Anda di halaman 1dari 61

Laporan Makalah Case 6

OSTEOARTHRITIS

DISUSUN OLEH
TUTORIAL A3
1. Kurniasari Armayana 1710211001
2. Dandi Tri Dirgantara 1710211023
3. Annisa Zahra Zhafirah 1710211033
4. Suci Amatul ‘Alima 1710211041
5. Annisa Salsabila 1710211062
6. Ravania Rahadian Puti 1710211099
7. Kholda Taqiyyun 1710211089
8. Kalmarisa Zabila Aini 1710211146
9. Refitania Isnaeni Hartono 1710211152
10. Dawa Fauz Susanto 171021
Basic Science Case 6
ANATOMI

A. Tulang-tulang Ekstremitas Bawah

Ekstremitas bawah terdiri dari tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan tulang-
tulang phalangs.

1) Pelvis

Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Masing-
masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak

di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian
inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium
disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul
kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis
disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.
2) Femur
Femur adalah yang terkuat dari tulang panjang dalam tubuh dan merupakan tulang hanya di
daerah paha. Bagian paling adalah berbentuk seperti kepala baik-bulat yang duduk di acetabulum
tulang pinggul untuk membentuk sendi panggul. Sebuah leher kurus menghubungkan kepala
dengan poros tulang dan sering situs fraktur pada orang tua.
Bagian bawah dari femur sedikit diratakan dan menyebar keluar dan merupakan bagian dari
sendi lutut. Poros tebal femur terletak pada inti dari paha, benar-benar dikelilingi oleh otot-otot
yang kuat seperti paha depan dan paha belakang.
3) Patela – Cap Lutut
Tutup lutut, bagian yang menonjol dari depan lutut, sebenarnya dibentuk oleh tulang terpisah
yang disebut patela. Ini adalah os sesamoid karena terletak di dalam tendon dari otot quadriceps
femoris, otot kuat di bagian depan paha.

Bila ekstremitas bawah ini diluruskan, patela bisa dirasakan dan bahkan digenggam dengan jari
dan pindah dari sisi ke sisi.
4) Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan fibula. Di
bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies
untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala
fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah
distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.

5) Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia. Di
bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula
membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.

6) Tarsalia (Pangkal Kaki)


Os tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri atas :
a) Talus: berhubungan dengan tibia dan fibula terdiri atas kaput talus, kolumna talus, dan
korpus tali.permukaan atas korpus tali mempunyai bongkol sendi yang sesuai dengan lekuk
sendi, terbentuk dari ujung sendi distal tibia dan fibula yang dinamakan trokhlea tali sebelah
medial permukaan berbentuk bulan sabit (fasies molaris medialis) yang berhubungan dengan
maleolus medialis.
b) Kalkaneus: terletak di bawah talus, permukaan atas bagian medial terdapat tonjolan yang
dinamakan suntentakulum tali, di bawahnya terdapat sulkulus muskular flexor halusis longus.
Bagian belakang kalkaneus terdapat tonjolan besar tuberkalkanei yang mempunyai prosesus
tuberkalkanei.

c) Navikulare: pada bagian medial terdapat tonjolan yang dinamakan tuberositas ossis
navikulare pedis, permukaan sendi belakang berhubungan dengan os kunaiformi I, II, dan III.
d) Os kuboideum: permukaan proksimal mempunyai fasies artikularis untuk kalkaneus,
permukaan distal mempunyai 2 permukaan untuk metatarsal IV dan V. Pada permukaan medial
mempunyai 2 permukaan sendi untuk navikular dan kunaiformi medialis.
e) Os kunaiformi, terdiri atas:
- Kunaiformi lateralis,
- Kunaiformi intermedialis,
- Kunaiformi medialis,
- semuanya berbentuk baji, sedangkan permukaan proksimal berbentuk segitiga. Puncak dari
kunaiformi lateralis menghadap ke atas dan puncak kunaiformi medialis menghadap ke bawah.
7) Metatarsalia
Os metatarsalia mempunyai 5 buah tulang metatarsal I, II, III, IV, dan V. Bentuk kelima tulang
ini hampir sama yaitu bulat panjang. Bagian proksimal dari masing-masing tulang agak lebar
disebut basis ossis matatarsale.
Bagian tengah ramping memanjang dan lurus sedangkan bagian distalnya mempunyai
bongkok kepala (kaput ossis matatarsale). Metatarsal I agak besar daripada yang lain, sedangkan
metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke proksimal disebut tuberositas ossis
metatarsal V.

8) Falang Pedis
Os falang pedis merupakan tulang-tulang pendek. Falang I terdiri atas 2 ruas yang lebih besar
daripada yang lainnya. Fallang II, III, IV, dan V mempunyai 3 ruas lebih kecil dan lebih pendek
dibandingkan falang I. Pada ibu jari terdapat dua buah tulang kecil berbentuk bundar yang
disebut tulang baji (os sesamoid).

Pada kaki terdapat 4 buah lengkungan.


1. Lengkungan medial: dari belakang ke depan kalkaneus.
2. Lengkuna lateralis: dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dengan dua tulang metatarsalia.
3. Lengkungan longitudinal: lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh tulang tarsal.
4. Lengkungan tranversal anterior: dibentuk oleh kepala tulang metatarsal pertama dan
kelima.

Persendian
a. Sendi radiocarpea
Sendi radiocarpea adalah sendi synovialis antara ujung radius dan discus articularis
yang menutupi ujung distal ulna, dengan scaphoideu, lunatum, dan triquentrum. Sendi
radiocarpea memungkinkan gerak disekitar dua axis (sumbu). Manus dapat abduksi,
adduksi, flexi, dan extensi pada sendi radiocarphea ini.
b. Sendi carpi
Berperan dalam memposisikan manus saat adduksi, flexi, dan khususnya extensi,
tetapi gerak sendi ini terbatas.
c. Sendi carpometacarpales

Berperan dalam gerakan manus


d. Sendi metacarpophalangeales
Memungkinkan flexi, extensi, abduksi, adduksi, circumduksi, dan rotasi terbatas.
e. Sendi interphalangeales manus
Merupakan sendi ginglimus yang terutama memungkinkangerak flexi dan extensi.
Tambahan :
Ligamenta metacarpeum transversum profundum
Tiga ligmentum ini merupakan pita-pita tebal dari jaringan ikat yang saling menghubungkan
ligamenta palmaria sendi metacarpophalangeales digiti. Penting karena untuk membatasi gera
tulang-tulang ini, relatif terhadap satu sama lain.

B. SENDI
SENDI
Berdasarkan ada tidaknya gerakan yang terjadi, sendi dibedakan menjadi tiga, yaitu
sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis

1. Sinartrosis (Sendi Mati)


Sinartrosis adalah persendian yang tidak memungkinkan adanya gerak sama sekali antara
dua tulang yang bersambungan. Oleh karena itu, sinartrosis disebut juga sebagai sendi mati.
Persambungan ini sangat kuat, biasanya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa atau
kartilago. Sendi ini biasanya digunakan untuk melindungi bagian tertentu. Terdapat empat
tipe sendi sinartrosis, yaitu sutura, gomphosis, sinkondrosis, dan sinostosis
a. Sutura
Sutura yaitu persendian antartulang tengkorak. Sutura membentuk persendian persendian
melalui hubungan dua tulang yang ujungnya kasar saling mengunci dan disatukan oleh
jaringan ikat fibrosa.

Gambar 1. Persendian antartulang tempurung kepala (skull)


yang disatukan oleh jaringan fibrosa (Marieb, 2001)

b. Gomphosis
Gomphosis merupakan persambungan antara gigi dengan soket pada maksila dan
mandibula. Penghubung fibrosa pada bagian ini disebut dengan ligamen periodontal.

Gambar 2. Sendi gomphosis pada persambungan antara gigi


dengan soket (Marieb, 2001)
c. Sinkondrosis

Sendi sinkondrosis bersifat rigid (kaku). Jembatan kartilago menghubungkan kedua


tulang (Martini, 2007: 190). Contohnya adalah persendian antara epifisis dan diafisis tulang
panjang. Pada tulang yang sedang tumbuh, persendian disatukan oleh jaringan tulang rawan
hialin yang dikenal dengan nama cawan epifiseal. Setelah tulang berbenti tumbuh, cawan
epifiseal diganti oleh jaringan tulang keras sehingga epifisis dan diafisis benar-benar
menyatu. Selain itu, sendi ini juga terdapat pada hubungan antara tulang rusuk (costae)
dengan tulang dada (sternum).

Gambar 3. Persendian antara epifisis dan diafisis tulang panjang


(Douglas College, 1999)

Gambar 4. Hubungan antara tulang rusuk (costae) dengan tulang dada


(sternum) (Marieb, 2001)

d. Sinostosis

Persendian ini bersifat sangat kaku karena terbentuk dari persambungan tulang tanpa ada
jaringan lain yang menghubungkannya. Contohnya adalah persambungan tulang dahi (tulang
frontal) yang menghubungkan dahi kanan dan kiri.

Gambar 5. Persendian antara tulang dahi kanan dan kiri


(Ronald A. Bergman dan Adel K. Afifi, 2013)

2. Amfiartrosis (Sendi Kaku)


Amfiarrosis adalah persendian yang masih memungkinkan adanya sedikit gerakan antara
dua tulang. Permukaan persendian dibatasi oleh jaringan antara. Jaringan antara ini dapat
berupa jaringan fibrosa dan jaringan tulang rawan. Sendi ini memiliki dua tipe, yaitu
sindesmosis dan simfisis.
a. Sindesmosis
Sindesmosis merupakan persambungan antartulang yang dihubungkan oleh ligamen.
Contohnya adalah persendian antara tibia dan fibula.

Gambar 6. Persendian antara tibia dan fibula (Marieb, 2001)


b. Simfisis
Simfisis merupakan persendian yang dihubungkan oleh fibriokartilago. Contohnya adalah
persendian antara tulang pubis dan antara ruas-ruas tulang belakang (Kalyani Premkumar,
2004: 125).

