Anda di halaman 1dari 44

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Regio Cruris


Dalam hal ini penulis akan membahas beberapa sistem yaitu: 1) sistem
tulang, 2) sistem sendi, 3) sistem otot, 4) sistem syaraf, 5) sistem darah.

Gambar 2.1, Anatomi Regio Cruris

1) Sistem Tulang
A. Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis,
diaphysis dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat
permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis
superior yang ditengahnya terdapat
intercondyloidea.

Di

ujung

peninggian

disebut

eminentia

proksimal terdapat dataran sendi yang

menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang


fibula.
Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis,
dan crista interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu
facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian
proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.
Pada

epiphysis

distalis

bagian

distal

terdapat

tonjolan

yang

disebut malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap


lateral untuk bersendi
Epiphysis

dengan

talus

disebut

facies

malleolus

lateralis.

distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies articularis

inferior untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan
tulang fibula.
B. Tulang fibula
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian
yaitu epiphysis

proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis

proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal


meruncing menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran
sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula.
Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista
medialis, Krista anterior, Krista interosea, dan
medialis, facies lateralis, facies posterior.

tiga dataran yaitu facies

Epiphysis

distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar

disebut malleolus lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang


disebut facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu
sulcus disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot
peroneus longus dan peroneus brevis.

Gambar 2.2
Tulang Tibia dan Fibula kanan tampak depan (Putz, 2000)
Keterangan gambar : 1. Tulang fibula

Gambar 2.3

2. Tulang tibia

Tulang tibia dan fibula dilihat dari belakang (Spalteholtz, 1987)

Keterangan gambar:
Tulang tibia:
1. Facies articularis superior condylus lateralis
2. Facies articularis superior condylus medialis
3. Condylus medialis
4. Linea musculi solei
5. Foramen Nutricium
Tulang fibula:
1. Apex caoitalis fibulae
2. Caput fibulae
3. Facies posterior
4. Crista medialis

6. Facies interosseus
7. Margo intercosseus
8. Margo medialis
9. Suleus malleolaris
10. Malleolus medialis

5. Margo posterior
6. Malleolus lateralis
7. Facies artcilaris malleoli

2) Sistem Otot
Tabel 2.1 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang
No

Otot

m.
1. gastrocnemius
- Caput
mediale
- Caput
lateral
2 m. soleus

m. tibialis
posterior

Origo
Planum popliteum
di atas condilus
medialis
Bagian atas dan
condylus
lateralis
Bagian belakang
capitallum
fibulae dan bagian
atas facies
pasterior
capitullum
fibulae dan
septum intermus
culare
posterior
Membrana
Interossea
Fibula
Tibia

Insertio

Fungsi
- Plantar
Bagian
N. tibialis
fleksi kaki
belakang
(VS1, VS2)
- Fleksi
os.calcaneu
sendi lutut
s
Bagian
posterior
calcaneus

Inervasi

N.

- Plantar
fleksi kaki
tibialis
pada
(VS1, VS2)
sendi
pergelang
an kaki

N. tibialis - Plantar
Tuberositas (VL5, VS1)
fleksi
os.Nacula
kaki pada
ris
sendi
Os.Coneifor
pergelang
me
an kaki
os.Cuboideu
- Inversi
m basis
kaki
metatarsal
2,3,4

m. plantaris

- Bagian bawah
linea
supracondilaris
dan os. planum
popliteum
femoris

-Bagian
posterior
os.
Calcaneus

N. tibialis - Plantar
(VL5,VS1)
fleksi
sendi
pergelang
an kaki
- Fleksi
sendi lutut

Tabel 2.2. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian lateral


No Otot
Origo
Insertio
Ivervasi
1 m.peroneus
- Condylus
- sisi lateral N.peroneus
lateralis tibia os.
longus
superificialis
- Capitulum cuneiforme
(VL4,VS1)
fibulae
mediale
- 2/3
- basis
bagian
os.metatars
atas
al
lateralis
ke I
corpus
tibulae
2

m.peroneus
brevis

2/3 bagian
bawah
fibulae
lateralis

- tuberositas
os.Meta
tarsal ke 5

(Spalteholz, 1987)

