Crinical Intruktur :
Clinical Teacher :
Disusun Oleh :
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori
1. Definisi
deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal,
heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke
medial terhadap lutut (1,6). Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus
dan sebagian internal tibial torsion (Salter, 2019). Kata talipes equinovarus berasal
dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes (foot), equinus menunjukkan tumit
yang terangkat seperti kuda, dan varus berarti inversidan adduksi (inverted and
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar,
adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint. Komponen yang
diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan
2. Epidemiologi
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada system
kelahiran; pada ras Oriental 0,57:1000 kelahiran; pada orang Maori 6,5-7,5:1000
kelahiran; pada orang China 0,35:1000 kelahiran; pada ras Polinesia 6,81:1000
kelahiran; pada orang Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000 kelahiran pada
Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat keluarga
yang menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada riwayat keluarga
yaitu sekitar 1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir kembar identic
3. Klasifikasi
deformitas dan fleksibilitas kaki pasien, namun ada juga yang menggolongkannya
(Herring, 2014). Ada beberapa system skoring dan klasifikasi yang dipakai di
berbagai Negara, namun system klasifikasi dari Dimeglio dan Pirani yang paling
Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat kategori berdasarkan
2002):
1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi dengan
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50% kasus
dapat dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan koreksi maka
dan setelah casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan
operatif.
4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan
tambahan ditambahkan untuk deep posterior dan medial creases, cavus dan
sederhana, yang terdiri dari tiga variable pada hindfoot dan tiga pada midfoot.
Setiap variable dapat menerima nilai nol, setengah, dan satu poin (Maranho et
al, 2011).
4. Patologi anatomi
Deformitas mayor clubfoot termasuk hindfoot varus dan equinus dan forefoot
Deformitas intraosseus paling sering muncul di talus, dengan neck talar yang
pendek dan medial dan plantar deviasi dari bagian anterior. Pada permukaan
inferior talus, facet medial dan anterior belum berkembang. Kelainan pada
calcaneus, cuboid, dan navicular tidaklah terlalu parah dibandingkan talus. Pada
calcaneus ditemukan lebih kecil dari kaki normal, dan sustentaculum yang belum
talar head dan cuboid pada calcaneus, secara berurutan. Herzenberg dkk
menunjukkan bahwa talus dan calcaneus lebih internal rotasi sekitar 20 o terhadap
aksis tibiofibular pada clubfoot dibandingkan dengan kaki normal. Pada studinya,
body of the talus dilaporkan eksternal rotasi di dalam ankle mortise. Adanya
Kontraktur dan fibrosis ligament sisi medial kaki, termasuk spring ligament,
pada anak-anak yang menjalani operative release sekitar 6,6% dan lebih banyak
lagi pada anak-anak dengan adanya riwayat keluarga (prevalensi 23%). Flexor
dewasa normal. Anomalous soleus muscle juga telah dijelaskan dan dilaporkan
Studi pada suplai darah telah menunjukkan abnormalitas atau tidak adanya
arteri tibialis anterior sekitar 90% dari clubfoot. Tidak adanya arteri tibialis
anterior juga dilaporkan namun jarang. Arteri anomaly ini meningkatkan risiko
komplikasi vaskuler jika salah satu arteri dominan terkena saat comprehensive
5. Diagnosis
pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai
dengan adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia. True clubfoot harus
Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus. Pada kelainan
ini tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam atrofi dan
prognosis yang lebih buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. CTEV
syndrome, spina bifida dan spinal dysraphism, serta fetal alcohol syndrome
penanganannya hampir pasti meliputi tindakan operatif. Terkecuali CTEV dengan
6. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang
tarsal, calcaneus, dan metatarsal. Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut
proyeksi film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi (Baruah et al,
2013).
