Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PEDIATRI

“CTEV”

DISUSUN OLEH :

1. ABDUL KHARIS I. MARSAOLY ( PO714241171001 )

III .A / D.IV Fisioterapi

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpah segala rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.

Makalah ini penulis susun guna melengkapi tugas mata kuliah

fisioterapi pediatri dengan judul “CTEV (CONGINETAL TALIPUS

EQUINE VARUS”. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan

dan dorongan dari beberapa pihak. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Congenital talipes Equinovarus merupakan suatu kelainan bawaan yang


sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah didiagnosis, tapi koreksi
sepenuhnya sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga
penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Clubfoot adalah istilah umum
yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah
dari posisi yang normal. Clubfoot sering disebut juga Congenital talipes Equino
Varus (CTEV). 1,3
CTEV adalah deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. Tanpa terapi,
pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin
menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi
tantangan bagi keterampilan para ahli bedah ortopedik akibat adanya
kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa memperdulikan apakah kelainan
tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif.2
Salah satu alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah
dalam mengenali kelainan patoanatomi yang mendasarinya. Clubfoot seringkali
secara otomatis dianggap sebagai deformitas equinovarus, namun ternyata
terdapat permutasi dan kombinasi lainnya, seperti Calcaneovalgus, Equinovalgus
dan calcaneovarus yang mungkin saja terjadi.7

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu CTEV ?
2. Bagaimana Penatalaksanna pada CTEV ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan apa itu CTEV.
2. Menejaskan bagaimana penetalaksanaan CVTE.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KAKI


Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan
bermacam-macam pandangan, antara lain: sebagai basis tumpuan, sebagai
peredam guncangan, sebagai penyesuai gerak dan sebagai pengungkit yang
rigid untuk stabilisasi.5
1. Struktur Tulang
Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah
tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan
mampu memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-26
tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi
menjadi 3 segmen fungsional.5,6
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangganya. Terdiri dari:
▪ Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi
pergelangan kaki
▪ Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan
tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
▪ 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral
▪ Cuboid
▪ Navikulare
Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar
medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta
naviculare dan bagian belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

4
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari:
▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V
▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan
setiap jari lainnya 3 falang
2. Struktur Persendian dan Ligamen
Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai
berikut:4,5
a. Artikulatio talocruralis
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamen-ligamen:
▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
◦ Lig. tibionavikularis
◦ Lig. calcaneotibialis
◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior
▪ Sisi lateral:
◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior
◦ Lig. Calcaneofibularis
Gerak sendi ini: Plantar fleksi, Dorsofleksi, Sedikit abduksi dan adduksi
pergelangan kaki.

b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:
 Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar
Ligamen yang memperkuat adalah: ligg. talocalcanearis anterior,
posterior, medial dan lateral
▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis
Ligamen yang memperkuat adalah: Lig. Tibionavikularis, Lig.
Calcaneonaviculare plantaris, Lig. bifurcatum: pars
calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral)
berbentuk huruf V

5
Gerak sendi ini: Inversi pergelangan kaki, Eversi pergelangan kaki

c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)


Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering
menjadi tempat amputasi kaki
Terdiri dari 2 sendi, yaitu:
 Articulatio talonavicularis
 Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini: Rotasi kaki sekeliling aksis, memperluas inversi dan
eversi art. Talotarsalis

d. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)


Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi
distal pada os cuneiformis I-III
Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:
 Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
 Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
 Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
◦ Ligg. Tarsi plantaris
◦ Ligg. Tarsi dorsalis
◦ Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris
e. Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi ini: Fleksi-ekstensi sendi metacarpal, Abduksi-adduksi sendi
metacarpal
f. Artculatio interfalangeal
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis

