Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



Sebelum membahas lebih lanjut, penulis ingin menguraikan terlebih
dahulu mengenai beberapa hal merupakan bagian dari landasan teori yang
mendasari proses pemecahan permasalahan dari kasus post operasi fraktur femur
1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

Dimana landasan teori ini antara lain: (1) Anatomi, Fisiologi, dan
Biomekanik, (2) Patologi, (3) Permasalahan yang dibahas, (4) Modalitas
fisioterapi yang digunakan yaitu terapi latihan.
A. Anatomi dan Fisiologi

Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1)
sistem tulang (osteo), (2) sistem sendi (joint), (3) sistem otot (muscle), (4) sistem
saraf (nervus).
1. Sistem Tulang (Osteo)

a. Os Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus,
dan collum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan
acetabullum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia
pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan
terbesar dari pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh.
Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan
epiphysis distalis (Syaifuddin, 1995).





7











Gambar 2.1

Tulang Femur tampak depan (Putz and Pabts, 2005)





























































Gambar 2.2

Tulang femur tampak belakang (Putz and Pabts, 2005).



a) Epiphysis Proximalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang
punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat
cekungan yang disebut favea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum
femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throchanter major
kearah medial juga membulat kecil disebut trachanter minor. Dilihat dari depan,
kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea
intertrochanterica (linea spirialis). Dilihat dari belakang kedua bulatan ini
dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula
maka disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut fossa
trachanterica.
b) Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan sepertiga dengan basis menghadap ke depan pada diaphysis
mempunyai dataran yaitu facies medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang
berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan
adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagai menjadi
dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial sendiri
merupakan lanjutan dari linea intertrochanterica. Linea aspera bagian distal
membentuk segitiga disebut planum poplitenum. Dari trachantor minor terdapat
suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
nutricium, labium medial, lateral disebut juga supracondylaris lateralis medialis.



c) Epiphysis Distalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epincondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari
depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi
dengan Os patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis
disebut linea inercondyloidea.
b. Os Patella

Terjadi secara desmal, berbentuk segitiga dengan basis menghadap
proximal dan apex menghadap kearah distal. Dataran muka berbentuk convex.
Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2
dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis
medialis yang sempit.
c. Os Tibia

Terdiri 3 bagian yaitu epiphysis proximalis, medialys dan epipysis distalys:
epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Di sebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis superior,
medial dan lateral, tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra glenoidalis.
Facies articularis superior terbagi dua menjadi facies articularis medialys dan
lateralis, oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang
disebelah lateral dan medial terdapat penonjolan disebut turbeculum
intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa intercondyloidea anterior dan



posterior. Tepi lateral margo infra glenoidalis terdapat dataran disebut facies
ariticularis fibularis untuk bersendi dengan osteum fibulae.
d. Os Fibula

Os fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia terletak
disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan
episphysis distalis, epiphysis proximalis membulat disebut capitullum fibula untuk
bersendi dengan tibia.
2. Arthrologi / Sistem sendi

Sendi adalah hubungan antar dua tulang atau lebih dari system sendi disini
meliputi system sendi panggul dan sendi lutut.
a. Sendi panggul ( hip joint )

Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput famoris
facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk
simetris terbentang melampaui equator labium lunata, labium acetabuli
mengandung zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium meliputi dua pertiga
caput femoris lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh
ligamentum tranversum acetabuli, dikanan terdapat bantalan lemak menuju caput
femoris. Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium acetabuli
sehingga labium acetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul
diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang diantaranya.



a) Ligamentum Iliofemorale

Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterior dan inferior,
berfungsi mencegah gerakan extensi dan exorotasi tungkai atas yang berlebihan
pada sendi pangkal paha.
b). Ligamentum Pubofemorale

Berbentuk segitiga, dasarnya ligament pada ramus superior pubis

berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.
c). Ligamentum Ischiofemorale
Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi acetabulum.

d). Ligamentum transfersum acetabuli

Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya caput
femoris dari acetabulli.
e). Ligamentum capitis femoris

Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris, berfungsi
sebagai tempat berjalan vena dan saraf, meratakan permukaan sendi.
b. Sendi Lutut ( knee joint )

Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh
kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana
pada facet joint terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada
satu permukaan bagian medial otot vastus lateralis menarik patella ke arah medial
sehingga patella stabil. Pada posisi 30
0 ,
40
0
dari ekstensi, patella tertarik oleh
mekanisme gaya kerja otot sangat kuat.




