Anda di halaman 1dari 42

RESUME TUTORIAL BLOK 16

SKENARIO 2
“Kecelakaan Kerja”

Oleh

KELOMPOK TUTORIAL H

Anggota :
1. Mei Liana Wati 172010101002
2. Hilmy Atha Sitepu 172010101014
3. Putri Fortuna Sari 172010101045
4. Fegidio Geofanda Pratama 172010101047
5. Muhammad Farhan W. 172010101061
6. Eprila Darma Sari 172010101071
7. Farah Fadhila Nasywa P. 172010101088
8. Gamelia Sabarani H. 172010101100
9. Mahdy Ghulam Fatha 172010101108
10. Zida Nabillah A. 172010101110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
SKENARIO 2
KECELAKAAN KERJA

Seorang laki-laki berusia 23 tahun dibawa ke UGD RS karena jatuh dari traktor ketika
menggarap kebun. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tekanan darah
110/70 mmHg, denyut nadi 104 x/menit, frekuensi napas 22 x/menit, GCS 456. Pada
pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan deformitas pada lengan atas kanan dan ada gangguan
ektensi jari-jari tangan kanan, sedang extremitas inferior kiri ada deformitas , sedikit fleksi hip
dan knee, endoratasi dan shorthening akan tetapi sensoris masihdalam batas normal, pulsasi
pembuluh arteri bagian distal dalam batas normal.
LEARNING OBJECTIVE

1. ANATOMI EKSTREMITAS SUPERIOR


2. PATOLOGI
A. FRAKTUR
- Terbuka dan Tertutup
- Clavicula
- Patologis
- Dislokasi Sendi Ekstremitas
B. KOMPLIKASI
- Lesi Vaskular
- Lesi Nervus
- Lesi Meniskus Medial dan Lateral
- Kompartemen Syndrome
- Malunion
- Kontraktur
- Osteomielitis
- Neglected Fracture and Dislocation
- Fat Embolism
3. TERAPI
- Operatif
- Non Operatif
4. IMMOBILISASI, FIKSASI
- Eksternal
- Internal
ANATOMI EKSTREMITAS SUPERIOR

1. Tulang Scapula
Skapula ialah tulang pipih segitiga dengan
- Tiga Angulus (lateral, posterior, inferior)
- Tiga Margo (superior, lateral, medial)
- Dua Facies (costal dan posterior)
- Tiga Processus (acromnion, spina, dan processus coracoideus)
2. Tulang Clavicula
Merupakan tulang berbentuk lengkung yang menghubungkan lengan atas dengan
batang tubuh. Ujung medial clacicula berartikulasi dengan tulang dada sedangkan ujung
lateralnya berartikulasi dengan scapula.
3. Tulang Humerus
Pada bagian proksimal terdapat caput humeri berbentuk separuh bola, mengarah ke medial
untuk berartikulasi dengan skapula. Pada distal terdapat capitulum yang bersendi dengan
radius dan throchlea bersendi dengan ulna. Terdapat tida fossa yaitu fossa radialis, fossa
coronoidea dan yang terbesar adalah fossa olecrani.
4. Tulang Ulna
Pada ujung proksimal ulna terdapat olecranon dan processus coronoideus. Pada corpus ulna
ada tiga margo yaitu anterior, posterior, dan interossea dan tiga facies yaitu anterior,
posterior, dan medialis. Ujung distal ulna kecil ditandai oleh capitulum yang membulat
serta processus styloideus ulnae.
5. Tulang Radius
Pada ujung proksimal terdapat capitulum (struktur seperti cakram tebal dengan orientasi
pada bidang horizontal), struktur ini bersendi dengan ujung proksimal ulna, collum radii
dan tuberositas radii. Pada bagian corpus ada tida margo yaitu anterioe, posterior, dan
interossea dan tida facies yaitu anterior, posterior, dan interossea. Pada ujung distal radius
lebar dan agak mendatar secara anteroposterior.
6. Tulang Carpal
Tulang kecil yang disusun dalam 2 baris yaitu proksimal dan distal. Tulang proksimal
terdiri dari schapoideum (bentuk perahu), lunatum (bulan sabit), triquetum (segitiga) dan
pisiforme (kacang). Dan bagian distal yaitu trapezium (segi empat tidak beraturan),
trapezoid (4 sisi), capitatu (memiliki caput), humatum (memiliki kait).
7. Tulang Metacharpi
Masing-masing tulng metacharpi berhubungan dengan satu digitus seperti metacarpal I
berhubungan dengan pollex, metacharpi II sampai IV berhubungan dengan digitus index,
medius, anularis, minimus.
8. Tulang Phalanges
Tulang ini ialah tulang-tulang digiti
- Pollex punya dua yaitu phalanx proksimal dan distal
- Digiti lain punya tiga yaitu phalanx proksimal, medial dan distal.

MUSCULUS
Musculi Extremitas superior
1. Musculus Cinguli Extremitas superior
1. Otot-otot Ventral Bahu
– M. Pectoralis Major
– M. Pectoralis minor
– M. Subclavicus
– M.Subscapularis
2. Otot-otot Lateral Bahu:
– M. Deltoideus
– M.Supraspinatus
3. Otot-otot lateral dorsal bahu
• M. Infraspinatus
• M. Teres Major
• M. Teres Minor
• M. Latissimus
2. Musculus Brachii
1. Otot-otot Ventral lengan atas
• M. Biceps brachii
• M. Coracobrachialis
• M. Brachialis
2. Otot-otot Dorsal Lengan atas
• M. Triceps brachii
• M. Anconeus
3. Musculus Ante Brachii
1. Otot-otot ventral lengan bawah :
• M. Pronator teres
• M. Flexor carpi radialis
• M. Palmaris longus
• M. Flexor digitorum superficial
• M. flexor carpi ulnaris
2. Otot-otot lengan bawah bagian profunda :
• M. flexor digitorum profundus
• M. Flexor polis longus
• M. Pronator quadratus
3. Otot-otot dorsal lengan bawah :
• M. Extensor digitorum communis
• M. Extensor digiti minimi
• M. Extensor carpi ulnaris
4. Musculus Manus
1. Otot-otot Thenar :
-M. Abduktor pollicis Brevis
- M. Opponens Pollicis
- M. Flexor pollicis Brevis
- M. Adductor pollicis
2. Otot-otot Hypothenar
- M. Palmaris brevis
- M. Abductor digiti minimi
- M. Flexor digiti minimi brevis
- M. opponens digiti minimi

PATOLOGI

FRAKTUR TERBUKA DAN TERTUTUP

FRAKTUR
Hilangnya kontuinitas tulang (tulang rawan) baik total ataupun sebagian dengan ditandai
adanya rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, krepitasi.
Disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak sekitar yang menentukan fraktur itu lengkap (complete) atau tidak lengkap (non complete).
Fraktur complete adalah seluruh tulang patah sedangkan cpn complete hanya melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak. Dapat terbentuk dari dalam atau dari luar. Fraktur tulang atau hematoma terpapar ke
lingkungan ekternal melalui trauma pada jaringan lunak dan kulit. Luka kulit mungkin terletak di
lokasi jauh dari fraktur tidak langsung di atasnya, maka setiap fraktur yang mempunyai luka harus
di curigai dengan fraktur terbuka.
Penyebab
- Trauma sekunder (paling sering cidera dengan high energy injury yang dapat mengancam
jiwa menimbulkan resiko lain seperti cidera neurovaskuler, penghancuran jaringan lunak,
kontaminasi luka) yang menyebabkan ujung-ujung fragmen fraktur menembus kulit dan
jaringan lunak.

Epidemiologi
- Kecelakaan kendaraan bermotor penyebab paling umum fraktur terbuka dan lower
ekstremity fracture. Fraktur terbuka phalanx merupakan fraktur terbuka paling umum
menyebabkan cidera terbuka dan fraktur tulang panjang yang paling umum adalah tibia
dan fibula.

