SKENARIO 2
FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA
VERTEBRA DAN EKSTREMITAS
Oleh:
Panacea
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SKENARIO 2
Seorang pengendara motor, laki-laki, berusia 38 tahun dibawa ke UGD setelah terserempet
oleh truk. Penderita mengeluh nyeri hebat pada lutut kiri dan tidak bisa digerakan, selain itu
lengan kirinya luka dan terasa nyeri. Penderita juga mengeluhkan punggungnya terasa nyeri.
Pada pemeriksaan didapatkan vital sign normal, edema pada genu sinistra, dan luka, fragmen
tulang terlihat pada regio antebracii sinistra, ada jejas pada punggung, hasil pemeriksaan
neurovasculer dan pemeriksaan cervical normal. Setelah diberikan pertolongan pertama pada
kaki dan tangan penderita tersebut, dokter segera melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
uha
a
ng
og
a
i
e
t
kt
b
n
o
as
ur
r ae
1. Ekstremitas Superior
a. Regio pectoralis dan axilla
• Mamme kelenjar aksesoris kulit yang melekat pada m.pectoralis mayor, m.serratus
anterior dan m.obliq abdominis externa. (Snellen, 2006:420)
• Axilla ruangan pyramid bagian atas lengan atas dan lateral dari thorax. Axilladibentuk
oleh tiga dinding yaitu dinding anterior posterior dan media. (Snellen, 2006:424)
Pada regio pectoralis dan axilla disusun oleh musculus-musculus berikut: m. pectoralis
major; m. pectoralis minor; m. subclavius; m.serratus anterior. Fascia coracocleido pectoralis:
melekat pada clavicula; m. subclavius; m. pectoralis minor. (Snellen, 2006:426-429)
Vaskularisasi berasal dari a.subclavicula yang akan menjadi a.axillaris pada daerah axilla
dan meneruskan diri menjadi a.brachialis.
Pada pangkal leher, serabut-serabut saraf yang berasal dari berbagai segmen medulla
spinalis menuju ke ekstremitas superior yaitu C5-T1 yang nantinya akan membentuk
n.musculocutaneus, n.axillaris, n.radialis, n.medianus, n.ulnaris, n.antebrachii media dan
n.brachii media. Saraf-saraf yang menuju ke ekstremitas superior mempunyai fungsi penting
sebagai berikut:
1) persarafan sensorik ke kulit dan struktur-struktur dalam, seperti sendi;
2) persarafan motorik ke otot-otot;
3) mempengaruhi diameter pembuluh darah oleh saraf vasomotor simpatis;
4) menyarafi kelenjar keringat melalui saraf sekremotorik parasimpatis. (Snellen, 2006:433)
c. Regio Brachii
Pada buku Anatomi Klinik disebutkan bahwa lengan atas dibagi menjadi dua ruang fascial
yaitu ruang fascial anterior dan posterior, dan masing-masing ruang mempunyai musculus,
nervus dan arteri sendiri. Isi ruang fascial anterior lengan atas:
• otot : m.biseps barchii, m. coracobrachialis, m.brachialis
Gambar 3:Otot lengan atas sisi anterior (Atlas Anatomi Sobotta, 2010)
Fascial Posterior
• otot : ketiga caput musculus triseps brachii
• perdarahan: a.profunda brachii dan a.collateralis ulnaris
Fascial lateral
• otot : m.brachioradialis dan m.extensor carpi radialis longus
• perdarahan : a.radialis dan a.brachialis
• persarafan : n.radialis (Snellen, 2006:475)
Fascial posterior
• otot:
superficial : m.extensor carpii radialis brevis, m.extensor digitorum, m.extensor carpii
ulnaris
profundus : m.abductor pollicis longus, m.extensor pollicis longus, m.extensor pollicis
brevis
• perdarahan: a.interosseus anterior et posterior
• persarafan: ramus profundus n.radialis (Snellen, 2006:476)
2) Femur
Femur adalah yang terkuat dari tulang panjang dalam tubuh dan merupakan tulang hanya di
daerah paha. Bagian paling adalah berbentuk seperti kepala baik-bulat yang duduk di acetabulum
tulang pinggul untuk membentuk sendi panggul. Sebuah leher kurus menghubungkan kepala
dengan poros tulang dan sering situs fraktur pada orang tua.