1
3
4
5
2

6
7

10

9

8





Gambar 2.3

Sendi Pangul, Tampak Belakang (Putz and Pabts, 2005).







1

2
5



6

7

8
3




4





Gambar 2.4

Sendi Paggul, Tampak Depan (Putz and Pabts, 2005).



3. Sistem Otot (Muskulo skeletal)

Otot-otot yang akan dibahas ini hanya berhubungan dengan kondisi pasien
post operasi ORIF (Operation Reduction Internal Fixation) fraktur femur 1/3
tengah dextra dengan pemasangan intra medular nail adalah otot yang berfungsi
ke segala arah seperti regio hip untuk gerakan flexi-extensi, abduksi-adduksi, dan
eksternal rotasi-internal rotasi.
Untuk lebih terperincinya maka penulis menyertakan otot-otot yang
berhubungan dengan kondisi tersebut dalam bentuk tabel:




Gambar 2.5

Otot-Otot Penggerak Tungkai (Putz and Pabts, 2005).






1

2


3

19
4
20
5
21
6
22
23 7
24
8

9
25
26 10
27 11
28
29 12

30 13


31

14
32
15
16


33 17

34

35 18


Gambar 2.6

Otot-otot paha dan pinggul; lapisan dalam setelah sebagian besar otot
permukaan gluteal dan ischiokrural disingkirkan ; tampak belakang (Putz and
Pabts, 2005).



Tabel 1

Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, 1986).





Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Sartorius Spina illiaca anterior

superior ( SIAS )
Permukaan medial

tibia
Flexi, abduksi

rotasi, lateral arc,
coxae
N. femoralis

Illiacus Fossa illiaca di dalam

abdomen
Throchantor femur flexi N. femoralis

Pe#ctineus Ramus superior pubis Ujung atas linea

aspera femur
Flexi, adduksi

arc, coxae
N. femoralis

Quadriceps

femoralis

Rectus femoris
SIAS (Sacro Iliaca

Anterior Posterior)
Tendorotasi M.

quadriceps pada
patella, via
ligamentum
patellae ke dalam
Flexi arc, coxae N. femoralis

Vatus lateralis Ujung atas dan batang

femur, septum, facialis,
lateral dalam
Tuberositas tibia Extensi lutut N.femoralis

Vatus medialis Ujungan atas dan

batang femur
Tuberositas tibia Extensi lutut dan

menstabilkan
patella
N. femoralis

Vatus

intermediaus
Permukaan anterior dan

lateral batang femur
Tuberositas tibia Extensi lutut N. femoralis



Tabel 2

Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Richard, 1986).





Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Biceps

femoralis
Caput longum

tuber ischiadikum
Caput breve linee
aspera, crista
supracondilair
lateral batang
femur
Permukaan

medial tibia
Flexi, abduksi, rotasi

lateral arc coxae
Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

tendonosus
Tuber ischaidicum Medial tibia Flexi dan rotasi medial

sendi tutut serta arc,
coxae
Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

membranosus
Tuber ischiadicum Condylus

medialis
tibia
Flexi dan rotasi medial

sendi lutut serta extensi
are coxae
Ramus tibialis N.

ischiadicum

Adductor

magnus
Tuber ischiadicum Tuberculum

adductor
femur
Extensi arc coxae Ramus tibialis N.

ischiadicum



Tabel 3

Otot Tungkai Atas Regio Glutealis (Richard, 1986).