Patofisiologi
Ketika cidera traumatis tjd tulang dan jaringan lunak menyerap energi yang digunakan,
ketika ambang batas penyerapan terlampaui maka komunikasi tulang terjadi menyebabkan
pelepasan periosteal dan kerusakan jaringan tulang lunak. Fragmen tulang tidak melekat pada
struktur penahan yang memungkinkan menyebabkan kerusakan jaringan lunak dan struktur
neurovaskuler yang signifikan. Ketika kulit robek akan menciptakan efek vakum yang akan
menarik semua kontaminan ke dalam luka.

Derajat fraktur terbuka berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma:


Derajat 1. Laserasi < 2cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
Derajat 2. Laserasi >2cm, kontusio otot sekitar, dislokasi fragmen jelas.
Derajat 3. Luka lebar, rusak hebat atau hilang jaringan sekitar.

Fraktur Tertutup yaitu fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Derajat fraktur tertutup :
Derajat 0. Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitar.
Derajat 1. Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
Derajat 2. Fraktur lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan adanya
pembengkakan.
Derajat 3. Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman terjadinya
sindroma kompartemen.

FRAKTUR KLAVIKULA

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik
yang bersifat total maupun yang parsial.

Mekanisme trauma dari fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh pada bahu,
biasanya tangan dalam keadaan terulur. Bila gelang bahu mendapat trauma kompresi dari sisi
lateral, penopang utama untuk mempertahankan posisi adalah klavikula dan artikulasinya. Bila
traumanya melebihi kapasitas struktur ini untuk menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara,
Artikulasi akromioklavikular akan rusak, klavikula akan patah, atau sendi sternoklavikular akan
mengalami dislokasi.
Pada fraktur midshaft, fragmen lateral tertarik ke bawah karena berat lengan, fragmen medial
tertarik oleh muskulus sternocleidomastoideus.

KLASIFIKASI FRAKTUR KLAVIKULA


Klasifikasi dari fraktur dapat berdasarkan deskripsi anatomi, berupa lokasi, pergeseran, angulasi,
atau pattern (contoh:greenstick, oblik, transverse) dan kominutif. Klasifikasi berdasarkan Allman,
membagi menjadi tiga grup:

 Grup I. Fraktur pada 1/3 tengah dari klavikula, merupakan lokasi tersering fraktur (80%).
Segmen distal dan proksimal dipertahankan oleh ligamen dan perlekatan otot.

 Grup II: fraktur pada 1/3 distal dari klavikula. Kemudian dibagi lagi berdasarkan
keterlibatan ligament coracoclavicular.
Tipe 1. Pergeseran minimal. Fraktur antara ligament conoid dan trapezoid atau diantara
coracoclavicular dengan ligament acromioclavicular. namun ligamen tetap intak

Tipe II. Pergeseran sekunder medial dari ligament coracoclaviculer.


II A: IIA. Conoid dan trapezoid masih terhubung pada segmen distal
II A. Conoid dan trapezoid masih terhubung pada segmen distal (Gambar A)
IIB: Conoid ruptur, trapezoid masih terhubung dengan segmen
II B. Conoid ruptur, trapezoid masih terhubung dengan segmen distal .(gambar B)
Tipe III. Fraktur pada permukaan sendi dari acromisclavicular dan tidak ada
Tipe III. Fraktur pada permukaan sendi dari acromioclavicular dan tidak ada kerusakan ligamen.
Dapat sulit dibedakan dengan terputusnya ligamen
acromioclavicular.

Grup III. Fraktur pada 1/3 proksimal. Pergeseran minimal jika ligament costoclavicular tetap intak

Grup I. Fraktur pada 1/3 tengah dari klavikula, merupakan lokasi tersering fraktur (80%)
Grup I. Fraktur pada 1/3 tengah dari klavikula, merupakan lokasi tersering fraktur (80%)baik pada
anak maupun orang dewasa. Segmen distal dan proksimal dipertahankan oleligamen dan
perlekatan otot
Grup III. Fraktur pada 1/3 proksimal. Pergeseran minimal jika ligamen costoclavicular

Gambaran Klinis

Biasanya dapat terlihat adanyan penonjolan pada subkutan dan kadang-kadang ada
fragmen tulang yang melukai kulit. Adanya deformitas pada gelang bahu paling baik diperiksa
saat pasien berdiri. Bila terjadi fraktur midshaft dengan pergeseran besar, tampak gambaran
shoulder ptosis.

Imaging

Pemeriksaan radiologis yang diperlukan minimal adalah rontgen dengan proyeksi anterior
dan kemiringan 30 derajat sefalik. Biasanya didapatkan fraktur pada 1/3 tengah dari tulang,
fragmen bagian luar biasanya terletak lebih rendah dari fragmen bagian dalam. Jika Fraktur pada
1/3 lateral biasanya dapat terlewatkan, atau perkiraan derajat pergeserannya dapat lebih rendah,
kecuali jika rontgen proyeksi bahu juga dikerjakan. Rontgen sendi sternoclavicular pada fraktur
1/3 medial juga lebih baik dikerjakan.
CT scan dengan rekonstruksi tiga dimensi mungkin diperlukan untuk menentukan derajat
pemendekan secara akurat atau untuk mendiagnosis fraktur dislokasi sternoklavikula dan untuk
meyakinkan union dari sebuah fraktur.

Penatalaksanaan

Fraktur Klavikula 1/3 Tengah

Fraktur klavikula 1/3 tengah non displaced diterapi secara non operatif. Manajemen non
operatif meliputi pemakaian simple sling untuk kenyamanan. Sling dilepas setelah nyeri hilang
(setelah 1-3 minggu) dan pasien disarankan untuk mulai menggerakkan lengannya.
Fraktur Klavikula 1/3 Distal

Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal dan ligamentum
korakoklavikula yang intak sehingga biasanya menggunakan manajemen non operatif.
Penatalaksanaannya meliputi pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri menghilang,
dilanjutkan dengan mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima. Namun, Fraktur klavikula
1/3 distal displaced yang berhubungan dengan robeknya ligamentum korakoklavikula dan
merupakan injuri yang tidak stabil sehingga sering direkomendasikan pembedahan untuk
stabilisasi fraktur. Teknik operasi yang terbaru adalah locking plates klavikula.

Fraktur Klavikula 1/3 Proksimal

Penatalaksanaan yang dilakukan sebagian besar adalah non operatif kecuali jika pergeseran
fraktur mengancam struktur mediastinal. Fiksasi pada fraktur berhubungan dengan komplikasi
yang mungkin terjadi seperti migrasi dari implan ke mediastinum.
FRAKTUR PATOLOGIS

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau
terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan
fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang
yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis.
Etiologi

Suatu fraktura yang terjadi pada tulang yang abnormal. Ini bisa :

- Kongenital : misalnya osteogenesis imperfekta, displasia fibrosa.

- Peradangan : misalnya osteomielitis.