Bagian bawah dari femur sedikit diratakan dan menyebar keluar dan merupakan bagian dari
sendi lutut. Poros tebal femur terletak pada inti dari paha, benar-benar dikelilingi oleh otot-otot
yang kuat seperti paha depan dan paha belakang.
5) Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia.
Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula
membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
7) Metatarsalia
Os metatarsalia mempunyai 5 buah tulang metatarsal I, II, III, IV, dan V. Bentuk kelima
tulang ini hampir sama yaitu bulat panjang. Bagian proksimal dari masing-masing tulang agak
lebar disebut basis ossis matatarsale.
Bagian tengah ramping memanjang dan lurus sedangkan bagian distalnya mempunyai
bongkok kepala (kaput ossis matatarsale). Metatarsal I agak besar daripada yang lain, sedangkan
metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke proksimal disebut tuberositas ossis
metatarsal V.
8) Falang Pedis
Os falang pedis merupakan tulang-tulang pendek. Falang I terdiri atas 2 ruas yang lebih
besar daripada yang lainnya. Fallang II, III, IV, dan V mempunyai 3 ruas lebih kecil dan lebih
pendek dibandingkan falang I. Pada ibu jari terdapat dua buah tulang kecil berbentuk bundar
yang disebut tulang baji (os sesamoid). Pada kaki terdapat 4 buah lengkungan.
1. Lengkungan medial: dari belakang ke depan kalkaneus.
2. Lengkuna lateralis: dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dengan dua tulang
metatarsalia.
3. Lengkungan longitudinal: lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh
tulang tarsal.
4. Lengkungan tranversal anterior: dibentuk oleh kepala tulang metatarsal
pertama dan kelima.
C. Adductor femur
1. M. Pectineus
Insersi : linea pektini femur
Origo : ossis pubis
Persyarafan : nervus femoralis dan nervus obturatoris
Fungsi : adduksi femur, memabntu fleksi, dan eksorotasi artikulasio koksae
2. M. adductor longus
Insersi : bagian tengah linea aspera labium medial
Origo : ramus superior dan ramus inferior ossis pubis
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi femur dan fleksi artikulasio koksae
3. M. adductor brevis
Insersi : linea aspera labium medial
Origo : ramus inferior ossis pubis foramen obturatum
Persyarafan : nervus obturatorius
Fungsi : adduksi, ekstensi femur, dan eksorotasi pada artikulasio koksae
4. M. adductor magnus
Insersi : tuberositas gluteus epikondilum medialis femoalis
Origo : ramus ossis iskii dan tuberositas iskiadikum
3. Vertebrae
KEPUSTAKAAN
Snell, Richard S., 2012. Clinical Anatomy By Regions 9th Edition. China: Lippincott Williams &
Wilkins.
TULANG RAWAN
Jaringan tulang rawan terdiri atas :
- Sel tulang rawan (kondrosit).
- B.A.S. (matriks tulang rawan).
Kondrosit
- Berasal dari sel mesenkim à kondroblast à kondrosit.
- Makin ke tengah, sel makin gemuk.
- Memproduksi matriks.
- Sifat basofil.
- Berada dalam lakuna (dalam satu lakuna terdapat lebih dari 1 kondrosit à Cell Nest)
B.A.S.
- Sad B.A.S.B. : sabut kolagen & sabut elastis.
- B.A.S.A. : bersifat basofilik, mengandung proteoglikans
(kondroitin sulfat, keratin sulfat, & asam hyaluronat).
- Daerah yang mengelilingi lakuna bersifat basofil.
Daerah kebiruan di sekeliling lakuna : cartilage capsule
Perikondrium
- Jaringan ikat yang membungkus tulang rawan.
- Tidak ditemukan pada tulang rawan fibrous.
- Terdiri atas:
Fibrous layer: bagian luar, t.a. jaringan ikat padat.
Chondrogenic layer: bagian dalam, jaringan ikat lebih kendor, mengandung sel-sel
kondrogenik (dapat berdiferensiasi menjadi sel kondrosit).
