LOKOMOTOR
BLOK 16
Oleh :
Tutorial F
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
I. LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 1
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang
pipih.Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan
ischium.Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum,
ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-
medial.Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest).Pertemuan antara pubis
dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis.Terdapat suatu cekungan di bagian
pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi
dengan tulang femur.
Tutup lutut, bagian yang menonjol dari depan lutut, sebenarnya dibentuk oleh tulang
terpisah yang disebut patela. Ini adalah os sesamoid karena terletak di dalam tendon dari otot
quadriceps femoris, otot kuat di bagian depan paha.Bila ekstremitas bawah ini diluruskan,
patela bisa dirasakan dan bahkan digenggam dengan jari dan pindah dari sisi ke sisi.
1.1.1.3. Tulang Tibia Dan Fibula
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan
fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya
merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk
berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral.Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk
perlekatan ligamen.Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal
dan malleolus medial.
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan
tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal,
fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
Os tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri atas :
a) Talus: berhubungan dengan tibia dan fibula terdiri atas kaput talus, kolumna talus, dan
korpus tali.permukaan atas korpus tali mempunyai bongkol sendi yang sesuai dengan lekuk
sendi, terbentuk dari ujung sendi distal tibia dan fibula yang dinamakan trokhlea tali sebelah
medial permukaan berbentuk bulan sabit (fasies molaris medialis) yang berhubungan dengan
maleolus medialis.
b) Kalkaneus: terletak di bawah talus, permukaan atas bagian medial terdapat tonjolan
yang dinamakan suntentakulum tali, di bawahnya terdapat sulkulus muskular flexor halusis
longus. Bagian belakang kalkaneus terdapat tonjolan besar tuberkalkanei yang mempunyai
prosesus tuberkalkanei.
c) Navikulare: pada bagian medial terdapat tonjolan yang dinamakan tuberositas ossis
navikulare pedis, permukaan sendi belakang berhubungan dengan os kunaiformi I, II, dan III.
d) Os kuboideum: permukaan proksimal mempunyai fasies artikularis untuk kalkaneus,
permukaan distal mempunyai 2 permukaan untuk metatarsal IV dan V. Pada permukaan medial
mempunyai 2 permukaan sendi untuk navikular dan kunaiformi medialis.
e) Os kunaiformi, terdiri atas:
- Kunaiformi lateralis,
- Kunaiformi intermedialis,
- Kunaiformi medialis,
semuanya berbentuk baji, sedangkan permukaan proksimal berbentuk segitiga. Puncak
dari kunaiformi lateralis menghadap ke atas dan puncak kunaiformi medialis menghadap ke
bawah.
Os metatarsalia mempunyai 5 buah tulang metatarsal I, II, III, IV, dan V. Bentuk kelima
tulang ini hampir sama yaitu bulat panjang. Bagian proksimal dari masing-masing tulang agak
lebar disebut basis ossis matatarsale.
Bagian tengah ramping memanjang dan lurus sedangkan bagian distalnya mempunyai
bongkok kepala (kaput ossis matatarsale).Metatarsal I agak besar daripada yang lain,
sedangkan metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke proksimal disebut
tuberositas ossis metatarsal V.
Os falang pedis merupakan tulang-tulang pendek.Falang I terdiri atas 2 ruas yang lebih
besar daripada yang lainnya. Fallang II, III, IV, dan V mempunyai 3 ruas lebih kecil dan lebih
pendek dibandingkan falang I. Pada ibu jari terdapat dua buah tulang kecil berbentuk bundar
yang disebut tulang baji (os sesamoid).
Pada kaki terdapat 4 buah lengkungan :
- Lengkungan medial: dari belakang ke depan kalkaneus.
- Lengkungan lateralis: dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dengan dua tulang
metatarsalia.
- Lengkungan longitudinal: lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh tulang tarsal.
- Lengkungan tranversal anterior: dibentuk oleh kepala tulang metatarsal pertama dan
kelima.
8. M.quadratus femoris
1.1.2.5. Otot-otot dorsal paha
1. M.biceps femoris
2. M.semitendinosus
3. M.semimembranosus
1.1.2.6. Otot-otot ventral betis
1. M.tibialis anterior
2. M.extensor hallucis longus
3. M.extensor digitorum longus
4. M.fibularis (peroneus) tertius
1.1.2.7. Otot-otot lateral betis
1. M.fibularis (peroneus) longus
2. M.fibularis (peroneus) brevis
1.1.2.8. Otot-otot dorsal betis bagian permukaan
1.1.2.9. Otot-otot dorsal betis bagian dalam
1. M.popliteus (Gambar 1.9 Otot Ekstremitas Bawah 2)
2. M.tibialis posterior
3. M.flexor digitorum longus
4. M.flexor hallucis longus
1.1.2.10. Otot-otot kaki dorsal
1. M.ekstensor digitorum brevis
2. M.ekstensor hallucis brevis
1.1.2.11. Otot-otot medial telapak kaki
1. M.abduktor hallucis
2. M.flexor hallucis brevis
3. M.adduktor halluces
1.1.2.12. Otot-otot bagian tengah telapak kaki
1. M.flexor digitorum brevis
2. M.quadratus plantae
3. Mm.lumbricales pedis I-IV
(Gambar 1.11 Arteri-arteri pelvis dan paha, sisi kanan, dilihat dari ventral)
Arteri profunda femoris adalah arteri utama untuk Articulatio coxae dan paha. Cabang-
cabang lain A. femoralis tidak berperan dalam pendarahan paha. A. profunda femoris
bercabang dari A. femoralis di 3-6 cm inferior dari Lig. inguinale dan membagi diri menjadi
Aa. circumflexae femoris medialis et lateralis. Pada orang dewasa, caput femoris hampir hanya
dipendarahi oleh A. circumflexa femoris medialis (R. profundus) yang mengelilingi Collum
femoris dari belakang. R. profundus juga mendarahi otot-otot adduktor dan hamstring. R.
acetabularis beranastomosis dengan cabang A. obturatoria yang bernama sama. A. circumflexa
femoris lateralis berjalan di anterior Collum femoris. Arteri ini mendarahi Collum femoris dan
dengan beberapa cabang otot-otot pinggul lateral serta otot-otot ventral paha. Aa. perforantes
merupakan cabang-cabang terminal yang mendarahi otot-otot adduktor dan hamstring. Semua
cabang saling beranastomosis serta juga beranastomosis dengan A. obturatoria dan Aa. gluteae
dari A. iliaca interna, yang menjadi dasar terbentuknya sirkulasi kolateral.
Sumber : Paulsen, F., & Waschke, J. (2012). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC.
Minggu ke 6
Bagian terminal tunas ekstremitas jadi pipih untung membentuk lempeng tangan
dan lempeng kaki. Jari tangan dan kaki terbentuk saat kematian sel di AER.
A: Hari ke 48, kematian sel di AER menciptakan bubungan pemisah untuk setiap jari.
B: Hari ke 51, kematian sel di ruang antar jari menyebabkan pemisahan antar jari.
C: Hari ke 56, pemisahan jari sudah tuntas.
(Gambar 2.2. Embriologi hari ke 48,51, dan 56 )
Minggu ke 7
Ekstremitas berputar dalam arah berlawanan. Ekstremitas atas berputar 90 derajat
ke lateral sehingga otot-otot ekstensor terletak di lateral dan posterior, ibu jari terletak di
lateral. Ekstremitas bawah berputar 90 derajat ke medial sehingga otot-otot ekstensor berada
di permukaan anterior dan ibu jari berada di medial.
Minggu ke 8
Perkembangan ekstremitas bawah tertinggal dibandingkan dengan ekstremitas atas
selama 1-2 hari.
3. Histologi
(Gambar 3.5. Tulang kanselosa dengan trabekula dan rongga sumsum tulang: sternum
(tulang dekalsifikasi, potongan transversal). Pewarnaan: hematoksilin eosin.)
Sumber: Eroschenko VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi
9.AlihBahasa:TambayongJan.Jakarta: EGC
Filamen aktin & miosin sebagian saling bertautan miofibril memiliki pita terang &
gelap.
- Pita terang hanya mengandung filamen aktin (pita I).
- Pita gelap mengandung filamen miosin & ujung-ujung filamen aktin tempat
bertumpang tindih dengan filamen miosin (pita A).
- Otot rangka dikelilingi oleh lapisan jaringan ikat padat tidak teratur (epimisium).
- Dari epimisium, jaringan ikat kurang padat tidak teratur (perimisium) yang masuk dan
memisahkan otot menjadi fasikulus.