No Otot Region Insertion fungsi Inverse

Gutues Maximus Permuknaan luar

illium sacrum, coccyx,
ligament sacrotubelare
Tractus illiotibilais

dan tubesrositas
gluteus femoris
Extensi dan rotasi

lateral arc coxae
N. gluteus

inferior

Gluteus medius Permukaan luar illium Lateral trochantor

mayor femoris
Abduksi arc,

coxae
N. gluteus

inferior

Gluteus minimus Permukaan illium Anterior trochantor

mayor femoris
Abdukasi arc,

coxae
N. gluteus

inferior

Priformis Permukaan anteriror

sacrum
Irochantor mayor

femoris
Rotasi lateral N. gluteus

inferior

Obturatorius

internus
Permukaan dalam

membrane obturatoria
Tepian atas

trachantor mayor
femoris
Rotasi lateral Plexus scralis



Tabel 4

Otot Tulang Medial Paha (Richard, 1986).

No Nama otot Orogio Insertio Persyaratan Fungsi

M. gracilis Ramus inferior

ossis pubis ossis
ischi
Tuberosits

tibia

dibelakang m
sartorium
Ramus anterior

N. obturatoria

L,2-4
Abduktor flexor hip

flexor dan internal
rotator tungkai bawah

M. adductor

logus
Dataran anterior

ramus superior
ossis pubis
Labium

mediale linea
aspera 1/3
medial
Ramus anterios

N. abtoritorium

L,2-3
Abductor flexor hip

M. adductor

bravis
Lateral ramus

interior ossis
pubis
Labium medial

linea aspera
Ramus anterior

danposterior N.
abturotoial L 2-4
Adductor flexor internal

rotasi hip

M.

obturatoirus

Mo
gus
Dataran anterior

ramus inferior
osis ischi dan
tuber ischiadicum
Labium medial

linea aspera
Ramus posterior

N.abturatoria dan

N. tibialis dari L,

2-5 dan S1
Adductor dan ekstensor

hip

M.

obturatoirus
externus
Dataran anterior

membrane
abturatoria,
foramen
abturatorium
Fossa

trachantorica
femoris
Ramus

muscularis pexus
sacralis S,1-3
Exernal rorator hip

membantu extensor hip








Gambar 2.7

Saraf ekstremitas bawah; tampak depan dan belakang (Putz and Pabst, 2006)



4. Sistem Persyarafan (Nervus System)

a. Nervus Femoralis

Merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis. Nervus ini berisi dari tiga
bagian plexus yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini
muncul dari tepi lateral psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati
m. psoas dan m. illiacus ia terletak di sebelah fasia illica dan memasuki pada
lateral terhadap anterior femoralis dan selubung femoral dibelakang ligament
inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis
mensyarafi semua otot anterior hip.
b. Nervus Obturatorius

Berasal dari plexus lumbalis (L2,L3,L4) dan muncul pada bagian tepi m.
psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan depan pada lateral
pelvis untuk mencapai bagian atas foramen abturatorium, yang mana tempat ini
pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-
cabang muscular pada m. gracillis, m. adductor brevis, dan longus. Sedangkan
devisi posterior mensyarafi articulates guna memberi cabang-cabang muscular
kepada m. obturatorius exsternus, dan adductor magnus.
c. Nervus Gluteus Superior dan I nferior

Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas dan
bawah foramen ischiadicus majus diatas m. piriformis dan mensyarafi gluteus
medius, minimus dan maximus.