Fungsi
Plantar
fleksi kaki
Eversi
kaki

n. peroneus Plantar
superficialis fleksi
(VL4,VS1) Eversi kaki

Tabel 2.3 Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan


No Otot
Origo
Insertio
Invervasi
1

m. extensor
digitorum
longus

m. tibialis
anterior

m. extensor
hallucis
longus

Sisi lateral
- keempat
tibiae
jari
- facies
kaki
lateral
anterior
corpus
fibulae
membran
a
interossea
- bagian lateral - sisi
medial
condylus
lateralis tibia cuneiforme
medialis
- 2/3 corpus
basis os I
tibia
bagian atas
- membrana
medial

Fungsi

n.peroneus ekstensi jari


profundus
kaki

n.peroaeus
profundal

ekstensi
kakipada
semi
pergelang
an kaki
- inversi

- pertengahan -facies
n.
-ekstensi
medial facies
profundus ibu jari kaki
superior
anterior fibularis
(VL4-VS1) -ekstensi
basis
pada
phalanx
pergelangan
-phalanx
kaki
distalis ibu
-inversi
jari kaki
kaki

(Spalteholz, 1987)
1) Otot penggerak sendi lutut
a) Otot penggerak fleksi lutut antara lain : musculus biceps femoris,
musculus semi tendi nosus, semi membranosus.
b) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain : musculus vastus lateralis,
vastus intermedius, musculus vastus medialis, musculus rectus femoris.
c) Otot penggerak eksorotasi lutut antara lain : musculus biceps femoris,
musculus extensor fascialata, musculus gastrocnemius caput medialis.
d) otot penggerak endorotasi lutut antara lain : musculus semitendinosus,
musculus semimembranosus, musculus gracilis, musculus popliteus,

musculus gastrocnemius caput lateral.


2) Otot penggerak sendi ankle.
a) Otot penggerak plantar fleksi antara lain : musculus Gastrocnemius,
musculus
hallucis

Soleus,

musculus

Plantaris,

musculus

Fleksor

longus,musculus Tibialis posterior, musculus peroneus

longus, musculus peroneus brevis.


b) Otot penggerak dorsi fleksi antara lain : musculus Tibialis anterior,
musculus extensor digitorum longus, musculus peroneus tertius,
musculus extensor hallucis longus.
c) Otot penggerak inversi antara lain : musculus Tibialis anterior,
musculus Tibialis posterior, musculus fleksor hallucis brevis.
d) Otot penggerak eversi antara lain : musculus peroneus longus,
musculus peroneus brevis,

3
2
4
6
7

Gambar 2.4
Otot tungkai bawah kanan tampak depan (Putz, 2000)

Keterangan gambar:
1. m. Fibularis (peroneus) longus
2. m. Tibialis anterior
3. m. Gastrocnemius
4. m. Soleus

5.
6.
7.
8.

m. Extensor hallucis brevis


m. Fibularis brevis
m. Extensor digitorum longus
m. Extensor hallucis longus

3) Sistem Sendi
A. Sedi Lutut
Sendi lutut adalah sendi yang komplit yang melibatkan empat
tulang yaitu os femur, os tibia, os patella, serta os fibula. Lutut terdiri
dari dua persendian yang berada dalam satu kapsul yaitu sendi
tibiofemoral dan sendi patellofemoral (Norkin,
dibentuk

oleh

condylus

femoralis

lateralis

1995).

Tibiofemoral

dan medialis yang

berbentuk cembung dengan tibia plateu yang berbentuk cekung. Sendi


patellofemoral dibentuk oleh facies patellaris tulang femur dengan
tulang patella.
Pada sendi lutut terdapat meniscus yang berbentuk bulan sabit.
Berfungsi sebagai

penyebar pembebanan, ada dua yaitu meniscus

lateralis dan meniscus medialis (Kapanji, 1987). Terdapat bursa yang


merupakan suatu kantong yang berisi cairan yaitu bursa suprapatellaris,
supra subtendinosus, bursa intrapatellaris dan bursa

prepatellaris

subcutanea. Ligament yang memperkuat sendi lutut yaitu ligament


collateral mediale,

ligament collateral lateral, ligament cruciatum

posterior dan ligament cruciatum anterior. LGS lutut secara pasif


umumnya antara 130 dan 140. Hiperekstensi antara 5 sampai 10
masih dalam batas normal (Williams, 1985). Secara aktif untuk fleksi
120 sampai 130 dan ekstensi (Palmer, 1990).
Disamping sendi tibiofemoral dan sendi patellofemoral masih
ada sendi ketiga yaitu sendi tibiofiburalis proksimal. Sendi ini tidak
termasuk ke dalam sendi lutut karena secara fungsional lebih cendrung
termasuk sendi pergelangan kaki. (de Wolf, 1990).

