Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN FISIOTERAPI TERHADAP GANGGUAN AKTIVITAS

FUNGSIONAL EXTREMITAS SUPERIOR SINISTRA E.C POST

ORIF FRAKTUR 1/3 PROXSIMAL ANTEBRANCHII PASCA

TRAUMA SEJAK 3 BULAN LALU DI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH DAYA MAKASSAR

LAPORAN KASUS

OLEH

NAMA : Muhammad Ramadhan

NIM : C131 11 111

TEMPAT PRAKTIK : RSUD DAYA

PERIODE : 15-26 JUNI 2015

PROGRAM STUDI S1 PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktura adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau

cartilago dengan atau tanpa disertai dislokasio fragmen. Fraktur os radius dan

fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian tungkai depan. Kadang

kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi karena trauma terjadi

pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut. Fraktur tulang radius dan tulang ulna

sering terjadi pada hewan kucing dan anjing, lokasi fraktur sering terjadi pada

bagian tengah dari tulang radus atau pada bagian distal tulang raduis dan ulna atau

pada bagian distal atau keduanya.

Fraktura os radius ulna Penyebab fraktur secara umum dapat disebabkan

menjadi 2, yaitu : penyebab ekstrinsik dan intrinsik.

Penyebab ekstinsik juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penyebab

fraktur akibat gangguan langsung yaitu berupa trauma yang merupakan penyebab

utama terjadinya fraktur, misalnya kecelakaan, tertabrak, jatuh. Penyebab yang

lainnya adalah fraktur akibat gangguan tidak langsung seperti perputaran,

kompresi. Penyebab fraktur secara intrinsik dapat diakibatkan kontraksi dari otot

yang menyebabkan avulsion fraktur, seperti fraktur yang sering terjadi pada

hewan yang belum dewasa. Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh

penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis,

hiperparatyroidisme, osteomalasia. Tekanan yang berulang juga dapat

menyebabkan fraktur.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Anatomi

1. Sistem Tulang

a. Os Humerus

Humerus merupakan tulang panjang. Bagian yang mempunyai

hubungan dengan bahu membentuk kepala sendi disebut caput humeri.

Caput humeri dan cavitas glenoidalis scapula bersatu membentuk

articulatio glenohumeralis. Pada caput humeri terdapat tonjolan yang

disebut tuberculum mayus dan tuberculum minus, disebelah bawah caput

humeri terdapat lekukan yang disebut columna humeri. Pada bagian

yang berhubungan dengan bawah terdapat epicondylus lateralis humeri

dan epicondylus medialis humeri. Disamping itu juga mempunyai

lekukan yaitu fossa coronoid (bagian depan) dan fossa olecrani (bagian

belakang).

b. Os Radius

Pada ekstrmitas proksimal terdiri dari caput radii beserta fovea

articularis yang berhubungan dengan circum ferentia articularis.Medialis

merupakan peralihan antara collum radii dan batangnya, terdapat

tuberositas radii. Batangnya lebih kurang berbentuk segitiga pada

potongan melintang dengan arah medialis berupa margo interosseus,

facies anterior, margo anterior, facies lateralis, dan margo posterior

3
yang membatasi antara bagian lateralis dan facies posterior. Facies

lateralis corpus radii pada kira-kira sepertiga tengah menunjukkan suatu

perbedaan yaitu daerah yang menjadi kasar disebut tuberositas

pranotaria (Putz, dan Pabst, 2002).

c. Os Ulna

Ujung proksimal berbentuk sudut, melengkung disebut olecranon,

dengan permukaan kasar. Pada bagian depan terdapat incisura trochealis

ke atas sampai processus coronoideus. Incisura radialis terletak lateralis

dan bersendi dengan circum ferentia caput radii. Tuberositas ulnae

terletak pada peralihan ke corpus ulnae. Dibagian lateral terdapat crista

musculi supinatoris yang merupakan perpanjangan ke inferior incisura

radialis (Putz, dan Pabst, 2002)

4
b.sendi siku

Pada sendi siku komplek terdiri dari 3 buah persendian yaitu :

1) Articulatio humero ulnaris

Terjadi antara trochlea humeri dengan incisura trochlearis ulna,

ini merupakan sendi engsel (Putz, dan Pabst, 2002). Kedua sendi ini

terletak dalam suatu kapsul sendi yang disebut capsul articularis,

merupakan suatu kapsul sendi yang besar dan lebar.