6
Gerak sendi ini: Fleksi-ekstensi interfalang, Abduksi-adduksi
interfalang
3. Otot Penggerak Kaki
Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi 2, yaitu:5,6
a. Otot-otot ekstrinsik
 Adalah otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki. Otot-otot
tersebut adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu: M. gastrocnemius,
M. Soleus.
Otot ekstrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
 Kelompok lateral terdiri dari:
- M. peroneus longus dan brevis: berorigo pada sisi lateral
fibula. Peroneus brevis berinsersi di basis metatarsal V sedangkan
peroneus longus pada basis metatarsal I dan suneiformis medialis
di permukaan plantar.
Berfungsi untuk: eversi pergelangan kaki.
 Kelompok anterior terdiri dari:
- M. tibialis anterior: berorigo pada sisi lateral tibia dan
berinsersi di cuneiformis medialis dan basis metatarsal I.
Berfungsi untuk: inversi pergelangan kaki, dorsofleksi
pergelangan kaki
- M. ekstensor hallucis longus: berorigo pada permukaan
anterior fibula dan membran interoseus dan berinsersi di atas
falang distal ibu jari kaki.
Berfungsi untuk: ektensi ibu jari kakai, membantu dorsofleksi
pergelangan kaki
- M. ekstensor digitorum longus: berorigo pada condylus
tibia lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai
4 tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung
tiap tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas falang tengah dan 2
lainnya berinsersi di atas falang distal.
Berfungsi untuk: ~ ekstensi jari-jari kaki, bersama-sama
dengan m. peroneus tertius, yang merupakan bagian dari

7
ekstensor digirotum longus membantu dorsofleksi dan eversi
pergelangan kaki.
 Kelompok medial terdiri dari:
- M. tibialis posterior:berorigo pada tibia dan sisi posterior
fibula dan berinsersi di tarsal dan metatarsal medial.
Berfungsi untuk: inversi pergelangan kaki, plantarfleksi
- M. fleksor hallucis longus: berorigo pada sisi lateral
fibula dan tibia, berinsersi di falang distal ibu jari kaki.
Berfungsi untuk: fleksi falang distal ibu jari kaki
- M. fleksor digitorum longus: berorigo pada sisi posterior
tibia dan berinsersi di sisi lateral falang distal ke-4 jari kaki.
Berfungsi untuk: fleksi jari-jari kaki

b. Otot-otot intrinsik
Adalah otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot-otot
tersebut adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat diperiksa secara
individual dan untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-buku anatomi..
Yang termasuk otot-otot intrinsik yaitu:
 Lapis I
 M. Abduktor digiti kuinti
 M. abduktor hallucis
 M. Fleksor digitorum brevis
 Lapis II
 M. Kuadratus plantaris
 Mm. Lumbricales
 Lapis III
 M. Adduktor hallucis kaput transversal dan oblik
 M. Fleksor hallucis brevis
 M. Fleksor digiti kuinti brevis

 Lapis IV
 Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis

8
Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris medial, yaitu: m. abduktor
hallucis, fleksor digitorum brevis, fleksor hallucis brevis dan lumbricales I,
berfungsi untuk:
 Fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi metatarsofalangeal ibu jari
 menstabilisasi falang jari pertama saat fase push-off saat berjalan

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris lateral, yaitu: m. abduktor


hallucis, abduktor digiti kuinti, fleksor digiti kuinti, kuadratus plantaris,
lumbricalea dan interosseus, berfungsi untuk: mempertahankan arkus kaki,
fleksi sendi metatarsofalangeal jari-jari kaki, adduksi dan abduksi jari-jari
kaki
4. Pergerakan Kaki
Gerakan kaki dan pergelangan kaki melibatkan lebih dari 1 sendi. Dasar
dari gerakan-gerakan dan lingkup gerak sendinya adalah:2,5
1. Gerakan pergelangan kaki
- Dorsofleksi
200
- Plantarfleksi
500
2. Gerakan subtalar
- Inversi
50
- Eversi
50
3. Gerakan midtarsal
- Adduksi forefoot (supinasi)
200
- Abduksi forefoot (pronasi)
100

9
4. Gerakan jari-jari
- Fleksi
450
- Ekstensi
700-900

Nilai normal dari pengukuran sudut proyeksi kaki dari hasil radiografi
posisi anteroposterior dan lateral adalah sebagai berikut:2,10
Posisi anteroposterior Lingkup normal
(dalam derajat)
Talocalcaneal (T-C) 20-50

Talo-metatarsal I (T-MT1) 0-20

Talo- metatarsal V (T-MT5) 0

Posisi lateral
Talocalcaneus (T-C) 25-50
Tibiotalar 70-100
Tibiocalcaneus (dorsofleksi 25-60
maksimal)

Indeks talocalcaneus
Jumlah sudut T-C pada proyeksi > 40
anteroposterior dan lateral