- Neoplastik :

· benigna : misalnya enkhondroma

· maligna : primer, misalnya osteosarkoma, mieloma sekunder, misalnya paru-paru, payudara,


tiroid, ginjal, prostat

- Metabolik : misalnya osteomalasia, osteoporosis, panyakit Paget

KOMPLIKASI

LESI VASKULAR

Komplikasi vaskuler
a. Komplikasi arterial
(trauma pada arteri besar) Pembuiuh darah kecil dapat robek pada saat terjadi fraktur, letapi
hal ini jarang terjadi pada pembuluh darah besar. Walaupun begitu komplikasi akibat trauma dapat
menyebabkan sekuele berupa oklusi arteri yang persisten. Arteri besar mudah rusak oleh trauma
yang disertai fraktur dan dislokasi.
Trauma arteri
Terputusnya arteri
Suatu arteri besar dapat terputus secara total atau tidak total oleh fragmen fraktur yang
tajam darì dalam, terjadi secara tiba-tiba atau oleh benda yang menyebabkan penetrasi di dalam
jaringan yang berasal dari luar. Robekan arteri yang total biasanya beretraksi dan menghentikan
perdarahan secara spontan, sedangkan robekan yang tidak total cenderung menyebabkan
perdarahan, sehingga ditemukan hematoma lokal dan iskemik. Robekan arteri tidak total dapat
mengakibatkan hematoma pulsasi (aneurisma palsu).
Spasme arteri
Spasme menetap pada arteri yang diserta: oklusi dapat terjadi akibat traksi berat dan tiba-
liba pada arteri besar, pada saat fraktur atau pada waktu pengobatan fraktur. Walaupun arteri tidak
terputus, biasanya ditemukan robekan pada intima yang menyebabkan trombosis. Spasme arteri
sekunder dapal memisahkan bagian proksimal dan distal arteri kolateral yang mengakibatkan
iskemik yang luas pada bagian distal. 1141 Komplikasl menurut waktu disesualkan dengan Jokalls
Penekanan arieri Penekanan arteri dapat disebabkan secara iatrogenik akibat lilitan gips/permbalut
eksterna yang terlalu kuat dan pembengkakan progresif pada permukaan dalam yang tertutun
Kadang-kadang suatu arteri besar dapat terjerat dan tertekan diantara dua fragrmen fraktur .
Trombosis arteri
Setelah trauma arteri yang menyebabkan okiusi persisten, dapat ferjadi sekuele berupa
trom. bosis. Arteriosklerosis terjadi karena kerusakan akibał trombosis arteri pasca trauma.
Pengenalan komplikasi arteri
Perdarahan ekstema suatu robekan arteri dapat terlihat secara jelas, sedangkan perdarahan
interna hanya berupa pembengkakan lokal yang progresif.Gejala oklusi arteri yang total pada
anggota gerak berupa kulit yang pucat pada bagian distal, dingin, hilangnya denyut arteri dan
bintik-bintik serta warna hitam pada kulit yang menunjukkan adanya gangren.Oklusi arteri dapat
dideteksi dengan bantuan arteriografi. Oklusi arteri yang tidak total misalnya pada penjepitan vena
kompartemen dalam fasia, menjepit arteri yang dalam tapi arteri superfisial tidak terjepit dan
menyebabkan iskemia saraf dan otot (iskemik Volkmar.n). Oleh karena itu iskemik Volkmann
disertai nyeri dan iskemia otot, hilangnya sirkulasi perifer, kulit dingin dan pucat, pembengkakan
yang luas serta gangguan fungsi saraf perifer berupa paraestesia, hipoastesia dan paralisis.
Gambaran klinis iskemik Volkmann berupa nyeri, hilangnya denyutan, pucat, terengah-engah,
parastesia dan paralisis. Ketegangan pasif otot iskemik misalnya ekstensi pasif jari-jari yang
terlihat pada iskemia otot fleksor jari-jari yang akan memperberat nyeri. Analgesik sebaiknya tidak
diberikan pada nyeri setelah reduksi fraktur karena dapat mengaburkan adanya iskemik Volkmann.
b. Komplikasi vena
Trauma pada vena besar dibagi atas total dan tidak total yang disebabkan oleh trauma dari
dalam akibat pergeseran fragmen fraktur atau dari luar oleh penetrasi benda asing dari luar. Trauma
pada vena besar dapat diperbaiki dengan cara operasi untuk mencegah terjadinya sekuele akibat
kongesti vena distal yang pemanen.
Trombosis vena dan emboli paru
Vena pada anggota gerak bawah dan panggui lebih peka danipada anggota gerak atas
terhadap trombosis akibat fraktur. Vena pada orang dewasa lebih peka daripada anak-anak. Faktor
ulama terjadinya percepatan trombosis adalah adanya vena yang statis oleh karena penekanan vena
lokal pada posisi baring atau akibat balutan plasier of Paris yang terlalu kuat. Vena yang statis
diperburuk oleh otot yang tidak aktif yang dalam keadaan normal mempunyai pompa balik.
Setelah sualu fraktur, vena mengalami plebotrombosis yang berte- beda dengan trombosis akibat
inflamasi (trombo-plebitis). Trombus yang tidak melekat erat pada dinding vena akan terlepas,
masuk melewati paru-paru menyebabkan timbulnya emboli paru. Kira-kira separuh dari emboli
paru berasal dari trombosis yang tidak terdeteksi (silent thrombosis).
Diagnosis
Bila terjadi trombosis pada vena betis, keluhan berupa nyeri lokal pada garis tengah
posterior betis disertai pembengkakan bagian distal akibat adanya kongesti. Dorsofleksi pasif pada
pergelangan kaki akan memberikan rasa nyeri yang lebih hebat (tanda Homran). Bila trombosis
terjadi lebih tinggi maka seluruh anggota gerak bawah membengkak. Venogram dapat membantu
menentukan letak trombosis. Komplikasi emboli paru bermacam-macam. Emboli paru yang kecil
biasanya tidak terdeteksi atau hanya berupa nyeri dada. Pada emboli yang lebih besar manifestasi
berupa nyeri dada yang tiba- tiba, dispnea dan kadang-kadang hemoptisis. Dapat pula terdengar
pergeseran iga dan pada foto rontgen terlihat gambaran segi tiga dengan peningkatan densitlas
paru yang menunjukkan segmen paru mengalami infark.Emboli paru yang masif memberikan
gejala berupa nyeri dada hebat, pucat dan penderita dapat meninggal seketika.
Pencegahan trombosis vena
Pencegahan trombosis vena bertujuan untuk mencegah perluasan dengan menghindarkan
penekanan fokal yang terus-menerus pada vena dan mendorong penderita melakukan kontraksi
otot secara aktif pada anggota gerak yang terkena trauma. Selain itu perge:akan harus dibatası
setelah penanganan fraktur. Örang dewasa sebaiknya berbaring di tempat tidur, menggunakan
bebal elastis yang dapat mencegah terjadinya trombosis vena.
Penanganan trombosis vena
Segera setelah komplikasi ditemukan, penderita hanus diberikan obat anti-koagulan. Saal
ini trombosis pada vena femoralis ditangani dengan operasi trombektomi yang tidak hanya uniuk
mengurangi resiko terjadinya emboli paru, tapi juga untuk mencegah terjadinya sekuele akibat
obstruksi vena yang persisten pada anggota gerak bawah.

LESI NERVUS

Pada fraktur tulang bisa menyebabkan beberapa komplikasi, salah satunya yaitu lesi pada nervus.

Pada erbs palsy, yaitu lesi pada plexus brakialis atas. Trauma biasanya terjadi peningkatan
sudut antara cervical atau leher dengan bahu. Lesi nervus ini mengenai saraf C5 dan C6 yang
menyebabkan bentukan tangan, : m. deltoideus atrofi, tangan tidak bisa abduksi, siku tidak bisa
dibengkokkan, pergelangan tangan endorotasi.

