Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering menjadi berita
utama di berbagai media. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern
menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Dengan mobilitas
yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah
satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan
fraktur. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa
satu orang pada 10.000 populasi setiap tahunnya.3
Di Indonesia, menurut data kepolisian RI tahun 2012, terjadi 109.038
kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia. Salah satu insiden
kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur
ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang
diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat
faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi.2
Metode penatalaksanaan fraktur ditentukan

setelah

diketahui

diagnosis dan prognosis fraktur. Metode pengobatan fraktur pada ekstremitas


bawah meliputi konservatif dan pembedahan.
Meskipun pasien yang mengalami

fraktur

biasanya

segera

mendapatkan penanganan tetapi pada beberapa kasus post fraktur, pasien


sering mengalami keterlambatan pergerakan karena adanya kelemahan otot
dan keterbatasan rentang gerak. 3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Regio Cruris
Regio cruris atau tungkai bawah terletak diantara lutut dan
pergelangan kaki yang terdiri dari 2 tulang yaitu tulang tibia dan fibula.
2.1.1 Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah.
Tulang tibia terletak di sisi medial, memiliki tiga bagian yang terdiri epiphysis
proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis terdiri dari
dua bulatan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Di
sebelah atasnya terdapat dataran sendi untuk persendian femur dan tibia
yang disebut facies articularis superior. Pada bagian tepi atas epiphysis
proximalis bentuknya melingkar disebut margo infra glenoidalis. Tepi lateral
dari margo infra glenoidalis terdapat dataran sendi yang disebut facies
articularis fibularis untuk persendian dengan fibula. 5
Diaphysis pada penampang melintang merupakan segitiga dengan
basis menghadap ke belakang dan apex menghadap ke depan. Memiliki tiga
tepi yaitu margo anterior, margo medialis dan crista interossea di sebelah
lateral. Sehingga terdapat dataran yaitu facies medialis, facies posterior dan
facies lateralis. Margo anterior di bagian proximal menonjol disebut
tuberositas tibia. Pada sisi depan tulang hanya

terbungkus kulit dan

periosteum yang sangat nyeri jika terbentur.5


Pada epiphysis distalis menonjol disebut maleolus medialis. Bagian ini
memiliki tiga dataran sendi yaitu facies articularis melleolaris, facies

articularis inferior dan incisura fibularis. Bagian distal berbentuk agak pipih
untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. 5

2.1.2 Tulang Fibula


Tulang fibula merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala
tumpul tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi
lutut). Tulang fibula juga terdiri dari tiga bagian, yaitu epiphysis proximalis,
diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut
capitulum fibulae, yang ke arah proximal meruncing menjadi apex capituli
fibulae. Pada capitulum fibulae terdapat dataran sendi yaitu facies articularis
capituli fibulae untuk persendian dengan tibia. Diaphysis mempunyai empat
crista yaitu crista lateralis, crista medialis, crista anterior dan crista interossea.
Dan mempunyai tiga dataran sendi yaitu facies medialis, facies lateralis dan
facies posterior. Epiphysis distalis ke arah lateral membulat disebut maleolus
lateralis. Antara tulang tibia dan fibula dihubungkan oleh membran
interossea.5

Gambar 2.1 Tulang tibia dan fibula (anterior dan posterior) 4

Gambar 2.2 Tulang tibia dan fibula (superior dan inferior) 4

2.1.3 Otot otot Regio Cruris


Regio cruris dibagi menjadi 3 compartment yaitu anterior, lateral dan
posterior.
2.1.3.1

Anterior compartment

Gambar 2.3 Otot kompartment anterior 4


2.1.3.2

Lateral compartment

Gambar 2.4 Otot kompartment lateral 4

2.1.3.3

Posterior compartment

Gambar 2.5 Otot kompartment posterior 4

2.1.3.4

Posterior compartment (deep)