Gambar 7. Sendi simfisis (Douglas College. 1999)

3. Diartrosis (Sendi Gerak)


Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan adanya gerak bebas antartulang.
Diartrosis juga disebut sebagai persendian sinovial (synovial joint) (Soewolo, Soedjono
Basoeki, dan Titi Yudani, 2005: 23).
Persendian diselubungi oleh kapsul dari jaringan ikat fibrosa yang disebut kapsul sendi
(articular capsule). Kapsul terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fibrosa eksternal dan lapiran
sinovial internal atau yang sering disebut dengan membrane sinovial. Lapisan fibrosa
tersusun atas jaringan yang tebal dan tidak beraturan, namun fleksibel dan kuat. Fleksibilitas
ini memungkinkan pergerakan yang lebih leluasa. Jaringan yang kuat mencegah terjadinya
dislokasi tulang. Kapsul fibrosa kadang-kadang diperkuat oleh ligament. Membran sinovial
terdapat dibagian permukaan kapsul bagian dalam. Membran sinovial berfungsi
menghasilkan cairan sinovial. Cairan ini berfungsi:
a. sebagai pemulas untuk megurangi gesekan antartulang,
b. menyalurkan nutrisi dan membuang zat sisa,
c. mengurangi getaran,
d. pertahanan.
Bagian permukaan tulang satu dengan yang lain tidak berhubungan secara langsung karena
terdapat kartilago (articular cartilage) (Kalyani Premkumar, 2004: 125-126).

Gambar 8. Struktur persendian synovial (Kalyani Premkumar, 2004: 126)


Sebagian besar persendian rangka tubuh manusia adalah diartrosis. Persendian diartrosis
dibedakan menjadi enam macam, yaitu sendi luncur, sendi engsel, sendi putar, sendi pelana,
sendi peluru, sendi ellipsoidal (Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani, 2005: 23).
a. Sendi Luncur
Permukaan sendi biasanya datar. Sendi ini hanya mungkin melakukan gerakan kiri kanan
dan muka belakang. Persendian yang memungkinkan gerak pada dua bidang datar seperti ini

disebut persendian dua sumbu (biaksial). Contohnya adalah persendian antara tulang-tulang
karpal, antara tulang-tulang tarsal, antara sternum dan klavikula, dan antara scapula dan
klavikula (Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani, 2005: 24).

Gambar 9. Sendi luncur antartulang karpal (Marieb, 2001)

b. Sendi Engsel
Permukaan sendi tulang pertama cekung, sedangkan permukaan sendi tulang kedua
cembung. Permukaan cembung tepat dapat masuk pada permukaan cekung. Persendian ini
memungkinkan gerakan hanya pada satu bidang datar sehingga termasuk persendian satu
sumbu (monoaksial). Persendian ini dapat menghasilkan gerak fleksi-ekstensi seperti gerak
membuka dan menutup pintu. Gerak fleksi adalah suatu gerakan yang mengacu pada gerak
mengecilkan sudut. Gerak ekstensi mengacu pada gerak membesarkan sudut. Contoh sendi
ini adalah sendi pada siku dan lutut (Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani, 2005: 24).

Gambar 10. Sendi engsel pada siku (Marieb, 2001)

c. Sendi Putar
Pada sendi putar, permukaan tulang pertama yang membulat, meruncing, aau berbentuk
kerucut bersendi dengan lekuk yang dangkal dari tulang lain. Sendi ini memungkinkan
gerakan utama berupa putaran (memutar) dan termasuk persendian monoaksial. Contoh sendi
putar adalah persendian antara tulang atlas dengan dasar tulang tengkorak yang menghasilkan
gerakan menggelengkan kepala, persendian antara ujung proksimal tulang radius dan ulna
yang menghasilkan gerakan supinasi dan pronasi tapak tangan (Soewolo, Soedjono Basoeki,
dan Titi Yudani, 2005: 24).

Gambar 11. Sendi putar pada ujung proksimal tulang radius dan ulna
(Marieb, 2001)
d. Sendi Pelana
Permukaan ujung tulang pertama pada sendi pelana berbentuk cekung. Permukan tulang
ini masuk ke permukaan tulang kedua yang berbentuk cembung. Persendian ini
memungkinkan gerakan menyamping (kanan-kiri) dan gerak muka belakang sehingga
termasuk persendian biaksial. Contoh sendi pelana adalah persendian antara tulang trapesium
dan metacarpal dari ibu jari (Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani, 2005: 24).
Gambar 12. Sendi pelana antara tulang trapesium dan metacarpal dari ibu jari (Marieb, 2001)

e. Sendi Peluru
Pada sendi peluru, permukaan sendi tulang pertama berbentuk seperti bola dan
permukaan tulang kedua berbentuk cekung seperti mangkuk. Permukaan sendi pertama
masuk ke permukaan sendi kedua. Persendian ini memungkinkan terjadinya gerakan triaksial,
yaitu gerakan fleksi dan ekstensi, abduksi dan aduksi, serta gerakan rotasi. Contoh sendi
peluru adalah persendian antara tulang lengan atas dengan tulang belikat dan persendian
antara tulang paha dengan tulang pinggul (Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani,
2005: 24).

Gambar 13. Sendi peluru antara tulang lengan atas dengan tulang belikat
(Marieb, 2001)

f. Sendi Elipsoidal
Pada sendi ellipsoidal, ujung tulang yang berbentuk oval masuk ke cekungan tulang lain
yang berbentuk elips. Persendian ini memungkinkan gerakan kiri kanan dan muka belakang
sehingga termasuk persendian biaksial. Contoh sendi ellipsoidal adalah persendian antara
tulang radius dan tulang karpal yang memungkinkan gerak tapak kanan ke atas dan ke bawah
dan ke kanan kiri, serta sendi antara phalanges dan metacarpal (Soewolo, Soedjono Basoeki,
dan Titi Yudani, 2005: 24).

Gambar 14. Sendi phalanges dan metacarpal (Marieb, 2001)

Untuk melihat video tentang sendi diartrosis klik di sini.


Daftar Pustaka:
Martini, Frederic H. 2007. Anatomy and Physiology 1st Edition. Jurong: Pearson education
South
Asia Pte. Ltd.

Premkumar, Kalyani. 2004. The Massage Connection Anatomy and Physiology 2nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins.

Soewolo, Soedjono Basoeki, dan Titi Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: UM Press.

Sumber Gambar:

Bergman, Ronald A. dan Adel K. Afifi. 2013. The Bones of The Skull Seen From the Front.
Diakses dari http://www.anatomyatlases.org/atlasofanatomy/plate01/01skullfront.shtml pada
12 Juni 2013 pukul 13.00 WIB.
Douglas College. 1999. Articulations. Diakses dari
http://people.douglas.bc.ca/mcgregor/project/articulations.html pada 12 Juni 2013 pukul
13.30 WIB.

Marieb. 2001. Human Anatomy and Physiology 5th Edition. San Fansisco: Benjamin Cummings.
Premkumar, Kalyani. 2004. The Massage Connection Anatomy and Physiology 2nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins.
Sumber Video:

Cork, Alejandra. 2011. 3D Medical Animation-Ankle Joint-Bones of Foot. Diakses dari


http://www.youtube.com/watch?v= NbrvU7MgY0 pada 15 April 2013 13:15
PERSENDIAN MENURUT TEMPAT
a. Sendi Pergelangan Bahu
Art. Sternoklavikular. Sendi ini adalah hubungan antara gelang bahu batang badan,
antara pars sternalis klavikula manubrium sterni rawan iga I, sebelah atas berhubungan
dengan klavikula dan sebelah bawah dengan sternum.
Alat-alat khususnya antara lain:

- kapsula artikularis, jaringan fibrosa sekeliling sendi.


- Ligamentum sternoklavikular yang menghubungkan ujung medialis klavikula dengan
manubrium sterni.
- Ligamentum interklavikular menghubungkan kedua ujung klavikula dengan ujung kranialis
sternum.
- Ligamentum kostklavikular menghubungkan tuberositas kostalis klavikula dengan rawan
iga I.
- Discus artikularis terletak antara permukaan sendi strenalis klavikula, melekat pada tepi
atas belakang permukaan sendi klavikula.

Art. Akromioklavikular. Sendi ini merupakan hubungan antara ekstremitas akromialis


dan klavikula.
Alat-alat khususnya antara lain:
- Kapsula artikularis, terletak di atas dan di bawah ligamentum akromioklavikularis superior
dan inferior.
- Ligamentum akromioklavikularis superior, menghubungkan bagian atas ekstremitas
akromialis klavikular dengan permukaan atas acromion.
- Ligamentum akromioklavikularis inferior, di bawah artikulasi akromioklavikularis.
- Ligamentum korakoklavikular, menghubungkan prosesus korakokoideus dengan
tuberositas korakoklavikula.
- Ligamentum trapezoideum, bagian anterior dan lateral.
Art. Humeri. Persendian ini merupakan sendi peluru karena kaput humeri merupakan
sebuah bola yang melekat pada bagian dalam bidang scapula dengan kaput humeri.
- Gerakan antefleksi dan retrofleksi, gerakan berlangsung sekeliling sumbu dengan gerakan
horizontal.
- Gerakan abduksi dan adduksi, gerakan berlangsung dalam bidang scapula sekeliling
sumbu, gerak yang sagitalis dan tegak lurus pada bidang scapula.
- Gerakan rotasi, gerak sekeliling sumbu yang memanjang pada sumbu humerus, ketiga
sumbu bergerak pada potongan tegak lurus dikaput humeri.

b. Sendi Siku (Art. Cubiti)


Bagian ini merupakan artikulasiokomposita, pada sumbu ini bertemu humerus, ulna dan
radius. Sedangkan menurut faalnya sendi ini merupakan suatu sendi engsel yang terdiri dari
tiga bagian:
· Art. humeroulnaris : sendi antara trokhlea humeri dan insisura semilunaris ulnae. Kedua
permukaan sendi mempunyai bidang pertemuan yang terlebar pada sikap lengan yang sedikit
diketulkan sehingga merupakan sikap terbaik bagi lengan untuk menerima tumpuan.
· Art. Humeroradialis : sendi antara capitulum humeri fovea capitulum radii.
· Art. Radio ulnaris proksimal : sendi antara sirkumferensia artikularis radii dan insisura
radialis ulna.