Osteoblast
- Berasal dari sel mesenkim.
- Berderet secara epitelial di permukaan trabekula tulang muda.
- Bentuk kuboid sampai piramid.
- Inti besar, nukleolus (+).
- Sitloplasma basofil.
- Memproduksi matriks organik & alkalin fosfatase yang berperan dalam kalsifikasi
Osteoclast
- Sel raksasa, mengakibatkan demineralisasi.
- Inti banyak.
- Fusi sel-sel monosit.
- Terletak pada lekukan : lakuna Howship.
- Sitoplasma asidofilik, tampak berbuih karena
mengandung vakuol-vakuol.
Matriks Tulang
- Unsur organik 35%, t.a.:
serat-serat osteokolagen, dibungkus oleh substansi semen yang t.a. glikosaminoglikans.
tampak acidofil karena kondroitin sulfat <</(-).
- Unsur anorganik 65%, t.a:
kalsium fosfat & sedikit kalsium karbonat.
KEPUSTAKAAN
Apley AG, Solomon L. 2013. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Jakarta: Widya Medika.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar
oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone
grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang
atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
TIPE 2
Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
TIPE 3
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma
dengan kecepatan tinggi.
tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:
TIPE 3 a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun
adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat
TIPE 3 b
Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat
pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
TIPE 3 c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan local
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup
atau fraktur terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
- Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
(klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
KEPUSTAKAAN
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif Watampone,
2008. 332-334.
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841.
Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org [diakses 14
Mei 2011].
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.346-
370
Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001. 127-135.
Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC, 2000.284.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik
yang bersift total maupun parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma bisa bersifat :
a. Trauma Langsung : menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
b. Trauma Tidak Langsung : Apabila trauma diarahkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, missal jatuh dengan tangan ekstensi menyebabkan fraktur klavikula.
1. Klasifikasi
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI
1. Fraktur traumatic
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Etiologi : kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
Kekuatan yang langsung jaringan lunak pasti rusak.
Kekuatan yang tidak langsung jaringan lunak mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. pemuntiran : fraktur spiral
2. penekukan : fraktur melintang
3. penekukan dan penekanan : sebagian melintang disertai fragmen kupu-kupu.
2. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah karena tumor primer
metastasis atau tulang yang rapuh misalnya penyakit Paget
3. Fraktur stress
Retak yang terjadi pada tulang karena tekanan yang berulang-ulang( baru saja
menambah tingkat aktivitas). Sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal terutama pada
atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris jarak jauh. Pada awitan gejala, radiogram
mungkin tidak menunjukkan daerah fraktur tetapi setelah 2 minggu timbul garis radiopak
linear tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Biasanya timbul nyeri berat setelah
aktivitas maka seharusnya diproteksi dengan memakai tongkat atau bidai gips yang tepat.
KLASIFIKASI KLINIS
1. Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup (simpel) fraktur dengan kulit yang tidak tertembus oleh fragmen
tulang sehingga tempat fraktur tidak tercermar oleh lingkungan.
2. Fraktur terbuka (compound fractur)
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk form within( dari dalam) atau from without ( dari luar).
Dalam hal ini fraktur biasanya terkontaminasi dengan lingkungan. Untuk terapinya
perlu operasi untuk irigasi, debridement dan pemberian antibiotika secara IV untuk
mencegah osteomielitis. Operasi irigasi dan debridement ini harus dilakukan dalam 6
jam setelah terjadi cedera untuk mencegah kemungkinan infeksi.
3. Fraktur komplikasi (complicated fracture)
fraktur disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion,
infeksi tulang.
3. Menurut ekstensi
- fraktur total
- fraktur tidak total (fraktur crack)
- fraktur buckle atau torus
- fraktur garis rambut
2. Diagnosis
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (trauma fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia, atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ
organ dalam toraks, panggul, dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya fraktur patologis
Pemeriksaan Lokal
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau
terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
- Lakuakan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
- Perhatikan kondisi mental pendrita
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf
4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang
didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya
5. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
menggunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka tembus tulang,
adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple dating ke rumah sakit dalam keadaan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya.
