Anda di halaman 1dari 106

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI MELALUI MEDIA LEAFLET

TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA


DIABETES MELLITUS TENTANG PEMBERIAN INSULIN DI DESA
PURWOREJO, KECAMATAN GEGER, KABUPATEN MADIUN
SAMPUL LUAR

USULAN SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh:
MEI KUSUMAWARDANI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK

2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI MELALUI MEDIA LEAFLET


TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TENTANG PEMBERIAN INSULIN DI DESA
PURWOREJO, KECAMATAN GEGER, KABUPATEN MADIUN

Disusun Oleh:
Mei Kusumawardani

Telah disetujui Tim Pembimbing


Pada Tanggal: ………………… 2022

Pembimbing I, Pembimbing II

Rahayu Budi Utami, S.Kep., Ns., M.Kes. Ns. Erni Tri Indarti, M.Kep.
NIP………………………………… NIP…………………………………

Mengetahui,
Kaprodi S1 Keperawatan Profesi Ners
STIKES Satria Bhakti Nganjuk

…………………………………….
NIP…………………………..

ii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SEMINAR USULAN

PRIPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI MELALUI MEDIA LEAFLET


TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TENTANG PEMBERIAN INSULIN DI DESA
PURWOREJO, KECAMATAN GEGER, KABUPATEN MADIUN

Disusun Oleh:
Mei Kusumawardani

Telah disetujui Tim Penguji


Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua …………………………………….
.

Anggota 1. ………………………………..
Penguji

2. ………………………………..

3. ………………………………..

Mengetahui,

Ketua Program Studi …………………………………….. __________


Pendidikan Ners NIDN:………………………

Ketia STIKes Satria …………………………………….. __________


Bhakti Nganjuk NIDN:………………………

iii
KATA PENGANTAR

iv
DAFTAR ISI

v
DAFTAR TABEL

vi
DAFTAR GAMBAR

vii
DAFTAR LAMPIRAN

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronis paling umum

di dunia, terjadi ketika produksi insulin pada pankreas tidak mencukupi atau

pada saat insulin tidak dapat digunakan secara efektif oleh tubuh (IDF, 2021).

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dimana ditemukan

ketidak mampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada

mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria,

poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, kelemahan, asidosis, sering

menyebabkan dispnea, lipemia, ketonuria dan akhirnya koma (Hidayatus

Sya‟diyah et al., 2020). World Health Organization (WHO). Menyebutkan

diabetes melitus dikategorikan sebagai salah satu penyakit tidak menular

(Non-Communicable Diseases) yang merupakan penyebab utama kesehatan

yang buruk bagi dunia. NCD (Non-CommunicableDiseases)menempati posisi

ke tujuh dari sepuluh penyebab kematian terbesar didunia dengan prevalensi

kematian lebih tinggi di negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah

(World Health Organization, 2021). Pemberian insulin pada penderita

penderita Diabetes tipe-1 perlu diperhatikan oleh keluarga, karena Mengingat

terapi dan perawatan DM memerlukan waktu yang panjang tentunya bisa

menimbulkan kebosanan dan kejenuhan pada pasien DM. Oleh karena itu

selain memperhatikan masalah fisik maka perlu juga diperhatian faktor

psikologis pasien dalam penyelesaian masalah diabetes mellitus.

1
2

Keikutsertaan anggota keluarga dalam memandu pengobatan, diet, latihan

merupakan bentuk peran serta aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan

diabetes mellitus. Hasil wawancara yang telah dilakukan menunjukan bahwa

Sebagian besar keluarga belum mengetahui mengenai waktu pemberian

insulin yang tepat. Keluarga cenderung melakukan pola yang sama pada

pemberian insulin sesuai dengan apa yang mereka dapatkan di fasilitas

kesehatan dan tidak mendapatkan follup yang baik guna membantu mereka

memahami waktu yang tepat dalam pemberian insulin.