- Selapis tipis jaringan ikat retikular (endomisium) membungkus setiap serat otot.
• Daerah pertautan khusus pada masing-masing serat otot, tempat berakhirnya akson.
• Neurotransmitters dilepaskan oleh sinyal saraf menginisiasi pelepasan ion kalsium dan
kontraksi otot
• Motor Unit: sebuah motor neuron dan seluruh otot yang yang dipersarafinya •Rata-rata
~ 150, tapi bisa sampai beberapa ratus sel saraf •Semakin halus gerakan, semakin
sedikit otot yang terliba
4. Fisiologi
4.1 Anatomi Fisiologi otot rangka
Myofibril adalah unit penting otot rangka sebab mengandung elemen protein kontraktil
yang menyebabkan otot berkontraksi. Terdapat ratusan sampai ribuan myofibril pada setiap
serabut otot, sementara setiap myofibril terdiri atas 1500 myosin dan 3000 aktin. Dibawah
mikroskop myosin yg merupakan filamen tebal akan tampak gelap (A-band), sementara aktin
yang merupakan filamen tipis terlihat terang (I-band). Aktin selalu terhubung dengan protein
lainnya membentuk kompleks aktin-troponin-tropomyosin yang saat kontraksi terjadi akan
berikatan dengan protein myosin. Bagian akhir aktin melekat pada suatu protein lain yang
disebut Z disk, dan daerah antara dua Z disk disebut sarkomer, yang merupakan suatu unit
kontraksi otot. Bila otot berkontraksi ukuran sarkomer sekitar 2 mikrometer.
3. Asetilkolin akan bekerja pada membran serabut otot dan membuka gate Natrium.
4. Masuknya ion Natrium dalam jumlah banyak memulai terjadinya aksi potensial pada
membran otot.
5. Aksi potensial dihantarkan sepanjang membran otot sebagaimana yang terjadi pada
membran saraf.
6. Aksi potensial yang terjadi di membran otot akhirnya sampai ke bagian tengah otot
yang menstimulasi retikulum sarkoplasma melepaskan ion Kalsium.
7. Ion Kalsium akan berikatan dengan troponin-C, dan ini mengawali ikatan antara aktin
dengan myosin.
8. Ikatan antara aktin dan myosin menyebabkan kedua filamen ini saling menarik ke
arah tengah (sliding filament mechanism) dan inilah yang disebut kontraksi otot.
Kontraksi yang terjadi melalui sliding filament mechanism akibat terbentuknya cross-
bridge yang disusun oleh filamen myosin dan aktin, yang akan menarik aktin ke arah myosin
(tengah). Kekuatan untuk menarik diperoleh dari ATP yang tersedia di kepala myosin dan akan
aktif saat aksi potensial mencapai bagian otot.
Refleks pada otot rangka adalah reflek yang terjadi untuk usaha proteksi tubuh agar tidak
terjadi kerusakan pada otot rangka dan juga agar timbul koordinasi otot dalam melakukan
gerakan tertentu, reflek ini terjadi karena karena adanya rangsangan sensoris akibat gerakan
otot, rangsangan tersebut diterima oleh propioreseptor, ada 3 macam propioreseptor yaitu
muscle spindle, golgi tendon organs, joint receptor, ketiganya memiliki mekanisme kerja yang
berbeda beda dengan penjelasan sebagai berikut.
Definisi
Displasia perkembangan pinggul adalah suatu kondisi bawaan kelainan panggul yang didapat
sejak lahir berupa dislokasi pada panggul karena acetabulumdan caput femur tidak berada pada
tempat seharusnya. Hal ini dapat terjadi sekali dalam setiap 1.000 kelahiran hidup. Sendi
panggul diciptakan seperti bola dan sendi soket. Pada Developmental Dysplasia of the Hip,
soket pinggul bisa jadi dangkal, sehingga "bola" dari tulang kaki yang panjang tidak pada
tempatnya, juga dikenal sebagai caput femoral menyelinap keluar dari soket. Caput femoral
bisa saja bergerak sebagian atau seluruhnya keluar dari soket pinggul.
Epidemiologi
Bilateral > Unilateral
Etiologi
Penyebab pasti pada kasus DDH belum dapat diketahui secara pasti, namun secara luas kasus
DDH ini diyakini sebagai gangguan perkembangan pada seorang anak. Hal ini karena DDH
dapat terjadi pada saat kehamilan, setelah lahir, bahkan selama masa kanak-kanak.
Faktor risiko :
Genetik kelemahan ligamen
Lingkungan
o Intrauterin
Desakan : kembar, oligohidramnion
Desakan dapat mengakibatkan caput femur janin yang masih belum
terfiksasi dengan baik lepas dari acetabulum.
Hormon : Relaksin
Relaksin merupakan hormon yang muncul saat partus untuk
melemaskan tulang panggul
o Partus
Kesalahan dalam penolongan partus
Bayi dengan interpretasi bokong
o Pasca partus
Kebiasaan membedung
Pembedungan dengan sangat erat sampai membuat kaki anak yang
seharusnya fleksi menjadi ekstensi, membuat timbulnya insiden DDH
semakin tinggi.
Manifestasi Klinis
Kaki bayi panjang sebelah
Terdapat lipatan bokong dan paha yang asimetris
Lipatan bokong dan paha yang asimetris dapat menggambarkan kemungkinan terjadi
DDH pada bayi, tetapi pemeriksaan penunjang seperti USG dan foto rontgen tetap
diperlukan untuk memastikan pinggul normal atau tidak.
Pemeriksaan Penunjang
USG teknik pencitraan diagnostik yang menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi dan komputer untuk membuat gambar pembuluh darah, jaringan, dan organ.
Digunakan untuk usia < 6 bulan karena penulangan belum sempurna (tulang masih
dalam bentuk tulang rawan), jadi kalau diperiksa dengan rontgen hasilnya akan
radioluscent.
Rontgen (X-ray) sebuah tes diagnostik yang menggunakan terlihat balok energi
elektromagnetik untuk menghasilkan gambar dari jaringan internal tulang, dan organ
ke film. Digunakan untuk usia > 6 bulan. Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi dan
selanjutnya untuk pemantauan pengobatan.
Computed Tomography Scan (Juga disebut CT atau CAT Scan.) - sebuah prosedur
pencitraan diagnostik yang menggunakan kombinasi dari x-ray dan teknologi komputer
untuk menghasilkan gambar penampang (sering disebut iris), secara horisontal dan
vertikal dari tubuh. CT scan menunjukkan gambar rinci dari setiap bagian tubuh,
termasuk tulang, otot, lemak, dan organ. CT scan lebih rinci daripada umum x-ray.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) - sebuah prosedur diagnostik yang menggunakan
kombinasi magnet besar, radiofrequencies dan komputer untuk menghasilkan gambar
detil dari organ dan struktur dalam tubuh.
Penatalaksanaan
Metode Pengobatan Tanpa Bedah
Penggunaan Pavlik Harness
Dirancang khusus untuk lembut posisi pinggul bayi, sehingga pinggul dapat
sejajar dalam sendi, dan untuk menjaga sendi panggul tetap aman aman. Hal ini
biasanya digunakan untuk mengobati bayi dari lahir sampai usia enam bulan.
Karena hampir tidak mungkin untuk mengamankan satu pinggul saja, maka
kedua pinggul perlu diposisikan dengan menggunakan Palvik Harness, bahkan
jika ada masalah dengan hanya satu pinggul. Dengan memposisikan pinggul
bayi sedemikian rupa sehingga sendi pinggul sejajar dan stabil, sehingga akan
membantu pertumbuhan dan pengembangan sendi panggul. Setelah pengobatan
menggunakan Pavlik Harness telah tepat dan berhasil, belum ada laporan
mengenai kasus re-dislokasi. Namun, ada risiko perkembangan yang lambat
atau tidak lengkap dari acetabulum. Inilah sebabnya mengapa x-ray biasanya
direkomendasikan untuk tindak lanjut bahkan ketika Palvik Harness telah
berhasil. Setelah x-ray normal, maka mungkin ada kesempatan 99% bahwa
pinggul akan terus tumbuh normal. Kambuhnya displasia sangat jarang setelah
sukses penatalaksanaan memanfaatkan Pavlik Harness dan hasil x-ray yang
normal pada usia 9-12 bulan, tetapi kebanyakan dokter tetap menyarankan x-
ray pada usia yang lebih tua untuk mengetahui setiap acetabulum yang dangkal
dan mungkin perlu pengobatan untuk mencegah arthritis dini.