Sedangkan pada klumpke’s palsy, yaitu lesi pada plexus brachialis bawah. Trauma
biasanya terjadi contohnya pada seseorang yg jatuh dari pohon kemudian tangannya meraih batang
pohon untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh, sehingga tangan mempunyai beban berlebih. Lesi
ini mengenai saraf C8 dan T1

a. Lesi saraf bahu cabang dari pars supraclavikularis


N. Dorsalis scapulae : scapula terletak lateral tubuh dan sedikit menonjol dari thorax.
N. Thoracicus longus : tidak dapat melakukan gerakan elevasi. Pinggir medial scapulae
menonjol seperti sayap dari tubuh. Lesi ini relatif sering terjadi jika sering membawa beban
berat di ounggung (backpacker’s palsy) karena saraf terjepit di bawah klavikula.
N. Suprascapularis : berperan pada gerakan rotasi lateral dan sedikit gerakan abduksi. Pada
trauma leher lateral, saraf ini dapat terjepit di incisura scapulae.
Lesi pada N. Subclavius sangat jarang terjadi dan tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas.
b. Lesi saraf bahu cabang dari pars infraclavicularis yang secara umum jarang terjadi karena
letaknya cukup terlindungi.
Nn. Subscapulares : rotasi medial lemah humerus.
N. thoracodorsalis : terganggunya adduksi pada lengan retroversi. Lengan tidak dapat
digerakkan ke belakang punggung. Lipatan aksila posterior kolaps.
N. Pectorales : gangguan adduksi dan anteversi. Lengan tidak dapat disilangkan di depan
tubuh. Lipatan aksila anterior kolaps.
c. Lesi pada Nervus Axillaris menyebabkan parese m. Deltoideus sehingga terjadi collapse
shoulder.
d. Lesi pada N. Musculocutaneus karena cedera saat terjadi luksasio bahi. Gerak fleksi sendi
siku akan sangat berkurang. Karena terjadi paralisis M. Biceps brachii, gerakan suoinasi
lengan dalam keadaan fleksi dan refleks bisep menjadi sangat terbatas. Defisit sensorij pada
lengan bawah bagian radial dapat bersifat ringan. Karena terjadi inervasi bersama saraf
sensorik anatara bagian medial dan dorsal.
e. Lesi pada Nervus Radialis :
Lesi Proximal pada daerah axilla akan menyebabkan gangguan m. Triceps dengan oenurunan
kemampuan siku untuk ekstensi. Hal ini juga menyebabkan hilangnya sensasi pada bagian
belakang lengan atas.
Lesi Intermediate/ bagian pertengahan pada corpus humeri akan menyebabkan parese mulai
dari titik lesi ke arah distal (wrist drop).
Lesi Distal pada daerah wrist (akibat fraktur radius distal, fraktur yang paling sering pada
manusia) akan menyebabkan defisit sensorik terbatas pada ruang interdigitalis pertama dan
bagian belakang 2 ½ jari sisi radial. Tidak ditemukan defisit motorik.
f. Lesi pada Nervus Medianus
Lesi proksimal di area sulkus bicipitalus medialis menyebabkan hand of benediction yang
ditandai dengan ketidak mampuan articulationes interphalangeae proksimales dan distales jari
pertama, kedua, dan ketiga untuk melakukan gerakan fleksi karena tidak adanya innervasi
fleksor jari superfisial dan komponen radial fleksor jari profundus.
Lesi distal di regio pergelangan tangan seperti memotong arteri pada percobaan bunuh diri
atau akibat kompresi N. Medianus di terowongan karpal akan menyebabkan gejala ape hand
yang menunjukkan adanya atrofi tenar dan ibu jari dalam posisi aduksi akibat akibat efek
dominan M.adductor pollicis. Gerakan memegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tidak dapat
dilakukan karena ketidakmampuan ibu jari ke jari lain dan phalanged distales kedua jari
tersebut tidak dpat mendekat. Tangan juga tidak dapat menggenggam sempurna. Defisiensi
sensoris terjadi pada sisi palmar 3 ½ jari bagian radial. Nyeri menjalar ke proksimal yang khas
muncul pada malam hari.
g. Lesi pada Nervus Ulnaris
Lesi proksimal di dalam area sulcus nervi ulnaris (funny bone) biasanya karena kompresi
kronik saat lengan terlentang. Merupakan lesu saraf paling sering terjadi pada ekstremitas
atas.
Lesi distal di daerah kanal guyon biasanya terjadi akibat penekanan kronis. Kedua kasus
menunjukkan clawed hand. Atrofi Mm. Interossei dan dua otot ulna Mm. Lumbricales
mengakibatkan ketidakmampuan untuk fleksi Articulationes metacarpophalangae dan
ekstensi Articulationes interphalangeae distales. Tidak dapat mempertemukan ujung ibu jari
dengan jari kelingking karena defisit M. Oponens digiti minimi. Defisit esensorik terjadi pada
sisi palmar 1 ½ jari bagian ulna atau tidak ada defisit sensoris jika lesi hanya menganai R.
Profundus.

LESI MENISKUS MEDIAL DAN LATERAL

Cidera meniscus adalah salah satu cidera lutut yang paling umum. Cidera ini yang sering
terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar, squat atau fleksi sendi lutut yang
ebrlebihan seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu tangkis.
Meniskus adalah tulang rawan yang terdapat pada lutut. Tulang rawan ini sendiri berfungsi
sebagai bantalan dan membantu menstabilkan persendian lutut. Meniskus bisa terluka atau robek
saat melakukan aktivitas berat seperti olahraga.
Meniskus adalah bantalan berbentuk bulan sabit atau huruf C kecil yang melekat antara
tulang paha dan tulang kering. Selain menjaga keseimbangan tubuh, keberadaan meniskus
membuat kedua tulang femur dan tulang tibia tidak saling bergesekan ketika ada pergerakan pada
sendi lutut. Meniskus juga membantu mendistribusikan nutrisi ke dalam jaringan dan tulang rawan
di sekitar tulang femur dan tulang tibia.

Epidemiologi
- Frekuensi dan prevalensi yang tepat belum diketahui, namun insiden terbanyak dijumpai
pada dewasa dengan aktivitas olahraga. Dan jarang pada anak-anak dibawah usia 10 tahun.
Kasus ini juga bisa dijumpai pada usia lebih 55 tahun. Umumnya banyak pada laki-laki.
Lesi meniskus ini dapat berdampak pada kehilangan waktu untuk bekerja, aktivitas, dan
olahraga.

Etiologi
- Traumatology olahraga dengan traumatis langsung atau berulang.
- Aktivitas sehari-hari, seperti berjalan dan memanjat tangga melibatkan gerakan berputar
yang mendadak, berhenti tiba-tiba dan bergantian, tiba-tiba berlutut, jongkok dalam atau
mengangkat suatu beban yang berat.
- Pada orang dewasa yang lebih tua, dapat disebaban oleh penuaan atau degeneratif. Resiko
cidera meningkat seiring usia karena tulang rawan mulai berdegenerasi, kekurangan suplai
darah dan ketahanan berkurang.
- Meningkatnya berat badan.

Patofisiologi
Meniskus medialis lebih sering mengalami cidera daripada meniskus lateralis dan hal ini
disebabkan oleh perlekatan yang erat meniskus pada ligamentum collaterale mediale sendi lutut,
yang membatasi geraknya. Cidera terjadi bila femur berputar terhadap tibia atau sebaliknya tibia
yang berputar pada femur, dengan sendi lutut agak fleksi dan menyanggah berat badan. Tibia biasa
nya dalam keadaan abduksi terhadap femur dan meniskus medialis ditarik dala posisi abnormal
antara condylus femoralis dan tibialis. Gerakan mendadak diatara condylus mengakibatkan
terdapatnya gaya menjepit yang hebat di dalam meniskus dan keadaan ini membelah meniskus
dalam arah panjangnya. Bila bagian meniskus yang robek terjepit diatara permukaan sendi, tidak
mungkin dilakukan gerakan lagi dan dikatakan sendi tersebut dalam keadaan terkunci .
Cidera meniskus lateralis lebih jarang terjadi karena mesikuslateralis tidak melekat pada
ligamentum collaterale laterale sendi lutut dan karena lebih bebas bergerak. Muscullus popliteus
memberikan sebagian dari serabutnya ke meniskus lateralis dan serabut ini dapat menarik
meniskus dalam posisi yang lebih menguntungkan pada gerakan mendadal sendi lutut.
Gejala
- Nyeri sepanjang garis sendi
- Bengkak dan kekakuan
- Pergerakan pada sendi terbatas
- Lutut seperti mengunci

Terapi
Non Farmako
- Rehabilitasi non-operatif
- Pembedahan dengan cara membersihkan atau menghilangkan meniscus yang robek
- Pembedahan dengan cara menjahit meniscus yang robek.
- RICE
1. Rest: Istirahat dari aktifitas yang menyebabkan cedera, pakai crutches untuk mencegah
kaki menumpu berat.
2. Ice : gunakan kompres es selama 20 menit ,beberapa kali dalam sehari. Jangan langsung
tempelkan es ke kulit.
3. Compression : Lakukan penekanan untuk mencegah terjadinya bengkak dan
kehilangan darah. Gunakan perban tekan elastis.
4. Elevation : Kurangi pembengkakan dengan menaikan posisi kaki lebih tinggi dari
jantung ketika beristirahat.