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan ranking keenam penyebab

kematian di Dunia, hal ini diungkapkan oleh dunia World Health

Organization (WHO) (World Health Organization, 2021). Data yang

didapatkan bahwa kematian yang disebabkan karena diabetes ada sekitar 1,3

juta dan yang meninggal sebelum usia 70 tahun sebanyak 4 persen. Mayoritas

kematian diabetes pada usia 45-54 tahun terjadi pada penduduk kota

dibandingkan pada penduduk yang tinggal di pedesaan (F. Yeni, 2019). IDF

memprediksikan DM akan menepati urutan ketujuh kematian dunia pada

tahun 2030. Sejak Tahun 1980 terjadi peningkatan dua kali lipat penderita

diabetes di dunia yatu dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa,

hal ini juga merupakan indikator peningkatan obesitas pada beberapa dekade

ini (IDF, 2021). Prevalensi diabetes di Indonesia menepati uruatan ketujuh

tertinggi di dunia setelah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico

(Megawati et al., 2020). Berdasarkan data IDF tahun 2021 tentang penderita

DM, penduduk Indonesia yang sudah mengalami penyakit ini sebanyak 10


3

juta orang (IDF, 2021). Saat ini DM tipe II yang banyak terjadi tidak hanya

pada orang dewasa saja tetapi pada usia anak dan remaja juga semakin

meningkat (Sabarinah et all, 2019). Sementara itu prevalensi Diabetes Melitus

pada penduduk umur ≥ 15 tahun di Jawa Timur mengalami peningkatan 0,5%

dari tahun 2018 sebesar 2,1% menjadi 2,6% pada tahun 2021. Jawa Timur

menempati urutan ke 5 dengan jumlah terbanyak Diabetes Melitus di

Indonesia (riskesdas). Sedangkan di Kota Madiun, berdasarkan data penyakit

terbanyak yang dilayani di puskesmas dan jaringannya menunjukkan angka

kejadian Diabetes Melitus tipe 2 mengalami peningkatan dari tahun 2021

sebesar 14.904 kasus menjadi 17.055 kasus pada tahun 2021 (Dinas

Kesehatan Madiun, 2021).

Salah satu cara untuk menambah pengetahuan adalah dengan

pemberian edukasi terkait dengan pemberian insulin pada pasien Diabetes

Melitus tipe 2, hal ini berhubungan dengan upaya dalam meningkatkan

pengetahuan keluarga mengenai pemberian insulin, dengan edukasi yang

tepat maka akan mempengaruhi perilaku keluarga yang awalnya tidak tahu

menjadi tahu dan akan melaksanakan secara sadar. Maka pemberian edukasi

pada keluarga sangatlah penting dalam upaya pemberian insulin pada

penderita diabetes melitus tipe 2. Pemberian edukasi pada keluarga

diharapkan dapat mempengaruhi pengetahuan keluarga mengenai pemberian

insulin pada penderita diabetes, hal ini dikarenakan ketika keluarga terpapar

oleh informasi maka secara langsung akan mempengaruhi pengetahuan

mereka mengenai pemberian insulin. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari,
4

(2021) menunjukkan bahwa pengetahuan yang meningkat juga akan

memberikan kemampuan seseorang untuk mengubah perilaku.Seseorang

yang memiliki pengetahuan dasar tentang DM maka akan mengembangkan

sikap yang positif terhadap manajemen perilaku sehat. Berdasarkan penelitian

pengetahuan diabetes melitus di Indonesia menunjukan rendah dalam

pengetahuan, diantaranya di RSUP dr. Djamil Padang tahun 2015 telah

dilakukan penelitian menunjukan pasien Diabetes melitus tipe II masih

memiliki pengetahuan yang kurang terkait penatalaksanaan Diabetes Melitus

tipe II (Kusaeri et al., 2020). Hasil penelitian (Usman et al., 2020) terdapat

pengaruh peningkatan pengetahuan DM tipe 2 menggunakan media lembar

balik sebelum diberikan pengetahuan (pretest) 58,3% sedangkan setelah

diberikan pengetahuan melalui media lembar balik (post test) 83,3%.

Pembinaan terhadap anggota keluarga lainnya untuk bekerja sama

menyelesaikan masalah diabetes mellitus dalam keluarganya, hanya dapat

dilakukan bila sudah terjalin hubungan yang erat antara tenaga kesehatan

dengan pihak pasien dan keluarganya, serta ketidaktahuan keluarga tentang

terapi pemberian insulin yang sesuai dengan advis dokter. Ketidaktahuan

keluarga tentang pemberian terapi insulin salah satunya disebabkan ileh

kurangnya pengertahuan. Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap dapat

dilakukan dengan berbagai macam transfer ilmu. Salah satunya melalui media

Leaflet.