2) Articulatio humeri radialis

Sendi ini dibentuk oleh capitulum humeri dengan fovea capitulum

radius, sendi ini sesuai dengan sendi engsel (Putz, dan Pabst, 2002).

trochlea humeri berbentuk konveks bersendi dengan fovea trochlearis

radii yang berbentuk konkaf menghadap searah dengan axis os radii..

3) Articulatio radioulnaris proximal

Dibentuk oleh circum ferentia articularis capituli radii dengan

incisura radialis ulnae, bersama dengan ligamentum anulare radii dan

syndesmosis radius ulnar lengan bawah yang berserabut berjalan dari

proksimal lateral ke sisi medial distal ulna, serabut chardo

obligueberjalan dalam arah berlawanan dengan membrana interrosea

berfungsi mencegah terjadinya pergeseran radius dan ulna (Putz, dan

Pabst, 2002).

Gerakan yang mampu terjadi pada sendi ini adalah rotasi,

radius mengelilingi ulna dan tulang saling bersilang satu sama lain

5
disebut pronasi. Axis pergerakan tulang lengan bawah ini berjalan dari

pusat fovea capituli menuju processus styloideus ulnae (Putz, dan

Pabst, 2002)

c.ligament

Sendi siku itu sangat stabil. Sendi siku diperkuat oleh ligamen-ligamen

collateralle medial dan lateral. Ligamen annulare radii menstabilkan

terutama kepala radius.

1) Ligamentum collateralle laterale

Ligamentum ini merupakan ligamen yang kuat dan terletak pada

tepi radial. Ligamen tersebut merupakan bundle yang kuat melekat pada

epicondylus lateralis humeri dan berjalan kearah distal, sebagian melekat

pada ulna dan sebagian lagi melekat pada ligamen annulare.

2) Ligamentum collateralle medial

Ligamen ini berbentuk segitiga datar yang kuat. Ligamen ini terdiri

dari tiga bagian yaitu :

a) Pars anterior melekat pada epicondylus medialis humeri ke processus

coronoideus humeri,

b) Pars posterior melekat pada epicondylus melekat pada epicondylus

humeri ke olekranon,

c) Pars tranversal yang menghubungkan kedua bagian ini, membentang

dari prosessus coronoidues

3) Ligamentum annulare radii

6
Bentuknya seperti cincin melekat pada ventral dan dorsal incissura

radius ulnae, melingkari capitulum radii. Ligamen ini berfungsi untuk

menjaga tetap kontaknya capitulum radii dengan incisura radius ulnae.

Serabut bagian atas berhubungan dengan ligament pada articulatio cubiti

sedangkan serabut bagian bawah berhubungan dengan colum radii.

2. Sistem Otot

a. Otot penggerak sendi bahu

1) Otot penggerak fleksi bahu antara lain : Otot penggerak utamanya

adalah otot deltoid anterior dan otot supraspinatus dari 0° – 90°,

sedangkan untuk 90° – 180° di bantu oleh otot pectoralis mayor,

otot coracobrachialis, dan otot bicep brachii.

2) Otot penggerak ekstensi bahu antara lain : Otot penggerak utamanya

adalah latissimus dorsi dan teras mayor. Sedankan pada gerakan

7
hiper ekstensi teres mayor tidak berfungsi lagi, hanya sampai 90° dan

digantikan fungsinya oleh deltoid posterior.