MEMPERTAHANKAN REDUKSI
Keterangan :
TRAKSI TERUS MENERUS
Dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur sangat berguna untuk fraktur oblik dan fraktur
spiral yang mudah bergeser karena kontraksi otot.
Kekurangan : traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam, traksi dapat menarik tulang panjang
secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi pada reduksi yang tepat kadang sukar
dipertahankan.
Kelebihan : pasien dapat menggerakkan sendi dan melatih otot-ototnya.
Traksi Kulit
Traksi dapat menahan tarikan dengan berat tidak lebih dari 4-5 kg. plaster ditempelkan pada kulit
dan dipertahankan dengan suatu pembalut.
1. Traksi kulit
Menggunakan plaster yang direkatkan sepanjang ekstremitas lalu dibalut, ujung plaster
dihubungkan dengan tali lalu ditarik beban < 5kg, traksi ini banyak dilakukan pada anak-
anak
2. Traksi skelet
- digunakan pin steinmann atau kawat Kirschener
Plester pada Traksi dapat menghambat sirkulasi sehingga dapat mengakibatkan sindroma
kompartemen dan cedera saraf, terutama n.peroneus.
BRANCHING FUNGSIONAL
Adalah pemasangan suatu metode dimana gips dipasang hanya di distal dan proksimal
tulang yang fraktur, sedangkan pada sendi di distal dan proksimal fraktur, dipasang suatu engsel
yang berasal dari logam atau plastic yang memungkankan gerakan pada satu bidang.
Biasanya digunakan setelah tulang menyatu atau 3-6 minggu setelah traksi atau gips
fungsional. Keuntungan dari pemakaina branching fumgsonal adalah :
1. Fraktur dapat dipertahankan cukup baik
2. Sendi-sendi dapat digerakkan
3. Fraktur akan menyatu pada kecepatan normal
4. Metode aman.
FIKSASI INTERNAL
FIKSASI EKSTERNAL
Fraktur dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan yang melalui tulang diatas
dan dibawah fraktur dan dilekatkan pada suatu kerangka luar.
Indikasi :
1. Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana luka dapat
dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan dan skin graft.
2. Fraktur yang disertai kerusakan saraf dan pembuluh
3. Fraktur yang sangat komunitif dan unstable
4. Fraktur yang tidak menyatu
5. Fraktur pada pelvis
6. Fraktur yang terinfeksi
7. Cedera multiple yang berat, bila stabilisasi lebih awal maka dapat menurunkan risiko
komplikasi yang berbahaya.
Komplikasi : overdistraksi fragmen, infeksi di tempat pen, berkurangnya penyaluran beban
melalui fragmen (6-8 minggu harus dilepas)
Mekanisme
Fraktur klavikula kebanyakan adalah karena pasien yang jatuh pada bahu atau bertumpu
pada lengan. Gaya yang mengenai lengan akan disalurkan ke sendi bahu lalu menuju sendi
akromioklavikular (Sjamsulhidajat dan Jong, 2010:1047)
Klasifikasi
Menurut Rasjad (2012:404) fraktur klavikula dapat terjadi pada tiga tempat :
1. Sepertiga tengah (80%)
2. Sepertiga lateral (15%)
3. Sepertiga medial (5%)
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada fraktur klavikula didapatkan dari anamnesis trauma dan
pembengkakan serta nyeri di daerah klavikula (Rasjad, 2012:404). Fraktur klavikula dapat
dideteksi dengan mudah karena terdapat kontur yang khas. Terlihat penonjolan pada bahu yang
merupakan ujung dari klavikula. Penonjolan ini terlihat karena akromion dan prosesus
koraoideus terlepas dari klavikula sehingga skapula dengan humerus menurun dan klavikula
Pemeriksaan Radiologis
Pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan otot
sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh muskulus pektoralis mayor
(Rasjad, 2012:404).