Media leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat

tapi tidak dimatikan/dijahit. Agar terlihat menarik leafletdidesain secara


5

cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana,

singkat serta mudah dipahami.Media leafletadalah selembaran kertas yang

berisi tulisan dengan kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti

dan gambar-gambar yang sederhana (Hidayah & Sopiyandi, 2019). Leaflet

digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah,

misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang

Diabetes Mellitus dan penecegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan

atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan Misalnya leaflet

tentang penyakit–penyakit yang diakibatkan suatu perilaku tertentu (Booth et

al., 2015). Hasil penelitian Ariontang, (2018) menunjukkan bahwa media

leaflet menjadi media yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan pasien

DM. Penelitian yang dilakukan oleh Lizuarni, (2017) menyatakan bahwa

pada media leafletdan media poster menunjukkan nilai p pengetahuan (0,037)

perbedaan pengetahuan pada media leafletdan media poster setelah

penyuluhan. Media leaflet memiliki nilai sum of rangks 497,5 yang lebih

tinggi dibandingkan media poster sum of rangks 325,5 dalam meningkatkan

pengetahuan tentang pengobatan Diabetes Mellitus. Sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Sari, (2021) Didapatkan hasil dari penelitian ini

diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan pada kelompok intervensi

sebelum diberikan intervensi adalah sebesar 8,22 dengan standar deviasi

sebesar 2,06, setelah diberikan intervensi rata-rata skor pengetahuan pada

kelompok intervensi menjadi sebesar 12,50 dengan standar deviasi sebesar

1,11 yang artinya terdapat peningkatan selisih skor pengetahuan sebesar 4,28.
6

Nilai p-value didapatkan sebesar 0,000 (<0,05) artinya ada perbedaan skor

pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan edukasi dengan media lembar

balik, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh promosi kesehatan

dengan media lembar balik terhadap skor pengetahuan penderita DM.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media

Leaflet Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus

Tentang Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaflet

Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus Tentang

Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi

melalui media leaflet terhadap tingkat pengetahuan keluarga penderita

diabetes mellitus tentang pemberian insulin di Desa Purworejo,

Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun..

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:


7

a. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang pemberian insulin

sebelum diberikan edukasi di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,

Kabupaten Madiun.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang pemberian insulin

setelah diberikan edukasi di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,

Kabupaten Madiun.

c. Menganalisis Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaftlet

Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Pemberian Insulin

di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

pengaruh pemberian edukasi melalui media leaflet terhadap tingkat

pengetahuan keluarga penderita diabetes mellitus tentang pemberian

insulin di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan

tentang pengaruh pemberian edukasi melalui media leaflet terhadap

tingkat pengetahuan keluarga penderita diabetes mellitus tentang


8

pemberian insulin di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi tentang

pemberian insulin terhadap penderita diabetes mellitus.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai refrensi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan masalah penyakit diabetes melitus

dan pemberian insulin terhadap penderita diabetes mellitus

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Edukasi

1. Pengertian Edukasi

Edukasi adalah proses belajar dari tidak tahu tentang nilai

kesehatan menjadi tahu sehingga dalam hal ini mahasiswa sebagai

generasi penerus bangsa mempunyai kewajiban untuk memahami tentang

adapatasi perubahan iklim dalam Perspektif Islam sehingga dapat

memberitahukan kepada masyarakat agar dapat melakukan adaptasi

terhadap dampak perubahan iklim (Andriyani et al., 2020). Sedangkan

pendapat lain mengenai edukasi yang merupakan proses pembelajaran

yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri pada peserta didik

dan mewujudkan proses pembelajaran yang lebih baik. Edukasi ini

dimulai orang tua pada saat anak masih bayi dan akan berlangsung

seumur hidupnya. Edukasi lebih dikenal dengan kata pendidikan.

(Haswan & Al-hafiz, 2017). Pendidikan artinya proses pengubahan sikap

dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses

perbuatan, cara mendidik (Munir Yusuf, 2018).

Pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan

kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi,

dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara

memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif

9
10

memberikan informasi-informasi atau ide baru. Pendidikan kesehatan

dilakukan untuk membantu individu mengontrol kesehatannya secara

mandiri dengan mempengaruhi, memungkinkan dan menguatkan

keputusan atau tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan yang mereka

rencanakan (Mahendra, 2019).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa edukasi atau

pendidikan kesehatan adalah salah satu proses pembelajaran dari tidak

tahu menjadi tahu yang akan mempengaruhi cara individu mengontrol

kesehatannya.