3) Otot penggerak abduksi antara lain : Otot penggerak utamanya

adalah otot deltoid midle dan supraspinatur. Abduksi sendi bahu

meliputi tiga fase, yaitu: abduksi 0o – 90o akan diikuti gerakan

eksternal rotasi. Otot-otot yang berkerja pada fase ini adalah deltoid,

seratus anterior, dan trapezius ascenden desenden. Gerakan ini

dihambat oleh adanya tahanan peregangan dari latisimus dorsi dan

pektoralis mayor. Abduksi 120° – 180° melibatkan otot deltoid,

trapezius dan erector spine. Gerakan ini dikombinasikan abduksi,

fleksi dan vertebra.

4) Otot penggerak adduksi antara lain : Otot penggerak utamanya

adalah pectoralis mayor dibantu oleh otot latisimus dorsi, teres

mayor serta otot sub scapulari. Luas gerak sendinya pada bidang

frontal.

5) Otot penggerak eksorotasi antara lain : Gerakan ini dilakukan oleh

otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid posterior.

6) Otot penggerak endorotasi antara lain : Gerakan ini dilakukan oleh

otot sub scapularis, pectoralis mayor, latisimus dorsi dan teres mayor

b. Otot penggerak sendi siku

1) Fleksi elbow : m. biceps brachii, m.brachialis, m.brachiradialis

2) Ekstensi siku : m.triceps brachii, m.anconeus.

8
3) Pronasi : m.pronator teres, pronator quadratud.

4) Supinasi : m.supinator dan m. biceps brachii.

c. Otot penggerak pergelangan tangan

1) Flexi Wrist : Flexor carpi radialis, Flexor carpi Ulnaris, Palmaris

longus, Flexor Digitorum superficial, Flexor Digitorum Profunda,

Flexor Pollicis Longus.

2) Extensi Wrist : Extensor carpi radialis longus, Extensor carpi radialis

brevis, extensor carpi ulnaris, extensor digitorum, Extensor indicis,

Extensor digiti minimi, extensor Pollicis longus, Extensor Pollicis

Brevis.

3) Radial deviasi : Extensor carpi radialis longus, Extensor carpi

radialis brevis, flexor carpi radialis, Abductor Pollicis Longus,

Extensor Pollicis Brevis.

4) Ulnar deviasi : Flexor carpi ulnaris, extensor carpi ulnaris

B. Fraktur

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di

kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Menurut

Doengoes (2002), Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai

oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,

dan krepitasi. Menurut Price dan Wilson (2006), Fraktur adalah patah tulang,

biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

9
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa

terjadi karena jatuh dalam keadaan menumpu.jatuh pada permukaan tangan

sebelah volar menyebakan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal kea rah

dorsal. Beradasarkan Frykman dibedakan menjadi 4 tipe sebagai berikut :

Tipe IA ; Fraktur raius ekstra artikuler

Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler

Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenaai sendi radiokarpal

Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal

Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar

Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar.

Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi

radioulnar.

Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal dan

sendi radioulnar.

Fraktur tulang humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari

tulang humerus atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas

fraktur suprakondiler humerus, fraktur intrakondiler humerus dan fraktur kolum

humerus. Dibagi menjadi tipe ekstensi dan tipe fleksi. Fraktur ini dapat terjadi

oleh beberapa faktor utama yaitu trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

ketinggian dan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang,

patologis dari metastase dari tumor, degenerasi karena proses kemunduran

fisiologis dari jaringan tulang itu sendiri, spontan karena tarikan otot yang sangat

kuat.

10
Indikasi dilakukannya operasierasi ORIF yaitu fraktur yang tidak bisa

sembuh, fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, fraktur yang dapat direposisi

tapi sulit dipertahankan.

C. Klasifikasi Fraktur5

Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, hubungan antara patahan

tulang dengan dunia luar, displacement fraktur, dan pola garis fraktur.

1. Berdasarkan etiologi

a. Fraktur Traumatik

Frakturk yang disebabkan oleh trauma. tulang pada keadaan

normalnya dapat menahan stress, dan patah apabila terpapar stress yang

berlebihan. Fraktur traumatik biasanya disebabkan oleh jatuh, kecelakaan

lalu lintas/pekerjaan, perkelahian, dan sebagainya.

b. Fraktur Patologis

Fraktur yang terjadi pada tulang yang rapuh akibat penyakit disebut

fraktur patologis. Fraktur patologis biasanya disebabkan oleh osteoporosis

atau metastasis. Fraktur patologis tidak jarang menyebabkan non-union.