Alat-alat khususnya :

· Kapsula artikularis melekat pada epikondilus medialis permukaan depan. Huimrus diatas
fossa koronoidea dan fossa radialis sebelah bawah melekat pada permukaan anterior
prosessus koronoideus ulnae.
· Ligamentum kolateral ulnae, ligamentum ini tebal merupakan tiga 3 buah pita yang
berbentuk segitiga, ligamentum ini berhubungan dengan M. triseps brachii, flexorcarpi
ulnaris, nervus ulnaris merupakan origo dari M. flexor digitorum sublimis.
· Ligamentum kolateral radiale merupakan pita sederhana yang menghubungkan epikondilus
lateralis humeri dengan ligamentum ulnare berhubungan dengan tendo M. supinator
· Art. Radioulnaris proksimal, merupakan sendi antara sirkumferensia artikularis radii
dengan insisura radialis ulna dan ligamentum ulnare.
· Art. Radioulnaris distalis, sendi antara sirkumferensia artikularis capituli ulna dengan
insissura radii. Rongga sendi berbentuk huruf L dibentuk oleh ulna dan radius permukaan
sendi sangant luas sehingga terdapat kemungkinan yang luas untuk pergerakan spinalis dan
pronasi.
· Sinartrosis, kedua ulna dan radius dihubungkan oleh koroidea oblique dan membrane
interrosa antebrakhii.

c. Sendi Lengan Bawah Dan Tangan.


Art. Radiokarpal, merupakan sendi ellipsoid, hubungan antara ujung distal radialis
yang merupakan lerkuk sendi dan os. navikulare, lunatum dan triquitrum merupakan kepala
sendi terletak di sebelah distal.
Art. karpometacarpa, terdiri dari: Art. Carpometacrpa I ( policis ), hubungan antara os
metacarpal I dan os multangulum manus merupakan sendi pelana simpai sendi sangat longgar
pergerakan lebih luas. Articulations carpometacarpa II-V, sendi antara ossa carpalia dan ossa
metacarpalia II-V.
Art. intermetacarpa, basis ossis metacarpalia II-V bersendi satu sama lainnya dengan
satu permukaan sendi yang kecil.
Art. metacarpophalangeal, merupakan sendi antara ossis metakarpalia, kepala sendi
dengan basis ossis phalanx I merupakan lekuk sendi.
Art. digitrorum manus, sendi antara palanx I, II, III merupakan sendi sendi engsel
yang diperkuat oleh( lig. Vaginale, lig.kollateral, lig. Posterior)
.
d. Persendian Gelang Panggul

Sendi panggul adalah sendi synovial dari varietas sendi putar. Kepala sendi femur ke
dalam asetabulum tulang koksa. Sendi ini tebal dan kuat, membatasi gerakan sendi ke seluruh
arah dan membentuk sikap tegak tubuh dalam keadaaan terdiri, gerakan sendi fleksi, ekstensi,
abduksi,endorotasi dan eksorotasi.
* Articulation Sakroiliaka
Persendian antara os sacrum dan os ileum melalui fascies artikularis ossis illi dan fasies
artikularis osssis sacrum. Sendi ini merupakan hubungan antara gelang panggul dan rtangka
badan yang identik dengan artikulasio sternoklavikularis. Artikulasio ini mempunyai gerakan
yang kecil karena banyak cekungan,cembungan dan persedian tidak rata, di samping itu
banyak ligamentum pada sendi.
* Art. Simfisis Pubis
Hubungan antara kedua os pubis. Di dalamnya ada suatu kavum yang disebut
pseudokruris berupa kartilago dinamakan firokartilago interpubis.
* Art. Koxae
Persendian ini merupakan enarthrosis spheroidea, diperkuat oleh ligametum illeo
femoral sehingga caput femoris bisa keluar dari lekuknya dan berada di bawah os ileum.
* Persendian tingkat atas dan lutut.
Articulation genu menghubungkan permukaan ujung tulang distal os femur dengan
permukaan ujung proksimal tiba yaitu antara condilus medialis dan lateralis ossis femur
dengan fascies articularis superior ossis tibia. Di depan sendi ini terdapat patella.
Sendi lutut adalah sendi engsel yang dibentuk oleh kondilus femoralis yang bersendi
dengan permukaan dari kondilus tibia. Patella terletak di atas permukaan yang halus pada
femur tetapi tidak termasuk dalam sendi lutut.

e. Persendian tungkai bawah


Persendian ini merupakan persendian antara tibia dan fibula.
* Artikulatio tibia-fibula proximal
Sendi yang terdapat antara fascies artikularis kapitulum fibula ossis pada kondilus
dengan fascies articularis fibularis ossis pada kondilus tbia,ikat sendi ligamentum tibio
fibularis proximal.
* Sindesmosis tibio fibularis
Persendian antara fasies artikularis tibiasis ossis fibulae dengan insusura fibularis ossis
tibialis. Ikat sendi terdiri dari :

· Ligamentum tibio fibularis inferior-anterior


· Ligamentum tibio fibularis inferior-posterior
· Ligamentum tibio fibularis transversa
* Hubungan antara Krista interosea fibula dan Krista interrosea tibia.
Hubungan ini terbentang melalui membrane interrosa kruris yang terbentang dari
proksimalis di bawah colum fibulae ke distal sampai batas 1/3 distal os tibia dan os fibula.
Arah serabut membrane unterosa cruris dari medial atas os tibia ke lateral bawah menuju os
fibula.

* Persendian kaki
Art. Talo tibia fibularis. art. talo tibia fibularis(pergelangan kaki), antara fascies
artikularis tali os tibia dan os fibula dengan trochlea tali bagian medial dan lateral. Bentuk
sendi engsel gerakan sendi ini dapat dilakukan dorsal flexio dan plantar flexio (extension ).
Sendi tibio fibular dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah kedua tulang tungkai
bawah batang dari tulang- tulang itu digabungkan oleh sebuah ligament antara tulang yang
membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu.
Art. Talo tarsalia. Art. Talo tarsalia(sendi loncat), karena pada gerakan meloncat ada
dua bagian:
· Art. Talo calcaneo (sendi loncat atas ), antara fascies articulariscalcanei posterior assis talus
dan fasciesarticularis tali posteriorossis calcaneus.
· Art. Talo calcaneo navicularis ( sendi loncat bagian bawah), antara fascies artikular
naviculare kalkanel media anterior dan fascies artikularis naviculare ossis talus dengan
fascies tali media anterior ossis calcaneusdan fascies artikularis tali ossis naviculatri pedis.
Gerakan sendi dapat dilakukan dngan dua cara yaitu gerakan plantar fleksi dan adduksi dan
gerakan dorsal fleksi kaki disertai adduksi.
Art. Talo transversa. Art. talo transversa merupakan linea amputasiones choparti. Ada
dua bagian yaitu art. Talo navikularis pedis ( antara kapitulum tali fascies artikulairs talo os
navikularis pedis ) dan art. Kalkanea kuboidea ( antara artikularis kuboidea dari os kolumnae
fascie artikularis kalkanel dari os kuboideum). Gerakan rotasi sumbu gerak searah dengan
panjang kaki.
Art. Talo metatarsea. Sendi ini ada diantara permukaan distal os kunaiformirenon I,
II, IIIdengan permukaan proksimal ossa metatarsalia I,II, III. Permukaan sendi distal os
koboideum dengan permukaaan proksimal ossa metatarsalia IV, V. antara permukaan distal
ossa metatarsalia dengan permukaan proksimal ossa falangea I,digiti I, II,III,IV,V.

Art. Interfalangeal . ada diantara ruas jari I,II,III masing- masing jari (digiti)
I,II,III,IV,V untuk gerakan flexio dan extension(sendi engsel).
f. Sendi kolumna vertebralis.
Kecuali vertebrae servikalis I, semua vertebrae lainnya saling berartkulasi dengan
perantaraan artikulasio kartilaginea dan artikulasio synovial.
· Sendi antara korpus vertebrae
Permukaan atas dan bawah korpus vertebrae yang berdekatan dilapisi oleh tulang
rawan hialin tipis. Di antara lempeng tersebut terdapat diskus intervertebralis yang tersusun
oleh jaringan vibrokartilago. Did daerah serevikal bawah ditemukan banyak sendi kecil,
yaitu di kiri-kanan diskus intervertebralis antara permukaan atas dan bawah korpus vertebrae.
Ligamentum longitudinal anterior dan posterior berjalan turun menyusuri permukaan
anterior dan posterior kolumna vertebralis dari cranium sampai sacrum. Ligamentum anterior
lebar menempel kuat pada tepi depan sisi kornu vertebrae dan diskus intervertebralis.
Sedangkan ligamentum posterior lemah dan sempit, melekat pada posterior diskus.
· Sendi diantara arkus vertebrae
Sendi ini terdiri dari dua sendi synovial diantara prossesus artikularis superior dan
Inferior vertebrae. Fascies artikularis tertutup oleh tulang rawan hialin dan sendi dikelilingi
oleh ligamentum kapsularis.
Ligament supraspinalis menghubungkan ujung tulang prossesus vertebrae. Ligament
intersoinalis berjalan diantara prossesus spinosus yang berdekatan. Ligament plava
menghubungkan dua lamina, berdekatan pada daerah servikal ligamentum supraspinalis dan
interspinalis, sangat tebal membentuk lig. Nuchea meluas dari prossesus spinosus sampai
ke protuberonsia oksipitalis eksterna. Permukaan anteriornya melekat erat pada prossesus
spinosus servikalis.
· Artikulatio Atianto Oksipitalis
Sendi ini merupkan sendi synovial antara kondilus oksipitalis kiri-kanan,foramen
magnum, diatas fascies artikularis massa lateral, atlas bagian bawah. Membrane atianto
oksipitalis anterior merupakan lanjutan ligamentum longitudinale anterius, menghubungkan
arcus anterior atas dengan tepi anterior foramen magnum, membrane atianto oksipitalis
superior menghubungkan arcus posterior atlas dengan tepi posterior foramen magnum.

