pada tulang belakang, bagian subtrokhanter
femoris dan humerus diafisis.
8) Tumor maligna primer, meliputi osteogenik sarcom, khondrosarcom, fibrosarcom, Ewing
tumor dan osteoklastoma yang mengalami keganasan.

Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita dan keluarga,
pemeriksaan klinis yang mencakup pemeriksaan pelvis, pemeriksaan X-ray torak, pelvis, survey
kepala dan tulang, laju endap darah, darah rutin dan differential cell count serum kalsium.fosfat,
alkaline phosphatase, dan kalau periu acid phosphatase, pemeriksaan serum protein,
eletrophoresis, Bence-Jones proteose, Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan
kadangkala pemeriksaan X-ray orang tua.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 76


FRAKTUR PATELLA

A. Definisi
Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma

B. Ruang Lingkup
Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced

C. Indikasi Operasi
Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka

D. Kontraindikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut

G. Patofisiologi Fraktur Patella


Mekanisme fraktur
1. Trauma langsung / Direct
a. Disebabkan karena penderita jatuh dalam posisi lutut flexi dimana patella terbentur dengan
lantai

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 77


b. Karena diatas patella hanya terdapat subcutis dan kutis, sehingga dengan benturan tersebut
tulang patella mudah patch
c. Biasanya jenis patahnya comminutiva (stelata), pada jenis patah ini biasanya medial dan
lateral quadrisep expansion tidak ikut robek, hal ini menyebabkan penderita masih dapat
melakukan extensi lutut melawan gravitasi

2. Trauma tak langsung / Indirect


a. Karena tarikan yang sangat kuat dan otot quadrisep yang membentuk musculotendineus
melekat pada patella, sering terjadi pada penderita yang jatuh dengan tungkai bawah
menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot quadrisep kontraksi secara kerns untuk
mempertahanakan kestabilan lutut.
b.  Biasanya garis patahnya transversal avulse ujung atas atau ujung bawah dan patella

H. Klasifikasi Fraktur Patella Berdasarkan Patologinya


1. Trauma langsung / Direct
  Fraktur comminutiva
2. Trauma tak langsung / Indirect
- Garis fraktur transversal
- Fraktur avulsi patela transversal, yang fragmen proksimalnya tertarik menjauhi fragmen
lain. Kelainan ini termasuk cedera alat ekstensi lutut

I. Pemeriksaan Klinik Radiologis Fraktur Patela


Anamnesa
- Ditemukan adanya riwayat trauma
- Penderita tak dapat melakukan extensi lutut, biasanya terjadi pada trauma indirect dimana
patahnya transversal dan quadrisep mekanisme robek
- Pada trauma direct dimana patahnya comminutiva medial dan lateral, quadrisep
expansion masih utuh sehingga penderita masih dapat melakukan extensi lutut

Pemeriksaan Klinik
- Pada lutut ditemukan pembengkakan disebabkan hemarthrosis

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 78


- Pada perabaan ditemukan patela mengambang (floating patella)

Pemeriksaan Radiologis
- Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patella
- Proyeksi sky-line view kadang-kadang untuk memeriksa adanya fraktur patela
incomplete

Metode fiksasi luar dan dalam pada fraktur Patela


Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interen
pada patella. Fiksasi interen yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari
patela dikombinasi dengan kawat berbentuk angka delapan.
Pengobatan fraktur patela comminutiva yang terdapat haemorthrosis, dilakukan aspirasi
haemorthrosis, diikuti pemakaian
Non operatif:
- Untuk fraktur patela yang undisplaced
- Bila terjadi haemorthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu
- Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha sampai
pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5-10) dipertahankan 6 minggu.
Operatif
- Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik tension band wiring
- Bila jenis fraktur comminutiva dilakukan rekronstruksi fragmennya dengan K wire, baru
dilakukan tension band wiring
- Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan rekronstruksi,
dilakukan patellectomi (hal ini menimbulkan kelemahan quadrisep expansion)

Komplikasi pasca penanganan fraktur Patela dan penanganannya


Komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kondromalasia pada patela dan artrosis
degeneratif

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 79


Rehabilitasi pasca fraktur Patela
Rehabilitasi fraktur patela pascabedah dapat dilakukan mobilisasi segera. Fleksi maksimal
dihindarkan hingga minggu ke 10.

J. Komplikasi
- Malunion dan Non-union
- Sindrom Kompartemen
- Infeksi
- Neurovascular injury
- Radioulnar synostosis

K. Follow-Up
Pemeriksaan X ray ulang dilakukan satu atau dua minggu kemudian untuk menilai ada
tidaknya loss of reduction. Plaster dipertahankan sampai terjadinya union 34 minggu pada anak-
anak usia 10 tahun dan 1-2 minggu pada anak usia 4 tahun.

Blok 16. Musculosceletal – Trauma Ekstremitas dan Vertebrae 80

Anda mungkin juga menyukai