Gambar 2.5
Otot tungkai bawah kanan tampak belakang (Putz, 2000)
Keterangan gambar : 1.
2.
3.
4.

m. Gastrocnemius lateralis
m. Gastrocnemius medialis
m. Gastrocnemius tendo
m. Soleus

B. Sendi pergelangan kaki


Sendi pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian, yaitu (1) tibiofibularis
distalis, (2) sendi talocruralis dan (3) subtalar (Norkin, 1995). Sendi tibiofibularis
distal dibentuk oleh incisura fibularis tibia dengan facies articularis fibula. Sendi
tibiofibularis proksimal dan distal diperkuat oleh membrana interoseus yang
terletak antara tibia dan fibula sendi talocruralis dibentuk oleh ujung distal tulang
fibula yang membentuk permukaan cekung dengan talus yang permukaanya
cembung. Sendi subtalar dibentuk oleh tulang talus dan calcaneus.
4) Sistem Syaraf
Sistem

persyarafan

pada

tungkai

atas

berasal

dari

plexus

sacralis

mensyarafi otot-otot pada sekitar tungkai atas.


a. Sistem persyarafan tungkai atas
1)

Nervus femoralis
Merupakan cabang tersebut dari cabang plexus lumbalis. Nervus ini

bersisi dari tiga bagian plexus anterior yang berasal dari n. Lumbalis (L2, 3 dan
L4). Nervus tersebut muncul dari tepi lateral musculus Psoas di dalam
abdomen dan berjalan kebawah diantara m. Psoas dan M Iliacus. Ia terletak
dibelakang fascia iliaca dan memasuki paha lateral terhadap arteri femoralis
dan selubung femoral dibelakang ligamen inguinale dan berakhir dibawah
ligamen inguinale dan pecah menjadi divisi anterior dan posterior. Nervus
femoralis mensyarafi semua otot ruas anteroir paha (Sneel, 1997).
2)

Nervus obturatorius
Nervus obturatorius berasal dari plexus lumbal (L2, 3 dan 4) dan

muncul pada tepian m. Psoas didalam abdomen ia berjalan kebawah dan


kedepan pada dinding lateral pelvis untuk mencapai bagian atas

foramen

obturatorium, hal ini pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi
anterior

memberi

cabang-cvabang muscular pada m. Brachialis, m. Adductor

brevis dan adductor longus. Sedang

devisi

posterior

mensarafi

articularis

genus dan memberi cabang-cabang muscular kepada m. Obturatorius externus,


10

adductor magnus (Chusid, 1991).


3)

Nervus gluteal superior dan inferior


Nervus gluteal

superior dan inferior,

cabang plexus

sacralis

meninggalkan pelvis melalui bagian atas dan bawah foramen ischiadicus


majus diatas musculus piriformis. Dan bagian bawah foramen isciadicus
mensarafi tensorfacialata, m. Gluteus minimus serta gluteus meximus (Sneel,
1993).
4)

Nervus ischiadicus
Nervus ischiadicus merupakan cabang plexus sacralis (L4, 5 dan S1, 2,

3) meningggalkan
longum

regio

m. Biceps

glutealis

menuju

kebawah sepanjang caput

femoris. Setelah sampai pertengahan paha pada

bagian posterior ditutupi oleh tepian m. Biceps femoris dan m. Semimembranosus


yang berdekatan. Nervus ini terletak pada apex posterior m. Adductor magnus
pada sepertiga pada bagian paha bawah kemudian berahkir dan pecah menjadi n.
Tibialis dan n. Peroneus communis. Nervus ischiadicus pecah menjadi terminal
pada bidang lebih tinggi pada bagian atas paha, regio gluteal bahkan
didalam pelvis (Chusid, 1991).