· Artikulatio Atianto Aksilaris

Sendi ini terdiri atas 3 sendi synovial antara dens aksis dengan arkus anterior atlas yang
lain diantara massa lateralkis kedua tulang:
- Lig. Apisis dentis, terletak ditengah, menghubungkan apeks dentis dengan tepi anterior
foramen magnum.
- Lig. Alaria, terletak di kiri kanan ligamentum apisis dentis menghubungkan dens ajsis
dengann sisi medial kondilus oksipitalis.
- Lig. Cruciform atiantis terdiri dari lig. Transversum atiantis yang kuat dan fasculi
longitudinalis yang lemah, ujung transversum melekat pada bagian dalam massa lateralis
atlas dan mengikat aksis.
OSTEOARTHRITIS
Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non
inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi
tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial,
disertai nyeri, biasanya setelah aktivitasberkepanjangan, dan kekakuan, khususnya
pada pagi hari atau setelah inaktivitas.Penyakit ini disebut juga degenerative arthritis,
hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah bentuk
artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia
dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang.
Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan, yaitu OA
primer dan OA sekunder.
 Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Meski demikian, osteoartritis primer banyakdihubungkan pada penuaan. Pada
orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang
mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas
atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan
total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang
dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang
mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi.
Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada
nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-
sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun
banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil
(carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral
pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA
generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis
(DISH).
 Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi
lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik
lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit
kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta
faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur
sendi, dan sebagainya.
Patogenesis
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan
yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan
bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum
diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang
merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam
cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan
kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi
multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik, obesitas, stress
mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA.
Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas
gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”, penahan
beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari metabolisme
kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang
rawan, dan penurunan cairan sendi.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan
kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk
penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta
memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga
dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan
pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap
perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon
inflamasi sebelumnya.
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks
baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam
hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara
keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi
kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek.
Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang
mengubahbiomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya.
Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan menginduksi
pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases
(MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi
proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit,
kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator
plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade enzimatik
ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor aktivator
plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang umumnya
berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di dalam rongga
sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP
baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5.8,21,23 Agrekanase akan memecah
proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe
agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4) dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim
lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin,
yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan
proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di dalam lisosom
kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain
turut berperan merusak proteoglikan
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam
progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro
inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide
(NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit untuk
memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien
dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan
transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya
sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis
kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga
menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik
Osteoartritis Lutut
Riwayat alamiah
Sendi lutut terdiri atas tiga kompartemen yaitu sendi tibiofemoral yang
terbagi menjadi kompartemen medial dan lateral, serta sendi patellofemoral. Sendi
patellofemoral adalah salah satu kompartemen yang paling sering terkena pada kasus
OA lutut. Penelitian yang dilakukan oleh R. S. Hinman dan K. M. Crossley
menunjukkan bahwa OA sendi patellofemoral tidak hanya menjadi sumber penting
dari gejala OA lutut, tetapi juga bahwa orang yang menderita penyakit OA sendi
patellofemoral menunjukkan karakteristik yang berbeda dari OA sendi tibiofemoral.
Dahulu, OA lutut dilihat sebagai suatu kelainan yang terjadi terutama pada
sendi tibiofemoral karena penilaian radiografi cenderung hanya terfokus pada X-ray
antero-posterior, yang tidak dapat mencitrakan sendi patellofemoral dengan baik.
Namun pengetahuan akan keterlibatan sendi patellofemoral dalam proses OA
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan X-ray lateral dan

skyline. Pada pemeriksaan radiografi, osteofit pada sendi patellofemoral lebih


banyak dibanding pada sendi tibiofemoral. Penelitian lain pada orang dengan nyeri
lutut memperlihatkan pola radiografi yang tersering adalah kombinasi sendi
tibiofemoral dan patellafemoral, diikuti oleh OA sendi patellofemoral, OA sendi
tibiofemoral, dan sisanya menunjukkan radiografi normal.

Tanda dan gejala


Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi, terutama
saat sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat
istirahat.Seringkali penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat
secara bertahap selama beberapa tahun. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat
iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular.
Pada tahap awal, nyeri hanya terlokalisasi pada bagian tertentu, tetapi bila
berlanjut, nyeri akan dirasakan pada seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini
seringkali disertai bengkak, penurunan ruang gerak sendi, dan abnormalitas
mekanis.Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,
permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau
spasme dan kontraktur otot periartikular.
Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah
sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran tulang di sekitar sendi,
efusi sendi, dan krepitasi.Pada OA lutut, gejala spesifik yang dapat timbul adalah
keluhan instabilitas pada waktu naik turun tangga.
Faktor risiko
Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis
kelamin, ras, genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi, kelainan
anatomis, riwayat trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan jenis
pekerjaan.
 Usia
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya
OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80%
individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan
insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun. OA hampir tidak pernah terjadi
pada anak-anak dan sering pada usia di atas 60 tahun.7 Meskipun OA berkaitan
dengan usia, penyakit ini bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat
dihindari.8
Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk
penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi
matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks.
Perubahan-perubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan
kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu
sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon
terhadap anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak
seragam.
 Jenis kelamin
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria.Walaupun prevalensi
OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut. Wanita
memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis
seperti kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena
turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki
reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh
estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa
estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan
peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan
percobaan.
 Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki
risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.enduduk Asia
juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu
studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA
dibandingkan kulit putih.
 Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan,
seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein
pengikat, atau proteoglikan.Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang
diturunkan pada penderita OA sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga,
saudara kembar, dan populasi menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik
menentukan lokasi sendi yang terkena OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor
genetik sebagai predisposisi OA adalah adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi
pada kembar monozigot dibanding kembar dizigot.
 Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan
risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi
OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan
defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis
OA, dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme
terjadi pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium.
Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya
osteoartritis lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA
terutama melalui peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga
hingga enam kali berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu
pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat
berjalan.Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh
(IMT), risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat.Penderita OA dengan
obesitas memiliki gejala OA yang lebih berat.Obesitas tidak hanya mengawali
timbulnya penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para
penderita OA. Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang
menyebabkan kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian
osteoartritis secara tidak langsung melalui faktor-faktor sistemik.
 Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan
meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan
dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu
yang pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan
ligamentum cruciatum anteriordiperbaiki. Risiko berkembangnya OA pada kasus ini
sebesar 10 kali lipat.
 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat benda
berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang
berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga
setiap hari merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut.Di sisi lain, seseorang dengan
aktivitas minim sehari-hari juga berrisiko mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas
sendi yang berlangsung lama akan menyebabkan disuse atrophy yang akan
meningkatkan kerentanan terjadinya trauma pada kartilago. Pada penelitian terhadap
hewan coba, kartilago sendi yang diimobilisasi menunjukkan sintesis aggrecan
proteoglikan pada kartilago yang mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan
dengan peningkatan MMP yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
 Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA
yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor
penentu lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan
dengan perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami
benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu
meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut.
 Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA
tertentu.Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan
lutut dan kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja fisik
berat, terutama yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti
penambang, petani, dan kuli pelabuhan.
Diagnosis
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College
of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut.

Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence


Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain
osteofit, pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan penyempitan
celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral. Berdasarkan gambaran radiografi
tersebut, Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat grade.
1) Grade 0 : normal
2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral
4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada OA bertujuan untuk mengontrol nyeri, memperbaiki
fungsi sendi yang terserang, menghambat progresifitas penyakit, serta edukasi
pasien.
a. Terapi non farmakologis
Terdapat beberapa hal yang direkomendasikan oleh ACR 2012 dalam
manajemen terapi non farmakologis OA lutut, yaitu sebagai berikut
b. Terapi farmakologis
Secara garis besar, ACR 2012 merekomendasikan terapi farmakologis untuk
OA lutut sebagai berikut.
Asetaminofen, atau yang lebih dikenal dengan nama parasetamol dengan merupakan
analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA karena cenderung aman dan
dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Dengan dosis maksimal
4 gram/hari, pasien perlu diberi penjelasan untuk tidak mengonsumsi obat-obat lain
yang mengandung asetaminofen, termasuk obat flu serta produk kombinasi dengan
analgesik opioid.
Apabila penggunaan asetaminofen hingga dosis maksimal tidak memberikan
respon klinis yang memuaskan, golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
atau injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan. OAINS bekerja dengan
cara menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengganggu konversi
asam arakidonat menjadi prostaglandin, yang berperan dalam inflamasi dan nyeri.
Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologis, terdapat
pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
OAINS yang bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2 (non selektif)
dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan
hiperkalemia. Sedangkan OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan
memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS
yang non selektif.
Pada penggunaan OAINS jangka panjang perlu dipertimbangkan pemberian
proton-pump inhibitor untuk mengurangi risiko komplikasi traktus
gastrointestinal.Untuk pasien berusia >75 tahun, penggunaan OAINS topikal lebih
dianjurkan dibanding OAINS oral. Pada kasus ini, penggunaan tramadolatau injeksi
kortikosteroid intraartikuler dapat dianjurkan. Tramadol sama efektif dengan morfin
atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau
kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan untuk tramadol adalah
400 mg. Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat diberikan bila terdapat infeksi
lokal atau efusi sendi.
Operasi
Tindakan operasi seperti arthroscopic debridement, joint debridement,
dekompresi tulang, osteotomi, dan artroplasti merupakan tindakan yang efektif pada
penderita dengan OA yang sudah parah. Tindakan operatif ini dapat menghilangkan
nyeri pada sendi OA, tetapi kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki
secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan
dengan baik.
DIAGNOSIS BANDING

Osteoporosis

Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya kandungan


mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang yang akan
mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah pengeroposan
tulang.
WHO mendefinisikan osteoporosis sebagai densitas tulang yang berada 2.5 poin
standar deviasi (SD) di bawah rata-rata orang dewasa sehat berjenis kelamin sama
(biasa disebut T-score -2.5).