KOMPARTEMEN SYNDROME

Susunan otot manusia terdiri dari kelompok-kelompok otot yang dipisahkan oleh sebuah
lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-kelompok otot ini terletak di ruangan yang dikenal
dengan istilah kompartemen. Apabila tekanan dalam ruang tertutup ini meningkat sampai tingkat
tertentu, akan muncul tanda dan gejala yang disebut sindrom kompartemen. Kompartemen
syndrome bisa terjadi pada tungkai atas maupun bawah

Anatomi dan Fisiologi Kompartemen Tungkai Bawah


Tungkai bawah terbagi menjadi 4 kompartemen yang dibentuk oleh otot dan fascia. Fascia
merupakan lapisan jaringan fibrosa yang membungkus otot. Fascia ini membagi otot pada tungkai
bawah menjadi 4 kelompok, yaitu kumpulan otot bagian depan (kompartemen anterior), kumpulan
otot bagian samping (kompartemen lateral), dan kumpulan otot bagian belakang (kompartemen
posterior) yang terbagi menjadi bagian dalam (deep posterior compartment) dan bagian luar
(superficial posterior compartment).

Epidemiologi
Sebanyak 75% kasus kompartemen sindrom diawali fraktur, terutama fraktur tibia (tulang
kering) pada 36% kasus. Sebagian besar kasus sindrom kompartemen terjadi pada pria dewasa
berusia 30-35 tahun, antara lain karena massa otot pada pria usia tersebut lebih besar daripada
wanita seusianya (10:1) dan lebih besar daripada pria berusia di atas 35 tahun.

Etiologi
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap; dapat
disebabkan oleh:
 Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah mengisi ruang intra-
kompartemen
 Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
 Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang intra-kompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang tetap
 Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
 Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga mengurangi
ruang kompartemen.

Mekanisme Terbentuknya Sindrom Kompartemen Tungkai Bawah


Setiap jaringan, termasuk tulang dan otot, memerlukan perfusi yang adekuat agar dapat
tumbuh dan berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila terjadi gangguan pada proses perfusi, akan
muncul tanda dan gejala tergantung derajat gangguan perfusi darah ke jaringan tersebut.

Kemampuan perfusi sangat tergantung pada perbedaan antara tekanan perfusi kapiler dan
tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan pada ruang tertutup, misalnya pada kompartemen
tungkai bawah akan menyebabkan tekanan vena ikut meningkat. Jika tekanan interstitial melebihi
tekanan kapiler, kapiler akan kolaps dan akan terjadi iskemi jaringan. Otot yang iskemia akan
melepaskan mediator yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Dan cairan akan
berpindah dari pembuluh darah ke interstitial, sehingga makin meningkatkan tekanan dalam
kompartemen dan memperburuk kondisi iskemia

Gambaran Klinis

Gejala klasik 6P (pain, pallor, poikilothermia (ketidakmampuan untuk mengatur suhu


tunuh), parasthesia, pulselessness (karena tekanan tinggi sehingga arteri kolaps), paralysis (jarang,
pada kasus parah yg merusak otot dan nervus)) tidak selalu dikenali. Gejala klasik ini sering
muncul terlambat saat periode emas penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati.

Harus diperhatikan tanda khusus, yaitu massa jaringan lunak pada sepertiga bawah tungkai
akibat herniasi dan pergeseran otot dan jaringan lemak saat tekanan meningkat

Tatalaksana
Tatalaksana harus sesegera mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen tungkai
bawah adalah dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam kompartemen
dapat dilakukan dengan cara:
 Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai bawah
 Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih tinggi dari jantung
dapat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan memperburuk keadaan iskemia.
 Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks; dengan menyangga kaki dalam
posisi sedikit fleksi plantaris (kaki condong ke arah bawah)
 Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi. peneliti menyatakan
indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah apabila tekanan kompartemen naik menjadi
30 mmHg
Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin karena kerusakan permanen otot akan terjadi
dalam 4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 12-24 jam sejak terjadinya
peningkatan tekanan intra-kompartemen.

Fasiotomi
Fasiotomi merupakan tindakan operatif definitif dengan cara memotong fascia untuk
membuka ruang, sehingga tekanan dapat langsung berkurang. Pada tungkai bawah, fasiotomi
dilakukan dengan sayatan di sepanjang kompartemen tungkai bawah dengan teknik insisi dobel.

Dua sayatan sejajar sepanjang 15-20 sentimeter dibuat di dua tempat. Tempat pertama
adalah bagian tepi luar depan (anterolateral) tungkai untuk dekompresi kompartemen anterior dan
lateral, dan sayatan kedua pada bagian tepi dalam belakang (posteromedial) tungkai untuk
dekompresi kompartemen posterior.

MALUNION

Suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami penyatuan dengan fragmen fraktur
berada dalam posisi tidak normal (posisi buruk).1Malunion terjadi karena reduksi yang tidak
akurat atau imobilisasi yang tidak efektif dalam masa penyembuhan.
Tiga keadaan malunion batang femur yangmemerlukan operasi adalah 1) terdapat tumpang
tindih (overlap) lebih dari 5 cm, 2) terdapat angulasi antara fragmen fraktur lebih 15 derajat, 3)
terdapat rotasi antara kedua fragmen fraktur lebih dari 45 derajat dengan ada atau tidak ada
angulasi.5,6
Malunion sering terjadi pada pasien yang melakukan terapi mandiri yang tidak benar
dengan pergi ke sangkal putung
Diagnosis
Pasien didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
Berdasarkan anamnesis didapatkan riwayat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan patah tulang.
Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang. Penyebab langsung
fraktur ekstremitas yang paling sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas dan ruda paksa.
Kecelakaan lalu lintas saja memakamemakan korban 1 dalam 10.000 jiwa tiap tahun.

Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan foto rontgen.Pemeriksaan radiologi untuk lokasi fraktur harus
menurut rule of two yaitudua gambaran anteroposterior lateral, memuat dua sendi di proksimal
dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas yaitu ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.7,8
Tatalaksana
Tujuan utama terapi malunion adalah mengembalikan kelurusan tulang dan pada
ektremitas bawah juga untuk mengembalikan fungsi mekanik penyangga tubuh di antara panggul
dan sendi kaki. Untuk itu diputuskan dilakukan refraktur dan traksi. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, mereduksi,
menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas dan untuk menambah ruangan di
antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi diperlukan untuk reposisi dan imobilisasi pada
tulang panjang.

KONTRAKTUR

Kontraktur adalah kelainan atau “pemendekan permanen” dari otot atau sendi yang
terjadi saat jaringan lunak di bawah kulit berkurang kelenturannya dan tidak dapat meregang.
Kondisi ini juga dapat mengenai tendon dan ligamen, dan dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh. Pemicu yang paling umum adalah ketika otot terasa kaku secara berkep anjangan di
bagian tubuh tersebut, biasanya karena penyakit lain seperti lumpuh otak. Kontraktur
seringkali menyebabkan nyeri dan terbatasnya pergerakan bagian tubuh tersebut, sehingga
pasien akan mencari pengobatan yang berupa terapi fisik.