10
B. CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS
1. Definisi
Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital
club foot adalah deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of
Surgery, Schwartz).
Taliper berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukan suatu
kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada
angke-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan
varus (bengkok ke arah dalam/medial).1,3

2. Etiologi
Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan,
meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu.
Antara lain: 2,10

a. Mekanik
Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang
menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan
mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden
CTEV tidak meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang cenderung
membuat uterus terlalu penuh, seperti kembar, janin besar, primipara,
hydramnion dan oligohidramnion. Teori ini bertentangan dengan teori
kedua tentang faktor lingkungan intrauterin berikut ini.
b. Environmental

11
- Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang
menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan
deformitas. Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena
bentuk, seperti misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan
oligohydramnion.
- Karena obat-obatan, seperti yang sering ditemukan pada ‘thalidomide
baby’

c. Herediter
- Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi
pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada
2,9% saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 :
1000 kelahiran.
- Idelberger meneliti pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5%
penderita CTEV pada kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik.
Angka terakhir sama seperti insiden pada saudara kandung bukan
kembar.
d. Idiopatik
Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki
embrio normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi
equinovarus, jika terjadi terhambatnya perkembangan kaki pada salah
satu fase fisiologis dalam kehidupan embrio, maka deformitas ini akan
persisten hingga kelahiran.
Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan
kehidupan prenatal, yaitu:
Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat
(plantarfleksi ± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.
Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi
tetap plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.
Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang
menjadi derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.

12
Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan
varus metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang
kaki dan tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki
dewasa.
e. Defek neuromuskular dan tulang prenatal
 Gangguan anatomik intrisik pada sendi talocalcaneus dan pada
inervasi m. peroneus karena perubahan segmental medula spinalis.
Displasia tulang primer dan defek kartilago pada embrio 5-6
minggu.
 Defek benih plasma primer
 Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus

3. Epidemiologi
Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering
ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). 50% bersifat
bilateral.7

4. Klasifikasi
Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam 2 kelompok:3,8
a. Tipe ekstrinsik/fleksibel
Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan
tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi
konservatif. Kaki dalam posisi equinoverus akan tetapi fleksibel dan
mudah di koreksi dengan tekanan manuil. Tipe ini merupakan tipe
postural yang dihubungkan dengan postur intrauterin. Kelaian pada
tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang
berat. Tampak tumit yang normal dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar
pergelangan kaki.
b. Tipe intrinsik/rigid
Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus
resisten, kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh
lagi dengan cepat. Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil

13
dan tinggi, kaki lebih kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi
sebagian atau sedikit dengan deformitas yang hanya dapat dikoreksi
sebagian atau sedikit dengan tekanan manual dan tulang abnormal
tampak waktu dilahirkan. Tampak lipatan kulit di sisi medial kaki.

5. Patofisiologi
Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen
anatomis sebagai berikut:3,8,9
 Adduksi midtarsal
 Inversi pada sendi subtalar (varus)
 Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)
 Kontraksi jaringan di sisi medial kaki
 Tendo Achilles memendek
 Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang
 Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang
Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar,
inversi hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari
sisi medial dan plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular
Schlicht (1963) melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya
pada bayi-bayi yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan
diseksi kaki, yang semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang
berat. Dia menyatakan bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya
talus, calcaneus, navicularis, cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah
adalah talus. Tidak hanya terjadi malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan
lain yang berhubungan dengannya juga mengalami distorsi. Pada semua kaki
yang didiseksinya, talus memperlihatkan distorsi facet pada permukaan
superior, oleh karena itu tidak pas masuk dalam lekukan tibia-fibula. Inilah
penyebab terpenting persistensi deformitas equinus.
Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil
daripada normal, sehingga kakipun terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada

14
sisi lateral kaki disebabkan bukan saja oleh tarikan otot sisi medial kaki dan
tungkai bawah yang kontraktur, tetapi juga karena subluksasi sendi
calcaneocuboid, ligamen dan kapsul yang teregang.
Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan
menyebabkan posisi equinus dan varus dipertahankan karena ketegangan
pada jaringan ini.
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai
berikut:
 Gastrocnemius
 Soleus
 Tibialis posterior
 Fleksor hallucis longus
 Fleksor digitorum
longus
Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot
sebagai berikut:
 Tibialis anterior dan
posterior
 Fleksor hallucis longus
 Fleksor digitorum
longus
 Ligamentum deltoid
 Otot-otot kecil sisi
medial kaki