5. Sistem Peredaran Darah

Disini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas
atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.
1) Pembuluh Darah Arteri

Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini
selalau membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale yang
membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah arteri pada
tungkai antara lain yaitu :
a. Arteri Femoralis

Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament
inguinale dan merupakan lanjutan arterial illiaca externa, yang terletak
dipertengahan antara SIAS (Spina Illiaca anterior), superior dan symphisis pubis.
Arteri Femoralis merupakan pemasok darah utama bagian tungkai berjalan
menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada
lubang otot magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteris poplitea.
Pada bagian atas perjalannya, ia terletak superficial dan ditutupi kulit dan
fascia pada bagian bawah perjalannya ia melalui bagian belakang otot sartorius,
ia berhubungan dengan dinding selubung femoral dan silang oleh nervus qutaneus
femoris dan nervus saphenus bawah.
b. Arteria Profunda Femoralis

Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis dari

trigonum femorale, ia keluar dari anterior paha melalui bagian belakang otot



adductor, berjalan turun diantara otot adductor brevis dan kemudian terletak pada
otot adductor magnus.
c. Arteria Obturatoria

Merupakan cabang arteria illiaca interna ia berjalan ke bawah dan
kedepan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus abturatoria melalui
canalis obturatorius, yaitu bagian atas foramen abturatorum.
d. Arteria Poplitea

Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke fossa
bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa poplitea dari fossa
lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena poplitera, arteri poplitea.
2) Pembuluh Darah Vena

Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:

a). Vena Femoralis

Vena femoralis memasuki paha mealalui lubang pada otot adductor
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, menaiki paha mula-mula pada sisi
lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya
meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral dan berjalan
dibelakang ligamentum inguinale menjadi vena illiaca externa.
b). Vena Profunda Femoralis

Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan
dengan cabang-cabang arterinya ia mengalir ke dalam vena femoralis.



c). Vena Obturatoria

Vena obturatoria menampung cabang yang dapat disamakan dengan
cabang arterianya dimana mencurahkan isinya kedalam vena illiaca internal.
d). Vena Saphena Magna

Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum dorsalis
pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis, venosum dorsalis vena,
ini berjalan di belakang lutut menelengkung ke depan melalui sisi medial paha.
Berjalan melalui bagian bawah N. sphenosus pada fascia profunda dan bergabung
dengan vena femoralis.







Gambar 2.8

Arteri-arteri ekstremitas bawah; tampak depan dan belakang

(Putz and Pabst, 2005)



B. Biomekanik

Merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan tubuh pada manusia
pada bab ini, penulis berusaha menjelaskan gerakan yang dilakukan oleh sendi
panggul dan lutut.
1. Sendi paha (hip joint)

Osteokinematik dan arthrokinematiknya :

a). Gerakan Fleksi

Fleksi adalah gerakan pada bidang sagital dengan axis frontal yaitu dari
posisi anatomi bagian anterior paha mendekat arah perut. Dengan mempunyai
lingkup gerak sendi dari 0 sampai 125
0
gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot-
otot illiacus, psoas mayor, rectus femoris, tensor fascialata, sartorius dan
adductor magnus.
b). Gerakan Ekstensi

Ekstensi adalah gerak pada bidang sagital dengan axis frontal dimulai
dari posisi anatomi bagian anterior paha menjauhi perut. Dengan mempunyai
lingkup gerak sendi dari 0 sampai 15
0
gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot
biceps femoris, semi membranus, gluteus maximus dengan dibantu oleh otot-otot
minus, tensor fasialata, dibatasi oleh ligamentum pubofemorale.
c). Gerakan Abduksi

Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan
gerakan garis tengah tubuh. Mempunyai LGS dari 0 sampai 45
0
gerakan ini
dilakukan oleh otot-otot gluteus medius, tensor fasialata, dibantu oleh otot-otot
gluteus minimus yang dibatasi oleh ligamentum pubofemorale.



d). Gerakan Adduksi

Adduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan
gerakan mendekati garis tengah tubuh mempunyai lingkup gerak sendi dari 0
sampai 25
0
. Gerakan ini dilaksanakan oleh otot-otot gluteus medius, adductor
magnus, adductor brevis, adductor longus, pectineus, dan dibantu oleh otot-otot
gracilis dibatasi oleh ligementum illiotrochanerica.
e). Gerakan Eksorotasi