Gambar 2.6
Nerve peroenus communis
L4,5 dan S1,2 (Chusid, 1991)

Gambar 2.7
Nerve tibialis
L4,5 dan S1,3 (Chusid, 1991)

11

Keterangan gambar 2.6 :


1. Sciatic nerve
2. Comon peroneal nerve
3. Deep peroneal nerve
4. M. tibialis anterior
5. Supervicial peroneal nerve
6. M. extensor digitorium longus

7. M. Peroneus longus
8. M. extensor hallucis longus
9. M. peroneus brevis
10. M. peroneus tertius
11. M. extensor digitorium brevis
12. Sural nerve

Keterangan gambar 2.7:


1. Sciatic nerve
9. M. flexor hallucis nerve
2. Comon peroneal nerve10. Comon peroneal nerve
3. M. gastrocnemius
11. Medial sural cutaneous nerve
4. M. popliteus
12. Lateral sural cutaneous nerve
5. M. plantaris
13. Sural nerve
6. M. soleus
14. Medial plantar nerve
7. M. tibialis posterior 15. Lateral plantar nerve
8. M. gigitorium longus

5) Sistem Pembuluh Darah


a. Pembuluh darah arteri
Arteri membawa darah keluar dari jantung menuju tubuh dan arteri ini
selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonare yang
membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah arteri pada
tungkai antara lain:
1) Arteri femoralis
Arteri

femoralis

memasuki

bagian

paha

melalui

bagian

lutut

belakang dari ligamentum inguinale dan merupakan lanjutan dari arteri iliaca
external. Dan terletak dipertengahan antara SIAS (Spina Iliaca Anterior
Superior) dan symphysis pubis (Sneel, 1993). Arteri femoralis merupakan
pemasok darah utama bagian tungkai, berjalan menurun hampir vertikal ke
tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot magnus dengan
memasuki spatica poplitea sebagai arteri poplitea.

12

Gambar 2.8
Pembuluh darah vena pada tungkai bawah dilihat dari belakang (Spalteholtz, 1987)
Keterangan gambar: 1. V. provundum femoris
3. V. saphena magna
2. V. popliteum
4. V. saphena parva

Gambar 2.9
Pembuluh darah arteri pada tungkai bawah (Carola, R, 1990)

Keterangan gambar:
1. Common iliac artery
2. Internal iliac artery
3. External iliac artery
4. Femoral artery
5. Deep (profunda) femoral artery
6. Popliteal artery

9. Posterior tibial artery


10. Lateral plantar artery
11. Plantar arterial artery
12. Medial plantar artery
13. Dorsal metatarsal arteries
14. Dorsal artery of foot
13

7. Anterior tibial artery


artery
8. Proneal artery

15. Perforating branch of personal


16. Anterior tibial arterior

3.2. Fraktur
3.2.1 Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan karena rudapaksa (Jong&Sjamsuhodajat,2005)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan
oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan
berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung,
misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur
pada tibia dan fibula.
3.2.2 Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan,

yang

dapat

berupa

pemukulan,

penghancuran,

penekukan,

pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah
14

pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena
kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris
dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau
oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah
satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus
atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab
yang paling lazim.
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan
lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat
cedera jaringan lunak:
C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa
C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur
berat
C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma
kompartemen.
3.2.3 Klasifikasi fraktur tulang
15

1) Klasifikasi klinis
a. fraktur tertutup
disebut juga closed fracture. Tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan lingkungan luar.
b. fraktur terbuka
disebut juga compound fracture. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990):

Grade I
- Panjang luka < 1 cm
- Biasanya berupa tusukan dari dalam kulit menembus ke luar
- Kerusakan jaringan lunak sedikit
- Fraktur biasanya berupa fraktur simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif

Grade II
-

Laserasi kulit > 1 cm

Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit

Kerusakan jaringan sedang

Sedikit kontaminasi dari fraktur

Grade III
-

Kerusakan jaringan lunak hebat

Kontaminasi hebat

Dibadi menjadi 3 subtipe:


IIIA : Jaringan lunak cukup untuk menutup fraktur , Fraktur bersifat
segmental atau komunitif hebat
IIIB: Trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,
pendorongan periosteum, tulang terbuka, kontaminasi hebat ,
Fraktur bersifat komunitif hebat

16

IIIC: Fraktur terbuka yang disertai kerusakan arteri dan saraf tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
c. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi, mal-union, delayed union, nonunion.
2) Klasifikasi Radiologis
a. Berdasarkan Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti
pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur
didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur
dislokasi.
b. Berdasarkan konfigurasi
Dilihat

dari

garis

frakturnya,

dapat

dibagi

menjadi

t r a n s v e r s a l (mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin). Jika


terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif.
3.2.4 Fraktur Tibia
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.
A. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis
serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan
antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral
dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split
dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler
medial memiliki kekuatan yang lebih besar,jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi
akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus). Jatuh dari ketinggian akan
menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur pada proksimal tibia.
Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur
17

kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut.
Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat
hiperekstensi atau gaya memutar.7
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur
tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila
depresi melebihi 4 mm.

Gambar 2.10. Klasifikasi Schatzker.


(dikutip dari kepustakaan 8)(i)

18

Gambar 2.11. Fraktur kondiler tibia.


(dikutip dari kepustakaan 9)

(dikutip dari kepustakaaii)

19

Gambar 2.12. Gambaran radiologis CT potongan coronal menunjukkan fraktur kondiler


tibia dengan depresi terpencil dari kondiler lateral tibia (Schatzker tipe 3)iii
(dikutip dari kepustakaan 10)
Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien
tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada
proksimal tibia dan gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas. Dokter perlu menentukan
adanya penyebab cedera itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera
neovaskular, ligamen sindroma kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat
tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu
diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat
menjadi tanda fraktur terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia.
Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera,
pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil mestilah tidak lebih dari 10 o dengan stress
varus atau valgus pada mana-mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga
20

fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum anterior perlu dinilai melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut. Robekan
ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler lateral.
Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan meniscus
medial.Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur
kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan
kepada sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.
Pemeriksaan radiologik
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tapi
kadang-kadang diperlukan pula foto oblik. Apabila pada foto polos tidak dapat dilihat
dengan jelas, CT atau tomografi dengan proyeksi AP dan lateral sering diperlukan.
Untuk melihat tanda Fat(marrow)-fluid(blood) interface sign (hemarthrosis) dilakukan
cross table lateral view.
Gambaran fraktur:

Tipe fraktur: split, depresi


Lokasi: medial, lateral
Jumlah fragmen
Pergeseran fragmen
Derajat depresi

21

Gambar 2.13. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B) Fraktur
kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw untuk
mengembalikan kongruensi sendi.
(dikutip dari kepustakaan 11)(iv)
Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain verban elastik, traksi, atau gips
sirkuler. Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan
beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi kekakuan
sendi.
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan

22

pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen
terhadap tibia.
Komplikasi
1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga
bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.
4. Malunion
5. Cedera ligamen dan meniskus (misal: ligamen medial kollateral)
6. Cedera saraf peroneal.12
B. Fraktur Diafisis Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3
bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi
otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama
terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Gambar 2.14. Fraktur diafisis tibia.


(dikutip dari kepustakaan 10)
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter
23

yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur


dalam menjalankan penatalaksanaannya.
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia
berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks.
Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.
B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.
C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar 2.15. Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma


Association (OTA). (dikutip dari kepustakaan 8)
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem

Gustilo sebagai berikut:


Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.
Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.

24

Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan

mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi,


contohnya: luka tembak.
Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap
vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

25

Gambar 2.16. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb. (B)
Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral menunjukkan OTA
tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan pertukaran nailing dilakukan
5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah pertukanran nailing, fraktur menyatu dan
area yang hilang tulang telah terisi tanpa bone grafting.
(dikutip dari kepustakaan 8)
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa
muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan
perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.Sindroma kompartemen terdiri dari:
pain, pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan

pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada
transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia
dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat
26

segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak diperlukan.