Penyebab Kontraktur

Kontraktur akan terjadi saat otot atau sendi terlalu tegang dalam waktu yang lama,
sehingga otot dan sendi menjadi lebih pendek dan tidak dapat berfungsi dengan normal.
Kepercayaan yang umum adalah setelah kontraktur terjadi, kondisi ini tidak dapat
disembuhkan dengan olahraga atau peregangan. Penyebab kontraktur yang umum meliputi:

1. Penyakit pada otak dan saraf – Pemendekan otot dan sendi dapat terjadi karena beberapa
kondisi atau penyakit pada otak dan sistem saraf, seperti lumpuh otak, polio, rematik, stroke,
dan kerusakan saraf.
2. Kondisi genetik – Kontraktur juga kadang terjadi sebagai penyakit bawaan, misalnya dalam
kasus distrofi otot, suatu kondisi yang ditandai dengan otot yang lemah dan hilangnya
jaringan.
3. Tidak menggerakkan bagian tubuh yang sakit dalam waktu yang lama
4. Cedera traumatik
5. Luka bakar
Karena kemungkinan penyebabnya, kontraktur pada otot dan sendi dikategorikan sebagai
gangguan pada tulang dan saraf.

Gejala Utama Kontraktur

Otot, sendi, dan jaringan halus yang kaku dan pendek hanya menyebabkan beberapa gejala
namun gejala tersebut sangat spesifik dan mudah dikenali, yaitu:

 Nyeri pada bagian tubuh yang mengalami kontraktur

 Peradangan

 Pergerakan yang terbatas atau jangkauan gerak yang terbatas


Pemendekan otot juga dapat terjadi dalam beberapa jenis, seperti:

 Volkmann – Juga dikenal sebagai kontraktur iskemik, jenis kontraktur ini terjadi pada bagian
tangan yang berada di dekat pergelangan tangan dan menyebabkan cacat pada jari, sehingga
jari terlihat seperti cakar. Kondisi ini juga menyebabkan pasien tidak dapat meluruskan jari
mereka atau sangat kesakitan saat meluruskan jari.
 Kontraktur Dupuytren – Kondisi ini mengenai jaringan penghubung pada telapak tangan,
yang bisa menebal dan akhirnya membentuk nodul atau benjolan yang jinak. Benjolan
disebabkan oleh ikatan jaringan yang mengalami pemendekan. Walaupun biasanya tidak
menyebabkan rasa sakit, namun kondisi ini lama kelamaan dapat memburuk.

Pengobatan

 Obat-obatan – Saat kontraktur otot menyebabkan nyeri dan peradangan, obat-obatan dapat
digunakan untuk menyembuhkan gejala ini.
 Terapi fisik – Sesi terapi fisik sangatlah penting untuk mengobati kelainan pada otot atau
sendi. Tujuan dari terapi fisik adalah untuk memperkuat otot, mencegah memburuknya
kontraktur, dan berusaha untuk memperluas jangkauan gerak pasien. Namun, terapi fisik akan
lebih efektif apabila dilakukan terus menerus, dan dilengkapi dengan latihan yang dilakukan
oleh pasien di rumah. Terapi fisik juga dapat berfungsi sebagai langkah pencegahan bagi
individu yang berisiko tinggi mengalami kontraktur, misalnya pasien yang mengalami lumpuh
otak atau pasien yang menginap di rumah sakit untuk waktu yang lama.
 Alat bantu – Penggunaan alat bantu ortopedi, belat, atau kursi roda dapat sangat membantu
pasien yang menderita kontraktur.
 Rangsangan listrik atau terapi panas – Cara ini merupakan teknik non-tradisional yang
lebih baru dan juga dapat digunakan untuk menunda atau menghindari operasi.
 Operasi – Namun, semua pengobatan yang disebutkan di atas bukanlah solusi untuk jangka
panjang dan hanya dapat menghilangkan gejala. Kontraktur hanya bisa dihilangkan atau
disembuhkan sepenuhnya dengan operasi tulang, di mana otot yang tegang akan diregangkan.
Apabila pengobatan dimulai dari tahap dini, kemungkinan besar pasien akan bi sa kembali
menggerakkan bagian tubuh mereka dengan normal. Namun, semakin lama kontraktur tidak
diobati, maka pasien juga akan semakin sulit bergerak secara normal.

Kontraktur juga lebih mudah dicegah daripada diobati. Olahraga secara teratur dapat
mencegah agar otot dan sendi tidak menjadi kaku.

OSTEOMIELITIS

Proses inflamasi akut atau kronis dari tulang dan struktur sekunder tulang akibat infeksi
mikroganisme piogenik.

Etiologi
Baik osteomielitis hematogen dan innokulasi langsung dikarenakan Stafilococcus aureus.

Patofisiologi
Kondisi osteomielitis merupakan kondisi klinik adanya riwayat fraktur terbuka dan riwayat
pembedahan dengan pemasangan fiksasi interna. Ada berbagai predisposis yang meningkatkan
resiko yaitu tidak adekuatnya nutrisi dan hieginitas, faktor imunitas dan virulensi kuman, port de
entery luka terbuka. Proses selanjutnya tulang akan mengalami hiperemi dan edema di daerah
metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak
dapat berekspansi menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah, tingginya tekanan dalam tulang
menyebabkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombus pada pembuluh darah tulang dan
berakhir pada nekrosis tulang.

Klasifikasi

Osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik.

Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada fase ini anak tampak
sangat sakit, panas tinggi, pembengkakan dan gangguan fungsi anggota gerak yang terkena. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah yang meninggi dan lekositosis, sedang
gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan.

Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena
merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. Pemeriksaan radiologik ditemukan suatu
involukrum dan sequester.

Tatalaksana
- Analgesik
- Cairan intravena dan transfusi darah
- Istirahat total dengan bidai dan traksi
- Antibiotik secepatnya sesuia dengan penyebab
NEGLECTED FRACTURE AND DISLOCATION

Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau tanpa dislokasi
yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan
keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan.
Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari penanganan patah tulang sebelumnya, neglected
fracture dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat (Reksoprodjo,2006). :
1. Neglected derajat satu
Bila pasien datang saat awal kejadian maupun sekarang, penanganannya tidak memerlukan
tindakan operasi dan hasilnya sama baik.
2. Neglected derajat dua
Keadaan dimana apabila pasien datang saat awal kejadian, penanganannya tidak
memerlukan tindakan operasi, sedangkan saat ini kasusnya menjadi lebih sulit dan
memerlukan tindakan operasi. Setelah pengobatan, hasilnya tetap baik.
3. Neglected derajat tiga
Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang menetap bahkan setelah dilakukan operasi.
Jadi pasien datang saat awal maupun sekarang tetap memerlukan tindakan operasi dan
hasilnya kurang baik.
4. Neglected derajat empat
Keterlambatan di sini sudah mengancam nyawa atau bahkan menyebabkan kematian
pasien. Pada kasus ini penanganannya memerlukan tindakan amputasi.
Berdasarkan waktu, neglected fracture dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari sampai dengan 3 minggu
b. Derajat II : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu sampai dengan 3 bulan
c. Derajat III : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan sampai dengan 1 tahun
d. Derajat IV : fraktur yang telah terjadi lebih dari 1 tahun.

FAT EMBOLISM
Istilah emboli lemak sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Von Bergmann pada
1873. Kecelakaan/trauma dengan patah tulang (fraktur) atau tindakan operasi dapat menyebabkan
robeknya jaringan lemak hingga masuk ke dalam aliran darah dan menyumbat pembuluh darah.

Operasi pada tulang paha (femur) yang patah menyebabkan sumsum tulang masuk ke
dalam pembuluh darah. Terdapat juga kasus lain yang disebabkan karena suatu penyakit sehingga
metabolisme lemak terganggu. Beberapa penyebab lain di antaranya pankreatitis akut, diabetes,
luka bakar, rekonstruksi sendi, liposuction, operasi bypass jantung, penyakit dekompresi, infus
lemak dan penyakit sel sabit.