Hip Abduction Brace
Sebuah penyangga dapat digunakan pada bayi dengan DDH untuk menahan
panggul dalam posisi sejajar supaya sendi panggul dapat tumbuh dengan normal.
Juga dapat disebut sebagai fixed-abduction braces, alat ini menahan kaki tetap
terpisah, tetapi tidak fleksibel seperti Palvik Harness. Pemilihan alat penahan
untuk tatalaksana DDH tergantung pada kebutuhan keluarga dan pengalaman
dokter. Kebanyakan dokter menyarankan untuk pemakaian secara penuh selama
6-12 minggu untuk semua alat. Namun beberapa dokter membolehkan membuka
alat penahan pada saat mandi dan mengganti popok, selama kaki bayi dapat
dipertahankan dalam posisi fleksi dan terpisah untuk menjaga caput femur dan
acetabulum dalam posisi yang sejajar. Setelah pinggul dalam keadaan stabil,
penahan dikenakan paruh waktu, biasanya dikenakan pada saat malam hari
selama 4-6 minggu.
Traksi
Traksi lebih sering digunakan di Eropa dan Asia daripada di Amerika Serikat,
dan alasan untuk traksi dan manfaat traksi tetap kontroversial. Kadang-kadang
traksi digunakan dalam beberapa minggu untuk meregangkan ligamen sebelum
mencoba operasi seperti closed reduction
Metode Pembedahan
Closed Reduction
Penanganan ini paling banyak digunakan pada bayi berumur 6-24 bulan.
Terkadang sebelum prosedur, digunakan traksi selama beberapa minggu untuk
meregangkan dan merelaksasi ligamen anak sebelum mencoba closed
reduction. Setelah anak tidur karena diberikan anestesi, umumnya ada empat
langkah prosedur dalam treatment ini :
1. Arthogram
Dye disuntik ke dalam sendi panggul dengan jarum sehingga bagian
dalam sendi dapat terlihat pada x-ray. Hal ini memungkinkan dokter
untuk memastikan closed reduction dan membantu mengidentifikasi
masalah potensial yang dapat mencegah pinggul tidak tersambung (lari
dari tempatnya).
2. Adductor Tenotomy
Dokter membuat pembukaan yang sangat kecil di selangkangan dan
melakukan pembedahan tendon adductor. Tendon ini biasanya sangat
ketat. Melepaskan tendon memakai tekanan dari permukaan pinggul dan
membantu menjaga bola dalam soket setelah closed reduction.
3. Hip Reduction
Dokter memanipulasi bola di bagian atas tulang paha (femoral head)
kembali ke soket pinggul sambil memonitor progress dari x-ray. Dokter
menggunakan sinar-x untuk memastikan bahwa pinggul dalam posisi
terbaik sebelum casting.
4. Spica Cast
Hal ini membuat pinggul dalam posisi yang selaras selama
penyembuhan sendi, dan mendorong pembentukan yang tepat dari sendi
pinggul anak.
Open Reduction
Operasi ini berarti sendi pinggul dibuka untuk membebaskan head femur dan
acetabulum (soket) dari setiap jaringan yang menghalangi. Ada dua pendekatan
umum untuk prosedur ini :
1. Medial Approach
Pendekatan ini biasanya berhasil untuk anak-anak kurang dari satu
tahun. Prosedur ini dimulai melalui sayatan kecil di selangkangan
(medial ke pinggul). Ini adalah pendekatan bedah terbatas yang
memungkinkan sendi harus dibersihkan sehingga pinggul dapat
disejajarkan ke dalam soket. Metode ini biasanya digunakan ketika
closed reduction tidak berhasil dan arthrogram menunjukkan sesuatu
dalam sendi yang membuat pinggul keluar dari soket. Metode ini tidak
dapat memperbaiki masalah mendasar dalam struktur tulang. Spica cast
biasanya dibutuhkan selama beberapa bulan untuk menjaga pinggul
tetap sejajar ketika sedang tumbuh dan menjadi lebih stabil.
2. Anterior Approach
Pendekatan ini digunakan ketika ligament di sekitar pinggul perlu
diperbaiki dan diperketat setelah pinggul dibebaskan dan selaras. Ini
digunakan apabila usia anak 12 bulan atau dislokasi pinggul yang parah.
Pelvic osteotomy
Istilah osteotomy dalam praktiknya mengacu pada pembentukan tulang
kembali. Ketika sisi panggul soket diperbaiki hal itu disebut osteotomy panggul.
Ada beberapa jenis osteotomy panggul dan pilihan tergantung pada bentuk
soket dan pengalaman dokter bedah. Ketika ujung atas tulang paha berbentuk
kembali, ini disebut “femoralis osteotomy”. Masing-masing prosedur ini dapat
dilakukan sendiri, dalam kombinasi, atau bersama-sama dengan reduction.
Anak usia minimal 2 tahun hampir selalu membutuhkan tiga prosedur ini untuk
membuat pinggul stabil dan mengembalikannya ke bentuk yang lebih normal.
Beberapa contoh operasi pelvic osteotomy untuk penanganan hip dysplasia
pada anak adalah :
1. Dega Osteotomy
Hal ini dilakukan bila soket terlalu lebar dan terlalu dangkal. Osteotomy
ini dapat membantu mengembalikan soket yang dangkal dan lebar
kembali menjadi normal.
Femoral Osteotomy
1. Varus osteotomy of the femur
Jenis osteotomy ini memodifikasi pinggul ke dalam soket dan
pengalihan kekuatan menuju tengah soket bukan menuju tepi luar soket.
Ilustrasi sebelum dan sesudah menunjukkan bagaimana kekuatan pada
sendi pinggul yang diarahkan oleh osteotomy.
Combined Osteotomy
Ini adalah prosedur yang paling sering digunakan pada anak yang berusia 18
bulan ke atas. Salah satu keuntungan dari prosedur ini adalah bahwa seluruh
unsure hip dysplasia dikoreksi melalui pembedahan sehingga waktu
penggunaan cast berkurang dan hanya menunggu pertumbuhan alami untuk
membantu memulihkan sendi normal. Namun, prosedur ini tidak harus menjadi
pilihan pertama ketika metode yang kurang invasif mungkin bekerja baik dalam
jangka panjang.
(Gambar 5.9. Combined Osteotomy)
Prognosis
Semakin muda usia bayi saat dilakukan penatalaksanaan, maka semakin baik prognosisnya.
Sumber :
1. Lucile Packard Children’s Hospital California. [Online].; 2013 [cited 2013 June 13th.
Available from: HYPERLINK
"http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/orthopaedics/ddh.html"
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/orthopaedics/ddh.html .
2. International Hip Dysplasia Institute. [Online].; 2012 [cited 2013 June 13th. Available
from: HYPERLINK "http://www.hipdysplasia.org/developmental-dysplasia-of-the-
hip/child-treatment-methods/" http://www.hipdysplasia.org/developmental-dysplasia-of-
the-hip/child-treatment-methods/ .
Patofisiologi
Serat kolagen tipe 1 ditemukan pada tulang, organ kapsular, fasia, kornea,
sclera, meninges, dan dermis. Mutasi yang tidak terkodekan menjadi penyebab
osteogenesis imperfekta yang ditemukan pada pemeriksaan histologis. Defek kualitatis
(abnormalitas molekul kolagen 1) dan defek kuantitatif (penurunan produksi molekul
kolagen 1) memberikan manifestasi modifikasi dari kolagen dan menghasilkan sindrom
dari osteogenesis imperfekta.
Tipe dan Klinis
a. Tipe 1:
- Tidak memiliki deformitas pada tulang panjang
- Bisa didapatkan sklera berwarna biru atau putih
- Didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta
- Seumur hidup kejadian fraktur antara 1-60 kali
- Tinggi badan biasanya normal
- Kemampuan adaptasi nyeri sangat tinggi
- Toleransi latihan dan kekuatan otot menurun secara signifikan
- Fraktur sering terjadi selama usia bayi dan bisa terjadi pada seluruh fase usia
- Hal lainnya yang mungkin didapatkan: kifoskoliosis, arkus senilis premature,
kehilangan pendengaran, dan mudah mengalami memar
b. Tipe 2:
- Didapatkan sklera berwarna biru
- Semua pasien mengalami fraktur di dalam rahin, termasuk tulang kepala, tulang
belakang, dan tulang panjang
- Penonjolan tulang iga
- Deformitas berat pada tulang-tulang panjang
- Penyebab kematian utama, seperti: retaknya tulang-tulang iga serta malformasi atau
perdarahan sistem saraf pusat
c. Tipe 3:
- Pasien mengalami gangguan sendi (hiperlaxity), kelemahan otot, nyeri tulang
kronis, deformitas tengkorak, dan kerapuhan tulang selama usia bayi
- Deformitas rangka atas
- Didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta
- Perubahan warna sklera menjadi biru
- Fraktur dalam rahim
- Pemendekan rangka badan dan deformitas
- Sering memiliki wajah segitifa disertai maloklusi
- Vertigo
- Malformasi struktur jantung kongenital
- Hiperkalsiuria
- Komplikasi pernapasan sekunder dan kifoskoliosis
- Konstipasi
- Hernia
d. Tipe 4:
Tipe 4 adalah tipe dari osteogenesis imperfekta yang tidak teridentifikasi
dengan jelas. Walaupun pasien memiliki tinggi badan atau sklera normal tetapi bisa
didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta. Fraktur sering terjadi pada masa bayi.