Gerakan eksorotasi, bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomi memutar
kesamping luar dengan lingkup gerak sendi 0 sampai dengan 90
0
dengan otot-otot
penggeraknya yaitu m. piriformis, m. abturatorius, m. Sartorius, gemellus
superior, dan m. gemellus inferior. Dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale.
f). Gerakan Endorotasi

Gerakan endorotasi bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomis
memutar kesamping dalam dengan lingkup gerak sendi. 0 sampai 45 dengan otot-
otot pengerakanya yaitu m. qudricerps femoris, m. obturatorium internus.
2. Sendi Lutut (knee joint)

Hubungan antara tulang tibia, fibula yang merupakan syndesmosis yang
kuat dengan memperkuat beban yang diterima lutut sebesar 1/16 dari berat badan.
Meliputi osteokinematik dan arthrokinematik :

a).Gerakan Fleksi

Penggerak fleksi lutut adalah otot-otot hamstring, salain itu fleksi lutut
juga dibantu oleh grastrocnemius, popliteus, dan gracilis. Lingkup gerak sendi
pada saat flexi berkisar antara 120
0
sampai 130
0
. (Kapanji, 1987).



b).Gerakan Ekstensi
Penggerak gerakan ekstensi adalah otot-otot quadriceps yang terdiri dari
empat otot rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus
intermedius. Lingkup gerak sendi pada saat ekstensi berkisar antara 5
0
hyprerxtrensi atau 0
0
selain itu pada gerakan flexion dan extention adalah terletak
diatas permukaan sendi yaitu melewati condylus femoris. (Kapanji, 1987).

Dilihat dari segi anthrokinematika, pada permukaan femur cembung
(konvek) bergerak maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak
flexi femur rolling kearah belakang dan sleddingnya ke belakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun extensi menuju ke
depan atau ventral.( Mudatsir, 2006)
C. Patologi

Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat : 1) Peristiwa trauma
tunggal, 2) Tekanan yang berulang ulang, 3) Kelemahan abnormal pada tulang
dalam kasus fraktur femur sepertiga distal dekstra kemungkinan mekanisme
terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu kareana trauma maupun kecelakaan
langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehigga mengakibatkan
perubahan pasisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).
5. Insiden

Dimana kecelakaan lalulintas merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya trauma rata-rata setiap penduduk 60 juta penduduk Amerika Serikat
mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis 3,6, juta (12%)
membutuhkan perwatan di rumah sakit. Di dapatkan 300 ribu orang diantaranya



menderita kecacatan yang menetap (1%) dari 8,7 juta orang, menderita kecacatan
sementara (30%). Sedang di indonesia tercatat kurang lebih 12 ribu orang
pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas, dilihat dari banyaknya kecelakaan
sebagai akibat adanya kematian adalah kondisi patah tulang atau fraktur (Rasjad,
1998).

6. Perubahan Patologi atau Patofisiologis

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mepunyai kekutaan dan daya
tahan pegas untuk menahan tekanan tulang, yang mengalami fraktur biasanya
diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang
komplek karena pada fraktur tersebut tidak ditemui luka terbuka sehingga dalam
mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik, agar
tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunan fiksasi yang tepat yaitu
dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang
ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah kenormal atau tulang pada
posisi sejajar sehingga akan terjadi suatu proses penyambungan tulang (Appley,
1995).

Stadium penyembuhan fraktur yang melalui beberapa tahapan antara
lain dapat dilihat pada tabel:



Tabel 2.5

Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang (Appley, 1995).

Hematoma Proliferasi kalsifikasi Konsolidasi Remodeling
Tulang Tulang patah

mengenai
pembuluh darah
Terbentuknya
hematoma
disekitar
perpatahan
Hematoma
dibentuk dari
jaringan lunak
disekitarnya
Permukaan tulang
yang patah tidak
mendapatkan
suplay
Berlangsung
selama 24 jam
setelah terjadi
perpatahan
Sel-sel periosteum