(010o), sedangkan pada proyeksi lateral diukur sudut talocalcaneal (30-50 o) dan
7. Penatalaksanaan
Hampir seluruh ahli bedah Orthopaedi sepakat bahwa terapi non operatif
merupakan pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV. Mereka pun setuju
semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik hasilnya, sehingga mencegah
Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan
sang bayi. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas
nyeri dan plantigrade (Bergerault, 2013). Prinsip terapi meliputi koreksi pasif
yang gentle, mempertahankan koreksi untul periode waktu yang lama, dan
terjadi rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue dapat menyebabkan terbatasnya
dunia karena extensive surgery memiliki hasil yang buruk dalam jangka panjang
(Bergerault, 2013).
Metode Ponseti
Metode ini diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti pada akhir tahun 1940an sebagai
jawaban atas terapi operatif yang sedang popular namun masih menimbulkan
Komponen dari metode ini meliputi serial manipulasi yang gentle dan casting
tahapan koreksi CTEV. Pada metode ini terjadi relaksasi kolagen dan atraumatik
remodeling pada permukaan sendi dan menghindari fibrosis, seperti yang terjadi
Dibutuhkan komitmen dan kerjasama yang baik dengan orang tua pasien,
dikarenakan metode ini setidaknya butuh waktu selama 4 tahun. Terapi dapat
dimulai dalam beberapa hari setelah kelahiran. Batas akhir usia belum ditentukan
dikarenakan adanya keberhasilan metode ini saat diterapkan pada anak usia lebih
dari 1 tahun. Tercatat sekitar 95% kasus yang ditangani dengan metode ini tidak
pada anak-anak usia lebih dari 15 bulan karena nyeri yang ditimbulkan saat
dengan waktu memberi makan anak. Hal ini bertujuan agar sang anak lebih relaks
sehingga lebih mudah saat pemasangan cast (Herring, 2014).
Serial casting dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan tidak
ditemukan perbedaan hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast terpasang dipasang
dari jari kaki hingga 1/3 atas paha dengan lutut fleksi 90 o dan akan diganti setiap
5-7 hari (Dobbs, 2009). Biasanya diperlukan 5-6 kali penggantian cast untuk
beberapa kasus dapat juga digunakan pada non-idiopathic clubfoot (yang disertai
dan kasus relaps meski telah menjalani extensive soft tissue release surgery
(Dobbs, 2009).
kasus, deformitas cavus akan terkoreksi dengan satu kali pemasangan long leg
Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan dikoreksi pada
pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot varus dilakukan
secara simultan dengan supinasi pedis dan counterpressure pada head of talus.
Dengan teknik ini calcaneus, navicular dan cuboid akan displace secara gradual ke
lateral. Manuver penting ini mengoreksi mayoritas deformitas dari clubfoot dan
sehingga koreksi pada deformitas cavus tetap terjaga dan colinearity dari
calcaneus dapat terabduksi secara bebas dibawah talus dan eversi ke posisi
• Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus. Koreksi hindfoot
varus dan calcaneal inversion akan sulit bila counterpressure diberikan pada
melonggarkan sisi medial struktur ligamen pada tulang tarsal dan molding parsial
dilakukan ketika hindfoot dalam posisi sedikit valgus dan pedis abduksi 70o
relative terhadap cruris. Derajat abduksi tampak ekstrem namun diperlukan untuk
secara progresif setelah varus dan adduksi pedis telah terkoreksi. Dorsofleksi
pedis dilakukan dengan penekanan pada seluruh bagian telapak kaki dan kurangi
Equinus dapat dengan sempurna dikoreksi melalui stretching dan casting yang
progresif.