Tulang panjang biasanya mengalami pembengkokan.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan densitas mineral tulang dengan pemeriksaan dual-energy x-ray
absorptiometry (DEXA) pada osteogenesis imperfekta tipe 3.
b. Radiodiagnostik
Pemeriksaan foto polos menunjukkan hal-hal berikut:
- Tipe 1: penipisan kortikal tulang-tulang panjanh. Tidak didapatkan adanya
deformitas tulang panjang.
- Tipe 2: pelebaran tulang, didapatkan adanya fraktur dan deformitas pada beberapa
tulang panjang.
- Tipe 3 dan 4: normal atau pelebaran tulang pada awalnya dan kemudian terjadi
penipisan tulang pada fase lanjut. Fraktur tulang iga dan dan tulang belakang sering
didapatkan.
Penatalaksanaan
a. Konservatif
Tujuan utama penatalaksanaan konservatif adalah mengurangi angka kejadian
fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan scoliosis serta meningkatkan luaran
fungsional.Oleh karena osteogenesis imperfekta merupakan kondisi genetik, maka
tidak ada pengobatan spesifik.Walaupun begitu pada beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bifosfonat intravena (pamidronat) memberikan perbaikan bagi anak dengan
osteogenesis imperfekta.Bifosfonat adalah analog sintetis dari pirofosfat, penghambat
alami reabsorpsi tulang osteoklastik sehingga meningkatkan mineralisasi tulang dan
memperkuat tulang. Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan aktivitas dan juga
memperpendek usia hidup osteoklas.
Penderita osteogenesis imperfekta yang rentang terhadap trauma dan
memerlukan imobilisasi jangka lama akibat frakturnya sering menyebabkan defisiensi
vitamin D dan kalsium pada anak. Oleh karena itu, diperlukan suplementasi vitamin D
400-800 IU dan kalsium 500-1000 mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki
penyakit osteogenesis imperfekta sendiri.
b. Terapi bedah
Tatalaksana ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi deformitas.
Fraktur harus dipasang splin atau cast. Pada osteogenesis imperfekta fraktur akan
sembuh dengan baik, sedangkan cast diperlukan untuk meminimalkan osteoporosis
akibat imobilisasi jangka lama. Koreksi pada deformitas tulang panjang memerlukan
prosedur osteotomi dan pemasangan rod intramedullary.
c. Aktivitas
Rehabilitasi fisik dimulai pada usia awal penderita sehingga penderita dapat
mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi, antara lain berupa penguatan otot
isotonik, stabilisasi sendi, dan latihan aerobik. Penderita tipe 1 dan beberapa kasus tipe
4 mobilisasi spontan.Penderita tipe 3 kebanyakan memerlukan kursi roda namun tetap
tak mencegah terjadinya fraktur berulang.Kebanyakan penderita tipe 4 dan beberapa
tipe 3 dapat mobilisasi/berjalan dengan kombinasi terapi fisik penguatan otot sendi
panggul, peningkatan stamina, pemakaian bracing, dan koreksi ortopedi.
Orang tua perlu mendapatkan instruksi dalam merawat anaknya.Perhatian
khusu terhadap berbagai aktivitas yang bisa menyebabkan kondisi trauma selama
memandiakan, mengenakan pakaian, atau stimulasi fisik lainnya.
Pemeriksaan laboratorium
Kadar creatine kinase serum adalah yang paling bernilai dan umum digunakan untuk
mendiagnosis distropinopati Duchenne. Kadar creatine kinase serum berkisar 10-20 kali
normal atau lebih (normal: <160 IU/L).
Elektromiogram (EMG)
Elektromiogram menunjukkan gambaran miopati dan tidak spesifik untuk distrofi
muskular Duchenne. EMG menunjukkan fibrilasi, gelombang positif, amplitude rendah,
potensial motor unit polipasik kadangkadang frekuensi tinggi.
Biopsi
Secara histologis menunjukkan variasi ukuran serat, degenerasi dan regenerasi serat
otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat lebih kecil dan adanya limposit. Degenerasi
melebihi regenerasi dan terjadi penurunan jumlah serat otot, digantikan dengan lemak dan
jaringan konektif (fibrosis).
Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya delesi pada kedua titik penting gen
dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) multipleks dapat mengidentifikasi adanya delesi
sekitar 60% pasien, tetapi teknik ini tidak bisa digunakan mengidentifikasi adanya
penduplikasian atau untuk menentukan genotip pada wanita carrier. Untuk menentukan
carrier dengan multiplex amplifiable probe hybridization. Pemeriksaan DNA pada sel darah
putih atau sel otot akan dapat memperlihatkan adanya mutasi gen dystropin.
f. Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan penderita distrofi muskular Duchenne membutuhkan
multidisiplin keahlian diantaranya neurologi, psikiatri, bedah ortopedi, kardiologi,
pulmonologi, gizi, dan fisioterapi. Saat ini belum ada terapi yang efektif untuk distrofi
muskular Duchenne.
Untuk memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednison, prednisolon,
deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan menurunkan kecepatan timbulnya nekrosis.
Pemberian steroid lebih awal dapat meningkatkan kekuatan otot sehingga kemampuan berjalan
pasien diperpanjang sampai usia belasan dan menurunkan kejadian skoliosis, kontraktur,
menjaga fungsi pernapasan dan fungsi jantung.
Dosis prednison/prednisolone 0,75 mg/kgbb/hari bisa diberikan secara harian atau
diberikan secara intermiten, misalnya 10 hari diberikan/10 hari tidak, untuk
menghindari komplikasi kronis. Pemberian steroid sebelum hilangnya kemampuan berjalan
adalah lazim di sejumlah pusat perawatan, tapi belum terdapat bukti atas efek yang
menguntungkan memulai terapi steroid setelah hilangnya kemampuan berjalan pada pasien.
Adapun efek samping pemberian prednison jangka lama antara lain bertambahnya berat badan,
osteoporosis, cushingoid, iritabilitas, hirsutisme. Analog prednison, deflacort dengan dosis 0,9
mg/kgbb/hari yang sama efektif dengan prednisone tapi efek samping yang lebih sedikit tapi
berisiko timbulnya katarak asimtomatik. Penggunaan deksametason dan triamsinolon harus
dihindari karena akan menginduksi miopati.
Anak dengan muskular distrofi yang diterapi dengan prednison seharusnya juga
diberikan suplemen kalsium dan vitamin D karena efek kortikosteroid mengganggu
metabolisme pada tulang sehingga menyebabkan osteoporosis, kalsium diberikan 1000
mg/hari dan 400 unit vitamin D.
Fisioterapi penting untuk pemeliharaan fungsi otot dan dapat mencegah terjadinya
kontraktur pada penderita distrofi muskular Duchenne tetapi jika telah muncul kontraktur,
fisioterapi tidak banyak bermanfaat. Sembilan puluh persen penderita cendrung timbul
skoliosis. Pengawasan terhadap perkembangan adanya skoliosis harus dimulai sebelum
hilangnya kemampuan berjalan termasuk profilaksis dengan fisioterapi dan tempat duduk yang
sesuai untuk mencegah ketidaksimetrisan pelvis dan memberikan dukungan postural. Skoliosis
yang terjadi secara klinis, diindikasikan dikoreksi dengan pembedahan.
Gangguan respirasi pada penderita distrofi muskular Duchenne bisa diramalkan dan
berhubungan dengan kekuatan otot secara keseluruhan, sehingga anak yang kehilangan
kemampuan berjalan cendrung lebih dini memerlukan bantuan ventilasi dibandingkan anak
yang masih dapat berjalan. Pada dasarnya fungsi respiratori pada anak yang masih bisa berjalan
adalah normal dan permasalahan yang berhubungan dengan gangguan res-pirasi tidak terlihat
hingga hilangnya kemampuan berjalan.