15
6. Gambaran Klinik
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki
terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-
gejala lokalnya adalah sebagai berikut:1,10
Inspeksi
Betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada pergelangan kaki,
varus pada hindfoot/tumit dan adduksi dan supinasi pada forefoot
Palpasi
Pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti
Saat digerakkan
Deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif. Meskipun
kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam posisi equinovarus, tetapi
dapat didorsofleksikan sampai jari - jari menyentuh bagian depan
tungkai bawahnya.
Röntgen
Pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai secara akurat.
Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu metoda untuk memperoleh
roentnogram posisi AP dan lateral yang sederhana dan mudah dilakukan,
yaitu dengan cara sendi panggul anak fleksi 90º dan lutut fleksi 45º-60º.
Untuk posisi AP, ke-2 kaki dipegang berdekatan dan taruh pada posisi
plantarfleksi 30º di atas film. Posisi lateral, kaki harus plantarfleksi 35º and
tabung sinar-x dipusatkan pada pergelangan kaki dan hindfoot.

16
Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang berguna untuk
penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada talus, calcaneus dan cuboid
terhambat dan mungkin naviculare tidak tampak sampai tahun ketiga.
Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.

7. Diagnosa Banding
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan
tetapi ada beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya.
Sedangkan untuk memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu
mengetahui kelainan-kelainan lain yang serupa untuk membedakannya.
Beberapa diantaranya adalah:6,8

a. Absensi atau hipoplasia tibia congenital


b. dislokasi pergelangan kaki kongenital
Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:
 Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus
lateral dan medial
 Pemeriksaan radiografi.
c. Acquired type of clubfoot
Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe
kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit. Biasanya sering
terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic clubfoot,
antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal, diasmatomyelia,
poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral palsy dan
penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:
 Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas
 Muscle testing
 Radiogram seluruh kolum vertebra
 Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan
penyalit paralitik
 Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)
 Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

17
Ada pula beberapa anomali lain yang ditemukan bersamaan dengan CTEV,
antara lain:
a. Arthroghyposis multipleks congenital
Anomali ini sering disertai CTEV, oleh karena itu untuk mendiagnosanya
perlu pemeriksaan:
 sendi panggul, lutut, siku dan bahu perlu diperiksa dengan teliti
untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi.
 Periksa LGS sendi-sendi perifer
 kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal
Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan
massa otot dan fibrosis.

b. Amputasi congenital
c. Konstriksi pita annular kongenital (Streeter’s dysplasia)
Cowell dan Hensinger meneliti 25 kasus konstriksi pita annular kongenital
pada ektremitas dan menemukan clubfeet pada 56% diantaranya.
d. Diasthrophic dwarfism
Bentuk tubuh kecil, masa kistik lunak pada daun telinga, palatum terbelah,
pemendekan metacarpal V dengan ibu jari yang hipermobil, kontraktur
fleksi dan berbagai derajat webbing pada sendi lutut, panggul, siku, bahu
dan interfalangeal. Deformitas equinovarus kaki derajat berat dan bilateral.
e. Displasia craniocarpotarsal (Freeman-Sheldon syndrome)
Wajah anak sangat khas. Dahi penuh, mata cekung kedalam, wajah bagian
tengah datar, mulut kecil dengan bibir maju seperti ‘bersiul’. Lipatan kulit
berbentuk huruf H pada dagu. Palatum tinggi dan suara sengau karena
pergerakan palatum terbatas. Jari-jari tanfan berdeviasi keatas. Deformitas
equinus disebabkan karena kontraktur fleksi jari-jari kaki.
f. Larsen’s syndrome
Ditandai dengan dislokasi sendi multipel (terutama lutut, sendi panggul
dan siku), wajah datar, tulang hidung terdorong kedalam, dahi menonjol,
jarak antar mata lebar, metacarpal pendek dengan ibu jari tangan
berbentuk sendok.
g. Möbius syndrome