dan endosteum
paling menonjol
pada tahap
poliferasi
Poliferasi dari sel-
sel periosteum
yang menutupi
fraktur, sel- sel ini
merupakan tempat
tumbuhnya
osteoblas akan
melepaskan unsur-
unsur intraseluler
dan kemudian
menjadi fragmen
lain
Berlangsung
selama 3-4 hari
Jaringan seluler

yang keluar dari
masingmasing
fragmen yang sudah
matang
Sel-sel memberi
perlengkapan untuk
osteoblas
condroblas
membentuk callus
yang belum masak
dan membentuk
jendolan.
Adanya rigiditas
pada fraktur
Berlangsung selama
6-12 minggu.
Callus yang

belum masak
akan
membentuk
callus
berlangsung
bertahap dan
berubah-ubah.
Adanya
aktifitas
osteoblas
menjadi tulang
yang lebih
kuat dan massa
strukturnya
belapis lapis
Berlangsung
selama 12-14
minggu
Tulang menyambung

baik dari luar maupun
dari dalam canalis
medularis
Osteoblas
mengabsorbsi
pembentukan tulang
yang lebih.
Tulang ekstravasi
untuk sembuh
berlangsung selama
24 minggu sampai 1
tahun.



7. Tanda dan Gejala

Menurut Appley (1995) dikatakan tanda dan gejala pasca operasi fraktur
adalah :
a) Oedem di sekitar daerah fraktur,

b) Rasa nyeri dikarenakan luka fraktur dan luka bekas operasi dan ada

oedem di dekat daerah fraktur,
c) Keterbatasan gerak sendi lutut,
d) Penurunan kekuatan otot,
e) Gangguan aktifitas fungsional tungkai,

f) Bila di foto Rontgen akan terlihat garis fraktur

8. Diagnosis Medis

Diagnosis medis merupakan diagnosa yang ditegakkan oleh dokter
melalui berbagai pemeriksaan termasuk didalamnya pemeriksaan penunjang yang
beruapa foto rontgen. Melalui data yang ada dirumah sakit, penulis dapat
mengetahui diagnosa medis yaitu fraktur femur 1/3 distal dextra.
9. Penatalaksanaan Fraktur

a. Konservatif

Konservatif ada beberapa macam diataranya dengan pemasangan gips

atau pembebatan dengan gips. Indikasi pemasangan gips:

1) Pada kasus patah tulang yang tertutup patahannya, tidak multiple atau

displasme dan tidak ada infeksi.

2) Pada kasus penyakit tulang dan tulang sendi, misal pada osteoartistis

akut atau TBC (Tubercolus) tulang.



3) Pada kasus cacat tulang drop wrist atau drop foot. Gips (plaste of
faris) masih banyak digunakan sebagai bebat terutama untuk fraktur
tungkai dibagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada anak-
anak maupun orang dewasa. Cara ini cukup aman, selama kita
waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan asalkan borok
akibat tekanan dapat dicegah. Kelemahannya komplikasi
immobilisasi lama, tetapi hanya kalau kewaspadaan diperhatikan
untuk mencegah komplikasi tertentu. Komplikasi ini diantaranya
adalah pembalut gips yang ketat, borok akibat tekanan dan abrasi atau
laserasi pada kulit.
b. Operatif

Meliputi ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

a). ORIF

Apabila diartikan dari masing-masing kata adalah sebagai berikut; Open
berasal dari bahasa Inggris yang berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992),
Reduction berasal dari bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang, Internal
berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam, Fixation berasal dari bahasa
Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam satu kedudukan yang tidak
dapat berubah (Ramali, 1987). Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen
atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail
yang panjang dengan atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau
kombinasi dari metode ini (Phillips, 1990).