5.4. Ricketsia
Rakitis atau riketsia adalah penyakit tulang dengan manifestasi gangguan pertumbuhan
pada anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan oleh kegagalan deposisi kalsium pada osteoid.
Kegagalan deposisi kalsium pada osteoid untuk orang dewasa disebut osteomalasia.
Kekurangan vitamin D pada penyakit rakitis terjadi ketika asupan metabolit vitamin D
berkurang. Kondisi lainnya adalah defisiensi asupan kalsium atau fosfor juga dapat
menghasilkan rakitis. Vitamin D, (kolekalsiferol) dibentuk di kulit dari turunan kolesterol di
bawah rangsangan sinar ultraviolet. Dampak dari rakitis memberikan berbagai manifestasi
gangguan pertumbuhan tulang.
Patofisiologi
Kolekalsiferol (yaitu vitamin D,) dibentuk di kulit dari 5-dihydrotachysterol.
Hidroksilasi dari steroid terjadi dalam 2 fase. Fase pertama terjadi di dalam hati, di mana hasil
hidroksilasi memproduksi kalsidiol (25-hydroxycholecalciferol), yang beredar dalam plasma
sebagai metabolit vitamin D dan dianggap sebagai indikator yang baik terhadap status vitamin
D secara keseluruhan. Fase kedua terjadi hidroksilasi di ginjal, di mana kalsidiol mengalami
hidroksilasi menjadi metabolit aktif kalsitriol (1,25-dihydroxycholecalciferol).
Kalsitriol bekerja dengan mengatur metabolisme kalsium dengan meningkatkan asupan
atau penyerapan kalsium dan fosfor dari reabsorpsi di usus, serta melepaskan kalsium dan
fosfat pada tulang. Kalsitriol juga dapat langsung memfasilitasi kalsifikasi tulang. Tindakan ini
meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ckstraselular. Peningkatan kalsium
dan fosfor dalam cairan ekstraseluler, pada gilirannya, akan mengarah pada kalsifikasi osteoid,
terutama pada ujung tulang metaphyseal dan juga seluruh osteoid pada tulang rangka. Hormon
paratiroid memfasilitasi langkah hidroksilasi dalam metabolisme vitamin D.
Dalam keadaan kekurangan vitamin D, hipokalsemia berkembang, yang merangsang
kelebihan hormon paratiroid, yang merangsang kehilangan fosfor ginjal, lebih lanjut
mengurangi deposisi kalsium dalam tulang. Kelebihan hormon paratiroid juga menghasilkan
perubahan di tulang serupa dengan yang terjadi pada hiperparatiroidisme. Pada awal perjalanan
rakitis, konsentrasi kalsium dalam serum menurun, Setelah respons paratiroid, konsentrasi
kalsium biasanya kembali ke kisaran normal, meskipun tingkat fosfor tetap rendah. Alkaline
fosfatase yang dihasilkan oleh sel osteoblas terlalu aktif diproduksi, kondisi ini memberikan
manifestasi kebocoran pada cairan ekstraselular sehingga konsentrasi alkaline fosfat
meningkat.
Malabsorpsi lemak di usus dan penyakit hati atau ginjal dapat menghasilkan gambaran
klinis dan biokimia sekunder riketsia. Obat antikonvulsan (misalnya: fenobarbital, fenitoin)
dapat mempercepat metabolisme kalsidiol, sehingga menyebabkan kekurangan dan rakitis,
terutama pada anak-anak yang mengalami terapi anti kejang dalam jangka waktu yang lama.
Manifestasi Klinik
Pada anamnesis, biasanya didapatkan adanya riwayat, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Riwayat gangguan pertumbuhan badan.
2. Riwayat gangguan pertumbuhan gigi, termasuk cacat struktur gigi, pembentukan
rongga gigi, tidak optimalnya pembentukan email gigi.
3. Hipotoni otot secara umum.
4. Riwayat Craniotabes, manifestasi awal pada bayi dengan kekurangan vitamin D.
Walaupun fitur ini mungkin normal pada bayi, terutama bagi mereka yang lahir
prematur.
5. Jika rakitis terjadi pada usia anak yang lebih tua, didapatkan adanya riwayat penebalan
tengkorak. Kondisi ini memberikan manifestasi penonjolan frontal.
6. Riwayat perubahan bentuk dada, sternum dapat ditarik ke dalam.
7. Riwayat perubahan tungkai bawah.
8. Dalam kasus yang lebih parah pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun, lemahnya
tulang belakang menyebabkan kifoskoliosis. Pada pergelangan kaki, palpasi malleolus
tibialis memberikan kesan epifisis ganda (tanda Marfan). Oleh karena tulang panjang
mengalami kelemahan pada sudut lengkungan, mereka mungkin mengalami patah satu
sisi (yaitu: fraktur greenstick).
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
1. Penurunan kadar kalsium darah, perlu juga dilakukan diagnosis terhadap peningkatan
hormon paratiroid.
2. Kadar kalsidiol (25-hidroksivitamin D) rendah dan hormon paratiroid meningkat.
3. Kadar kalsitriol mungkin didapatkan normal atau meningkat.
4. Fosfat alkalin meningkat.
Radiologis
Pemeriksaan radiografi diindikasikan pada pasien dengan rakitis, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Bayi atau anak usia tiga tahun dengan foto anterior dari tungkai, untuk mendeteksi
adanya iregularitas kalsifikasi tulang.
2. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya osteoid yang tidak terkalsifikasi pada sekitar
periosteum.
Penatalaksanaan
Pengobatan untuk rakitis dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan ata di
hari dosis tunggal 15.000 mcg (600.000 U) vitamin D. Jika metode bertahap dipilih 125-250
mcg (5000-10.000 U) diberikan harian 2-3 bulan sampai penyembuhan tercap dan konsentrasi
alkali fosfatase mendekati kisaran referensi. Oleh karena metode ini membutuhkan perawatan
harian, kesuksesan bergantung pada kepatuhan. Jika dosis vitamin D diberikan dalam satu hari,
biasanya dibagi menjadi 4 atau 6 dosis oral. Suntikan intramuskular juga tersedia. Vitamin D
baik disimpan dalam tubuh dan secara bertahap dirilis selama beberapa minggu. Terapi tunggal
menghindari masalah dengan kepatuhan dan mungkin membantu dalam membedakan rakitis
gizi dari rakitis hipofosfatemia keluarga (FHR).
ASI mengandung sedikit vitamin D dan sedikit mengandung fosfor. Oleh karena itu,
bayi dengan berat kurang dari 1.500 g perlu diberikan suplemen khusus (misalnya: vitamin D,
kalsium, fosfor) jika ASI adalah sumber utama makanan mereka (Noor, 2016).
5.5. Akondroplasia
Definisi
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia berasal
dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan. Secara
harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago, walaupun
sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan
pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan osifikasi
endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16.3. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-tulang
yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang. Selain
itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal
dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy
Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.
Epidemiologi
Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering dijumpai. Insiden yang paling umum
menyebabkan Akondroplasia adalah sekitar 1/26.000 sampai 1/66.000 kelahiran hidup.
Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance, namun kira-kira 85-90% dari kasus
ini memperlihatkan de novo gene mutation atau mutasi gen yang spontan. Ini artinya bahwa
kedua orang tua tanpa Akondroplasia, bisa memiliki anak dengan Achondroplasia. Jika salah
satu orang tua mempunyai gen Akondroplasia, maka anaknya 50% mempunyai peluang untuk
mendapat kelainan Achondroplasia yang diturunkan heterozigot Achondroplasia. Jika kedua
orang tua menderita Achondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak normal 25%,
anak yang menderita Achondroplasia 50% dan 25% anak dengan homozigot Achondroplasia
(biasanya meninggal). Achondroplasia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan
frekuensi yang sama.
Etiologi
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast
growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3
Patofisiologi
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast
growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3. Gen FGFR3 berfungsi
memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan
pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi
spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus Akondroplasia. Sekitar
98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus
disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja
sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel mesenkim yang
tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk kondroblas.
Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap
menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan
mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks
ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan
normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron.
Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses
osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat
pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang
terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan bagian tengah wajah
(midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga kranium
dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula dibentuk melalui
osifikasi periosteal dan aposisi
Manifestasi Klinis
2. Memiliki tangan dan kaki yang pendek dengan lengan dan paha atas yang pendek,
pergerakan siku terbatas.