Pada umumnya emboli lemak terjadi 12 hingga 36 jam setelah terjadi cedera. Gejala yang
timbul tergantung dari tempat cedera. Jika mengenai pembuluh darah yang memberikan suplai ke
saraf pusat, bisa menyebabkan koma atau kematian, ketidakteraturan detak jantung dan ritme
pernafasan, demam, anemia serta platelet darah yang rendah. Biasanya terlihat ada pendarahan
akibat pembuluh yang pecah pada leher, bahu, dan mata.

Patogenesis

Sumber emboli lemak telah diinvestigasi selama lebih dari 80 tahun. Dua teori telah
dikemukakan. Teori mekanik tampak lebih sesuai pada pasien ortopedik dan fraktur tulang panjang
atau manipulsi menyebabkan tekanan intramedular dan kerusakan sinusoid medulla. Droplet
lemak dari sumsum tulang masuk melalui pembuluh darah yang terbuka ke intravasasi kemudian
ditranspotkan ke pembuluh darah paru lalu terdeposit dan terperangkap di dinding pembuluh darah
hingga menyumbat kapiler yang kecil. Thromboplastin yang dilepaskan saat trauma ortopedik
merangsang agregasi trombosit di atas permukaan yang abnormal (seperti gumpalan lemak) dan
merangsang kaskade koagulasi, yang menghasilkan pemanjangan waktu pembekuan dan
trombositopenia.Teori biokimia secara konvensional dibagi menjadi dua katagori: obstruktif dan
toksik. Mekanisme obstruktif didasarkan pada teori ketidakstabilan lipoprotein dan tendensi untuk
bergabung menjadi macroglobules. Hal ini didukung konsep C-reactive protein, merupakan
reaktan pada fase akut yang meningkat pada keadaan sakit dan cidera akut, merangsang aglutinasi
calcium-dependent dari chylomicron, very low-density lipoprotein, dan liposome dari emulsi
lamak netral, menghasilkan embolisasi. Teori toksik mengatakan bahwa pelepasan katekolamin
dan mediator inflamasi saat terjadinya cidera atau keadaan sakit menghasilkan mobilisasi dari
asam lemak bebas dari sumber lemak tubuh di sumsum tulang, jaringan lunak, dan serum yang
berkibat mengendap di paru-paru, otak, ginjal, dan kulit. Mekanisme ini tampaknya kurang
mungkin karena Barie dan kawan-kawan menunjukkan bahwa asam lemak bebas terikat dengan
albumin dan ditransportkan melalui pembuluh darah dan saluran limfe dalam bentuk yang benign.
Walaupun demikian dua mekanisme tersebut memainkan peranan terjadinya FES, namun masih
menjadi misteri mengapa pasien dengan cidera dan keadaan sakit yang sama berkembang menjadi
FES sementara pada pasien yang lain tidak

Patofisiologi

Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai asal dari lemak paru, kebanyakan
investigators menduga bahwa mekanisme patofisiologi mayor adalah obtruksi dari mikrovaskular.
Trombosit dan fibrin melekat pada emboli yang terbentuk di plug obstruktif. Lipase paru
mungkin dihidrolisa dari lemak netral menjadi asam lemak bebas yang toksik dan gliserol,
menyebabkan kerusakan endotelial, deaktifasi surfaktan, dan kebocoran kapiler. Ambilan dan
degradasi trombosit dihasilkan dari pelepasan serotonin dan berbagai leukotrin. Kerusakan
parenkim paru melepaskan histamin dan mediator lainnya berkombinasi menyebabkan
vasospasme pembuluh darah paru, bronkospasme,dan semakin buruknya kerusakan endotel
pembuluh darah. Kolaps alveolar, atelektasis kongesti, perburukan compliance, dan peningkatan
shunt intrapulmonal yang menyebabkan hipoksemia refrakter dan peningkatan usaha napas. Jika
vasodilatasi kompensasi gagal terjadi, hipertensi pulmonal berkembang dan menunjukkan
beratnnya pada target organ yang terembolisasi. Masih terdapat kontroversi mengenai disfungsi
cerebral. Pendapat yang mengatakan bahwa gejala neurologis semata mata karena efek sekunder
dari arterial hipoksemia dan edema cerebri yang diffus adalah tidak cukup valid. Studi histologi
pada autopsi pasien dengan gejala klinis cerebral emboli lemak menggambarkan infark kecil
multipel dengan perdarahan perivaskular di ganglia bangsal, thalamus, batang otak, dan bagian
dalam substansia alba dari hemisfer cerebral dan cerebellum, jelasnya keterlibatan injuri fokal
iskemik. Meskipun masih kurangnya bukti klinis mengenai disfungsi renal, namun tidak ada
organ yang terpengaruh lebih difus dibanding ginjal. Hal ini mungkin hasil dari filtrasi
glomerular, dimana konsentrat lemak menjadi kecil, dan kepadatan volumenya menyebabkan
mikro infark. Lesi petchie di kulit juga menjadi hasil dari mikroinfark dan berhubungan dengan
distensi kapiler dan fragilitas endotelial. Dengan demikian disfungsi organ dari embolisasi lemak
adalah hasil dari embolisasi korposkular lemak dengan agregasi komponen sel darah yang
mengganggu aliran, pelepasan mediator, dan menyebabkan kegagalan sirkulasi kapiler yang
diikuti dengan iskemik disekitar jaringan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan laboratorium bisa mendukung diagnosis dari FES namun tidak patognomonik.
Perdarahan alveolar dan hemolisis ringan bisa menyebakan cepat turunnya konsentrasi
hemoglobin. Trombosit dan fibrinogen seringkali turun dan pemeriksaan pembekuan tidak biasa
dilakukan, namun jarang menyebabkan gangguan perdarahan. Fibrinogen sebagai reactan fase
akut, umumnya kembali meningkat setelah 3 atau 4 hari. Nilai kalsium level juga menurun, tetapi
serum trigliserida, kolesterol, dan konsentrasi lipase tidak berhubunngan dengan FES1,6.Analisa
gas darah arteri serial secara konsisten menunjukan perburukan berupa hipoksemia refrakter dan
alkalemia respiratorik. EKG sering menunjukkan sinus takikardia dan perubahan non spesifik
segmen ST- gelombang T. Tekanan jantung kanan menyebabkan lipid melintasi dinding kapiler
menuju ke alveolus1.Bulger dan kawan kawan melakukan ct-scan pada 10 pasien, didapatkan ct-
scan membantu untuk excluding emboli paru tetapi tidak khusus digunakan untuk diagnosis
emboli lemak karena secara umum partikelnya terlalu kecil untuk bisa dideteksi oleh ct scan.
Gallardo dan kawan-kawan menggambarkan ct scan thorax pada 5 pasien dengan klinis FES.
Gambaran radiologis yang berbeda dan termasuk opasitas alveolar, ground-glass opacities, dan
nodul kurang dari 1 cm dengan batas yang tidak jelas dan distribusi centrilobular dan subpleural.
Pola nodular pada CT scan dianggap telah membantu dalam mendukung diagnosis FES1,5.F.
Diagnosis Karena tidak ada test yang spesifik untuk diagnostik FES, kebanyakan masih
bergantung pada kriteria klinis klasik dari Gurd dan Wilson seperti pada tabel 1. Lindeque dan
kawan kawan membantah kriteria Gurd dan Wilson adalah sangat tidak sensitf karena analisa gas
darah tidak dimasukan, padahal hipoksemia mungkin mendahului gejala klinis pada awal FES.
Kemudian dia menjadikan dasar diagnosis pada perubahan gas dan takipnu sebagai indikator yang
lebih akurat. Kriteria scoring Schonfeld memasukan lesi kulit status mental, dan abnomalitas gas
darah
TERAPI

OPERATIF

Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi
interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna
yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di
permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna,
dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips
lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur
tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur
femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan
komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).

Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada fraktur
kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis. Tindakan ini
diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat menyambung kembali.