10

Gambar 2.6 Otot kompartment posterior profundus 4

Gambar 2.7 Otot-otot kompartmen (cross section) 4

11

2.1.4 Vaskularisasi regio cruris


Vaskularisasi untuk compartment anterior adalah A. Tibialis anterior
yang berasal dari A. Poplitea yang berada di compartment posterior yang
melintasi apertura membrana interossea cruris ke arah anterior. A. Tibialis
anterior dibagian distalnya akan bercabang menjadi A. Maleolus anterior
medialis dan lateralis yang berjalan ke arah dorsal dan berhubungan dengan
A. Tibialis posterior serta A. Fibularis sehingga membentuk anastomose di
sekitar pergelangan kaki. Vena Tibialis anterior merupakan kelanjutan vv.
Comitantes yang berasal dari A. Dorsalis pedis dan akan berjalan
meninggalkan compartment anterior melewati membrana interossea cruris
lalu bergabung dengan V. Tibialis posterior membentuk V. Poplitea. 1
Vaskularisasi untuk compartment lateral adalah berasal dari A.
Fibularis yang berjalan bersama V. Fibularis.1
Vaskularisasi compartment posterior berasal dari A. Tibialis Posterior
beserta dengan cabang-cabangnya yaitu ramus circumflexa dan A. Fibularis.
Aliran venanya berasal dari V. Tibialis posterior yang berjalan bersama A.
Tibialis posterior. 1

12

Gambar 2.8 Vaskularisasi regio cruris 5

2.1.5 Inervasi regio cruris


Inervasi untuk compartment anterior berasal dari N. Fibularis
profundus yang menginervasi seluruh otot yang ada di compartment ini.
Kemudian berlanjut ke arah dorsal kaki dan menginervasi M. Digitorum
brevis, otot-otot dorsal interosseus 1 dan 2 serta kulit pada jari kaki 1 dan 2.

Inervasi compartment lateral berasal dari N. Fibularis superfisial yang


berasal dari N. Fibularis communis. Menginervasi M. Fibularis longus dan
brevis.1

13

Inervasi untuk compartment posterior berasal dari N. Tibialis yang


menginervasi seluruh otot di compartment ini. N. Surealis menginervasi kulit
di posteriolateral dan lateral dari kaki dan kelingking. N. Calcaneus medialis
menginervasi kulit di medial kaki dan tumit. 1

14

Gambar 2.9 Inervasi regio cruris 4

2.2

Anatomi dan Fisiologi Ankle


Articulatio talocruralis (sendi pergelangan kaki)
Articulatio talocruralis terdiri dari sebuah lekuk yang dibentuk oleh
ujung bawah tibia dan fibula, yang cocok dengan bagian atas corpus tali.
Talus dapat digerakkan pada sumbu transversal dengan cara seperti
gerakan engsel. Bentuk tulang-tulang dan kekuatan ligamentum, dan
tendo di sekelilingnya menjadikan sendi ini kuat dan stabil. 5
Articulatio
Articulatio di antara ujung bawah tibia, kedua malleoli, dan corpus tali.
Ligamentum transversum tibiofibularis inferior yang berjalan antara
malleolus lateralis dan pinggir posterior ujung bawah tibia memperdalam
lekukan tempat menampung corpus tali. Facien articularis diliputi oleh
tulang rawan hialin. 5
Tipe Articulatio talocruralis adalah sendi sinovial dan engsel.
Capsula
Capsula membungkus sendi dan melekat pada tulang-tulang dekat
pinggir sendi. 5
Ligamentum
Ligamentum collateralis medialis atau deltoideum, adalah ligamentum
yang kuat dan puncaknya melekat pada malleolus medialis. Di bawah,
serabut-serabut dalamnya melekat pada daerah nonartikular pada
permukaan medial corpus tali; serabut-serabut superficialnya melekat
pada

sisi

medial

talus,

sustentaculum

tali,

ligamentum

calcaneonaviculare plante, dan tuberositas ossis navicularis. 5


Ligamentum Lateralis lebih lemah dari ligamentum mediale dan terdiri
atas tiga pita.
Ligamentum talofibulare anterior berjalan dari malleolus lateralis ke
permukaan lateral talus.

15

Ligamentum calcaneofibulare berjalan dari ujung malleolus lateralis ke

bawah dan belakang menuju permukaan lateral calcaneus.


Ligamentum talofibularis posterior berjalan dari malleolus lateralis ke
tuberculum posterior tali.