3. Kepala besar (macrocephaly) dengan dahi yang lebar.
4. Memiliki jari-jari yang pendek. Tangan terlihat bercabang tiga, akibat jari manis dan
jari tengah menyimpang.
Diagnosis
Selama kehamilan:
X-ray, ultrasound dan teknik penggambaran lainnya untuk mengukur panjang tulang
anak, serta tes darah untuk melihat adanya gen FGFR3.
Tatalaksana
Pembedahan : koreksi genu varum, kifosis thoracolumbar, spinal stenosis
Fibrous dysplasia adalah suatu kelainan tulang yang ditandai dengan penggantian
tulang normal oleh jaringan ikat yang mengalami proliferasi yang berlebihan bercampur
dengan trabekula tulang yang iregular. Kelainan tulang ini merupakan penyakit kongenital,
bukan merupakan penyakit keturunan, dapat terjadi pada satu tulang maupun pada beberapa
tulang.
Fibrous dysplasia biasanya paling sering mengenai tulang panjang diikuti dengan
tulang kraniofacial dan tulang rahang. Fibrous dysplasia pertama sekali diuraikan oleh
Lichtenstein dan Jaffe (1942), oleh sebab itu terkadang disebut sebagai penyakit Lichtenstein-
Jaffe. Lichtenstein dan Jaffe menguraikan spektrum klinis dan patologi anatomi fibrous
dysplasia.
Fibrous dysplasia sering dijumpai pada masa anak-anak dan pada dewasa muda (dekade
pertama dan kedua). Prevalensi pada pria dan wanita hampir sama. Kelainan ini jarang
mendapat perhatian pasien, karena pertumbuhan lesi yang berjalan lambat, sering disadari
setelah mengalami perubahan tulang baik dari segi ukuran maupun perubahan bentuk.
Perubahan yang parah dapat menyebabkan terjadinya fraktur spontan. Fibrous dysplasia dapat
berkembang selama bertahun-tahun dan cenderung berhenti seiring berhentinya pertumbuhan
tulang.
Etiologi fibrous dysplasia belum diketahui secara jelas. Lichteinstein dan Jaffe
mengindikasikan bahwa aktifitas yang menyimpang dari pembentukan jaringan mesenkim
sebagai penyebab. Ada juga yang menyebutkan mutasi gen yang menyebabkan penyimpangan
proliferasi dan diferensiasi sel osteoblastik. Joseph dan James (1989) mengemukakan bahwa
fibrous displasia disebabkan adanya suatu reaksi yang abnormal dari peristiwa traumatik yang
terlokalisasi.
Secara umum klasifikasi dari fibrous dysplasia adalah monostotik, poliostotik dan
McCune-Albright Syndrom. Monostotik merupakan jenis yang paling banyak dijumpai (70-
80%) dari semua kasus fibrous dysplasia. Poliostotik melibatkan beberapa tulang.
Frekuensinya lebih sedikit (20-30), lebih sering dijumpai pada anak dan wanita. McCune-
Albright Syndrom merupakan poliostotik fibrous dysplasia dengan pigmentasi pada kulit (cafe-
au-lait spots) dan kelainan endokrin. Fibrous dysplasia adalah self limiting disease dimana
pertumbuhan lesi akan melambat dan kembali normal sesuai dengan berhentinya pertumbuhan
tulang . Beberapa kasus asimtomatik hanya diobservasi. Biphosponat secara intravena
digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan tulang pada pasien poliostotik.
Beberapa instansi, mengindikasikan operasi untuk mengetahui diagnosa histologis dan
mengoreksi deformitas dan pencegahan fraktur patologis. Peningkatan ukuran tumor yang
cepat, rasa nyeri, paresthesia atau gangguan fungsi merupakan alasan tambahan untuk
dilakukannya operasi. Munro dan Chan menguraikan eksisi komplit dari massa tulang dan
diganti dengan bone graft, biasanya digunakan pada tumor daerah frontalorbital-zygomatic.
Hasil pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan fragmen jaringan woven bone yang
sebagian membentuk huruf Cina (curva), tidak didapat osteoblastic rimming. Terdapat
proliferasi jaringan ikat padat, tidak didapatkan tanda ganas. Dari hasil patologi anatomi ini
tegak diagnosa fibrous dysplasia.
Fibrous Dysplasia adalah kondisi non malignan dimana tulang dan sumsum tulang
digantikan oleh jaringan fibrous dan woven bone, bersifat non odontogenik. Prevalensi fibrous
dysplasia 5-7% dari seluruh tumor jinak pada tulang. Fibrous dysplasia sering terjadi pada masa
anak-anak dan dewasa muda (dekade pertama dan kedua) , stabil dan berhenti berkembang
pada saat tulang matur. Fibrous dysplasia diduga berhubungan dengan fungsi hormonal.
Fibrous dysplasia, dapat terjadi bersamaan dengan atau tanpa abnormalitas endokrin dan cafe-
au-lait spots (McCune-Albright Syndrome).
Pertumbuhan Fibrous dysplasia biasanya berupa siklus, dimana fase aktif terjadi
sepanjang masa anak-anak atau bersamaan dengan masa pubertas atau kehamilan. Sepanjang
masa pertumbuhan aktif, pasien dapat merasakan nyeri, dengan atau tanpa paresthesia, atau
defisit fungsional seperti terganggunya penglihatan. Tumor biasanya berhenti pertumbuhannya
pada usia 20-25 tahun. Wanita dapat mengalami pertumbuhan lebih lanjut pada waktu
kehamilan. Setelah usia 25 tahun, sangat jarang pasien mengalami pertumbuhan yang
signifikan dari fibrous dysplasia. Umumnya pasien tidak merasakan awal terjadinya kasus
fibrous dysplasia karena tidak ada simptom yang jelas. Kelainan tulang sering diketahui secara
tidak sengaja melalui pemeriksaan radiografi untuk alasan lain. Fibrous dysplasia biasanya
muncul tanpa rasa nyeri, pembesaran tumbuh lambat .
Diagnosa ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, radiologis dan
histologis. Pada foto polos fibrous dysplasia tampak sebagai lesi intramedularry, expansile.
Selain itu fibrous dysplasia dapat tampak radiolusen atau sklerotik, namun kebanyakan
mempunyai karakteristik berupa hazy ground-glass appearance, Derajat kekabutan secara
radiografi menunjukkan korelasi yang mendasari kondisi histopatologi. Semakin radiolusen
maka semakin dominan elemen fibrous, semakin radiopak maka proporsi woven bone lebih
banyak. Fibrous dysplasia yang paling umum terjadi adalah jenis monostotik pada tulang rusuk,
femur, kraniofacial terutama daerah maksila. Tipe poliostotik sering ditemui pada tulang
femur, tibia, pelvis dan kaki. Kelainan bentuk tulang yang sering adalah diskrepansi panjang
kaki, asimetri wajah dan deformitas tulang rusuk.
Komplikasi yang paling umum adalah fraktur terutama pada tipe poliostotik.
Transformasi ke arah malignansi sangat jarang terjadi (0,4%-4%).
Diagnosis
> Pemeriksaan Radiologi : xray, CT scan, MRI, Bone Scan. Pada pemeriksaan ini, jaringan
tulang fibrosa akan terlihat beda dari jaringan tulang yang normal. Pemeriksaan ini juga
berguna untuk menentukan adanya fraktur (patah tulang) maupun deformitas (kelainan bentuk)
tulang.
> Pemeriksaan Laboratorium : dilakukan untuk mendeteksi peningkatan enzim alkalin
fosfatase darah dan hidroksiprolin pada urine
> Biopsi : dilakukan dengan mengambil sampel dari jaringan tulang yang diduga mengalami
displasia fibrosa
Definisi
Cleft foot adalah adalah suatu kelainan kongenital pada telapak kaki yang
menyebabkan hilangnya sebagian struktur anatomi pada tengah telapak kaki seperti
jari kaki (phalanges) atau bahkan bisa sampai struktur tarsus, sehingga telapak kaki
tampak seperti bentuk huruf V atau capit lobster.
Jenis
(Gambar 5.12. Tipe Cleft Foot)
Tipe 1 = metatarsal masih utuh akan tetapi pada jari nomer 2 – 5 ada yang aplasia.
Tipe 2 = sama seperti tipe satu metatarsal masih utuh akan tetapi ada bagian yang
menyatu atau synostosis.
Tipe 3 = hanya memiliki 4 metatarsal dengan hilangnya metatarsal nomer 2 atau 3.