2. Berdasarkan displacement

a. Fraktur undisplace

Fraktur tanpa adanya pergeseran fragmen fraktur yang signifikan

b. Fraktur displace

Fraktur dengan adanya pergeseran fragmen fraktur yang disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu tekanan dari fraktur, otot menarik fragmen

fraktur, dan gravitasi. Displacement dapat membentuk pergeseran,

angulasi, atau rotasi.

11
3. Berdasarkan hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi

menjadi 2 antara lain:

a. Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit

yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman

dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

Derajat patah tulang terbuka menurut Klasifikasi Gustillo-Anderson :

12
Tabel 1. Klasifikasi Gustillo-Anderson6

Tipe III-A Tipe III-B Tipe III-C

Ukuran luka > 10 cm > 10 cm > 10 cm

Tingkat trauma Kecepatan tinggi/energi Kecepatan tinggi/energi Kecepatan tinggi/energi

Soft tissue Laserasi soft-tissue yang luas, Trauma soft tissue yang luas Sama dengan tipe IIII-B

lapisan flap yang bebas tidak dengan patahan periostal dan

diperlukan untuk menutupi penampakan tulang setelah

tulang. Fraktur segmental dilakukan debridement.

seperti luka tembak Membutuhkan local atau flap

13
bebas untuk menutupi tulang.

Trauma Tidak signifikan Tidak signifikan Trauma vasculer yang

vasculer membutuhkan perbaikan

dalam menyelamatkan

ekstremitas yang terkena

Kontaminasi Tinggi Massive Massive

4. Berdasarkan pola garis farktur

Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada

lima yaitu:

a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan

oleh trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kearah permukaan lain.

e. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang.

f. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

14
g. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

h. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.

D. Proses Penyembuhan Fraktur dan Otot7

Tabel 2. Kerangka Waktu Penyembuhan Tulang

Tahapan Penyembuhan Waktu Yang terjadi

Fase Hematoma Awal (0-4 Tulang farktur


hari) Fase akut inflamasi dimulai, pecahnya
pembuluh darah terjadi hematoma.

Fase Proliferasi 5-7 hari Hematoma hilang


Osteoblast muncul membantu
pembetukan benang-benang fibrin

Fase Pembentukan Kalus 7 hari – 4 Osteoblast membentuk callus halus


minggu
4 minggu Pembentukan callus kasar
Reabsorbsi osteoclast merusak jaringan

6-10 Sirkulasi terbentuk kembali


minggu

Fase Remodelling 12-16 Fase remodelling


minggu Fase continue
Lebih dari Tulang cukup kuat untuk menerima beban
12 minggu normal

15
Tabel 3. Kerangka Waktu Penyembuhan Otot

Waktu Yang Terjadi


Awal ( 6 jam) Rusaknya jaringan fiber, timbulnya makrofage
1-4 hari Terbentuknya fibroblast dan menurunya
tegangan otot
7 hari Jaringan ikat terlihat di sebagian besar serat otot
10 hari Kekuatan tegangan otot menurun
2 minggu Sel fagosit menurun dan makrofage muncul
2 minggu Miotube terlihat
3 minggu Serat otot terlihat
1.5-6 bulan Otot dapat berkontraksi 85-90% deri normal

E. Tes Diagnostik

a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya trauma.

b. Scan tulang, temogram, CT scan: memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah

trauma.

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple, atau cedera hati.

F. Problem Fisioterapi pada Post-Operative ORIF

Problematika fisioterapi yang sering muncul pada pasca operasi fraktur 1/3

tengah Dextra meliputi impairment, functional limitation dan disability.