Etiologi

Pada keadaan normal, sel-sel tulang, yaitu osteblast dan sel osteoclast berkeja silih
ganti, saling mengisi, seimbang, sehingga tulang tetap utuh. Apabila kerja osteclast
melebihi kerja osteoblast, maka kepadatan tulang menurun yang akhirnya keropos.
Metabolisme tulang dapat terganggu oleh berbagai kondisi, kurangnya hormon
estrogen, kurangnya asupan kalsium dan vitamin D. kurangnya stimulasi mekanik dan
efek samping beberapa obat.

Epidemiologi

 Di Amerika Serikat, sebanyak 9 juta orang dewasa memiliki osteoporosis (T-


score <-2,5 di tulang belakang atau pinggul).
 48 juta individu lainnya memiliki tingkat massa tulang atau T-score <1.0
menempatkan mereka pada peningkatan risiko pengembangan osteoporosis.
 Pada wanita sering diderita pada usia 70-80 tahun
 Diperkirakan sekitar 2 juta fraktur terjadi setiap tahun di Amerika Serikat
sebagai konsekuensi osteoporosis
 Fraktur karena hilangnya kepadatan tulang karena usia paling banyak terjadi
pada pelvic dan vertebrae.
 Fraktur radius distal frekuensinya meningkat sebelum usia 50 dan plateau pada
usia 60.
 Ketika usia mencapai >70 tahun, insiden patah tulang pelvic bertambah tiap 5
tahun
 Sekitar 300.000 patah tulang pinggul terjadi setiap tahun di Amerika Serikat.
 Pada ras kulit putih berusia 50 tahun sekitar 14% wanita dan 5% pria mengidap
osteoporosis.
 Risiko untuk orang Amerika Afrika lebih rendah (sekitar satu setengah dari
tingkat tersebut).
 Risiko untuk orang Asia kira-kira sama dengan jumlah orang kulit putih.
 Ada sekitar 550.000 fraktur patah tulang belakang per tahun di Amerika Serikat.
 Hanya sebagian kecil (diperkirakan sepertiga) yang dikenali secara klinis.
 Sekitar 400.000 fraktur pergelangan tangan dan 135.000 patah tulang panggul
terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.
 Fraktur humerus dan tulang lainnya (diperkirakan sekitar 675.000 per tahun)
juga terjadi pada osteoporosis.

 Menurut IOF 1 dari 4 perempuan Indonesia dengan rentang usia 50-80 tahun
memiliki risiko osteoporosis.
 Risiko osteoporosis perempuan Indonesia 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-
laki.

Faktor Risiko

 Umur
 Pada wanita, umur 65-70 tahun
 Pria lebih lama 15-20 tahun setelah wanita
 Jenis Kelamin
Sejak awal menopause dan untuk 10 tahun ke depan tingkat keropos tulang pada
wanita meningkat menjadi sekitar 3% per tahun.
 Fraktur sebelumnya
 Riwayat keluarga pada fraktur pelvic
 Penggunaan glucocorticoids oral
Obat kortikosteroid menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang karena
menghambat proses osteoblas.
 Minum-minuman beralkohol dan tinggi kafein
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol dapat menimbulkan tulang keropos,
rapuh dan rusak. Hal ini disebabkan kafein dan alkohol menghambat proses
pembentukan massa tulang (osteoblas) karena kafein dan alkohol bersifat toksin
bagi tubuh. Akibatnya, kalsium untuk membentuk tulang terbuan bersama
dengan air seni.
 Merokok
Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin didalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga
susunan sel tulang tidak kuat dalam mengalami proses pelapukan.
 Ras
Pada ras kulit putih dan asia memiliki resiko terbesar. Hal ini disebabkan secara
umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya sekitar 90%
intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit
hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.

Klasifikasi

Osteoporosis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:


 Osteoporosis Primer, terbagi menjadi 2 yaitu:
 Osteoporosis Primer Tipe 1
Adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan,
yaitu akibat kekurangan estrogen, umumnya pada wanita yang telah
mengalami menopause, dan akibat kekurangan testosteron, yakni
andropause pada pria.
 Osteoporosis Primer Tipe 2
Sering disebuta dengan istilah osteoporosis senil/penuaan.
 Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang mendasari,
akibat obat-obatan dan lain sebagainya. Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat.
 Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia
kanak-kanak (juvenil), usia remaja (adolesen), pria usia pertengahan.

Gejala Klinis dan Patofisiologi

 Osteoporosis sendiri bersifat asymptomatic.


 Biasanya pasien osteoporosis mengeluh nyeri di punggung karena vertebrae
mengalami fraktur.
 Biasanya juga terdapat beberapa titik tenderness pada vertebrae yang fraktur.
Menopause
Osteoblast Asupan vitamin D
kurang

Produksi estrogen

RANKL

/////////////////////////////////////////////////////// Absorpsi Ca2+


RANKL tidak
terinhibisi
Asupan kalsium
RANKL menempel kurang
pada reseptor RANK
di Osteoclast

Aktifitas Osteoclast Kalsium plasma


Aktifitas Merokok
Metabolisme
Osteoblast lebih cepat dari
Aktifitas
estrogenterhambat
terganggu
Toxic aktifitas Osteoblast
Osteoclast
OSTEOPORORSIS
Massa
Aktivasi tulang
Osteoclast PTHGlucocorticoids
Hipertiroidisme
Menghambat
Osteoblast

Diagnosis Apoptosis
Osteoblast
 Penyakit osteoporosis terdiagnosis setelah terjadi keretakan tulang.
 Untuk osteoporosis yang asymptomatic biasanya ditemukan keretakan pada
tulang melalui rontgen yang dilakukan untuk pemeriksaan lain.
 Osteoporosis dapat dideteksi dengan Dual-Energy X-ray Absorptiometry
(DEXA) Scan.
 DEXA adalah teknik x-ray yang sangat akurat yang telah menjadi standar untuk
mengukur kepadatan tulang.
 Hasilnya ditampilkan menggunakan T-score (1 T-score sama dengan 1 SD)
 /Osteopenia T-score <-1
 /Osteoporosis T-score <-2.5

Tata Laksana

 Non Farmakologi
 Mengurangi faktor risiko
Beberapa tool dapat penilaian risiko salah satunya FRAX tool. FRAX tool
berguna sebagai tool untuk mengedukasi pasien. Setelah melakukan
penilaian risiko, pasien bisa mengurangi efek faktor risiko yang bisa
dimodifikasi.
 Mengatur asupan nutrisi
 Kalsium
Kalsium bisa didapat dari makanan seperti susu, yoghurt dan keju.
Makanan seperti sereal dan juga sayuran hijau merupakan sumber
kalsium. Pemberian suplemen kalsium juga perlu diberikan. Adapun
kebutuhan kalsium berdasarkan usia terdiri dari:
o 0-6 bulan: 210 mg/hari
o 7-12 bulan: 270 mg/hari
o 1-3 tahun: 500 mg/hari
o 4-8 tahun: 800 mg/hari
o 19-50 tahun: 1000 mg/hari
o >50 tahun: 1200 mg/hari
 Vitamin D
Vitamin D disintesis di bawah kulit yang dipengaruhi oleh panas dan
sinar UV. Namun kebanyakan populasi tidak mendapatkan vitamin D
yang cukup. Pemberian multivitamin dan suplemen kalsium yang
mengandung vitamin D juga perlu diberikan.
/
 Nutrisi lainnya
Nutrisi lainnya seperti garam, protein hewani dan kafein mempengaruhi
absorpsi atau ekskresi kalsium.
 Olahraga
Dengan berolahraga dapat memaksimalkan kepadatan tulang yang
ditentukan secara genetis. Pada wanita postmenopausal olahraga mencegah
pengurangan massa tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Olahraga
yang dilakukan harus dalam jangka panjang dan memberikan efek
menguntungkan pada fungsi neuromuscular yang dapat meng meningkatkan
koordinasi, keseimbangan, kekuatan dan mengurangi risiko terjatuh.
 Farmakologi
 Terapi hormon estrogen
Estrogen dapat mengurangi pengeroposan tulang dan menginduksi sedikit
pengingkatan pada massa tulang vertebrae, pelvic dan seluruh tubuh.
Estrogen sangat ampuh jika diberikan secara oral dan transdermal:
 Oral estrogen:
o Esterified estrogen: 0,3 mg/hari
o Conjugated equine estrogen: 0.625 mg/hari
o Ethinyl estradiol: 5 µg/hari
 /Trandermal estrogen estradiol: 50 µg/hari
 SERM (Selective Estrogen Receptor Modulators)
Merupakan golongan obat yang berkeja pada reseptor estrogen. Pada wanita
postmenopausal dua SERM digunakan untuk mencegah dan mengobati
osteoporosis.
 Bazedoxifene, merupakan SERM generasi ketiga, bekerja dengan
membentuk komplek dengan konjugasi estrogen, membentuk TSEC
(Tissue Selective Estrogen Complex). TSEC terbukti dalam mencegah
osteoporosis.
 Tamoxifen, berfungsi mengurangi pengeroposan tulang pada wanita
postmenopausal. Tamoxifen bekerja sebagai agen estrogen di tulang.
 Raloxifene, pemberisan raloxifene 60 mg/hari memberi efek pada
pengeroposan tulang, Raloxifene bekerja mirip tamoxifen. Raloxifene
mengurangi fraktur pada vertebrae sebanyak 30-50% tergantung
populasi.
 Bisphosphonates
Bisphosphonates merupakan agen primer farmalogical yang melawan
osteoclast-mediated bone loss pada osteoporosis. Terbukti dalam mencegah
dan mengobati wanita postmenopausal.
 Alendronate, berfungsi menurunkan pengapuran tulang dan
meningkatkan massa tulang vertebrae.
o Mencegah osteoporosis: 5 mg/hari
o Mengobati osteoporosis: 10 mg/hari
 Risedronate, berfungsi menurunkan pengeropasan tulang dan
meningkatkan massa tulang.
 Calcitonin
Calcitonin merupakan hormon polipeptida yang disekresi oleh kelenjar
tiroid. Peran fisiologisnya masih belum jelas. Calcitonin tidak mengindikasi
pencegahan osteoporosis. Calcitonin mungkin memiliki efek analgesik pada
nyeri tulang.
 Denosumab
Merupakan agen yang meningkatkan BMD pada vertebrae, pelvic dan
lengan pada wanita postmenopausal. Selain itu denosumab juga mempunyai
kemampuan meningkatkan massa tulang.
 Teriparatide
Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon PTH yang berperan dalam
homeostasis kalsium. Sekresi PTH berelebih pada hiperparatiroidisme
berhubungan dengan pengapuran tulang. Pemberian Teriparatide berguna
untuk mengobati osteoporosis pada wanita dan pria. Diberikan dengan cara
injeksi tiap sekali sehari selama 2 tahun. Produksi teriparatide meningkatkan
massa tulang dan memediasi perbaikan arsitektur pada struktur tulang.
 Strontium Ranelate
Strontium ranelate digunakanan di beberapa bagian Eropa sebagai
pengobatan untuk osteoporosis. Berfungsi meningkatkan massa
tulang.