Persyarafan
Nervus peroneus profundus dan nervus tibialis mensyarafi sendi ini.
Pergerakan dan Otot-Otot yang Menggerakkannya 5
Dorsofleksi dan plantarfleksi. Gerakan inversi dan eversi terjadi pada
articulatio tarsalia dan tidak pada articulatio talocruralis. Dorsofleksi
dilakukan oleh M. Tibialis anterior, M. Ekstensor hallucis longus, M.
Extensor digitorum longus, dan M. Peroneus tertius. Gerakan ini
dihambat oleh tegangnya tendo calcaneus, serabut-serabut posterior
ligamentum collateral medialis, dan ligamentum calcaneofibularis.
Plantarfleksi
dilakukan oleh M. Gastrocnemius, M. Soles, M.
Plantaris, M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis, M. Tibialis posterior,
M. Flexor digitorum longus dan M. Flexor hallucis longus. Gerakan ini
dihambat oleh tegangnya otot-otot yang berlawanan, serabut-serabut
anterior ligamentum collateralis medialis, dan ligamentum talofibularis
anterior.
Batas-Batas Penting
Ke Anterior : Musculus tibialis anterior, musculus ekstensor hallucis
longus, arteri dan vena tibialis anterior, nervus peroneus profundus,
muskulus ekstensor digitorum longus, dan muskulus peroneus tertius.
Ke posterior : Tendo calcaneus dan plantaris.
Ke posterolateral (di belakang malleolus lateralis) : musculus
peroneus longus dan brevis.
Ke posteromedial (di belakang malleolus medialis) : musculus tibialis
posterior, muskulus flexor digitorum longus, arteri dan venan tibialis
posterior, nervus tibialis dan muskulus fleksor hallucis longus. 5

2.3

Fraktur

16

2.3.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun
parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering
diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenai pembuluh darah, otot dan persyarafan. 8
Fraktur cruris adalah Istilah terhadap patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi di daerah proksimal, diafisis atau persendian pergelangan
kaki. Karena hanya ditutupi jaringan subkutan maka tibia sering mengalami
fraktur dan lebih sering terjadi open fracture dari pada tulang panjang lain 6
2.3.2 Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan.Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak.Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,
terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak
jauh.
3. Fraktur patologik

17

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau
oblik pendek, biasanya pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung,
salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan
menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor
adalah penyebab yang paling lazim.,10,11
2.3.3 Patofisiologi
Fraktur terjadi akibat adanya trauma mekanik

baik high energy

maupun low energy. High energy injury misalnya kecelakaan lalulintas, jatuh
dari ketinggan, dan pukulan langsung.Low energy injuri misalnya cedera
olahraga, terpelintir, jatuh saat berdiridan kebanyakan disebabkan karena
keadaan patologi pada tulang.7
Tekanan memutar menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang
tulang di level yang berbeda. Tekanan menekuk mengasilkan tranversal dan
oblique fraktur dan biasanya pada level yang sama. Cedera tidak langsung
biasanya dengan kekuatan rendah akan menimbulkan fraktur spiral atau
oblique yang pecahannya mungkin bisa menembus kulit dari dalam. Cedera
langsung akan menembus dan merobek kulit diatas fraktur, biasanya karena
kecelakaan sepeda motor 6
Fraktur tibia biasanya terjadi pada .batas 1/3 tengah dengan 1/3
distal.Sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 tengah dan 1/3 proksimal.
Sehingga frakur tidak pada level yangsama. Fraktur tibia sering menimbulkan
fraktur terbuka karena pada bagian depan sedikit di tutupi otot 8.

2.3.4 Klasifikasi
18

Klasifikasi klinis
a. fraktur tertutup
disebut juga closed fracture. Tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan lingkungan luar.
b. fraktur terbuka
disebut juga compound fracture. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar). Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow
dan Templeman (1990):

Grade I

Panjang luka < 1 cm

Biasanya berupa tusukan dari dalam kulit menembus ke


luar

Kerusakan jaringan lunak sedikit

Fraktur biasanya berupa fraktur simpel, transversal, oblik


pendek atau sedikit komunitif

Grade II
-

Laserasi kulit > 1 cm

Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit

Kerusakan jaringan sedang

Sedikit kontaminasi dari fraktur

Grade III
-

Kerusakan jaringan lunak hebat

Kontaminasi hebat

Dibadi menjadi 3 subtipe:


IIIA : Jaringan lunak cukup untuk menutup fraktur , Fraktur
bersifat segmental atau komunitif hebat

19

IIIB: Trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan,


pendorongan periosteum, tulang terbuka, kontaminasi
hebat , Fraktur bersifat komunitif hebat
IIIC: Fraktur terbuka yang disertai kerusakan arteri dan saraf
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
c. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi, mal-union, delayed
union, non-union.
2) Klasifikasi Radiologis
a. Berdasarkan Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti
pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika
fraktur

didapatkan bersamaan

dengan

dislokasi

sendi,

maka

dinamakan fraktur dislokasi.


b. Berdasarkan konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal, oblique,
atau spiral.

Fraktur pada regio cruris dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:


1. Tibial Plateau Fracture / Fraktur kondilus tibia
Berdasarkan klasifikasi Schatzker, fraktur ini dibagi menjadi 6 tipe, yaitu:
a. Tipe I : Fraktur kondilus lateral secara vertikal
b. Tipe II : Fraktur kondilus lateral secara vertikal dengan depresi pada
c.
d.
e.
f.

kondilus
Tipe III : Depresi pada permukaan artikular dengan kondilus intak
Tipe IV : Fraktur kondilus tibia medial
Tipe V: Fraktur kondilus medial dan lateral
Tipe VI : Kombinasi fraktur kondilar dan subkondilar

20

Gambar 2.10 Klasifikasi Schatzker (www.orthopaedicsone.com)

2. Fraktur tibia-fibula

21

Tabel 2.1 Tscrhernes Clasification7

Tabel 2.2 Open fracture Gustilos Clasification6

3. Tibial Pilon (Plafond) Fracture

22

Berdasarkan klasifisikasi Ruedi-Allgower, fraktur pilon dibagi menjadi 3


tipe yaitu:
Tipe I : Tidak ada keterlibatan artkuler signifikan, fraktur tanpa
pergeseran dari fragment tulang
Tipe II: Ada keterlibatan artikuler dengan impaksi minimal atau kominutif
Tipe III : Kominutif artikuler signifikan dengan impaksi metafiseal.

2.3.5 Gambaran klinis


A. Anamnesa
Penderita datang dengan suatu trauma, dengan diikuti ketidak
mampuan

menggerakkan

pergerakan,

anggota

krepitasi. Trauma

bisa

gerak,
terjadi

deformitas,
karena

kelainan

kecelakaan

lalulintas, jatuh, tertimpa benda berat, dan trauma olahraga. 7Perlu


ditanyakan juga mekanisme cedera, waktu terjadinya cedera, gejala
yang timbul setelah cedera.7
B. Pemeriksaan fisik
Look: bandingkan dengan bagian yang sehat, perhatikan adanya
deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan. Perhatikan adanya
edema,hematoma, warna kulit bagian distal. Perhatikan adanya luka
terbuka pada kulit dan jaringan lunak untuk bedakan fraktur terbuka
atau tertutup.8
Feel: pada pelpasi akan ditemukan adanya nyeri tekan, temperatur
setempat yang meningkat, krepitasi, pemerikasaan AVN distal.
Pemeriksaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior dan pengisian
kapiler. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang.8
Move: ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif dari sendi distal dan proksimal daerah yang mengalami

23

fraktur, terdapat pergerakan yang tidak sesuai dengan sendinya dan


keterbatasan pergerakan karena nyeri.

C. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur.Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan

keadaan,

lokasi

serta

eksistensi

fraktur.Untuk

menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka


sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen


serta pergerakannya.

Untuk mengetahui teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.

Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan Rules of


Two:

Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya

harus

dilakukan

sudut

pandang

(AP

&

Lateral/Oblique).

Dua sendi

24

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.

Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto


pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaa

Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1


tingkat.Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga
diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.
Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena
dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur
itu sendiri.Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu
penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal lebihlambat
dari fraktur oblik karena kontak yang kurang.Kadang-kadang fraktur atau
keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin
berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin
merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret
transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada
tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain. 10,11
2.3.6 Management
25

Tujuan utama adalah6:


1.
2.
3.
4.
5.