18
Yang khas adalah wajah seperti topeng dengan abduksi kedua mata dan
paralisis nercus fasialis parsial atau komplit. Anomali lain adalah
syndactyly dengan ankilosis tulang sendi interfalangeal proksimal, absensi
pektoralis mayor, microdactylia dan kegagalan pembentukan semua
falang.
h. Long arm 18 deletion syndrome
i. Aminopterine-induced syndrome
Jika CTEV dihubungkan dengan anomali-anomali lain, atau bayi terlihat
tidak normal, perlu disarankan untuk mendapatkan konsultasi genetik.
Pengelolaan awal talipes equinovarus pada sindrome-sindroma ini
prinsipnya sama dengan CTEV tanpa anomali lain. Umumnya,
mempunyai prognosis yang lebih buruk dan deteksi dini akan membantu
mengurangi keanehan di masa depan.

8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah:6,7
a. Mencapai reduksi konsentrik dislukasi atau subluksasi sendi
talocalcaneonavikular
b. Mempertahankan reduksi
c. Mengembalikan alignment persendian tarsal dan pergelangan kaki yang
normal
d. Mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan invertor; dan otot
dorsofleksor dan plantarfleksor
e. Mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang
normal
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera
sesudah lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode
emas/golden period, sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih

19
kendor karena pengaruh hormon maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana
jaringan lunak yang kontraktur dapat dielongasi dengan manipulasi berulang
setiap hari. Jika mengharapkan metoda reduksi tertutup akan mencapai
keberhasilan, inilah waktu yang tepat.
Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada
orangtuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-tahap
penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV
sangat lama, dapat berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai dewasa,
saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan keharusan perawatan serta perhatian
yang terus menerus dibutuhkan sepanjang stadium pertumbuhan tulang.
Penatalaksanaan ada 2 cara, yaitu:3,7
A. Terapi Konservatif
Tehnik reduksi dengan manipulasi tertutup ini terutama dilakukan
untuk tipe postural, dimana deformitas dapat dikoreksi dengan
manipulasi pasif. Program rehabilitasi medik dibagi dalam beberapa
fase, yaitu:

1. Fisioterapi
a. Mobilisasi/manipulasi pasif
Tehnik mobilisasi bertujuan untuk melakukan elongasi pada
jaringan lunak yang kontraktur. Mobilisasi tidak boleh dilakukan
oleh terapis yang tidak mempunyai pengetahuan mendetail tentang
anatomi normal dan patologi kaki, ditambah kewaspadaan akan
plastisitas kaki bayi.
Aturan utamanya adalah dilakukan dengan lembut dan hati-
hati. Jaringan lunak, yaitu ligamen dan kapsul, bersifat kuat
sedangkan jaringan keras, yaitu kartilago persendian, bersifat
lembut dan rentan terhadap trauma iatrogenik. Manipulasi yang
kasar dan cast untuk stretching lebih radikal daripada pembedahan.
- Elongasi otot triceps Surae, kapsul posterior dan lig.
pergelangan kaki dan sendi subtalar. Tehnik manipulasi adalah

20
sebagai berikut: terapis memegang os calcanueus dengan
telunjuk dan ibu jari dari 1 tangan, lalu tarik ke arah distal,
sehingga tumit tertarik ke bawah dan terdorong menjauhi
medial maleolus fibular. Dengan tangan yang lain, area
calcaneocuboid didorong ke posisi dorsofleksi sehingga
seluruh bagian kaki inversi ringan. Tidak boleh melakukan
stretching bagian tengah kaki dengan memaksakan posisi
dorsofleksi forefoot atau deformitas ‘rocker-bottom’ karena
akan menyebabkan ‘patah’ sendi secara transversal. Posisi
yang telah diregang dipertahankan dalam hitungan 10,
kemudian dilepaskan. Stretching pasif ini diulang 20-30 kali
tiap sesi.
- Elongasi otot tibia posterior dan ligamen tibionavicularis
Navicular teregang kearah maleolus medial karena kontraktur
otot tibia posterior dan calcaneonavikular plantaris dan
ligamen tibionavikularis. Untuk melakukan stretching, os
calcaneus dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari 1 tangan
dan ditarik ke bawah ke arah distal, sedangkan tangan yang
lain menjepit navikular dengan jari telunjuk dan ibu jari lalu
menarik navikular dan midfoot kearah distal ibu jari kaki
kemudian di abduksi. (Gambar 8C). Korpus os talus dipegang
si tempat pada lekukan pergelangan kaki. Penting untuk tidak
melakukan rotasi lateral di lekukan pergelangan kaki pada
talus, karena dapat menyebabkan ‘patah’ sendi secara
horisontal. (Gambar 8E)
- Elongasi ligamen calcaneoclavicular plantaris (atau pegas) dan
jaringan lunak plantar. Lebih dari 100 tahun yang lalu, Hugh
Owens Thomas menekankan pentingnya jaringan lunak plantar
sebagai penghalang koreksi CTEV. Akan tetapi, baru akhir-
akhir ini kita menaruh perhatian tentang pendapat itu melalui
ajaran Wilbur Westin. Ligamen calcaneoclavicular plantaris
harus dielongasi jika tulang navicular harus berposisi diatas