Gambar 2.17. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.
(dikutip dari kepustakaan 13)(v)

Gambar 2.18. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan sklerosis and
pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.
(dikutip dari kepustakaan 8)
27

Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3
minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips
biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan
mereda atau terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif,
fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif adalah sama ada
pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw sematamata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada
fraktur tibia:

Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan

jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang


Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

28

Gambar 2.19. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana terdapat
fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari fraktur tibia adalah
bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur diafisis yang paling biasa
terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan pemasangan locked intramedullary nail,
dan fraktur pergelangan kaki ditangani dengan teknik AO konvensional.
(dikutip dari kepustakan 8)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,
delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma
kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal komunis dan
gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan sendi ini biasanya
disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
C. Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana
talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan
ligamen.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.

29

Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik
atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur
pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau
fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai
dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan
diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950)

mengklasifikasikan

menurut

patogenesis

terjadinya

pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan
atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis &
Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari
kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.

30

(dikutip dari kepustakaan 14)


Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):
Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian

depan
Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai
fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada
sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain

fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

(dikutip dari kepustakaan 14)


Gambaran klinis
31

Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau


deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan
mekanisme terjadinya trauma(gambar 14.122).Foto rontgen perlu dibuat sekurangkurangnya tiga

proyeksi, yaitu antero-posterior, lateral dan setengah oblik dari

gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal, sehingga
secara klinis harus diperhatikan.

(dikutip dari kepustakaan 14)


Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler
sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi yang
sesegera mungkin.
Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler di
32

bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada
tibiofibula serta adanya dislokasi talus( gambar 14.123).
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:

Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis


Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk paralel
Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula

Tindakan operasi terdiri atas:

Pemasangan screw( maleolar)


Pemasangan tension band wiring
Pemasangan plate dan screw

(dikutip dari kepustakaan 14)


Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan pembuluh
darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
33

2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak akurat
yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi perubahan
trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki
yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon
tubuh terhadap pengobatan.
3.2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu
mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja
oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena
nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak,
krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik
34

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan.

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang


atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:


Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hatihati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
Move (pergerakan)
35

Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.


Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta
kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan
bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
Untuk konfirmasi adanya fraktur.
Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen
serta pergerakannya.
Untuk mengetahui teknik pengobatan.
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
Untuk melihat adanya benda asing.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan Rules of
Two:

Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
36

tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang


(AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur
atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi.
Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan
dalam foto sinar-X.

Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur.
Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1
tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu
juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau raguragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14
hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena
dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur
itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu
penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih
lambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur
atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin
berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin
merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret
37

transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada


tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.
3.2.6

Teknik Penanganan

Penatalaksanaan Fraktur :
Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau
traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10
hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6
atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke fungsi
normal
Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah
di tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
38

- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Fiksasi eksternal
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih
kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari
fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin
dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan
untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur
tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar pemasangan ring fixators
pada fraktur diafisis tibia.

39

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)


Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya
menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada
penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur
dengan ORIF.

40

d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera
dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah gambar dari
penggunaan intramedullary nailing.

2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan
pada crush injury dari tibia.
3.2.6 Komplikasi
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang
tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah
ke fragmen.
3) Non union
41

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah.
5) Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
3.2.7 Prognosis
Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan kembali
fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian jenis fraktur yang
sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada tulang ulna, tulang radius,
tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah elbow, caput femur dan cruris dapat
menyebabkan kematian karena pada daerah tersebut dilewati saraf besar yang sangat
berperan dalam kehidupan seseorang. Prognosis fraktur tergantung dari jenis fraktur,
usia penderita, letak, derajat keparahan, cepat dan tidaknya penanganan. Prognosis pada
pasca operasi fraktur cruris 1/3 tengah tergantung pada jenis dan bentuk fraktur,
bagaimana operasinya, dan peran dari fisioterapi.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah sakit
sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan, bentuk dan
jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien relative
muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Penanganan yang
diberikan seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi
terutama dalam memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah operasi dengan
42

pemberian internal fiksasi berupa plate and screw, diperlukan terapi latihan untuk
mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang tepat akan
memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini
tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan, usia
pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik jika
pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang disebut juga
dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses
rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah komplikasi dan
melatih aktivitas fungsionalnya.

43

ii

iii
iv
v

Anda mungkin juga menyukai