Pencegahan

 Penuhi asupan kalsium dan vitamin D.


 Melakukan aktifitas fisik dengan prinsip pembebanan terhadap tulang, salah
satunya dengan berjalan kaki.
 Hindari merokok, minuman beralkohol.
 Lakukan pemeriksaan tes dini osteoporosis pada saat menopause.

CEDERA LIGAMEN
Definisi
Cedera ACL (anterior cruciate ligament) atau ACL rupture adalah robekan di salah
satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki atas dengan tulang kaki bagian
bawah. ACL menjaga kestabilan lutut.4,5

Anatomi dan Fisiologi


Secara anatomis knee joint dibentuk oleh tibia bagian proximal,femur bagian distal
dan patella. Knee joint terdiri dari tiga bagian persendian; medial dan lateral antara
condylefemur dan tibia serta persendian intermediate antara patela dan femur.Femur distal
terdiri dari medialcondyle dan lateral condyle, femoral trochlear groove dan intercondylar
notcth. Ligamen tersebut melewati anterior,medial dan distal sendi dari femur ke tibia.
ligamen berputar atas diri membentuk spiral sedikit luar (lateral), melewati bawah
ligamentum transverse meniscal di ujung tibialisnya. beberapa fasikula mungkin menyatu
dengan perlekatan anterior dengan meniskus lateral. Ikatan tibialis lebih lebar dan lebih
kuat dari perlekatan femoralis.1
Ligamentum Intra Capsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat,
saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian
yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini
penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae. 1
1. Anterior Cruciate Ligament
ACL istilah cruciate berasal dari kata crux yang artinya (menyilang) dan crucial
(sangat penting).Cruciate ligament saling bersilangan satu sama yang lain. Menyerupai
huruf X. ACL adalah stabelizer untuk knee joint pada aktivitas pivot. ACL mula
berkembang pada minggu ke 14 usia gestasi, berukuran sebesar jari kita dan panjangnya
rata-rata 38mm dan lebar rata-rata 10 mm, dan dapat menahan tekanan seberat 500 pon
sekitar 226kg.
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan
kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan
medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan
akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ini tidak hanya mencegah anterior
translasi dari tibia pada femur tetapi juga memungkinkan untuk helicoid biasa tindakan
lutut, sehingga mencegah kemungkinan untuk patologi meniscal. Ini terdiri dari dua
bundel, sebuah bundel anteromedial, yang ketat di fleksi, dan bundel posterolateral, yang
lebih cembung dan ketat dalam ekstensi.
Suplai vaskuler ACL berasal dari arteri geniculate middle, serta dari difusi
melalui sheath sinovial nya . persarafan dari ACL terdiri dari mechanoreceptors berasal
dari saraf tibialis dan memberikan kontribusi untuk proprioseptifnya, serabut rasa nyeri
dalam ACL yang hampir tidak ada,ini menjelaskan mengapa ada rasa sakit yang minimal
setelah ruptur ACL akut sebelum pengembangan hemarthrosis yang menyakitkan.

2. Posterior Cruciate Ligament


Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan
berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior
permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat anterior akan mengendur bila
lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi.
Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum
cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila
sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae
tertarik ke posterior.

Ligamentum Extracapsular:
1. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada
tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari
bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran
synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah
bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari
kulit.
2. Ligamentum Collaterale Fibulare
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis
dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari
capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan
dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.
3. Ligamentum Collaterale Tibiae
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas
pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo
infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian
melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis,
ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu .
4. Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut,
letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari
ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan
sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.
5. Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus, terdiri dari
jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam
perkembangannya, sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.

Cartilago Semilunaris (Meniscus)


Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C, yang pada
potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat
pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan atasnya
cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris.
Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk
menerima condylus femoris yang cekung.
1. Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian
depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut
ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior
tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi.
Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.
2. Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area
intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior
melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris.
Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti
ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago
dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil
dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago
semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan
cartilago semilunaris medialis.

Capsula Articularis
Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps
femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas
tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang dipisahkan
oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian tengah dari
retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke bawah melekat pada
ligamentum cruciatum anterior. Selanjutnya capsula articularis ini menutupi kedua
ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan melintasi tepi
posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral dari fascies
articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang terkumpul pada
bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi.
Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah
pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari tepi
fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar pada
synovial membran.
Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian , berhubungan
dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae. Lipatan capsul sendi pada bagian
samping berjalan dekat pinggir tulang rawan. Sehingga regio epicondylus tetap
bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan cartilago, dan bagian
permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh cartilago. Pada tibia capsul
sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis, sedikit bagian bawah dari
permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi dari masing-masing
meniscus.

Bursa Anterior
1. Bursa supra patellaris terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan
erat dengan rongga sendi.
2. Bursa Prepatellaris terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian
depan belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae.
3. Bursa infrapatellaris superficialis terletak pada jaringan subcutan diantara kulit
dan bagian depan belahan bawah ligamentum patellae
4. Bursa Infapatellaris Profunda terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum
patellae dan permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi
melalui jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.

Bursa Posterior
1. Recessus Subpopliteus ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan
berhubungan dengan rongga sendi.
2. Bursa M. Semimembranosus ditemukan sehubungan dengan insertio m.
semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi.
3. Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan:
a) tendon insertio m. biceps femoris.
b)tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke
insertionya pada tibia.
c) di bawah caput lateral origo m. Gastrocnemius.
d)di bawah caput medial origo m. Gastrocnemius.
Fisiologi
Dari ligamen lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam
menyediakan pengekangan pasif untuk anterior / posterior gerakan lutut. Jika salah
satu atau kedua cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin
terganggu. Fungsi utama dari ACL adalah untuk mencegah translasi anterior
dari tibia, dalam ekstensi penuh, ACL menyerap 75% muatan anterior dan 85%
antara 30 dan 90 ° fleksi. Selain itu, fungsi lain ACL termasuk melawan rotasi
internal tibia dan varus / valgus angulasi dari tibia dengan adanya cedera ligamen
kolateral, hilangnya ACL menyebabkan penurunan magnitude pada coupled
rotasi selama fleksi, dan lutut yang tidak stabil. Kekuatan tarik ACL sekitar 2200N
tetapi berubah dengan usia dan beban berulang.

Etiologi
Diperkirakan bahwa 70 persen dari cedera acl terjadi melalui mekanisme non –
kontak sementara 30 persen adalah hasil dari kontak langsung dengan pemain
lain atau object. Mekanisme cedera sering dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan
pemotongan, berputar atau “side stepping manuver”, pendaratan canggung atau "out of
control play".
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa atlet wanita memiliki insiden yang lebih
tinggi cedera acl dari atlet laki-laki di olahraga tertentu, telah diusulkan bahwa ini adalah
karena perbedaan kondisi fisik, kekuatan otot, dan kontrol neuromuskular. Penyebab lain
dari hipotesis ini adalah perbedaan kelamin yang berkaitan dengan tingkat cedera acl yang
termasuk keselarasan pelvis dan ekstremitas bawah (kaki) , peningkatan
kelemahan ligamen, dan efek estrogen pada sifat ligamen.
Jatuh dari tangga atau hilang satu langkah di tangga adalah kemungkinan
penyebab lainnya. Seperti bagian tubuh lain, ACL menjadi lemah dengan
usia. Jadi robekan terjadi lebih mudah pada orang tua dari usia 40.
Gejala Klinis
Pasien selalunya merasa atau mendengar bunyi "pop" di lutut pada saat cedera
yang sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan dari melompat
(biasanya kombinasi hiperekstensi /poros). Ketidakstabilan mendadak di
lutut. (Lutut terasa goyah.) Hal ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau
setelah pukulan langsung ke sisi lutut. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut.
Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Ini mungkin merupakan
tanda perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba biasanya merupakan
tanda cedera lutut serius. Gerakan lutut terbatas karena pembengkakan dan / atau rasa sakit.
Kebanyakan cedera pada ACL dapat didiagnosis melalui anamnesa yang cermat
menekankan mekanisme kejadian cedera ditambah dengan pemeriksaan fisik yang
sesuai. Pastikan anamnesa mencakup mekanisme kejadian cedera sekarang dan kejadian
sebelumnya jika ada.