1. Impairment

Problematika yang muncul adalah (1) adanya oedema pada

interphalangeal joint sinistra dan shoulder joint sinistra terjadi karena

16
suatu reaksi radang atau respon tubuh terhadap cedera jaringan, (2) adanya

nyeri gerak pada wrist akibat luka sayatan operasi yang menyebabkan

ujung-ujung saraf sensoris teriritasi dan karena adanya oedem pada daerah

sekitar fraktur, (3) penurunan luas gerak sendi wrist dan elboe sinistra

karena adanya nyeri dan oedem pada daerah sekitar fraktur,(4) adanya

penurunan kekuatan otot karena nyeri

2. Functional limitation

Pada functional limitation terdapat keterbatasan aktifitas fungsional

terutama dalam melakukan aktivitas fungsional terutama dressing dan

toileting.

3. Disability

Disability merupakan ketidakmampuan dalam melaksanakan kegiatan

yang berhubungan dengan lingkungan disekitarnya yaitu kesulitan dalam

melakukan aktivitasnya.

G. Intervensi Fisioterapi

Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang

pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif

untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan

kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,

keseimbangan dan kemampuan fungsional.

1. Static Contraction

Static contraction adalah suatu terapi latihan dengan cara

mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun

17
pergerakan sendi. Tujuan dari kontraksi isometris atau static contraction

adalah pumping action pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan

perifer resistance of blood vessels. Dengan adanya hambatan pada perifer

maka akan didapatkan peningkatan blood pressure dan secara otomatis

cardiac output meningkat sehingga mekanisme metabolisme menjadi

lancar dan sehingga oedem menjadi menurun. Karena oedem menurun

maka tekanan ke serabut saraf sensoris juga menurun sehingga nyeri

berkurang.

2. Relaxed passive exercise

Gerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan

dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara

pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan

gerak relaxed pasive exercise ini diharapkan otot menjadi rileks dan

menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat insisi serta

mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.

3. Hold relax

Hold relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi

otot secara isometric kelompok antagonis yang diikuti rileksasi kelompok

otot tersebut (prinsip reciprocal inhibition). Hold relax bermanfaat untuk

rileksasi otot – otot dan menambah LGS.

4. Active exercise

Active exercise merupakan gerakan yang dilakukan oleh adanya

kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang

18
dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi penuh. Active exercise

dilakukan secara sadar dengan adanya kontraksi aktif dari anggota tubuh

itu sendiri. Active exercise mempunyai tujuan (1) memelihara dan

meningkatkan kekuatan otot, (2) mengurangi bengkak, (3) mengembalikan

koordinasi dan keterampilan motorik untuk aktivitas fungsional.

Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise

dan resisted active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri

karena merangsang rileksasi propioceptif. Resisted active exercise dapat

meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan meningkatkan

recruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak

melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan

peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan

penurunan frekuensi pengulangan.

5. Latihan Transfer Ambulasi

Kemampuan transfer ambulasi merupakan aspek terpenting pada

penderita. Latihan transfer dilakukan mulai dari tidur terlentang ke tidur

miring, duduk long sitting, lalu duduk dengan posisi kaki terjuntai dari tepi

bed. Latihan ambulasi dapat dilakukan mulai dari duduk ke berdiri, duduk

dari bed pindah ke kursi, dan berjalan. Latihan ini bertujuan agar pasien

dapat rnelakukan transver ambulasi secara mandiri tanpa bantuan orang

lain, walaupun masih menggunakan alat bantu.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Data Umum Pasien


Nama Inisial : Julian Ardana Ningrat
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : siswa
Alamat : Gua Ria/ Makassar
Tanggal Masuk : 16 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juni 2015
Vital Sign
TD : 110/80 mmhg
Denyut nadi : 70x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC

B. Pemeriksaan Fisioterapi (CHARTS)


1. Chief of Complaint
Kelemahan dan Nyeri pada lengan kiri
2. History

 Telah dioprasi 3 bulan lalu

 Awalnya jatuh saat dikejar oleh teman

 Sesudah dioprasi terjadi kelemahan dan nyeri pada elbow dan

wrist joint

 Tidak ada rasa kram yang dirasakan.