2. Tujuan Edukasi Kesehatan

Merumuskan tujuan pendidikan berarti merencanakan suatu target

atau sasaran yang akan dicapai setelah kegiatan pendidikan itu

berlangsung. Dengan demikian, rujuan pendidikan merupakan visi

pendidikan yang ditetapkan sebelumnya. Rumusan tujuan pendidikan

biasanya dipengaruhi oleh latar belakang tertentu, baik dalam kaitannya

dengan negara, ideologi, agama, maupun latar belakang kehidupan sosial

masyarakat (Munir Yusuf, 2018).

Edukasi ini bertujuan untuk mengembangkan kepribadian,

kecerdasan dan mendidik peserta untuk memiliki akhlak mulia, mampu

mengendalikan diri dan memiliki keterampilan (Andriyani et al., 2020).

Azwar (1983) dalam Mahendra, (2019) membagi 3 perilaku kesehatan

sebagai tujuan pendidikan kesehatan menjadi 3 macam yaitu :


11

a. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di

masyarakat. Contohnya kader kesehatan mempunyai tanggung jawab

terhadap penyuluhan dan pengarahan kepada keadaan dalam cara

hidup sehat menjadi suatu kebiasaan masyarakat.

b. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya

sendiri maupun menciptakan perilaku sehat didalam kelompok.

Contoh program PKMD adalah posyandu yang akan diarahkan

kepada upaya pencegahan penyakit.

c. Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan

kesehatan yang ada secara tepat. Contoh ada sebagian masyarakat

yang secara berlebihan memanfaatkan pelayanan kesehatan dan

adapula yang sudah benar – benar sakit tetapi tidak memanfaatkan

pelayanan kesehatan.

3. Fungsi Edukasi

Menurut Munir Yusuf (2018) dalam bukunya disebutkan fungsi

pendidikan di antaranya sebagai berikut:

a. Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat

b. Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan sosial)

c. Fungsi integrasi sosial

d. Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik

e. Fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan

f. Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya


12

4. Metode Edukasi

Dalam promosi kesehatan metode yang bersifat individual

digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang

mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar

digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai

masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan

atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan

tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode atau

cara ini. Bentuk pendekatannya antara lain (Mahendra, 2019) :

a. Metode Individual (Perorangan)

1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih

intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti

dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut dengan

sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan

menerima perilaku tersebut atau berperilaku baru.

2) Wawancara (Interview)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan

dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan

klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak aau belum

menerima perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap

perubahan. Juga untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah

atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan


13

kesadaran yang kuat. Apabila belum, maka perlu penyuluhan

yang lebih mendalam lagi.

b. Metode Kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat

besarnya kelompk sasaran serta tingkat pendidikan formal dan

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan

kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada

besarnya sasaran pendidikan.

1) Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang

biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok

untuk kelompok kecil ini antara lain :

a) Diskusi kelompok

Agar semua kelompok dapat bebas berpartisipasi

dalam diskusi maka formasi duduk para peserta diatur

sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan

atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam

bentuk lingkaran atau segi empat. Pemimpin diskusi juga

duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan

ada yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus

merasa berada dalam taraf yang sama, sehingga tiap

anggota kelompok mempunyai kebebasan keterbukaan

untuk mengeluarkan pendapat.


14

b) Curah pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi

kelompok. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat

kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman

semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian

dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta

gagasan (mind map) untuk menjadi pembelajaran bersama.

Brainstorming adalah suatu teknik atau cara mengajar yang

dilaksanakan oleh pemateri di dalam tempat promosi

kesehatan, dengan cara melontarkan suatu masalah oleh

pemateri, kemudian kelompok sasaran menjawab atau

menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin

masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru, atau

dapat diartikan pula sebagai satu cara untuk mendapatkan

ide dari sekelompok manusia dalam waktu singkat.

c) Bola salju (snow balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1

pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu pertanyaan

atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2

pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap

mendiskusikan masalah tersebut dan mencari

kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang yang sudah

beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan


15

lainnya dan demikian seterusnya sehingga akhirnya akan

terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

d) Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-

kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu

permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok

lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah

tersebut. Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan

kembali dan dicari kesimpulannya.

e) Bermain Peran (Role-Play)

Bermain peran merupakan teknik untuk

‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke

dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan,

yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar

peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut.

Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-

masing peran.

f) Demonstrasi

Demonstrasi merupakan teknik yang digunakan untuk

membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan

memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.

Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada

peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua


16

tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi

langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau

memperagakan hasil dari sebuah proses.

g) Bermain peran (Role play)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok

ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan

peranan.

h) Permainan (Games)

Karakteristik permainan yaitu menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan (fun) bagi peserta dengan

prinsip serius tapi santai. Permainan juga kerap

dipergunakan untuk menciptakan suasana belajar dari pasif

agar menjadi lebih aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab),

dan dari jenuh menjadi riang (segar).

i) Permaianan simulasi (Simulation game)

Metode ini merupakan gabungan antara role play

dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan

dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan

monopoli.

2) Kelompok Besar

Kelompok besar di sini berarti adalah apabila peserta

penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk

kelompok besar ini antara lain ceramah dan seminar.


17

a) Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah. Metode Ceramah yaitu cara

penyampaian informasi secara lisan yang dilakukan oleh

sumber belajar kepada warga belajar.

b) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok

besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah

suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli

tentang suatu topik yang dianggap hangat di masyarakat.

Pendidikan kesehatan menggunakan metode seminar akan

berlangsung secara satu arah.

c. Metode Kelompok Massa

1) Ceramah umum (public speaking) Pada cara-cara tertentu,

misalnya pada Hari Kesehatan Nasional menteri kesehatan atau

pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat

untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

2) Berbincang-bincang (talk show) tentang kesehatan melalui

media elektronik, baik TV maupun radio, pada hakikatnya

merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.

3) Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas

kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah


18

kesehatan disuatu media massa juga merupakan pendekatan

massa.

4) Acara “Dokter OZ” dalam acara TV pada tahun 2000-an juga

merupakan bentuk pendekatan pendidikan massa.

5) Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel

maupun tanya jawab/konsultasi tentang kesehatan dan penyakit

juga merupakan bentuk pendekatan pendidikan kesehatan

massa.

6) Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster dan

sebagainya juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.

Contoh : Billboard “Ayo ke Posyandu”.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Edukasi

Ada banyak faktor yang berperan di dalam proses dan

pelaksanaan pendidikan, namun faktor determinan yang dimaksud

merupakan faktor dasar yang urgen, penting dan menjadi penentu proses

pendidikan. Jika salah satu dari faktor tersebut mengalami disfungsi,

maka kegiatan pendidikan tidak akan berjalan dengan semestinya.

Faktor-faktor determinan dalam pendidikan meliputi (Munir Yusuf,

2018):

a. Faktor Tujuan pendidikan

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari

tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Suatu rumusan tujuan yang

tidak hanya menjangkau aspek-aspek lahiriah, tetapi juga meliputi


19

seluruh aspek batiniah dan ranah-ranah lain yang terkait dengan

seluruh kehidupan manusia.

b. Faktor Pendidik

Pendidikan adalah komponen yang sangat penting dalam pendidikan,

karena ia akan mengantarkan anak didik kepada tujuan yang telah

ditentukan.

c. Faktor Peserta Didik

Pendidikan merupakan usaha untuk membina dan mengembangkan

potensi fitrah peserta didik, maka ada beberapa hal yang perlu

dipahami oleh seorang pendidik dalam kaitannya dengan peserta

didik; salah satu di antaranya adalah memahami psikologi dan

psikologi perkembangan. Pemahaman terhadap cabang ilmu jika

akan membantu para pendidik untuk memahami peserta didik.

d. Faktor Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dengan situasi dan

kondisi sosial budaya yang ada dimana pergaulam pendidikan

berlangsung.

e. Faktor Alat pendidikan

Alat pendidikan erat kaitannya dengan tindakan atau perbuatan

mendidik. Dalam perspektif yang lebih dinamis dapat dikatakan


20

bahwa alat merupakan instrumen yang membantu tercapainya tujuan

pendidikan

6. Sasaran Edukasi Kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu

baik yang sehat maupun yang sakit. Sasaran pendidikan kesehatan

tergantung tingkat dan tujuan penyuluhan yang di berikan. Lingkungan

pendidikan kesehatan di masyarakat dapat di lakukan melalui beberapa

lembaga dan organisasi masyarakat (Notoadmodjo, 2013).

Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia berdasarkan pada

program pembangunan Indonesia adalah (Mahendra, 2019):

a. Masyarakat umum. Masyarakat umum adalah seluruh masyarakat

yang berada disuatu tempat secara umum yang mendapatkan

pendidikan kesehatan, contoh: terjadinya kasus endemis fillariasis di

sebuah desa maka seluruh masyarakat di desa tersebut harus

mendapatkan pendidikan kesehatan dan pengobatan terkait

eliminasis fillariasis.

b. Masyarakat dalam kelompok tertentu seperti wanita, remaja dan

anak-anak. Kelompok tertentu menjadi sasaran pendidikan kesehatan

karena rentan terhadap permasalahan kesehatan. Wanita sangat

rentan memiliki permasalahan kesehatan terutama wanita hamil dan


21

wanita menyusui karena pada periode tersebut mereka memiliki

kebutuhan gizi yang lebih tinggi dan membutuhkan pemeliharaan

kesehatan yang lebih tinggi dari wanita biasa, contoh: seorang

wanita hamil dan menyusui harus mendapatkan konseling oleh bidan

atau dokter terkait permasalahan kesehatan yang dialami atau

pemeliharaan kesehatan selama masa kehamilan dan nifas.

c. Anak-anak dan remaja menjadi kelompok sasaran pendidikan

kesehatan secara khusus, hal ini dikarenakan anak-anak memiliki

imunitas yang jauh lebih rendah dibandingkan orang dewasa

sehingga memiliki resiko terkena permasalahan kesehatan yang lebih

tinggi dan pengetahuan yang kurang baik sehingga meningkatkan

resiko terjadinya permasalahan kesehatan, contoh anak-anak yang

terkena diare karena konsumsi jajan sembarangan.

d. Sasaran individu dengan tehnik pendidikan kesehatan individual.

Sasaran pendidikan kesehatan kepada individu dilakukan karena

terdapat individu yang mengalami permasalahan kesehatan secara

khusus sehingga memerlukan pendidikan kesehatan agar

permasalahan kesehatannya tidak semakin parah atau

permasalahannya tidak menular kepada orang lain, contoh: individu

yang terkena penyakit AIDS maka akan disarankan untuk

mendapatkan konseling demi meningkatkan status kesehatan

penderita AIDS tersebut

7. Media Edukasi Kesehatan


22

Media pendidikan adalah alat dan bahan yang digunakan dalam

proses pengajaran atau pembelajaran. Media pembelajaran adalah media

yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru

dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke

penerimaan pesan belajar (peserta didik) di antaranya (Mahendra, 2019).

a. Media Cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari

gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Media

cetak dapat berupa macam bentuk di antaranya :

1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun

gambar. Booklet digunakan sebagai media untuk promosi

kesehatan sehingga tenaga kesehatan tidak perlu repot lagi

melakukan penjelasan secara berturut atau berulang-ulang

tentang kesehatan dikarenakan pesan kesehatan tersebut sudah

ada pada booklet.

2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan

kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat

dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi. Pada

umumnya penyampaian pendidikan kesehatan yang

menggunakan metode ceramah akan dibarengi dengan

pemberian leaflet, dimana leaflet tersebut berisi pesan-pesan


23

yang diberikan saat pendidikan kesehatan menggunakan

ceramah.

3) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau

informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok,

di tempat-tempat umum atau dikendaraan umum. Poster adalah

lembaran kertas yang besar, sering berukuran 60 cm lebar dan

90 cm tinggi dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk

penyampaian suatu pesan.

4) Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.

Pada umumnya flyer digunakan dalam suatu acara untuk

menyampaikan pesan kepada pengunjung agara pengunjung

tidak bertanya banyak hal kepada si pembuat acara.

5) Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau

informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam

bentuk buku dimana setiap lembar (halaman) berisi gambar

peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan

atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.

6) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang

membahas suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan.

7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Foto akan

menyampaikan pesan-pesan yang tergambar dalam visualisasi

gambar.
24

b. Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan

atau informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya. Antara lain:

1) Televisi, penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui

media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum

diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato

(ceramah), TV Spot, kuis atau cerdas cermat dan sebagainya.

2) Radio, merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan

pesan kepada orang banyak yang mengandalkan audio atau

suara. Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan

melalui radio juga dapat bermacam-macam bentuknya, antara

lain obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot

dan sebagainya.