Setelah cast keempat, pedis harus bisa abduksi 50o dan varus harus sudah
terkoreksi, namun biasanya equinus masih ada (1). Calcaneus akan terkoreksi
Setelah cast dilepas, foot abduction orthosis (sering disebut Denis Browne
bar and shoes) diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling
kekuatan otot kaki. Alat ini berupa sepatu yang terhubung dengan dynamic bar
(kira-kira sepanjang bahu pasien). Rotasi sepatu terhadap bar sekitar 60-70o
eksternal rotasi pada kaki clubfoot dan 40o eksternal rotasi pada kaki normal. Alat
ini dipakai 22-23 jam sehari selama 3 bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12-
14 jam sehari) hingga anak berusia 1 tahun, dan saat tidur malam hingga usia 3-4
tahun (3). Pasien disarankan untuk control satu bulan berikutnya dan dilanjutkan
Orthosis terdiri dari dua sepatu yang dihubungkan dengan sebuah papan
yang mampu memposisikan sepatu selebar bahu. Papan harus mampu menahan
sepatu 70 derajat eksternal rotasi dan 5-10 derajat dorsofleksi. Pada kasus
unilateral, kaki normal harus berada di 40 derajat eksternal rotasi. Menahan kaki
selebar bahu membantu abduksi pedis. Orthosis digunakan setiap hari hingga 3-4
bulan, lalu dilanjutkan pemakaian saat tidur siang dan malam selama 2-4 tahun.
dilakukan dengan anestesi local pada anak usia dibawah 1 tahun (tanpa adanya
overlengthening atau kelemahan otot) dan dengan sedasi di ruang operasi untuk
anak yang lebih tua. Untuk anestesi local disarankan hanya menggunakan anestesi
topical terlebih dahulu dan anestesi injeksi diberikan setelah prosedur tenotomy.
Hal ini untuk menghindari kesulitan dalam palpasi tendon sehingga berpotensi
merusak neurovaskuler di area tersebut. Tenotomy dapat dilakukan dengan thin
cataract knife yang steril di klinik (setelah EMLA cream menganastesi kulit secara
operasi untuk anak >3 bulan, karena akan lebih mudah memasang cast tanpa
Setelah steril, pedis ditahan oleh asisten dengan tekanan dorsofleksi yang
ringan hingga sedang. Tekanan yang terlalu kuat akan cenderung mengencangkan
kulit dan menyulitkan untuk palpasi tendon dengan baik. Pisau memasuki kulit
pada fat pad, maka penting untuk memotong tendon 0,5 – 1 cm proksimal dari
Pergerakan yang berlebihan dari pisau ke arah lateral akan berisiko mencederai
vena saphena dan nervus suralis. Tenotomy yang berhasil ditandai dengan
palpable pop dan adanya kemampuan untuk dorsofleksi tambahan sejauh 15-20 o.
Tidak perlu ada jahitan dan dipasangkan cotton cast padding steril, diikuti dengan
pemasangan long leg cast pada maksimal dorsofleksi dengan abduksi 70 derajat.
anak berusia >6 bulan. Long leg cast dipasang dengan posisi abduksi 60-70 o dan
atypic. Kaki ini biasanya pendek dan tebal, dengan fixed equinus dan posterior
crease yang dalam, serta hiperfleksi metatarsal. Saat pemasangan cast, forefoot
harus diabduksi, dan dorsofleksi melalui penekanan pada head metatarsal, serta
mengakibatkan iatrogenic conves foot atau rocker bottom deformity. Keadaan ini
ditangani dengan pemasangan cast dalam posisi slight equinus selama 1-2 minggu
ditemukan deformitas varus dan equinus hindfoot. Pada relaps awal, penanganan
hanya dengan serial casting dan dilanjutkan dengan brace. Bila setelah cast
Untuk anak lebih dari 3 tahun dengan kombinasi hindfoot varus dan supination
dilakukan full tibialis tendon transfer ke cuneiform ketiga dan diikuti dengan
casting selama 6 bulan tanpa perlu pemakaian brace lagi (Dobbs, 2009).