3. Asymetric
a. Inspeksi :
Statis:
- Tangan kiri semi fleksi

20
Dinamis :
- Mampu mengangkat tangan.
- Sulit memutar tangan kiri

b. Tes Orientasi
- Tes fungsional (mengambil benda)
IP : Pasien Mampu

c. Palpasi
1) Spasme pada m.biceps brachii
2) Kontur kulit yang teraba kering
3) Terjadi atrofi pada otot

d. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Aktif Pasif TIMT


Sendi Gerakan
Sinistra Dextra Sinistra Dextra Sinistra Dextra

Fleksi Terbatas DBN Terbatas DBN Mampu Mampu

Ekstensi Terbatas DBN Terbatas DBN Mampu Mampu

Elbow Terbatas DBN Terbatas DBN Tidak Mampu


Pronasi dilakukan

Terbatas DBN Terbatas DBN Tidak Mampu


Supinasi dilakukan

Fleksi DBN DBN DBN DBN Mampu Mampu

Ekstensi DBN DBN DBN DBN Mampu

Wrist Radial DBN DBN DBN DBN Mampu Mampu


deviasi
Ulnar DBN DBN DBN DBN Mampu Mampu
deviasi
Mampu, DBN Full DBN Mampu Mampu
Fleksi tidak full ROM,
Phalangeas ROM nyeri

Ekstensi Mampu, DBN Full DBN Mampu Mampu


tidak full ROM,

21
ROM nyeri

IP : Keterbatasan gerak pada extremitas superior sinistra

4. Restrictive
a. Limitasi range of motion (ROM) : Keterbatasan ROM pada elbow,
dan phalangers joint sinistra.
b. Limitasi activity daily living ( ADL) : pasien melakukan ADL
(toileting dan dressing) dengan bantuan.
c. Limitasi pekerjaan dan rekreasi
Pasien tidak dapat melakukan pekerjaan dan hobinya semenjak
masuk RS

5. Tissue Impairment and Psychosomatic Predictive Disorder


a. Musculotendinogen : kelemahan otot penggerak lengan sinistra
(m.biceos brachii, m.triceps brachii), dan thumb.
b. Osteoarthrogen : pemasangan orif pada fraktur 1/3 proksimal os
ulna dan fraktur 1/3 proksimal os radius sinistra.
c. Neurogen : nervus radius.
d. Psikosomatis : Rasa cemas

6. Spesific Test
a. VAS
Nyeri Gerak : 5,2 (Sedikit Sedang); Nyeri Diam : 2,8 (Sedikit
Nyeri); Nyeri Tekan : 3,2 (Sedikit Nyeri)

b. Tes Sensorik
1. Tes rasa nyeri (Tajam dan Tumpul)
2. Tes raba (halus dan kasar)
3. Tes diskriminasi dua titik
IP: DBN

c. MMT
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi
1 : Terdapat sedikit kontraksi, namun tidak ada pergerakan
2 : Didapatkan gerakan, tetapi tidak melawan gravitasi

22
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi
4 : Melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5 : Melawan gravitasi dengan tahanan penuh, tidak ada kelemahan
(normal)
MMT Grup Otot Dextra Sinistra
Shoulder Joint Fleksi/ekstensi 5 4
Abduksi/adduksi 5 4
Elbow Joint Fleksi/ekstensi 5 4
Supinasi/pronasi 5 3
Wrist Joint Fleksi/ekstensi 5 4
Radial/ulnar 5 4
Phalangeal Joint Fleksi/ekstensi 5 3
IP : Kelemahan pada m.biceps brahchii, m.triceps brachii, m.fleksor
carpi radialis, m.extensor carpi radialis

d. Index ADL
IP : Mampu melakukan dengan bantuan minimal

e. ROM

Regio Gerakan Sinistra Dextra

Fleksi - Ekstensi S 0. 0. 142 S. 0.0.144


Elbow
Supinasi – Pronasi T. 55.0.40 T. 80. 0. 75

Fleksi – Ekstensi S. 40.0.55 S. 75.0.75


Wrist
Ulnar D – Radial D F. 20.0.35 F. 21.0.37

f. Oedem rating scale

IP : -

g. Radiologi :