21
kaput talus. Tehnik stretching manipulatifnya sederhana saja:
Dengan 1 tangan, tumit didorong naik, dan dengan tangan
yang lain, midfoot didorong ke arah dorsofleksi. (Gambar 8D)
Ibu jari 1 tangan berada diatas maleolus medialis dan ibu jari
tangan yang lain di atas navicular. Dan, harus dijaga untuk
tidak melakukan tindakan yang menyebabkan rotasi lateral
talus pada lekuk pergelangan kaki. Deformitas iatrogenik
berupa celah horisontal harus dihindari. Seperti pada elongasi
triceps surae, tiap posisi teregang dipertahankan dalam
hitungan 10, kemudian dilepaskan dan diulang 20-30 kali.

Yang perlu diperhatikan dalam setiap tindakan mobilisasi


adalah lutut sisi yang sedang dimanipulasi harus dipegang dalam
keadaan fleksi. Hal ini untuk menghindari terjadinya strain
ligamentum medialis pada lutut. Jika kaki dieversi dalam keadaan
tungkai ekstensi, dapat berakibat strain ligamentum medialis lutut
sehingga terjadi deformitas valgus.Resiko mencoba mengkoreksi
terlalu kasar pada elemen plantarfleksi akan cenderung
menyebabkan ‘pecahnya’ sendi midtarsal, sehingga kaki akan
berbentuk ‘rocker-shaped’. Pseudokoreksi ini dapat dihindari jika
terapis bermaksud untuk mendapatkan perbaikan sedikit demi
sedikit pada hindfoot dan peningkatan mobilitas daripada terburu-
buru mencoba mendapatkan derajat koreksi yang terlalu besar.9

b. Koreksi aktif
Koreksi ini adalah aspek terpenting dalam penatalaksanaan
CTEV. Mobilisasi kaki bayi diikuti dengan usaha menstimulasi
eversi dan dorsofleksi aktif dengan menepuk-nepuk sisi lateral kaki
dengan ujung jari mengarah ke tumit. Jika kaki dapat menapak,
bayi mungkin dapat diberdirikan sebentar dengan berat badan
dtumpukan pada kaki yang sakit dan tumit didorong kebawah,
gerakkan dengan lembut dari sisi ke sisi dan kedepan-belakang

22
untuk menstimulasi kontrol muskular aktif melalui eversi dan
dorsofleksi. Pada usia 5 bulan, bayi normal akan menjangkau dan
memegang serta mempermainkan jari-jari kaki dengan posisi
telentang, hal ini harus diupayakan oleh ibu untuk mendapatkan
koreksi aktif. Perlu distimulasi untuk memegang jari-jari sisi lateral
untuk merangsang eversi. Saat mulai duduk pada usia 6-7 bulan,
dia dirangsang bermain dengan kakinya. Menstimulasi sisi
anterolateral kaki akan menrangsang eversi dan dorsofleksi aktif.
Banyak metoda lain yang dapat dipakai untuk menstimulasi
gerakan yang diinginkan, karena itu perlu eksplorasi oleh
terapisnya.