Rekurensi parsial biasanya terjadi pada 2-3 tahun pertama, sekitar 1/3
brace orthosis. Koreksi pada relaps tahun pertama cukup dengan manipulasi dan
serial cast, untuk anak yang lebih tua akan lebih sulit memasang cast. Pemakaian
brace merupakan keharusan untuk menjaga hasil koreksi. Pada 2/3 kasus relaps
lainnya memerlukan intervensi bedah, namun tidak untuk anak <18 bulan. Jenis
operasi meliputi heel cord lengthening, posterior ankle release, atau plantar
Pada pasien lebih dari 2-3 tahun dynamic swing phase supination
deformity akan muncul sebagai akibat medial overpull dari tendon tibialis
keadaan ini akan menjadi hindfoot varus berulang. Pada pasien-pasien ini
transfer tibialis anterior. Walaupun operasi akan sukses, namun tidak menjamin
sekitar 32-35%. Prosedur paling umum yang dikerjakan adalah transfer tendon
tibialis anterior yang mengoreksi swing phase supination. Pada pasien relaps
yang gagal dalam terapi non operatif dan memerlukan complete posteromedial
berusia 2 tahun.
French Method
Selain metode Ponseti, terdapat satu metode populer lain sebagai alternative
menghindari tindakan operasi, yaitu French atau functional method. Metode ini
tapping untuk menjaga posisi kaki yang telah dikoreksi dengan peregangan
berbeda dengan Ponseti. Metode ini juga focus pada penguatan otot peroneus
Terapi harian berlangsung selama dua bulan, lalu menjadi 3 kali seminggu
selama enam bulan. Saat kaki telah berhasil terkoreksi, tetap dilakukan home
exercise dan night splint hingga sang anak mencapai usia berjalan, kira-kira usia
2-3 tahun (Herring, 2014).
Tujuan dari terapi ini adalah mereduksi talonavicular joint, stretch out dari
medial dan dari posisi medialnya pada head talus. Awalnya, relaksasi ini akan
belum sempurna karena talus masih pada posisi patologis, namun akan membaik
seiring waktu.
peregangan medial skin crease. Untuk menjaga pasif ROM yang baru, ekstensor
ibu jari dan peroneal harus dikuatkan. Untuk itu, terapis merangsang reflek
Tahap ketiga adalah reduksi progresif dari hindfoot varus. Diawali setelah
forefoot adduction. Calcaneus bergerak secara gradual kearah posisi netral dan
Tahap akhir dari program ini adalah mengoreksi equinus dari calcaneus,
dimana sering sulit karena kontraktur dari posterior sof tissue yang tidak mudah
fleksi ke dorsofleksi sementara lutut tetap dalam fleksi. Lalu lutut diekstensikan
mengubah pola pertumbuhan strukutr osteokondral dari pedis (3). Dimeglio pada
intervensi bedah. Adapun tindakan posterior release dilakukan bila ada residual
equinus. Kelemahan dari metode ini adalah butuh komitmen orang tua untuk
TINDAKAN OPERATIF
resisten, kasus yang berkaitan dengan sindroma dan neurogenic, kasus rekuren,
dan adanya deformitas residu setelah tindakan extensive soft tissue release
(Dobbs, 2009).
imobilisasi dalam waktu lama. Salah satu penyebab operasi berulang biasanya
Dengan menggunakan Ponsetti atau French method, jumlah operasi akan lebih
release, seperti Achilles tendon lengthening dan posterior capsulotomy dari sendi
tibiotalar dan subtalar, cukup untuk mengoreksi sisa equinus dan minimal
joint
peritalar dibebaskan.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok daripada
membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang
2. Keluhan Utama
keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki,
atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan.
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
1) Antenatal
hamil.
2) Natal
atau tidak.
3) Postnatal
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi dan adat
f. Riwayat Imunisasi
Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada umur anak tertentu.