Epidemiologi
Prevalensi kejadian cedera ACL yang lebih besar ditemukan pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki. Sekitar 50% pasien dengan cedera ACL juga didapati ruptur pada
meniskus. Pada cedera ACL akut, meniscus lateralis lebih sering robek; pada ACL kronis,
meniscus medial lebih sering robek. Pada penelitian prevalensi mengenai cedera ACL pada
populasi umum, didapati bahwa 1 kasus dijumpai dalam 3500 orang, memperkirakan
95.000 ruptur ACL per tahun.
Sekitar 200.000 ACL terkait cedera terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, dengan sekitar
95.000 ruptur ACL. Sekitar 100.000 ACL rekonstruksi dilakukan setiap tahun.
Insiden cedera ACL lebih tinggi pada orang yang berpartisipasi dalam olahraga yang
berisiko tinggi seperti basket, bola sepak, ski. Pada tanggapan frekuensi partisipasi,
prevalensi cedera ACL yang lebih tinggi diamati lebih pada wanita dari laki-laki, pada
tingkat 2,4-9,7 kali lebih besar pada wanita.

Klasifikasi
Tingkat keparahan cedera ligamen dinilai sebagai:
 GRADE I- Sebuah hamparan ringan, dengan nyeri ringan dan bengkak tetapi
tidak ada perpanjangan permanen atau kerusakan pada ligamen.
 GRADE II –Ligamentum tertarik keluar (seperti gula-gula) dan diperpanjang. Ada
rasa sakit umumnya lebih dan bengkaka dan sering memar. Ligament biasanya akan
sembuh tanpa operasi. Ligament akan memiliki beberapa kelemahan (yaitu
“member” atau “membuka”) dibandingkan dengan normal tetapi sendi akan
sembuh dan biasanya dapat berfungsi normal dengan sedikit ketidakstabilan.
 GRADE III- Liganmentum tertarik jauh sehingga robek menjadi dua. Sering kali
ada rasa sakit yang relative sedikit. Namun, sendi sangat tidak stabil, dan menahan
seringkali sangat sulit bahkan dengan tongkat sekalipun. Lutut akan terlepas atau
“buckle”. Sering memar disekitar lutut, operasi seringkali diperlukan untuk
perbaikan.

Patofisiologi
ACL seperti semua ligament lain, terdiri dari tipe I kolagen. Ultrastruktur ligament
adalah sangat mirip dengan tendon, tetapi serat didalam ligament lebih bervariasi dan
memiliki isi elastin yang lebih tinggi. Ligamen menerima suplai darah dari lokasi
insersinya. Vaskularisasi dalam ligament adalah seragam, dan ligament masing-masing
berisi mechanoreceptors dan ujung saraf bebas yang diduga membantu dalam menstabilkan
sendi. Avulsi ligamen pada umumnya terjadi diantara lapisan fibrocartilage tidak
bermineral dan yang bermineral. Rupture ACL yang paling umum,
adalah ruptur midsubstan. Jenis ruptur ini terjadi terutama sewaktu
ligamentum ditranseksi oleh kondilus femoral lateral yang berputar.

ACL menerima suplai darah kaya, terutama dari arteri geniculate medial,
sewaktu ACL pecah, haemarthrosis biasanya berkembang dengan cepat. Namun,
meskipun intra-artikular lokasinya, ACL sebenarnya di extrasynovial.

Diagnosis
Ketika seorang pasien datang dengan cedera ACL pada awalnya untuk evaluasi di
klinik, dokter seharusnya menanyakan tentang kejadian. Dua pertiga dari cedera adalah
hasil dari cedera non kontak (deselerasi atau berputar) dan sering dikaitkan dengan bunyi
"pop" dan bengkak, yang biasanya terlihat dalam waktu cedera 4-12 jam. (Cedera lutut lain
yang terkait dengan hemarthrosis yang meliputi robekan cruciatum posterior, robekan
meniskus perifer, fraktur osteochondral, cedera kapsuler, dan dislokasi patella.
Cedera kontak langsung sering menimbulkan stres hiperekstensi atau valgus pada
lutut yang mengarah ke cedera cruciatum. Pertanyaan lainnya termasuk kemampuan
untuk menanggung berat badan. Apakah pasien terus bermain apakah ada gejala
ketidakstabilan pada persendian lutut? faktor lain yang perlu dipertimbangkan termasuk
sebelum cedera yaitu tingkat aktivitas, kegiatan kerja, dan rencana masa depan, karena
informasi ini akan membantu dalam pengambilan keputusan. pasien harus ditanya jika ada
riwayat trauma di tempat yang sama sebelumya. Dokter harus melakukan rontgen untuk
mencari setiap fraktur yang mungkin.
Pemeriksaan fisik harus segera dilakukan setelah cedera. Hasilnya biasanya lebih
akurat daripada setelah timbulnya pembengkakan, rasa sakit, dan selanjutnya. Dari
observasi, ketidakselarasan biasa dianggap suatu fraktur. Pembengkakan biasanya
muncul dalam 4 jam.
Tes khusus yang sering dilakukan adalah tes lachman untuk melihat
apakah ACL masih utuh. Pada tes lachman, pasien pada posisi supine, lutut difleksikan 30
derajat. Femur distabilasikan dengan satu tangan dan satu tangan mengerakkan tibia ke
anterior. Positif jika end point dari translasi anterior tibia tidak jelas dan infrapatellar
slope menghilang, yaitu jika ACL robek, pemeriksa akan merasakan gerakan ke depan
dari tibia meningkat (ke atas atau anterior) dengan hubungannya dengan tulang
paha (jika dibandingkan dengan kaki normal) dan gerakan lembut pada end point,
(karena ACL robek) saat ini gerakan berakhir.
Tes lain untuk cedera ACL adalah pivot shift test. Pada pivot shift test pasien pada
posisi supine, lutut difleksi 5 derajat dan valgus stres diberikan sambil memberi gaya
internal rotasi pada tibia, lutut kemudian difleksi 30 - 40 derajat, tes positif jika lutut
tereduksi ke posterior. Jika acl robek, tibia akan mulai maju ketika lutut sepenuhnya lurus
dan kemudian akan bergeser kembali ke posisi yang benar dalam hubungannya
dengan tulang paha ketika lutut dibengkokkan lebih 30 derajat.
Selain itu, ada juga tes drawer, dimana pasien dalam posisi supine, lutut fleksi 90
derajat, kaki distabilasikan oleh pemeriksa dan tibia ditarik kearah anterior.tes positif
apabila terdapat translasi lebih dari 6mm. Ataupun apabila tibia didorong ke posterior akan
terjadi translasi jauh ke posterior berarti positif.
Arthroscopi juga dapat dilakukan. Selama arthroskopi, alat bedah akan dimasukkan
melalui satu atau lebih potongan kecil (sayatan) pada lutut untuk melihat bagian dalam
lutut. Ini adalah prosedur yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam sendi dengan
memasukkan tabung tipis (arthroscope) yang berisi kamera dan cahaya melalui sayatan
kecil di dekat sendi.Kamera mengirimkan gambar close-up video dari sendi ke monitor tv,
di mana dokter dapat melihat bagian dalam sendi.Arthroscopi dapat digunakan untuk
mendiagnosa penyakit sendi dan cedera sendi dan untuk mengobati beberapa masalah
bersama. Instrumen bedah juga dapat dimasukkan melalui arthroscope untuk mengambil
sampel jaringan atau untuk memperbaiki luka atau kerusakan pada sendi. Secara umum,
pemulihan setelah operasi arthroscopic lebih cepat dan lebih mudah daripada setelah
operasi tradisional yang menggunakan sayatan yang lebih besar. Kebanyakan orang bisa
pulang dari rumah sakit hari yang sama.
Magnetic resonance imaging (MRI) scan juga bias dilakukan untuk
mengevaluasi ACL dan untuk memeriksa tanda cedera pada ligamen lutut yang lain,
serta meniscus tulang rawan, atau tulang rawan artikular.

Diferensial Diagnosis
1. Dislokasi patellar
2. Ruptur meniscal perifer
3. Fraktur osteochondral.