- Plat and screws terpasang dengan dengan kedudukan baik

pada 1/3 proximal os radius sinistra dan sepanjanng os ulna

sinistra

23
- Fraktur 1/3 proximal os radius sinistra dan fraktur 1/3 os ulna

sinistra

h. HRS-A

Interpretasi :
<17 = Kecemasan ringan
18-24 = Kecemasan sedang
25-30 = Kecemasan Berat
Tingkatan :
0 : Tidak Ada
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Sangat Berat

Deskripsi Skor
1. Perasaan Cemas 3
Kecemasan, harapan buruk, ketakutan, lekas marah
2. Tekanan 2
Merasa tertekan, kelelahan, respon kaget, mudah menangis, merasa tidak
tenang, sulit tenang
3. Ketakutan 0
Kegelapan, orang asing, dibiarkan sendiri, hewan, keramaian
4. Imsomnia 2
Sulit tertidur, tidur tidak lelap dan kelelahan ketika bangun, mimpi buruk,
dan terror malam
5. Intelektual 0
Sulit berkonsentrasi, ingatan buruk
6. Perasaan depresi 2
Kehilangan minat, kehilangan kesenangan melakukan hobi, depresi,
bangun lebih awal
7. Somatic (Otot)] 0
Nyeri dan ngilu, kejang, kekakuan, gigi mengertak, suara tidak stabil,
peningkata tonus otot.
8. Somatic (Sensorik) 0

24
Tinnitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat,
lemas; perasaan ditusuk-tusuk.
9. Respon Kardiovaskular 0
Takikardi, palpitasi, nyeri dada, nadi berdenyut kencang, perasaan ingin
pingsan, hilang irama jantung
10. Respon Pernafasan 0
Tekanan atau sesak di dada, perasaan muntah, mendesah, dyspnea
11. Gejalan Gastrointestinal 2
Kesulitan menelan, nyeri perut, perasaan terbakar, perut kembung, mual,
muntah, bunyi perut, mencret, kehilangan berat badan, konstipasi
12. Respon Genitourinaria 0
Sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid,
darah haid sedikit sekali; nyeri haid; tidak ada gairah seksual dingin
(firgid); ejakulasi premature; kehilangan nafsu sex; impotensi
13. Respon Autonom 2
Mulut kering, kemerahan, pucat, kecenderungan berkeringat,
pusing, sakit kepala tipe tegang, kuduk berdiri.
14. Perilaku saat Wawancara 2
Gelisah, kegelisahan atau mondar-mandir, tremor tangan, alis
berkerut, tegang wajah, mendesah atau respirasi cepat, wajah pucat,
menelan,
TOTAL SKOR 15
IP : Kecemasan Ringan

i. Circum ferentia

Lengan atas kanan : 19 cm

Lengan atas kiri : 16 cm

IP : terjadi atrofi otot

25
C. Diagnosis Fisioterapi

“Gangguan aktivitas fungsional extremitas superior sinistra e.c post

Orif Fraktur 1/3 proxsimal antebranchii pasca trauma sejak 3 bulan lalu”

D. Problem Fisioterapi

a. Problem primer

1. kelemahan pada lengan kiri

b. Problem Sekunder

1. Menurunkan Nyeri

2. Keterbatasan ROM

3. Spasme m.Biceps Brachii

c. Problem Kompleks

Gangguan ADL (toileting, dressing, dan pekerjaan)

26
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Tujuan Penanganan Fisioterapi

Berdasarkan dari assesment yang telah dilakukan, tujuan dari rencana

tindakan fisioterapi yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikkan kapasitas gerak fungsional dari ektremitas

superior sinistra

2. Tujuan jangka pendek

a. Mengurangi nyeri

b. Meningkatkan kekuatan otot lengan kiri

c. Mengurangi spasme

d. Meningkatkan ROM lengan kiri

e. Meningkatkan ADL ((toileting, dressing, dan pekerjaan)