2. Ortotik prostetik
a. Strapping dengan perban adhesive
Metode ini bertujuan untuk mempertahankan hasil reduksi yang telah
dicapai dan dikonfirmasi dengan radiografi.
- Imobilisasi dengan Plaster of Paris cast
Plaster of Paris cast merupakan alat retensi statis.Aplikasi plaster
cast yang benar pada kaki bayi membutuhkan ketrampilan karena
harus dipasang dengan akurat dan detail yang tepat. Dibutuhkan
kerjasama 3 orang, yaitu ayah/ibu yang memegang bayi agar diam
(karena mungkin bayi meronta-ronta), seorang asisten yang akan
membantu menggulung lembaran kapas dan ‘plaster of Paris cast’
dan dokter yang memegang dan membentuk gips.Gips harus
terpasang sepanjang tungkai, dari jari kaki sampai ke lipat paha
dengan lutut fleksi 60º-80º untuk mengontrol tumit dan mencegah
gips tergelincir. Tungkai dioles tinktura benzoin lalu ditutup
dengan lembaran kapas selebar 1-1½ inci pada kaki dan tungkai
bawah dan selebar 2 inci pada tungkai atas, lutut dan paha.
Lembaran digulung rapi melawan deformitas varus, tidak terlalu
kencang ataupun longgar. Gulungan harus licin dan tidak berkerut.

23
Kemudian dokter memegang kaki dan pergelangan kaki pada posisi
koreksi yang diinginkan dan asisten menggulungkan plaster of
Paris cast, digulung melawan deformitas varus, dimulai dari sisi
lateral kaki, kedorsal, kemudian keplantar dan kembali ke lateral.
Cast diganti dengan interval 2-3 minggu pada bayi baru lahir,
karena pertumbuhan kaki yang cepat. Yang perlu diingat, plaster of
Paris cast adalah alat retentif, bukan korektif.
- Tehnik dari Sir Robert Jones (1900) berupa above-knee cast
(Gambar 9). Gips atas lutut ini menggunakan perban ortopedik
adhesif yang diganti 2-3 hari sekali. Pembalutan ini merupakan
splint nonrigid dan dinamis yang mencegah atrofi disuse dan
mendukung berfungsinya otot peroneus dan dorsofleksor
pergelangan kaki pada minggu-minggu pertama setelah lahir.
Komplikasi Terapi Konservatif
Masalah dan komplikasi yang mungkin terjadi pada sendi pergelangan kaki dan
kaki karena tindakan dalam terapi konservatif, antara lain sebagai berikut:3,9
◦ Kegagalan koreksi deformitas equinovarus
◦ Gangguan pertumbuhan tulang tibia anterior distal
◦ Flat-top talus, yaitu atap talus yang tampak datar pada radiografi
posisi lateral. Disebabkan oleh karena manipulasi yang berlebihan
◦ Kontraktur pergelangan kaki anterior yang disebabkan pemakaian
cast terlalu lama dalam posisi kaki dorsofleksi maksimal
◦ Deformitas rocker-bottom
◦ Subluksasi sendi cuboid

24
B. Terapi Operatif
Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya
komplikasi yang terjadi setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi
operatif paling baik dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak
adanya perbaikan yang signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang
teratur.
Ada beberapa macam prosedur operatif untuk koreksi CTEV. Pemilihan
prosedur dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
 Usia anak
 Derajat rigiditas
 Deformitas yang ditemukan
 Komplikasi yang didapat dari penanganan sebelumnya
Prosedur terapi operatif adalah:
1. Koreksi jaringan lunak
Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5
tahun. Pada usia ini, biasanya belum ada deformitas pada tulang-
tulang kaki, bila dilakukan operasi pada tulang dikhawatirkan
malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih
rentan.
Koreksi dilakukan pada:
a. otot dan tendon
 Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)
 Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer
 Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi
 Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik
pemanjangan atau reseksi muskulotendineus
 Fleksor digitorum brevis
b. Kapsul dan ligamen
 Talonavicular
 Subtalar
 Sendi calcaneocuboid
 Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid

25
 Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki
dan sendi subtalar: Lig. Calcaneofibular, Lig. Talofibular posterior,
Retinakulum peroneal superior
 Ligamen interoseus talocalcaneal
2. Koreksi jaringan keras
Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10 tahun.
Karena pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan
koreksi yang diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang.
Tindakan berupa:
 Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi
 Wedge reseksi sendi calcaneocuboid
 Osteotomi cuboid
 Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan
 Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi)

Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya:
 Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang
rigid dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau
prosedur operasi yang lain.
 Osteotomi femur