Membatasi kerusakan jaringan dan mempertahankan penutup kulit


Mengetahui dan mencegah kompartmen syndrome
Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur
Memulai pembebanan dini
Memulai gerakan sendi secepat mungkin

A. Konservatif7
Berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan
pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler diatas lulut untuk
imobilisasi. Untuk dapat dilakukan close reduksi syarat posisi
harus acceptable yaitu :
Tidak ada rotasi.
Angulasi 5 0 .
Terdapat kontak 50 %
Bila syarat acceptable tidak ada, maka dilakukan reposisi
melalui operasi.Konserfatif meliputi close reduksi, cast bracing,
cast imobilisasi dan traksi.
B. Operatif
Indikasi operatif berupa:
Fraktur terbuka
Gagal dengan terapi konserfatif
Posisi tidak acceptable (Fraktur tidak stabil meliputi
fraktur segmental, oblique, fragmented)
Adanya non union
Metode terapi konserfatif adalah :
Pemasangan plate dan screw
Intramedullary nail
Pemasangan screw semata
Pemasangan eksternal fiksasi
Manajemen Fraktur tibia-fibula
A. FrakturTertutup:
Sebagian fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak dapat
diterapi dengan mengunakkan non operatif.Kalau fraktur tidak
bergeser atau sedikit bergeser, gips panjang dari paha atas sampai
leher metatarsal dipasang dengan posisi lutut sedikit fleksi dan

26

pergelangan kaki pada posisi siku-siku. Kalau fraktur bergeser


dapat di reduksi di bawah anestesi umum dan pengawasan sinar X.
posisi di cek dengan menggunakkan foto sinar X , pada tingkat
angulasi yang kecil masih dapat di koreksi dengan membuat
potongan melintang pada gibs dan penekananya kedalam posisi
yang lebih baik. Tungkai ditinggikan dan pasien diobservasi selama
48-72 jam. Jika ada pembengkakan gips di belah 6.
Ada beberapa cara pemasangan gips yaitu:
a. Cara long leg plaster : gips dipasang mulai dari pangkal jari
kaki sampai proksimal femur dengan sendi talocrurar dalam
posisi netral, sedangkan posisi lutut dalam keadaan fleksi 15
derajat.Syaratnya tidak ada rotasi yaitu sias-tuberosits tibiajari 1 dan 2 dalam 1 garis.
b. Cara sarmiento : pemasangan gips mulai dari jari kaki
sampai di atas sendi talokrural dengan molding sekitar
maleolus. Setelah kering segera lanjutkan keatas sampai 1
inchi dibawah tuberositas tibia. Dengan molding pada
permukaan anterior tibia. Gibs dilanjutkan sampai ujung
proksimal patella. Hanya di peruntukkan untuk fraktur cruris
1/3 distal dan ankle fracture
Setelah 2 minggu posisi di cek dengan sinar X. gips di
pertahankan hingga fraktur menyatu.Dimana anak-anak butuh waktu
8 minggu dan orang dewasa butuh waktu 16 minggu.
Latihan sejak awal dibutuhkan agar pasien bisa melatih otot
kaki, pergelangan kaki dan lutut. Bila gips di lepas dan di pasang
perban elastic maka pasien pasien diberitahu bahwa dia dapa
meninggikannya atau berlatih berjalan.
Penyangga fungsional dapat di pakai untuk mengganti gips.
Pada fraktur yang tranfersal setelah 3-4 minggu gips panjang dapat
di ganti dengan gips penyangga funsional di bawah lutut untuk

27

menahan tibia bagian atas dan tendon patella.cara ini membebaskan


lutut untuk mamungkinkan menahan beban penuh.
Skeletal fiksasi dilakukan bila sinar X menunjukkan alligment
fraktur tidak memuaskan dan pembuatan baji gagal mengoreksinya,
gips dilepas dan fraktur di reduksi dan di fiksasi. Fraktur dengan
kontusio jaringan lunak, cedera pembuluh darah yang hebat dan
fraktur kominutif yang berat lebih baik di terapi dengan skeletal
fiksasi sejak permulaan
Close intramedullary nailing merupakan metode untuk fiksasi
internal. Lebih baik untuk fraktur melintang. Post operative partial
weight bearing dapat di mulai segera. Metode ini cocok untuk fraktur
pada ujung tulang.