Terapi
Reposisi pada fraktur klavikula tidak diperlukan karena salah sambung pada klavikula
jarang menyebabkan gangguan fungsi maupun kekuatan bahu. Akan terdapat kalus yang
menonjol yang meskipun mengganggu secara estetika namun akan hilang sendiri. Diperlukan
pemberian analgesik serta latihan gerak jari pada hari pertama dan latihan gerak bahu pada hari
ke tiga(Sjamsulhidajat dan Jong, 2010:1048). Pengobatandari fraktur klavikula adalah dengan
mitela atau verban angka delapan. Tindakan operatif diperlukan apabila terdapat fraktur terbuka
dari klavikula, adanya tekanan pada pembuluh darah, nonunion, fraktur 1/3 lateral, serta pasien
aktif yang segera akan kembali pada pekerjaan semula (Rasjad, 2012:405).
Komplikasi
Komplikasi dari fraktur klavikula adalah malunion, kerusakan pembuluh darah atau paru,
nonunion, deformitas yang jelek berupa penonjolan tulang ke arah kulit, dan artritis pasca
traumatik (Rasjad, 2012:405).
KEPUSTAKAAN
Rasjad, C. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone
Sjamsulhidajat, R. & de Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
A. Definisi
Merupakan diskontinuitas tulang yang terjadi pada area antebrachii (terdiri atas radius dan ulna)
(Apley’s, 2010).
B. Etiologi
Fraktur antebrachii paling sering disebabkan oleh trauma. Jenis trauma dapat menentukan
jenis fraktur yang terjadi. Apabila trauma berupa twisting dapat menyebabkan fraktur spiral,
trauma angulasi menyebabkan fraktur transversal dan trauma langsung seringkali menyebabkan
fraktur transversal pada salah satu tulang saja (radius atau ulna) (Apley’s, 2010).
D. Pemeriksaan penunjang
Foto polos X-ray (Rontgen) untuk mengetahui adanya fraktur, jenis fraktur dan lokasi fraktur
(Apley’s, 2010).
E. Tatalaksana
1. Anak-anak
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk
patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk
ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain
ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah
mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek
ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.
2. BEDBROCK membagi atas:
- Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury
- Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan vaskuler, trombus
dan hematoma
3. E. SHANNON STAUPER membagi:
- Extension injury
5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
1) Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
2) Burst fraktur
3) Extension
Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang
tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan
fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6
dan Th12-Lt-2.
Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.. Yang
menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.
b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau dilakukan
operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
1) laminektomi
2) fiksasi interna dengan kawat atau plate
3) anterior fusion atau post spinal fusion
d. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.
FISIOTERAPI
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy
Sifat Deformitas
1. Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
2. Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
3. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
4. Kelainan setempat yang bervaniasi
Diagnosis Banding
Fraktur patologis
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi, laboratorium
KEPUSTAKAAN
DISLOKASI HIP
a. Dislokasi Posterior
Dislokasi posterior sendi panggul merupakan keadaan dimana kaput femur dipaksa keluar ke
belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur, dimana sendi
panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas
pengendara motor, dimana posisi tungkai bawah dalam keadaan fleksi badan (Rasjad, 2007).
Manifestasi klinis dari dislokasi posterior ini antara lain nyeri, deformitas pada daerah sendi
panggul, sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi, dan rotasi
interna. Selain itu juga didapati adanya pemendekan anggota gerak bawah badan (Rasjad, 2007).
Pengobatan, harus dilakukan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum. Penderita
dibaringkan di lantai dan asisten menahan panggul. Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi
90 derajat, kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas
sendi harus selalu diperiksa. Pasca reposisi, traksi kulit dilakukan selama 4-6 minggu, setelah itu
tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan badan (Rasjad,
2007).
b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang ditemukan jika dibandingkan dengan dislokasi posterior. Dislokasi
anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian, atau trauma dari belakang
saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan. Hal ini
menyebabkan leher femur atau trochanter menabrak asetabulum dan terjungkir keluar melalui
robekan pada kapsul anterior badan (Rasjad, 2007).
Manifestasi klinis, tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi, dan sedikit fleksi.
Tungkai tidak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur yang mencegah
KEPUSTAKAAN
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: PT> Yarsif Watampone.
Dislokasi sendi lutut (anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi) sangat jarang karena
ligamen di sekitar sendi sangat kuat dan bila terjadi dislokasi membutuhkan energi besar maka
ligamentum dan jaringan lunak sekitar sendi akan terputus, demikian juga kerusakan sendi itu
sendiri.