Tipe 4 = hanya memiliki 3 metatarsal dengan hilangnya metatarsal nomer 2 dan 3 atau
3 dan 4.
Tipe 5 = hanya memiliki 2 metarsal dengan hilangnya metatarsal nomer 2, 3, dan 4
kondisi ini yang dinamakan dengan istilah lobster claw foot.
Tipe 6 = kondisi yang lebih parah tipe 5, dengan hanya menyisakan 1 metatarsal.
Etiologi
Karena adanya mutasi gen pada kromosom X yang menyebabkan terjadinya
deformitas pada telapak kaki.
Pemeriksaan
Dengan melihat menifestasi klinis yang tampak pada telapak kaki, dan pemeriksaan
penunjang seperti X- ray.
Tatalaksana
Dilakukan operasi untuk rekonstruksi jaringan dan menutup celah yang terbentuk pada
telapak kaki, operasi dilakukan sedini mungkin pada pasien ketika sudah memasuki
usia 1 atau 2 tahun karena sudah dapat mentoleransi pemberian anastesi.
(Gambar 5.13. Post operasi Cleft food)
Definisi
Kelemahan yang berlebihan dari kapsula sendi sehingga menyebabkan hilangnya lengkung
medial longitudinal telapak kaki seluruh bagian dari telapak kaki tersebt menyentuh tanah.
Klasifikasi dan Etiologi
- Flatfoot fisiologik / flexible flatfoot lengkungan normal ketika tidak menyokong
beban tubuh dan lengkungan mendatar saat sedang menyokong beban tubuh (dalam
keadaan berdiri)
- Flatfoot patologik / rigid flatfoot lengkungan yang terfiksasi
Manifestasi klinik
- Nyeri pada lengkung medial dan pergelangan kaki
- Kaki memiliki bagian bawah yang mendatar
- Vagus kalkaneus akan tampak pada posisi berdiri
Tata laksana
- Sepatu ortopedik
- Jika terjadi kontraktur pada tendon achilles, maka peregangan secara manual dapat
dilakukan
- Pembedahan peregangan dari lengkung medial
Valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana klien
berada. (Salter 1999).
1. Cubitus valgus adalah sudut lipat siku meningkat (carrying angle).
2. Coxa valga adalah sudut leher-tangkai femoral meningkat (>130°).
3. Genu valgum atau knock knee (kaki X) adalah kondisi pada saat lutut disatukan
kaki akan berjauhan.
4. Heel valgus adalah meningkatnya sudut antara aksis kaki dengan tumit, seperti
pada posisi eversi.
5. Talipes calcaneovalgus adalah deformitas eversi dari kaki dengan kombinasi
dengan calcaneus (deformitas fleksi dorsal) dari sendi pergelangan kaki.
6. Hallux valgus adalah deformitas abduksi ibu jari kaki melalui
sendi metatarsofalangeal
Menurut Wong (2009), genu valgum atau knock knees adalah keadaan dimana lutut
saling mendekat satu sama lain tapi kaki terpisah satu sama lain. Secara klinis dapat
ditentukan dengan metode yang sama dengan metode genu varum, tetapi dengan mengukur
jarak diantara maleolus, yang normalnya kurang dari 7,5 cm. Genu valgum biasanya terjadi
pada anka usia 2 sampai 7 tahun.
Genu valgum adalah istilah latin yang digunakan untuk menggambarkan knock-knee
deformitas. Sementara banyak anak-anak yang sehat memiliki kelainan knock-knee sebagai
sifat yang lewat, beberapa orang mempertahankan atau mengembangkan kelainan ini
sebagai akibat dari gangguan herediter atau keturunan atau penyakit tulang metabolik
(Steven 2013).
C.
Manifestasi Genu
Valgum
Manifestasi klinis pada anak dengan genu varum dan genu valgum adalah:
1. Postur tubuh pendek, Kondisi ini diakibatkan karena pada esktremitas bawah anak
terbentuk garis kesejajaran tibia dan femur yang abnormal (membentuk sudut ke arah
medial atau ke arah lateral). Biasanya anak dengan genu varum menunjukkan postur
tubuh pendek yang lebih abnormal dibandingkan pada anak dengan genu valgus.
2. Radiografi
Menurut Peter (2013) Plain radiography merupakan satu prosedur diagnostik utama
yang diperlukan dalam berbagai kasus terutama pada kasus deformitas bentuk tulang. Gold
standart pemeriksaan ini adalah full-length anteroposterior (AP) ekstremitas bawah.
Indikasi pemeriksaan ini dilakukan jika anak memiliki tinggi badan di bawah persentil 25
(berdasarkan kurva tinggi badan terhadap umur). Pada kondisi genu varum maupun genu
valgum, pemeriksaan radiologis dilakukan dengan mengambil foto antero-posterior (AP)
paha hingga pergelangan kaki untuk kedua esktremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis
anatomik dari ekstremitas bawah diukur untuk penentuan diagnosis. Pada anak dengan
suspek genu valgum, pemeriksaan yang dilakukan adalah pengukuran aksis mekanikal
(aksis yang digambar dari tengah kepala femur hingga pada pertengahan dari sendi
pergelangan kaki). Pada kondisi normal garis ini akan tepat membagi dua dari sendi
pergelangan kaki atau masih berada pada 50% bagian tengah dari sendi pergelangan kaki.
Genu valgum didefinisikan sebagai deviasi lateral dari aksis atau deviasi diluar dari
margin sendi kruris. Deformitas mungkin terjadi pada femur, tibia, atau keduanya. Sudut
normal dari femoralis distal (LDFA) adalah 84° (6° dari valgus), dan sudut proksimal tibial
medial (PMTA) adalah 87° (3° dari varus).
1) Health Education
Beberapa edukasi atau penjelasan yang dapat diberikan kepada keluarga klien antara
lain:
(1) Menjelaskan pertumbuhan kaki yang normal;
(2) Menjelaskan bahwa modifikasi dan perubahan sepatu dirasa tidak efektif;
(3) Menjelaskan bahwa kondisi ini normal pada anak-anak karena bisa menjadi
normal secara spontan;
(4) Mengkaji riwayat keluarga yang mengalami genuvarum; dan
(5) Pada sebagian besar anak, tatalaksana yang dapat dilakukan berupa observasi,
monitoring waktu dan perkembangan untuk mengkoreksi kaki anak.
2) Brace treatment
Bracing dapat digunakan untuk semua klien dengan usia di bawah 2,5-5 tahun
dengan blount disease dan klien yang lebih dari 2 tahun dengan persistent bowing
atau memiliki faktor risiko blount disease. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa brace
treatment dapat mengoreksi deformitas varus akibat gangguan pertumbuhan patologis
proximal-medial tibial.
(Gambar 5.14. Brace treatment)
2. Pengobatan Operatif
Jika deformitas tidak membaik dengan pengobatan ortotik dan penyakit berlanjut
ke tahap berikutnya maka koreksi bedah harus dilakukan. Operasi dianjurkan untuk
cacat yang semakin parah dan bisa melumpuhkan anak, atau jika anak tersebut memiliki
sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 14°. Indikasi mutlak untuk operasi adalah
depresi tibialis dataran tinggi (Langenskold tahap IV), dan kelemahan ligamen lutut.
(1) Guide growth
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengembalikan sumbu mekanik
menjadi netral, sehingga mengurangi dampak kumulatif dari gravitasi pada struktur
kelebihan beban, mengurangi rasa sakit, serta membantu melindungi lutut yang
tumbuh selama bertahun-tahun. Ketika teknik reversibel seperti penempatan
delapan-plate digunakan, fisis akan terus tumbuh selama guide growth, dan
pertumbuhan fisis ini akan terus berlanjut setelah implan dilepas. Ketika sumbu
mekanik telah dikembalikan ke netral, implan akan dihapus. Pertumbuhan
selanjutnya harus dimonitoring. Monitoring tersebut tergantung pada etiologi seperti
adanya deformitas berulang karena growth rebound. Oleh karena itu haru dilakukan
ulang prosedur guide growth.
Menurut Métaizeau et al. (1998); Peter (2013) Waktu untuk memonitoring
tindakan tersebut berkisar selama 6-24 bulan, tetapi biasanya sumbu mekanik
diperbaiki dalam waktu 12 bulan dari penyisipan (Peter 2013).
(2) Osteotomi
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan. Tujuannya
adalah untuk meluruskan ekstremitas dan memberikan sumbu mekanik netral
sementara untuk mengoreksi malrotasi serta memulihkan panjang tungkai yang sama
(Peter 2013).
Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk memperpendek,
memperpanjang, atau bahkan mengubah keselarasannya dari tulang. Dalam
osteotomi, sepotong tulang berbentuk baji akan dihilangkan dari sisi medial femur.
Setelah itu potongan tulang dimasukkan ke tibia kemudian dilakukan fiksasi. Jika
fiksasi digunakan di dalam kaki, maka hal ini disebut osteotomi fiksasi internal.
Sebaliknya jika menggambarkan frame kawat khusus melingkar di bagian luar kaki
dengan pin untuk memegang perangkat di tempat maka disebut dengan osteotomi
fiksasi eksternal.
Jika genu valgum menetap dan tidak dilakukan koreksi, maka osteoarthritis dapat
berkembang saat usia dewasa sebagai akibat dari stress intraartikular abnormal. Genu
varum dapat menyebabkan gangguan pola jalan dan dapat meningkatkan resiko untuk
terjadinya sprain dan fraktur. Genu valgum yang tidak dikoreksi dapat subluksasi
dan dislokasi berulang pada patela dengan meningkatkan presdiposisi untuk kemunculan
kondromalasia dan nyeri serta fatigu pada sendi.
Prognosis untuk remaja dengan kondisi genu valgum baik jika deformitas diobati
sebelum tulang matur. Jika kondisi ini tetap tidak diobati, bisa terjadi kerusakan
meniscus, dan keterbelakangan dari kondilus lateral femur, sehingga terjadi masalah
kompartemen lateral dari lutut (Lescher 2011).
Penataksanaan medis yang tepat, dialisis dan transplantasi renal juga dapat
meningkatkan kemungkinan hidup klien.
Sumber:
Stevens, P. 2013. Pediatrics Genu Valgum.
http://emedicine.medscape.com/article/1259772- overview.
Definisi
Skoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke arah lateral.
Etiologi
Kebanyakan skoliosis bersifat idiopatik dan di beberapa kasus disebabkan oleh faktor
herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
Patogenesis
Pembengkokan tulang vertebra ke arah lateral diakibatkan adanya penebalan dan
pemendekan yang mengakibatkan pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis dan
mengakibatkan tulang vertebra ke arah lateral. Biasanya menyerang vertebra bagian
thoraco lumbal dan melibatkan 2-8 tulang vertebra.
Gambaran klinis
Penderita datang karena ada keluhan tulang belakang yang tidak simetris atau karena
tidak sama tinggi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis terdiri atas pemeriksaan foto polos, AP, lateral dan oblik dalam
keadaan berdiri atau duduk dengan tujuan untuk menentukan besarnya sudut dan
beratnya skoliosis.
Pengobatan
a) Pengobatan konservatif
Sudut kelengkungan < 400 Dapat menggunakan penyangga dari milwaukee
b) Pengobatan operatif
Sudut kelengkungan > 400 dilakukan tindakan operatif sebelum penderita usia dewasa
Sumber :Rasjad, chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT Yarsif
watampone
5.10.2. Kifosis
a. Definisi
Kifosis merupakan salah satu bentuk kelainan postur dalam bidang sagital yang bisa
dialami karena bawaan sejak lahir maupun karena kesalahan posisi tubuh, baik itu saat duduk,
tidur, berdiri atau berolahraga. Dalam keadaan normal, punggung atas atau area tulang
belakang bagian atas tiap manusia memiliki bentuk seperti kurva yang menyerupai lengkungan,
tetapi hanya sedikit.
Kifosis terjadi pada kondisi ketika kurva tulang belakang dada adalah di luar kisaran
normal, sehingga membuat postur menjadi bungkuk. Sudut kurva dada pada kifosis berkisar
antara 10 sampai 40 derajat dalam pengukuran sudut antara lempengan ujung atas T5 dan
lempengan ujung bawah T12.
Seseorang yang mengidap kifosis dapat terlihat dari kondisi fisiknya, dimana bagian
belakang tubuhnya akan terdapat punuk, tepatnya berada di punggung bagian atas. Jika punuk
tersebut dilihat dari tubuh bagian samping, maka akan terlihat seperti punggung atas yang
menonjol atau membulat.
b. Gejala
Gejala kifosis yang biasanya terjadi, antara lain:
Postur tubuh bungkuk.
Nyeri punggung.
Kekakuan.
Beda tinggi antara bahu kiri dan kanan
Beda tinggi atau posisi pada tulang belikat
Saat membungkuk, punggung atas terlihat tidak normal
Otot hamstring tegang
c. Etiologi
Kifosis dapat terjadi ketika tulang belakang pada punggung atas mengalami perubahan
bentuk (deformitas). Deformitas tersebut dapat disebabkan oleh berbagai masalah kesehatan,
termasuk:
Osteoporosis
Kondisi yang menyebabkan pengeroposan tulang ini dapat menyebabkan fraktur akibat
kompresi tulang. Osteoporosis paling sering terjadi pada orang dengan usia lanjut, terutama
wanita, dan orang yang mengonsumsi kortikosteroid dosis tinggi selama jangka panjang.
Degenerasi diskus
Diskus yang lunak dan sirkuler berfungsi sebagai bantalan pada tulang belakang. Seiring
dengan bertambahnya usia, diskus menjadi semakin kering dan mengecil, yang memperburuk
kondisi kifosis.
Cacat bawaan
Bila tulang belakang dari bayi tidak berkembang dengan baik pada saat di dalam rahim, maka
tulang dapat tidak terbentuk secara sempurna yang menyebabkan kifosis.
Adanya sindrom tertentu
Kifosis pada anak-anak dapat berkaitan dengan beberapa sindrom, seperti sindrom Marfan atau
Prader-Willi.
Kanker dan pengobatan kanker
Kanker pada tulang belakang dapat membuat tulang belakang menjadi lemah dan lebih rentan
terhadap fraktur kompresi, demikian pula halnya dengan kemoterapi dan terapi radiasi pada
kanker.
d. Diagnosis
Untuk mengetahui penyakit kifossi biasanya akan dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien diminta membungkukan badan ke depan lalu dokter akan
melihat posisi tulang belakang dari samping. Rontgen juga bisa dilakukan untuk melihat
derajat kurvatura dan deformitas. Selain itu, jika dicurigai adanya tumor atau infeksi bisa
dilakukan CT scan atau MRI.
e. Tatalaksana
Pada kebanyakan pengidap kifosis tidak membutuhkan pengobatan dikarenakan hanya
kesalahan pada postur tubuh. Walau begitu, pengidapnya harus memperbaiki postur melalui
fisioterapi. Selain itu, pada kifosis dengan kelainan tulang belakang, pengobatannya tergantung
dari faktor penyebabnya. Faktor tersebut adalah usia dan jenis kelamin, juga tingkat keparahan
penyakit tersebut.
Penanganan lainnya yang mungkin dilakukan dokter untuk mengatasi kifosis yaitu
dengan cara memberikan obat-obatan. Obat-obatan yang mungkin diberikan oleh dokter yaitu
obat pereda nyeri dan obat untuk osteoporosis. Selain memberikan obat, dokter juga akan
memberikan saran pada pengidapnya untuk rutin melakukan peregangan.
Penanganan kifosis tergantung dari penyebabnya, antara lain:
Anti nyeri.
Pengobatan osteoporosis.
Fisioterapi.
Jika menjepit saraf, maka dokter akan menyarankan tindakan pembedahan
5.10.3. Lordosis
Lordosis adalah penekanan ke arah dalam kurvatura servikal lumbal melebihi batas
fisiologis. Lordosis kongenital pada kondisi klinik sedikit didapatkan, biasanya deformitas
bersifat progresif. Dengan adanya kondisi deformitas lordosis akan memberikan pengaruh
pada spina torakal, jarak spina-sternum (penurunan kapasitas paru), gagal napas, dan bahkan
kematian dini. Pada saat deformitas ini terjadi pada lumbal, maka secara progresif akan terjadi
hiperlordosis pada lumbal.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepenuhnya dengan intervensi bedah. Intervensi konservatif pada
lordosis kongenital tidak bisa dilakukan karena kondisi ini bersifat progresif. Intervensi bedah
bisa dilakukan secara fusi anterior dan bedah koreksi. Fusi anterior biasa dilakukan pada anak
yang lebih muda, sebelum progresivitas berkembang lebih jauh. Intervensi ini termasuk eksisi
diskus, pengangkatan kartilago, dan packing dari ruang diskus. Bedah koreksi dilakukan bila
terdapat kondisi deformitas luas dan biasanya sudah mengganggu fungsi pernapasan (Noor,
2016).
Sumber : Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.