28

Gambar 2.11 Intramedullary Nailing 6


Plat fiksasi baik digunakkan pada frakur metafisis yang tidak
cocok di pasangi pen. Sering di gunakkan pada fraktur shaft tibia
pada anak-anak. Pada plat fiksasi ini resiko infeksi lebih besar
karena mengekspose daerah fraktur. Full weight bearing dapat
dilakukan dalam waktu 6-8 minggu.

29

Fiksasi eksternal adalah metode pilihan untuk fraktur yang tidak


stabil, fraktur oblique panjang, atau spiral dan fraktur kominutif yang
hebat. Indikasi pemasangan eksternal fiksasi pada fraktur tibia
adalah:
- Fraktur tibia tebuka grade 2 dan 3 terutama bila didapati
kerusakan jaringan hebat dan hilangnya fragmen tulang
- Pseudoartrosis yang mengalami infeksi
Penanganan pasca operasi dilakukan setelah dilakukan
tindakan pemasangan paku pada fraktur oblique pendek atau
melintang. Setelah pemasangan plat pembebanan sebagian hanya
diperbolehkan dalam wakti 6-8 minggu. Seelah itu pembebanan
penuh dilakukan bila gips pelindung digunakkan.
Setalah fiksasi luar hanya pembebanan sebagian saja yang
diperbilehkan hingga tanda timbulnya kalus pada sinar X. kemudian
dilakuakn pembebanan secara meningkat. Setelah 6-8 minggu alat
ini dilepas dan dipasang gips atau brace penahan tendon patella dan
dipakai sehingga fraktur berkonsolidasi. Bila tidak ada tanda
penyembuhan sebaiknya gips di lepas dan diganti dengan fiksasi
internal dengan pencakokan tulang.
B. Fraktur terbuka
Prinsip penanganan fraktur terbuka.10
1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi .
2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera

lain yang

dapat mengancam jiwa .


3. Berikan antibiotika yang sesuai dan adekuat .
4. Lakukan debridement dan irigasi luka .
5. Lakukan stabilisaasi fraktur .
6. Lakukan rehabilitasi ektremitas

yang , mengalami fraktur

Tahap-Tahap Penanganan Fraktur Terbuka


1. Pembersihan luka

30

pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl


fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
melekat.
2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2
yang lepas
3. pengobatan fraktur itu sendiri
fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. penutupan kulit
apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini
dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap
untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam.
luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari
10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure.
yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. pemberian antibiotic
pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan
sesuadah tindakan operasi
6. pencegahan tetanus
semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup

31

dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250
unit tetanus imunoglobulin (manusia).8

2.3.7 Komplikasi
A. Komplikasi dini:
1. Cedera vaskular
Fraktur 1/3 proksimal tibia dapat merusak arteri poplitea.Keadaan
ini merupakan kedaruratan tingkat pertama, memerlukan eksplorasi
dan perbaikan.6
2. Kompartmen syndrome
Fraktur tibia baik fraktur terbuka maupun fraktur tertutup
seringmenyebabkan kompartmen sindrom pada tungkai bawah.
Kombinasi dari edema jaringan dan perdarahan menyebabkan
pembengkakan otot pada kompartmen dan mendasari adanya
ischemic.Gejalanya meliputi meningkatnya rasa nyeri, mati rasa,
pucat, gangguan kekuatan otot dan nadi tidak dapat diraba
lagi.Diagnosis dapat dipastikan dengan pengukuran tekanan
kompartmen.6
Setalah diagnosis ditegakkan lepas semua bebat dan gips dengan
cara dibelah kemudian dilakukan elevasi dan ekstensi dan fleksi jarijari. Tunggu 15 menit apabila tanda masih ada maka ukur tekanan
intra kompartment. Bila tekanan > 30 mmHg maka selanjutnya
dilakukan decompresi dengan cara faciotomi. Yang paling aman
adalah

dilakukan

insisi

anterolateral

dan

posteromedial.