b. Pola Eliminasi
Sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu dikaji BAB atau
c. Pola Aktivitas
Kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada usia sekelompoknya
d. Pola Istirahat
bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah mandiri atau masih
4. Pemeriksaan Fisik
1) Nyeri
2) Bengkak
3) Rasa dingin
g. Periksa suhu
h. Inspeksi kulit
dibawah gips
5. Diagnosa Keperawatan
6. Intervensi Keperawatan
N NOC: NIC
O
1 Mobility (0208) Pressure Management
Setelah dilakukan asuhan 1. Tinggikan ekstremitas yang di
keperawatan diharapkan pasien gips
tidak mengalami kerusakan 2. Kaji bagian gips yang terpajan
neurologis dengan keriteria untuk mengetahui adanya nyeri, ,
hasil: nyeri bengkak, perubahan warna
- body position (sianosis atau pucat), pulsasi, hangat,
performance dan kemampuan untuk bergerak
- Gips mengering dengan cepat, 3. Rawat gips basah dengan
tetap bersih dan utuh telapak tangan, hindari penekanan
gips dengan ujung jari (gips plester)
4. Tutupi tepi gips yang kasar
dengan ” petal” adesif
5. Jangan menutupi gips yang
masih basah
6. Jangan mengeringkan gips
dengan kipas pemanas atau pengering
7. Gunakan kipas biasa di
lingkungan dengan kelembaban tinggi
8. Bersihkan area yang kotor
dari gips dengan kain basah dan
sedikit pembersih putih yang rendah
abrasive
2 Comfort Status (2008) Enviromental Management: comfort
1. Berikan posisi yang nyaman,
Setelah dilakukan asuhan gunakan bantal untuk menyokong
keperawatan selama 3x 24 jam area dependen
diharapkan gangguan rasa nyaman 2. Bila perlu batasi aktivitas
pada pasien berkurang dengan yang melelahkan
keriteria hasil: 3. Hilangkan rasa gatal dibawah
- Symptom control gips dengan udara dingin yang
- Psycological well-being ditiupkan dari spuit asepto, fan, atau
pengering rambut.
4. Hindari menggunakan bedak
atau lotion dibawah gips
3 Skin care: graft site
Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan bahwa semua tepi gips
keperawatan diharapkan pasien tidak halus dan bebas dari proyeksi pengiritasi
mengalami iritasi dengan keriteria 2. Jangan membiarkan anak
hasil: memasukkan sesuatu ke dalam gips
- Tidak ditemukannya tanda- 3. Waspadai anak yang lebih besar
tanda kerusakan integritas kulit untuk tudak memasukkan benda-benda
kedalam gips, jelaskan mengapa ini
penting
4. Jaga agar kulit yang terpajan tetap
bersih dan bebas dari iritan
5. Lindungi gips selama mandi,
kecuali jika gips sintetik tahan terhadap
air
6. Selama gips dilepas, rendam dan
basuh kulit dengan perlahan
Swallonging therapy
1. Dorong untuk ambulasi sesegera
mungkin
2. Ajarkan penggunaan alat
mobilisasi seperti kurk untuk kaki yang di
gips
3. Dorong anak dengan alat ambulasi
untuk berambulasi segera setelah kondisi
umumnya memungkinkan
4. Dorong aktivitas bermain dan
pengalihan
5. Dorong anak untuk menggunakan
sendi-sendi di atas dan di bawah gips
7. Implementasi Keperawatan
8. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada Pasien yang telah dilakukan inmplementasi dengan
format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Zhang G, Zhang Y, Li M. A modified Ponseti method for the treatment of rigid idiopathic
congenital clubfoot. J Foot Ankle Surg. 2019;58(6):1192-6. DOI:
10.1053/j.jfas.2019.04.003 4.
Basit S, Khoshhal KI. Genetics of clubfoot; recent progress and future perspectives. Eur J
Med Genet. 2018;61(2):107-13. DOI:10.1016/j.ejmg.2017.09.006 7.
Amihood S, Idit M, Ehud B, Feldman BH, Chana V, Shay BS, et al. Prenatal clubfoot
increases the risk for clinically significant chromosomal microarray results –
analysis of 269 singleton pregnancies. Early Hum Dev. 2020;145: 105047.
DOI:10.1016/j.earlhumdev.20 20.105047 9.
Krakow D. Clubfoot (talipes equinovarus) and clenched hands. In: Copel JA, Feltovich H,
Krakow D, Platt LD, D’Alton ME, Gratacos E, et al, editors. Obstetric Imaging:
Fetal Diagnosis and Care. 2018; p. 305-8.e1. DOI:10.1016/b978-