Apabila terjadi dislokasi sendi tersebut, arteri poplitea yang berada di belakang sendi akan
terjadi kerusakan terutama tunika intima sehingga memudahkan terjadinya trombus oleh sebab
itu perlu dipikirkan pembenan anti trombin. Hilangnya distribusi darah ke perifer, resiko
amputasi tidak dapat dielakkan. Dislokasi sendi ini juga akan mengakibatkan teregang atau
rusaknya saraf peroneus disamping terjadinya sindrom kompartemen.
Pemeriksaan fisik sendi terlihat efusi dan terasa nyeri. Perlu Anda periksa neurovaskuler
bagian distal sendi secara berkala (serial neurovascular examination). Pemeriksaan x-ray dengan
proyeksi konvensional cukup memadai dan pemeriksaan stabilitas sendi lutut seperti lateral dan
medial stress test: untuk menentukan kondisi ligamentum kolateral lateral dan medial serta
anterior dan posterior Drawer test guna menentukan keadaan ligamentum krusiatum anterior dan
posterior.
Dislokasi harus segera dilakukan reposisi sendi. Setelah reposisi, pemeriksaan nadi, saraf
dan sendi mutlak dikerjakan. Pemeriksaan X-ray pre - pasca tindakan harus dilakukan guna
menilai fraktur dan kelurusan sendi (alignment). Imobilisasi pasca reposisi tertutup dengan gip
selama 6-8 minggu bila tidak disertai robekan ligamen. Reposisi terbuka dilakukan bila ada
trauma vaskuler atau tindakan fasbtomi atau melakukan repair ligamen.
Sendi bahu secara anatomis terdiri dari kaput humerus yang besar dengan kedangkalan
kavitas glenoidalis sehingga stabilitas sendi itu tergantung dari kekuatan otot-otot rotator (otot
supra spinatus, infra supinatus, teresminor dan sub skapularis), kapsul sendi dan ligamen (gleno
humeralis, korako humeralis dan labrurn yang memperdalam kavitas glenoidalis) daiam
mempertahankan kedudukannya.
Oleh karena itu sangat mudah terjadi dislokasi terutama ke arah anterior (80 - 90%) dengan
karakteristik teriihat lengan atas dalam posisi rotasi ekstemal parsial dan abduksi, adapun ke arah
posterior sangat jarang dengan karakteristik lengan atas dalam posisi adduksi dan rotasi internal
dan biasanya disebabkan oleh kontraksi otot pada penderita epilepsi mengalami kejang-kejang
dan otot-ototnya tidak seimbang maka terjadi dislokasi ke arah tersebut. Dapat juga dislokasi
bahu ke arah inferior (luksasio erecta) atau superior. Dua kondisi terakhir ini sangat jarang.
Dislokasi dapat terjadi kerusakan otot-otot dan kapsul yang menstabilkan sendi tersebut
sehingga dengan mudah terjadi disiokasi kembali (recurrent dislocation) bila hal ini menjadi
terbiasa maka disebut habitual dislocation. Oleh karena itu, instabilitas sendi kronis dapat terjadi
dari kejadian disiokasi.
Setiap disiokasi sendi ini dapat mengganggu saraf di sekitar sendi yaitu axillary nerve palsy
oleh sebab itu Anda jangan lupa memeriksa fungsi saraf itu sedangkan gangguan vaskuler sangat
jarang tapi sering tejadi pada usia lanjut Kejadian fraktur labrum pada dislokasi sendi bahu yang
diperkirakan sebanyak 20 % yang mengakibatkan instabilitas sendi itu. Sobeknya otot-otot
rotator (14-63 %) dapat terjadi dan kejadian ini meningkat pada usia lanjut. Tapi bila disertai
fraktur dapat menimbulkan osteonekrosis.