Aneterolateral insisi dilakukan 2-3 cm di lateral crista tibia dari


setinggi tuberositas tibia sampai sedikit di atas pergelangan kaki.

32

Insisi di daerah anterior dan lateral bertujuan untuk menghindari


kerusakan dari NERVUS fibulris. Irisan yang kedua dibuat dari irisan
di posteromedial. 6
3. Infeksi(ostheomyelitis)
Fraktur terbuka selalu menghadapi resiko, perforasi yang kecil
sekalipun harus diterapi dengan seksama dan debrideman harus
dilakukan sebelum luka di tutup.6

B. Komplikasi lanjut:
1. Mal union
Pemendekan sedikit ( 1,5 cm) tidak membawa akibat, tetapi
rotasi

dan

angulasi

menimbulkan

cacat

karena

lutut

dan

pergelangan kaki tidal lagi bergerak di bidang yang sama. Dalam


jangka panjanh dedormitas dapat menyebabkan predisposisi OA
lutut dan pergelangan kaki.
Angulasi harus dicegah pada semua stadium.Angulasi > 7 derajat
pada bidang manapun tidak dapat diterima.angulasi ke belakang
sering terjadi dan disertai dengan pergelangan kaki ekuinus yang
kaku.Akan berbahaya bila pasien mencoba memaksa mengangkat
kaki bila berjalan. 6
2. Delayed union
Penyatuan akan lambat terjadi jika fraktur terbuka (terutama bila
disertai infeksi), pergeseran awal banyak, jila mengalami fraktur di
dua tempat dan fraktur yang bersifat kominutif. Penyatuan dapat di
percepat dengan pembebanan tapi bila terlalu lama pencangkokan
tulang dan fiksasi interna dapat di indikasikan. 6
33

3. Non union
Dapat terjadi setelah terjadi hilangnya fragmen tulang atau akibat
infeksi. Apabila non union terjadi maka pasien haris memakai bebat
permanen atau harus di operasi.non union hipertrofik dapat di terapi
dengan pemasangan paku intramedulla atau pemasangan plat
kompresi. Selain itu memerlukan juga pencangkokan tukang. 6
4. Kekakuan sendi
Sering diakibatkan oleh omobilisasi jangka panjang. Keterbatasan
pergerakan kaki dan telapak kaki dapat menetap 6-12 bulan setelah
gips di lepas. Keadaan ini dapat di cegah dengan penggantian
fungsional brace setelah 4-6 minggu. 6
5. Osteoporosis
Osteoporosis fragmen distal sering terjadi.pembebanan aksial
pada tibia harus dilakukan secepat mungkin. Setelah fiksasi luar
yang lama perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah
stress fraktur. 6
6. Oligodistrofi/ suddeck atrofi
Pada fraktur 1/3 distal,oligo distrofi sering terjadi. Dan harus sering
dilakukan pelatihan sepanjang terapi. 6
2.3.8 Prognosis
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan
terbukanya barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk
terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah
tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden
periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi.

34

Menurut Soeharso (1993), fraktur dapat disembuhkan atau disatukan


kembali fragmen-fragmen tulangnya melalui operasi. Namun ada sebagian
jenis fraktur yang sulit disatukan kembali fragmen-fragmen yaitu fraktur pada
tulang ulna, tulang radius, tulang fibula dan tulang tibia. Fraktur pada daerah
elbow, caput femur dan cruris dapat menyebabkan kematian karena pada
daerah tersebut dilewati saraf besar yang sangat berperan dalam kehidupan
seseorang. Prognosis fraktur tergantung dari jenis fraktur, usia penderita,
letak, derajat keparahan, cepat dan tidaknya penanganan. Prognosis pada
pasca operasi fraktur cruris 1/3 tengah tergantung pada jenis dan bentuk
fraktur, bagaimana operasinya, dan peran dari fisioterapi.
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke
rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang
diderita ringan, bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien
baik, usia pasien relative muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan
peredaran darah lancar. Penanganan yang diberikan seperti operasi dan
pemberian internal fiksasi juga sangat mempengaruhi terutama dalam
memperbaiki struktur tulang yang patah.
Setelah operasi dengan pemberian internal fiksasi berupa plate and
screw,

diperlukan

terapi

latihan

untuk

mengembalikan

aktivitas

fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang tepat akan memberikan


prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini tidak
mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan,
usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad
fungsionam baik jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad
cosmeticam yang disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak
terjadi deformitas tulang. Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat
penting terutama dalam mencegah komplikasi dan melatih aktivitas
fungsionalnya.