Program Rehabilitasi Medik Paska Operasi


1. Ortotik prostetik
 Ortose
Pemasangan long leg cast/above knee cast dengan lutut ekstensi selama
2-3 minggu. Saat cast diganti, luka diperiksa, jahitan diangkat, koreksi
posisi, pasang kembali short leg cast selama 3 minggu. Total imobilisasi
kaki adalah 6 minggu. Selanjutnya pasang splint Dennis Browne.
Jika dilakukan prosedur wedge dengan bonegraft maka perlu waktu 10
minggu, untuk konsolidasi bonegraft, sebelum weight bearing. Karena
jika weight bearing terlalu dini akan terjadi kolaps graft dan koreksi
menjadi berubah. Dilakukan follow-up tiap bulan. Jika anak sudah dapat

26
berdiri dan berjalan, dipasang sepatu biasa atau sepatu sudut membuka
keluar dengan thomas heel terbalik.

 Sepatu Koreksi
Pada dasarnya maksud pemberian sepatu koreksi adalah untuk membantu
kaki memperbaiki keseimbangan pada waktu berdiri dan berjalan dengan
cara antara lain modifikasi sepatu:
 Outflare last
 High shoes
 High and long lateral counter
 Heel and sole modification
2. Fisioterapi
Dilakukan stretching tendo achilles secara hati-hati.7

Komplikasi Paska Terapi Operatif


Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:6,8
1. Pada pergelangan kaki
 Deformitas calcaneus dan Kelemahan triceps surae
 Restriksi plantarfleksi pergelangan kaki
 Valgus pada pergelangan kaki
 Equinus
 Terhambatnya pertumbuhan tulang fisis tibia posterior dan fibula
distal karena trauma pada growth plate saat operasi
2. pada sendi subtalar
 Valgus pada sendi subtalar
 Varus pada sendi subtalar
 Restriksi LGS sensi subtalar
3. Pada sendi tarsal proksimal
 Subluksasi talocalcaneus
 Subluksasi calcaneocuboid
 Cavus posterior
 Arkus longitudinal medial kolaps
 Deformitas supinasi sendi talonavicular

27
4. Pada sendi metatarsal
 Metatarsus varus dan valgus
 Anterior pes valgus
 Terhambatnya pertumbuhan tulang fisis metatarsal I

Penanganan dari komplikasi-komplikasi yang terjadi dapat berupa terapi


konservatif maupun operatif, tergantung dari deformitas yang ada.

9. Prognosis
Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat
diperbaiki. Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna
dan sering kambuh, sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang
disertai dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit
neuromuskular.
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara
lain:
b. Deformitas yang terjadi
c. Kapan mulai dilakukan.
Penatalaksanaan: semakin dini dilakukan semakin baik
d. Orang tua penderita.
Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan
adalah faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.

BAB III
KESIMPULAN

28
A.    Kesimpulan

CTEV/ Club Foot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari


pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Deformitas kaki dan
ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Sampai saat
ini penyebab utama terjadinya kaki bengkok ( CTEV ) tidak diketahui
secara pasti. Namun telah terbukti bahwa perkembangan tulang, sendi,
jaringan ikat, persarafan, pembuluh darah dan otot masing-masing terlibat
dalam proses patofisiologi. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini
timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim.
Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan
embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi
dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada
fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh
tekanan intrauterine.

B.     Saran

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kepada para pembaca


khususnya pada orang tua, jika mempunyai bayi baru lahir, sebaiknya
memperhatikan  kondisii bayinya, bila orang  tua malihat ketidaksesuain
bentuk dari kedua kaki bayi  segeralah meminta  konfirmasi pada petugas
medis tentang keadaan kaki bayi. Bila ternyata ada kelainan sebaiknya
segera berobat ke dokter spesialis orthopedic untuk mendapatkan
pengobatan sedini mungkin karena pengobatan CTEV ini secara bertahap
dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin kontrol serta mematuhi
anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal.
Selain itu, diharapkan juga kepada tenaga medis khususnya
perawat agar lebih tepat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
anak dengan CTEV.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/174389359/MAKALAH-CTEV

https://www.scribd.com/doc/110663401/Lapkas-Pedi-CTEV-Koreksi-Ke-2

29
30

Anda mungkin juga menyukai