Bila dipasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara
aman sehingga gerakan dapat segera dimulai, dengan gerakan lebih awal
kekakuan dan oedema dapat dihilangkan sedini mungkin.
Indikasi ORIF sering menjadi bentuk terapi yang paling diperlukan.
Indikasi utamanya adalah:
1) Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi,

2) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi, (misalnya fraktur pertengahan
batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang
bergeser). Selain itu juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah
oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau
olekranon),
3) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama
fraktur pada leher femur,
4) Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah
penyembuhan,
5) Fraktur multiple bila fleksi dini (dengan fiksasi internal atau luar)
mengurangi risiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada
berbagai sistem,
6) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia,
pasien dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia (Phillips, 1990).
Penatalakanaan ORIF yang banyak penggunaanya yaitu kawat, sekrup,
plat, batang intramedular dan kombinasi dari semua itu. Bila plat digunakan harus



dipasang pada permukaan yang dapat ditegakkan, yang biasanya pada sisi
cembung tulang (Muller, 1991).
b). Plate and Screw

Plate berarti struktur pipih atau lapisan (Dorland,1998). Screw berarti
silinder padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk fiksasi
internal yang berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk silinder padat
untuk memfiksasi daerah yang mengalami perpatahan.
c) Fracture femur 1/3 distal

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang,
dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, faktor tekanan atau
kelelahan dan faktor patologik (Appley,1995). Menurut Lane and Cooper (1995),
fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik complete
maupun incomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan
kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.
Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan
gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald,
1965). Pada kasus ini terjadi pada 1/3 bagian distal femur dextra.

Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungannya dengan dunia luar ada dua
yaitu:
Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan
otot dankulit sehingga dapat terlihat dari luar.
Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak
menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.



Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:

Grade 1: Terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan.
Grade 2: Seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot.
Grade 3: Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf,
otot dan kulit.
Berdasarkan bentuk patah tulang:

1) Complete Fracture yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen

2) Incomplete Fracture yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya
pemisahan.
3) Communitate Fracture yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen
tulang patah menjadi beberapa bagian.
4) Impacted Fracture yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang
didekatnya.
Berdasarkan garis patahnya:

1) Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada
anak-anak dengan tulang lembek.
2) Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.

3) Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang

4) Oblique yaitu garis patah miring

5) Spiral yaitu garis patah melingkar tulang

Berdasakan berat ringannya patah :

1) Communited atau crush.

2) Simple (unilateral).



3) Double atau dua sisi (bilateral).

4) Multiple atau hancur.
Berdasarkan lokasi perpatahan :
1) 1/3 proximal, medial, dan distal

2) Metafisis, diafisis, dan epipisis

3) Level vertebra

4) Nomenklatur atau anatomis tulang.
Berdasarkan Mekanisme kejadian :
1) Compression

2) Rotasi

3) Bumper

4) Whyplas

Berdasarkan Komplikasi

1) Komplikata

2) Non-komplikata

3) Ekstra/intraarticuler

10. Komplikasi

Beberapa komplikasi fraktur femur 1/3 distal menurut Appley (1995) :

a. Deep vein trombosis

Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena
pembentukan trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis,
kerusakan endotel dan hiperkoagubilitas darah. Insiden diperberat oleh
imobilisasi yang terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang



menjadi penyebab kematian pada operasi ini apabila trombus lepas dan terbawa
oleh cairan darah kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital seperti
paru dan jantung. kemungkinan terjadinya komplikasi trombosis lebih besar pada
penggunaan ortose secara general dari pada lokal maupun melalui lumbal.
b. Stiff Joint ( kaku sendi )

Kekakuan sendi terjadi akibat oedema, fibrasi pada kapsul, ligament dan
otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain. Keadaan
ini bertambah lunak satusama lain. Keadaan ini bertambah jika immobilisasi
berlansung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi ligament memendek, tidak
ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya merentangkan jaringan ini dan
memulihkan gerakan yang hilang.
c. Sepsis

Sepsis adalah teralirnya suatu baksil pada sirkulasi darah sehingga dapat
menyebabkan infeksi.
11. Prognosis