35

2.4 Fraktur Dan Fraktur Dislokasi Ankle


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang
badan dimana talus duduk dab dilindungi oleh maleoluus lateralis dan
medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan
kaki disebut sebagai fraktur Pott.
2.4.1 Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma, yaitu :
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang
bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau
robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat
oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa
hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral,tergantung dari
beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna.
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal

36

Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan
robekan diastasis.
2.4.2 Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasi menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur yang merupakan pedoman penting untuk tindakan
pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih
sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang
yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas
lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.
Klasifikasi terdiri atas :

Tipe A : fraktur maleolus dibawah sindesmosis


Tipe B : fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi
maleolus medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen

tibiofibular bagian depan


Tipe C : Fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari
tibia disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C
terjadi robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai
fraktur Dupuytren.

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

37

Gambar 2.12 Klasifikasi fraktur ankle menurut Danis- Weber


(http://www.orthopaedicsone.com)
2.4.3 Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau
deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan
apakah pada daerah tulang atau pada ligamen.

38

2.4.4 Pemeriksaan radiologis


Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan
mekanisme terjadinya trauma. Foto rontgen perlu dibuat sekurang-kurangnya
tiga proyeksi, yaitu antero-posterior, lateral dan setengah oblik dari gambaran
posisi pergelangan kaki.
Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal, sehingga secara klinis harus
diperhatikan.
2.4.5 Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan kraktur intraartikuler sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta
mobilisasi sendi yang sesegera mungkin.
Tindakan pengobatan terdiri atas :
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips sirkuler
di bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan
apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau
distasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus.
Beberapa hal yang penting diperhatiakn pada reduksi, yaitu :

Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis


Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia

duduk paralel
Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal (4 mm)
Pada foto oblik tidak nampak adanya distasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas
39

Pemasangan screw (maleolar)


Pemasangan tension band wiring
Pemasangan plate dan screw

2.4.6 Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehinggga harus dilakukan reposisi
secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
5.

perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.


Kekakuan yang hebat pada sendi
DAFTAR PUSTAKA

1. Darke, Ricard L et al, 2007, Grayss Anatomy for Student, Elsevier Inc:
New York
2. Depkes RI, 2005. Insiden Fraktur. Depkes RI, Jakarta
3. Fadliyah, N, 2014, Penatalaksanaan Fisoterapi pada Post Fraktur 1/3
Distal Fibula Sinistra, Naskah Publikasi, Program Studi Diploma III
Fisoterapi,

Fakultas

Ilmu

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah:

Surakarta
4. Frank, H Netter, 2006, Atlas of Human Anatomy 4 th edition, Elsevier: New
York

40

5. Moore, Keith L and Agur, Anne M.R, 2007, Essential Clinical Anatomy, 3rd
edition, Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia
6. Nayagam, Selvadurai. 2010. Injuries of the Knee and Leg. In Applys
System Of Orthopaedic and Fractures 9th edition. Hodder Arnold : London
7. Petrisor, Brad A. 2010. Tibia And Fibula Fractures. In Rockwood And
Greens Fractures In Adults 7th Edition volume two. Lippincott Williams And
Wilkins : Philadelphia
8. Rasjad, C, 2007. Trauma. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT.
Yarsif Watampone : Jakarta.
9. Rifal, M. 2011. Fraktur Femur. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas

Hasanuddin

Makassar.

Aviable

In

URL

http://www.scribd.com/doc/69920506/Fraktur-Femur
10. Apley, Graham, Solomon Louis. Buku ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Appley Edisi ketujuh. Jakarta : Widya Medika ; 2004.
11. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif
Watampone; 2007

12. http://www.orthopaedicsone.com

41

Anda mungkin juga menyukai