Secara anatomis stabilitas sendi tersebut meliputi stabilitas tulang (bone stability) yaitu
tulang yang membentuk sendi dan stabilitas jaringan lunak (soft tissue stability) yang berupa
kapsul sendi dan ligamentum serta tendo / otototot di dekat sendi itu. Apabila terjadi kerusakan
dari struktur tersebut diatas maka sendi tersebut menjadi tidak stabil dengan kata lain disebut
instabilitas sendi (joint instability). Perlu Anda ketahui bahwa stabilitas sendi sangat bervariasi
seperti sendi panggul yang termasuk dalam golongan ball and socket joint dengan permukaan
asetabulum seperti mangkok yang dalam akan memberikan stabilitas lebih baik bila dibanding
dengan sendi lutut yang termasuk grup hinge joint dimana faktor jaringan lunak memegang
peranan pada stabilitas sendi. Demikian juga untuk sendi bahu, jaringan lunak di sekitar sendi
memegang peranan untuk stabilitasnya. Trauma langsung akan mengakibatkan sendi mengalami
kontusi, dan bila trauma tersebut lebih berat lagi dapat menimbulkan subluksasi atau dislokasi
bahkan fraktur intraartikular. Pada trauma tidak langsung (indirect injury) maka jaringan lunak
seperti ligamentum akan teregang atau ruptur parsial yang disebut dengan nama sprain dan
berdasarkan pergeseran sendi seta pemeriksaan klinis dan mikroskopik dibagi menjadi : sprain
grade I hanya mengeluh kesakitan tanpa instabilitas sendi. Sprain grade II terjadi ruptur sebagian
serabutnya saja sehingga terjadi instabilitas sendi minimal. Pada Sprain grade III karena energi
trauma cukup besar dapat terjadi ruptur komplit atau avulsi sehingga terjadi instabilitas sendi.
Instabilitas Sendi
Ada tiga macam instabilitas sendi yaitu:
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami kelainan patologis
sehingga tulang itu menjadi lemah dan trauma ringan (trivial injury) saja akan terjadi pemutusan
tulang adapun pada orang normal tidak akan menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu
dapat akibat kelainan kongenital, metabolik dan neoplastik. Kelainan tersebut meliputi:
1) Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur tulang belakang,
fartur kolum femoris dan fraktur Codes. Hal ini dapat diakibatkan oleh penurunan hormon
pada usia lanjut, atau disuses osteoporosis, artritis reumatik, dan kekurangan vitamin C.
2) Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid seperti penyakit
ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang kalsium atau pengeluaran
kalsium pada renal acidosis dimana terjadi pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron
Fanconi atau gangguan absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea.
3) Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya adalah fraktur
sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur adalah transversal. Penyakit dapat
beruba menjadi sarkomatous. Perubahan tulang sangat mirip dengan penyakit
hiperparathyroidisme dan kadangkala seperti tumor metastase.
4) Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah itu terjadi proses
destruksi tulang seperti tuberkulosis.
5) Osteogenesis imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant transmission)
dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone) akibatnya tulang panjang
menjadi bengkok (bowing), deformities of bone modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur
Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita dan keluarga,
pemeriksaan klinis yang mencakup pemeriksaan pelvis, pemeriksaan X-ray torak, pelvis, survey
kepala dan tulang, laju endap darah, darah rutin dan differential cell count serum kalsium.fosfat,
alkaline phosphatase, dan kalau periu acid phosphatase, pemeriksaan serum protein,
eletrophoresis, Bence-Jones proteose, Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan
kadangkala pemeriksaan X-ray orang tua.
A. Definisi
Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma
B. Ruang Lingkup
Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced
C. Indikasi Operasi
Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka
D. Kontraindikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut
Pemeriksaan Klinik
- Pada lutut ditemukan pembengkakan disebabkan hemarthrosis
Pemeriksaan Radiologis
- Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patella
- Proyeksi sky-line view kadang-kadang untuk memeriksa adanya fraktur patela
incomplete
J. Komplikasi
- Malunion dan Non-union
- Sindrom Kompartemen
- Infeksi
- Neurovascular injury
- Radioulnar synostosis
K. Follow-Up
Pemeriksaan X ray ulang dilakukan satu atau dua minggu kemudian untuk menilai ada
tidaknya loss of reduction. Plaster dipertahankan sampai terjadinya union 34 minggu pada anak-
anak usia 10 tahun dan 1-2 minggu pada anak usia 4 tahun.