Prognosis pasien pada post ORIF Fraktur femur 1/3 distal dengan
pemasangan fiksasi internal dikatakan baik apabila pasien secepat mungkin
dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, usia pasien yang relatif muda,
jenis fraktur yang ringan dan mendapatkan penanganan lebih lanjut dari tim medis
berupa tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi untuk memperbaiki
struktur tulang yang patah. Prognosis yang ada meliputi: (1) quo ad vitam, yaitu
baik apabila pasien telah dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal
fiksasi. Selain itu, dengan adanya kemajuan teknologi khususnya didalam



pemberian anesthesi, resiko terjadi kegagalan ataupun kematian dimeja operasi
jarang sekali terjadi bahkan tidak pernah terjadi, (2) quo ad sanam, yaitu baik
apabila telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan
stabil sehingga mempercepat proses penyambungan tulang, (3) quo ad
fungsionam, berkaitan dengan tingkat kesembuhan atau sanam. Dikatakan baik
jika quo ad sanamnya baik, karena dengan semakin cepat tulang menyambung
maka pasien dapat segera kembali melakukan aktifitas fungsional. Dalam hal ini,
dibutuhkan latihan yang intensif untuk mengembalikan aktifitas fungsional secara
optimal, (4) quo ad cosmeticam, yaitu baik apabila fragmen yang telah direposisi
dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak terjadi deformitas dan
tidak mengganggu penampilan pasien.
Penderita fraktur femur segmental setelah pemasangan internal fiksasi
plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini
dangan tepat, maka kapasistas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali
normal. Keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi yang
menyertai, umumnya pada usia lanjut (Appley, 1995).
D. Deskripsi Problematika Kasus

Problematika yang dapat muncul pada pasca operasi fraktur femur 1/3
distal dextra adalah meliputi :
a) Impairment

1) Oedem di sekitar daerah fraktur

Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh
memberikan respon radang atas kerusakan jaringan di dekat daerah fraktur.



2) Nyeri di sekitar luka operasi

Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur,
menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan
menekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.
3) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka
operasi menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga lama-lama akan
mengalami gangguan atau penurunan lingkup gerak sendi.
4) Penurunan kekuatan otot

Oedem dan nyeri karena luka bekas operasi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan otot karena pasien tidak ingin menggerakkan anggota
geraknya dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan disused atrophy.
5) Functional Limitation

Adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien mengalami penurunan
kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi, jongkok berdiri, naik turun
tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK).
Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan karena penyambungan
tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga pasien belum mampu
menumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-hari secara optimal.



6) Disability

Oleh karena nyeri, oedem dan keterbatasan fungsional, pasien tidak
mampu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya atau bersosialisasi dengan
orang lain.
E. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi
latihan. Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang
pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif
maupun pasif (Priatna,1985).
Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian
yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam keadaan
dielevasikan sekitar 30
o
.
1. Static Contraction

Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer
pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan
darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem,
dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan
elevasi sehingga dengan pengaruh gravitasi akan semakin memperlancar aliran
darah pada pembuluh darah vena.
2. Passive Movement

Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Relaxed Passive



Movement merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa
nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu,
maka gerakan dihentikan (Priatna,1985).
3. Active Movement

Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan
kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner, 1996). Pada kondisi
oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan pumping action yang akan
mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga
dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi
dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari :
a. Assisted Active Movement

Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar dapat
berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini dapat
membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.
b. Free Active Movement

Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan
yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Priatna,
1985). Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri
juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan
memelihara kekuatan otot.



4. Latihan Jalan

Latihan jalan dilakukan bila penderita sudah mampu dan keseimbangannya
sudah baik. Latihan jalan dapat dilakukan dengan kruk menggunakan cara partial weight
bearing (PWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu sebagian berat badan, yang
kemudian ditingkatkan dengan cara full weight bearing (FWB) yaitu pasien berjalan
dengan menumpu berat badan penuh. Latihan berjalan dilakukan dengan metode swing
through. Dimana swing through merupakan latihan berjalan dengan cara kruk diayunkan
lebih dulu kemudian kaki melangkah melebihi kruk (Hollis, 1999).

Anda mungkin juga menyukai