B. Program Fisioterapi
No. Problematik Modalitas Dosis
F : 1x/ hari
Komunikasi I : Pasien fokus
1. Rasa cemas terapeutik FT T : Motivasi
T : 15 menit

Elektro therapy F : 1x/hari


2. Nyeri (IRR) I : 30 cm
T : Local

27
T : 6 menit

F : 1x/hari
Elektro therapy I : 30 ma
(Interferensi) T : animal segmental
T : 5 menit

F : 1x/hari
Spasme m.biceps I : 8-10x hitungan, 5 repetisi
3. Manual terapi
brachii T : NMT, Friction tranversal
T :5 menit
F : 1x/hari
I : 8-10x hitungan, 4-
4. Stiffness Joint Exercise 6xrepetisi/1xterapi
T : AROMex,PROMEx
T : 5 menit
F : setiap hari
I : 8-10x hitungan, 4-
5. Kelemahan otot Exercise 6xrepetisi/1xterapi
T : Active Exercise
T : 10 menit
F : 3x/hari
I : 4-6x repetisi
6. Gangguan ADL ADL Exercise T : menggenggam bola
T : 5-10 menit

28
C. Home Program

Pasien diajarkan untuk melakukan AROMex dan latihan

menggenggam bola setiap hari.

D. Evaluasi

Hasil
Sebelum Setelah
Problem Parameter Interpretasi
(5/6/15) (10/8/14)
Masih dalam
Cemas HRS-A 15 13 kategori
kecemasan ringan

Nyeri Gerak : 5,2 Nyeri Gerak : 3,8


(Sedikit Sedang) Nyeri (Sedikit Sedang)
Diam : 2,8 (Sedikit Nyeri Diam : 0
Nyeri VAS Nyeri berkurang
Nyeri) (Sedikit Nyeri)
Nyeri Tekan : 3,2 Nyeri Tekan : 2,4
(Sedikit Nyeri) (Sedikit Nyeri)

Shoulder : 4 Shoulder: 4+
Terjadi
Kelemahan Elbow : 3 Elbow : 4
MMT peningkatan
otot Wrist : 4 Wrist : 4+
kekuatan otot
Phalangeal : 3 Phalangeal : 3+
Terjadi penurunan
Spasme Palpasi + _
spasme
Masih mengalami
Gangguan Ketergantungan ketergantungan
Index ADL Ketergantungan sedang
ADL minimal tapi terjadi
peningkatan

E. Modifikasi

Modifikasi yang dilakukan berupa meningkatkan dosis latihan

secara berkala sesuai dengan zona latihan pasien. selain itu, teknik latihan

ADL juga disesuaikan dengan kemampuan pasien dan jika kondisi pasien

29
bernar-benar stabil, dapat dilakukan latihan yang berhubungan dengan

hobi pasien

F. Kemitraan

Melakukan kolaborasi/kemitraan dalam rangka memberikan

layanan prima kepada pasien, diantaranya dengan dokter spesialis

orthopedi, radiologi, perawat, apoteker, ahli gizi, dan okupasi terapi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasrullah. 2011. Insidensi Fraktur Tertutup. Pekanbaru: STIKES Payung


Negeri.
2. Putz, R. 1994. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC
3. Maheswari, J. 2002. Essesntial Orthopaedics 3rd Edition. New Delhi:
Mehta Publishers.
4. Maryanto, Ismail. 2008. Fraktur Terbuka Grade III.
5. Noviana, Mita. 2009. Introduction to fracture
Definition healing fracture & soft tissue
Principles of management physiotherapy. Makassar: Universitas
Hasanuddin Prodi Fisioterapi.
6. Hariadi, Muhammad. 2011. Fiksasi Eksternal. Bandung: Universitas Islam
Bandung.
7. Kisner, Carolyn. 2007. Therapeutic Exercise 5th Edition. USA: Margaret
Biblis.

31

Anda mungkin juga menyukai