Penatalaksanaan
Penanganan untuk ACL yang robek tergantung pada keperluan pasien. Contohnya
atlet yang muda akan terlibat dalam aktivitas olahraga dan perlu dioperasi supaya fungsi
dapat kembali. Bagi individu yang lebih tua, dengan aktivitas yang lebih sederhana
biasanya tidak perlu dioperasi dan kembali ke kehidupan yang sederhana.
Namun sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat jalan seperti biasa. Keadaan ini
bukan berarti ACL sudah sembuh.Pada perkembangannya pasien akan merasakan bahwa
lututnya tidak stabil, gampang 'goyang' dan sering timbul nyeri. Dengan cedera ACL
pasien akan sulit sekali untuk dapat melakukan aktifitas high-impact sports, seperti main
bola, futsal, basket atau badminton. Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakkan
operasi Arthroscopy agar pasien dapat pulih seperti sedia kala. Standar operasi Arthroscopy
ACL Reconstruction yang dipakai adalah Arthroscopic ACL Double Bundle
Reconstruction.
Setelah luka bedah disembuhkan oleh pasien maka akan menjadwalkan pertemuan
pertama mereka dengan seorang fisioterapis. Terapis fisik untuk mengembangkan rencana
untuk mengobati pasien. Tujuan utama awal untuk mengurangi pembengkakan dan bekerja
untuk mencegah pembentukan jaringan parut. Tujuan berikutnya adalah untuk
menyediakan berbagai gerak kembali, sekaligus memperkuat otot-otot yang mendukung
sendi lutut. Dengan berbagai peningkatan gerak dan kekuatan, terapis fisik rehabilitasi
mereka akhirnya kegiatan dengan panggung dan kontrol neuromuskular gerakan fungsional
yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari pasien. Ini harus mengikuti jalannya akronim
pada tahap awal pemulihan dari robek ACL
Rekonstruksi berhasil ACL tergantung atas sejumlah faktor, termasuk teknik
operasi, rehabilitasi pasca bedah dan menghubungkan ketidakstabilan ligamen sekunder.
Hari ini, rekonstruksi ACL biasanya dilakukan dengan arthroscopic bantuan. Ahli bedah
memakai korupsi, untuk mengganti sobek ACL. Graft mungkin dari tempat lain
ekstremitas pasien dipelopori (autograft), dipanen dari mayat (allograft) atau mungkin
sintetis.
ProsedurACL rekonstruksi biasanya tidak dilakukan sampai sedikit minggu setelah
luka sebagai studi sudah menunjukkan hasil yang diperbaiki kalau lutut sudah pulih dari
jawaban luka gawat. adalah lutut mempunyai pemecahan bertambah, rasa sakit dan pasien
sudah. Selama prosedur: pasien dibius umum atau tulang belakang/epidural. Arthroscopy
membolehkan penentuan luka yang dihubungkan, yang biasanya diobati di tempat sama.
Penyembuhan beristirahat selama 3 atau 4 hari yang pertama, usaha ditujukan di
minimizing bengkak dan mendirikan kembali quadriceps fungsi. Selama kali ini
peninggian lutut, kaki dan pergelangan kaki ditekankan. Perpindahan sering menambah
darah mengalir kembali dari ekstremitas (e.g. pompa pergelangan kaki) .Tongkat
dibiasakan dengan arah jalan-jalan menurut perintah dokter. Tekanan atas gaya berjalan
biasa tanpa limping.Wear nyaman shoes.Stay dalam tingkat nada aman anda gerakan
sebagai ditujukan oleh dokter anda.

International Knee Documentation Committee:


Level I: loncatan, berputar, dan lompat tinggi

Level II: kerja berat, olahraga berat

Level III: perkerjaan keras, olahraga ringan

Level IV: aktivitas yang tak banyak bergerak dan tanpa olahraga4

Pengobatan tanpa operasi mungkin dapat dipertimbangakan bagi pasien yang mengambil bagian
di aktivitas di level III & IV. Atlet muda harus dipertimbangkan untuk operasi untuk mencegah
ketidakstabilan berulang..

Terapi Operasi
Pembentukan ligament. Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit dan disambung
semula. Untuk membolehkan reparasi dari ACL untuk restorasi stabilitas lutut adalah
rekonstruksi dari ligament tersebut. Ligament tersebut akan di ganti dengan graft jaringan
ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk ligament yang baru untuk tumbuh.
Graft tersebut diambil dari beberapa sumber. Selalunya dari tendon patella, yang
merupakan sambungan ‘kneecap’ dan ‘shinbone’. Tendon hamstring pada posterior pada juga
sering digunakan. Kadang tendon kuadrisep yang insersinya dari ‘kneecap’’ ke paha dapat
digunakan. Graft dari kadever (allograft) juga dapat digunakan. Penyembuhan semula
mengambil masa sekurang-kurangnya 6bulan sebelum atlit dapat berolahraga setelah operasi.
Tindakan. Operasi untuk rekonstruktif ACL dapat digunakan dengan artroscopi dengan
insisi yang kecil. Opperasi artroskopi kurang invasive. Kelebihan dari artroskopi adalah kerana
kurang invasive,kurang nyeri, masa rawat inap lebih pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Selain rekonstruktif ACL adalah terapi yang dikombinasi untuk kerusakan ligament,
selalunya tidak dilakukan segera. Keterlambatan ini memberi waktu proses inflamasi untuk
berjalan, dan memberi kelonggaran bagi pergerakan untuk belaku sebelum operasi. Rekonstruktif
ACL terlalu awal dapat meningkatkan resiko artofibrosis atau parut terjadi pada sendi dan bisa
meningkatkan resiko kehilangan pergerakan
Terapi tanpa operasi
ACL yang robek tidak akan sembuh sendiri dan harus dioperasi. Namun terapi tanpa
operasi efektif kepada pasien yang sudah tua dengan aktivitas kehidupan yang sederhana. Jika
stabilitas pada lutut intak, indikasinya adalah tanpa operasi.
Bracing. Alat ini dapat memproteksi lutut dari ketidakstabilan. Selanjutnya bias
diteruskan dengan pemakaian tongkat yang dapat mengurangi beban pada kaki.
Terapi Fisikal. Apabila oedem berkurang, rehabilitasi akan bermula. Olahraga yang
spesifik dapat restorasi fungsi pada lutut dan menguatkan otot kaki yang memberi sokongan
padanya.
Berikut lima langkah ini setiap hari seorang pasien untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan serta untuk lebih mempersiapkan proses penyembuhan mereka bersama-sama.
Sekitar satu atau dua minggu setelah operasi, pasien akan mulai fisioterapi. Terapis fisik
melakukan evaluasi awal yang terdiri dari isu-isu substantif, dan pemeriksaan visual dan fisik
dari lutut yang sama. Dengan informasi ini, seorang fisioterapis, rehabilitasi khusus rinci
kebutuhan setiap pasien. Jadwal dan rehabilitasi Expectations As kerusakan yang perkiraan
tanggal pemulihan tergantung pada banyak faktor, termasuk usia pasien, besarnya kerugian,
keberhasilan dan tipe operasi, etos kerja selama rehabilitasi, seni terapis dan perhatian terhadap
detail, dan secara keseluruhan kesehatan dan kondisi pasien. Satu pasien, rata-rata, dari operasi
ACL tradisional, akan mulai jogging ringan sekitar empat bulan setelah operasi dengan kekuatan
dan mobilitas tidak sepenuhnya pulih sampai sekitar enam sampai sembilan bulan setelah
operasi. Kebanyakan dokter menyarankan pasien tidak kembali ke aktivitas fisik mereka lebih
agresif sampai penyembuhan tulang telah memenangkan setidaknya 90% kekuatan kaki suara.
Ada operasi yang lebih canggih yang atlet dapat di tanah dalam waktu sekitar enam bulan.
Pilihan ini adalah untuk atlet yang serius dan hanya seorang dokter harus dikonsultasikan
sebelum penelitian dari jenis cedera dapat alternatif.

Rehabilitasi
Penggunaan olahraga closed-chain adalah untuk membantu pergerakan dari awal dan
untuk jangka waktu yang panjang. Protocol terapi dibagi empat menurut Shelbourne and Nitz.
Fase I: titik sebelum operasi dan memenuhi ROM yang maksimal.
Fase II: (0-2minggu): target adalah mencapai ektensi penuh, control tendon kuadrisep dan
mengurangi bengkak dan target flexi hingga 90 derajat.
Fase III: (3-5minggu) mempertahankan ektensi penuh dan meninggkatkan flexi ROM yang
maksimal. Menaik tangga dan sepeda bisa digunakan.
Fase IV: (6minggu) Menambah kekuatan dan kelincahan, progresif sampai kembali
berolahraga.
Kembali berolahraga tanpa aktivitas mungkin mengambil 6-9 bulan dan sebaiknya di pantau
oleh ahli bedah dan terapi fisik.

Komplikasi
Komplikasi/Resiko graft kegagalan karena luka kambuh, risiko infeksi luka,
Operasi menyebabkan radang sendi, otot melemah dan kekurangan daya gerakan (ROM).
Jika nyeri, bertambah, karena inflamasi, drainase atau pertambahan pendarahan di lutut.
Konsul spesialis jika timbul gejala tersebut.

RHEUMATOID ARTHRITIS

Artritis reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi
pada sendi yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial, yang menyebabkan,kerusakan pada sendi tulang ankilosis, dan deformitas.

Klasifikasi Rheumatoid Arthritis menurut Buffer (2010) menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi.
Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Ada
beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetic dan pemicu lingkungan.
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena
virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen
dari tulang rawan sendi penderita.

Patofisiologi

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,


eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan
granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen
jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala setempat
 Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning
stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung kurang dari 30
menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung
lama.
 Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
 Poli artritis simetris sendi perifer  Semua sendi bisa terserang, panggul,
lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering
mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi
yang lebih besar seringkali terkena juga
 Artritis erosif  sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik
menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
 Deformitas  pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea,
deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang
yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami
ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
 Rematoid nodul  merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa,
kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan
ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
 Kronik  Ciri khas rematoid artritis
2. Tanda dan gejala sistemik
 Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia. Bila
ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak,
bengkak, dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala
tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis,
berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

Pemeriksaan Diagnostik
 Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
 Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
 Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
 LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-
gejala meningkat.
 Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
 SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
 JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
 Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
 Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi,
dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.
 Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
 Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi
tulang pada sendi
 Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan
degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
 Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

Tata Laksana
1. Farmakologi
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya:
 Termoterapi
 Pemberian Obat-obatan:
a. Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh: aspirin yang diberikan pada dosis yang
telah ditentukan.
b. DMARDS (disease modifying antirhemathoid drugs): obat untuk menghambat dan
meredakan gejala RA serta mencegah kerusakan permanen pada persendian dan
jaringan lainnya. Lama penggunaan 4-6 bulan. Terdapat banyak jenis obat, tetapi
obat pertama yang diberikan: methotrexate.
c. Imunosupresan (azatrioprine, leflunomide, cyclosporine).
d. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari, untuk
mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan
kebutuhan steroid yang diperlukan.

Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah


dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari
sendi yang telah rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah:
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya
kembali inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran
pada persendian.

2. Non Farmakologi
a) Pendidikan :meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan
prognosis penyakit ini
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan: dilakukan pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini
bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien.
Sumber:

Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume II.
ECG. Jakarta : 2006.
Iwan. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Rematoid Artritis

Anda mungkin juga menyukai