NON OPERATIF

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan pertolingan
pertama (membersihkan jalan nafas, menutup luka, dengan perban yang bersih imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena, dan mengandalikan perdarahan), penilaian klinis (apakah luka
tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf atau adakah trauma alat dalam yang lain), dan
resusitasi (karena kabanyakan pasien fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga
diperlukan resusitasi sebelum diterapi fraktur berupa pemberian transfusi darah, cairan lainnya,
serta obat-obat anti nyeri).
Prinsip pengobatan ada 4R, yaitu :
1. Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction ; reduksi fraktur apabila perlu. Fraktur yang tidak memerluka reduksi seperti fraktur
klavikula, iga, fraktur impaksi, dari humerus, angulasi <5° pada tulang oanjang aggita gerak bawah
dan lengan atad dan angulasi sampai 10° pada humerus dapat diterima, terdapat kontak sekurang-
kurangnya 50%, over-riding yang tidak melebihi 0,5” pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak
dapat diterima dimanapun lokasi fraktur.
3. Retention ; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation ; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.

Terapi Non Operatif terdiri atas :


- Konservatif yang terdiri atas ;
Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) dengan cara memberikan sling atau
mitela pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Diindikasikan pada pada
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falangs dan metakarpal atau fraktur klavikula pada
anak. Inikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal
serta fraktur yang sudak mengalami union secara klinis tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologik.
Imobilisai dengan bidai eksterna (tanpa reduksi) biasnaya menggunakan plaster of Paris (gips)
atau dengan bermacam- macam bidai dari plastik arau metal. Diindikasikan pada fraktur yang
perly dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisai eksterna, mempergunakan gips
dilakukan baik dengan pembiusan umum ataupun lokal. Raposisi yang dilakukan melawan
kekuatab terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik
ini. Diindikasikan sebagau bidai pada fraktur untuk pertolingan pertama, imobilisadi sebagai
pengobatan definitif pada fraktur, diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan
diharapkan sapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan, imobilisasi untuk
mencegah fraktur patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan mempergunakan alat
seperti budai Thomas bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment
yang berjutuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi. Diindikasikan bilamana
reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan serta untuj mencegah
tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis; bilaman terdapat
otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulamg tungkai bawah yang menarik fragmen dan
menyebabkan angulasi, over-riding dan rotasi yang dapat menimbulkan mal-union, non-union atau
delayed union; bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau komunitif pada
tulang panjang; fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil; fraktur femur pada anak-anak; fraktur
dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran yang besar serta tidak stabil,
misalnya pada fraktur suprakondiler humerua; jarang pada frajtur metakarpal; sekali-kali pada
fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi dan imobilisasi eksterna tidak
memungkinkan.
Ada 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu traksi kulit; traksi menetap; traksi tulang; dan
traksi berimbang dan traksi sliding.
- Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat
dipertahankan dengan memasukkan k-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler
humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles. Juga dapat dilakukan pada fraktur leher femur
dan pertrokanter dengan memasukkan batang metal serta pada fraktur batang femur dengan teknik
tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya
meemerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (C-arm)

IMMOBILISASI, FIKSASI

EKSTERNAL

OREF

Pengertian

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal
dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
.Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin
yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya.
Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang
Indikasi

- Fraktur terbuka grade II dan III


- Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
- Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
- Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
- Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
- Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
- Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
- Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.

Keuntungan Dan Komplikasi

Keuntungan eksternal fiksasi adalah :


Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal da latihan awal untuk
sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan
Sedangkan komplikasinya adalah :.
- Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
- Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
- Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union .
- Emboli lemak.
- Overdistraksi fragmen.

INTERNAL

Imobilisasi fiksasi interna

Prinsip penanganan fraktur meliputi:

(1) Reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang patah terdiri dari reduksi tertutup yaitu
tindakan yang dilakukan tanpa operasi dan reduksi terbuka yaitu tindakan yang dilakukan dengan
operasi,

(2) Immobilisasi yaitu suatu tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran dengan cara traksi
terus-menerus, pembebatan dengan gips, fiksasi internal dan fiksasi eksternal,

(3) Rehabilitasi yaitu memulihkan fungsi agar pasien dapat kembali ke aktifitas.

Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

ORIF merupakan reposisi secara operatif yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi
interna yang dipakai biasanya berupa plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya
reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang
gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang.
Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur bagian distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang
dihubungkan dengan neurovascular compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral
ekstrimitas bawah, irreducible fractures, dan fraktur patologis
Prinsip umum dari fiksasi interna antara lain dengan menggunakan pin and wire, plate and
screw, tension‒band principle, intramedullary nails dan biodegradable fixation (gambar 8). Bone
screw adalah bagian dasar dari metode fiksasi interna modern dan dapat digunakan baik secara
independen atau dengan kombinasi dengan tipe implantasi lain. Kekuatan dipengaruhi oleh
pemasangan pengencangan screw. Seiring berjalannya waktu, sejumlah kekuatan kompresif
menurun secara lambat saat tulang mengalami remodeling terhadap tekanan. Namun, waktu
penyembuhan fraktur biasanya lebih singkat dibandingkan waktu yang dibutuhkan dari substansi
yang hilang akibat kompresi dan fiksasi
DAFTAR PUSTAKA

Noor, Z. 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Jakarta : Salemba


Medika.
Paulsen, F. dan J. Waschke. 2010. Sobotta, Atlas der Anatomie des Menschen.
Munchen : Elsevier GmbH. Terjemahan oleh B. U. Pendit. et al. 2012. Sobotta :
Atlas Anatomi Manusia : Kepala, Leher, dan Neuroanatomi. Edisi 23. Jakarta :
EGC.
Rasjad, C. 2015. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.

Soeharso, Penyakit-penyakit Orthopaedie dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedie,


Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1993, hal : 53-207.

Eisenberg, RL, Fractures and Joint Injuries in Diagnostic Imaging in Surgery,


McGraw-Hill Book Company, New York, 1987, pp. 707.

Douglas, MA, Fracture in Dorland`s Illustrated Medical Dictionary, 28th Edition,


W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1994, pp. 662.

Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue


Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525

Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson
LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4,
EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80.

Aston, JN, Prinsip-prinsip Umum Cedera Tulang dan Sendi dalam Kapita Selekta
Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 31- 48.

Ekayuda, I, Tumor Tulang dan Lesi yang Menyerupai Tumor Tulang dalam Rasad,
dkk, Radiologi Diagnostik, Gaya Baru, Jakarta, 2000, hal : 74-84

Aston, JN, Neoplasma dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3,
EGC, Jakarta, 1983, hal : 287-302.
Siregar, PUT, Osteomielitis dalam Reksoprodjo, S dkk, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 472-484.

DeGroot, H, Osteomyelitis, http://www.bonetumor.org, 1998,

Enitza D. George, M.D., and Richard Sadovsky, M.D., M.S. Multiple Myeloma:
Recognition and Management, State University of New York Health Science Center
Brooklyn, New York, http://www.aafp.org, 1999.

Aston, JN, Kelainan Metabolisme dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik,
Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 315-322.

Lee S. Simon, MD, Osteoporosis: Etiology and Pathogenesis, Associate Professor of


Medicine, Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard Medical School, Boston,
Massachusetts, http://www.rheumatology.org, 2004.

Hutagalung, EU, Neoplasma Tulang dalam Reksoprodjo, S dkk, Kumpulan Kuliah


Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta,1995,hal : 587- 600.

Brandser, EA, Pathologic Fracture, http://www.vh.org, 2005.

Aston, JN, Kelainan Kongenital dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik,
Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 207-221.

Nurhasan, Bedah Ortopedi dalam Standar Pelayanan Medik, Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia, Jakarta, 1998, hal : 65-97.

Pramudiyo, R, Osteoporosis dalam Noer, S, dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
1, edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal : 202-211.

Anda mungkin juga menyukai