3) Video, penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan

dapat melalui video. Pembuatan video memiliki tujuan yaitu

cerita video yang bertujuan untuk memaparkan cerita.

4) Slide, metode ini dapat digunakan untuk penyampaian pesan

atau informasi-informasi kesehatan. Media slide adalah media

visual yang diproyeksikan melalui alat yang disebut dengan

proyektor slide.

5) Film Strip, dapat digunakan untuk penyampaian pesan-pesan

kesehatan. Film strip adalah media visual proyeksi diam, yang

pada dasarnya hampir sama denga media slide. Hanya saja


25

media ini terdiri atas beberapa film yang merupakan satu

kesatuan, dimana ujung satunya dengan ujung lainnya bersatu

membentuk rangkaian

B. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi satelah

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi (Mahendra, 2019).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan (Mahendra, 2019):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh


26

sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagian suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata


27

kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni (Mahendra, 2019):

a. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya

metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis.

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain

meliputi:
28

1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.

Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba

kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan

ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,

sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya

maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau

salah) atau metode coba-salah atau coba-coba.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin–

pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli

agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata

lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas

atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan yang dimiliki

individu sehingga mereka mendapatkan informasi sehingga

menjadi pengetahuan.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah.

Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu

merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan


29

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan.

4) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat

manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini

manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

b. Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut

“metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi

penelitian (research methodology).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Pocut dalam penelitiannya mengenai faktor yang

berhubungan dengan pengetahuan di antaranya (P. S. I. Yeni, 2015):

a. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadai perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis

besar akan mengalami perubahan baik dari aspek ukuran maupun

dari aspek proporsi yang mana hal ini terjadi akibat pematangan
30

fungsi organ. Sedangkan pada aspek psikologis (mental) terjadi

perubahan dari segi taraf berfikir seseorang yang semakin matang

dan dewasa. Usia mempengaruhi tingkat pengetahuan sesorang.

Semakin dewasa umur maka tingkat kematangan dan kemampuan

menerima informasi lebih baik jika dibandingkan dengan umur yang

lebih muda atau belum dewasa. Menurut WHO (2021) umur

seseorang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Remaja : 10-19 tahun

Pemuda : 15-24 tahun

Dewasa awal : 18-40 tahun

Dewasa akhir : 41-65 tahun

Lansia : >65 tahun

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami, tidak

dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseoarang semakin

mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin

banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika

seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan

nilai – nilai yang baru diperkenalkan Soekanto (2002) dalam Yeni

(2015).

c. Pekerjaan
31

Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan,

ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang

lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang

tanpa ada interaksi dengan orang lain. Pengalaman belajar dalam

bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan

keterampilan profesional serta pengalaman belajar dalam bekerja

akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil

keputusan yang merupakan keterpaduan menalar secara ilmiah dan

etik Wati (2009) dalam Yeni (2015).

d. Minat

Minat adalah suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan

menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang

lebih mendalam.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan

pengalaman yang kurang baik seseorang akan melupakan, namun

jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka

secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi

sehingga menimbulkan sikap positif.

f. Sumber informasi
32

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Sumber

informasi adalah data yang diproses ke dalam suatu bentuk yang

mempunyai arti sebagai si penerima dan mempunyai nilai nyata dan

terasa bagi keputusan saat itu keputusan mendatang.

5. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010) dalam Yeni (2015), pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang akan di ukur dari subjek atau

responden ke dalam pengetahuan yang ingin diukur dan disesuaikan

dengan tingkatannya, adapun jenis pertanyaan yang dapat digunakan

untuk pengukuran pengetahum secara umum di bagi menjadi 2 jenis

yaitu:

a. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pernyataan

esay digunkan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif

dari penilai, sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari

waktu ke waktu

b. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple

choice). betul salah dan pertanyaan menjodohkan dapat di nilai

secara pas oleh penilai Menurut (Arikunto, 2010) dalam Yeni (2015)
33

pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu

sebagai berikut :

1) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100%

dengan benar dari total jawaban pertanyaan

2) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75%

dengan benar dari total jawaban pertanyaan.

3) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari

total jawaban pertanyaan

C. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga disebut sebagai sebuah sistem sosial kecil yang terdiri

dari serangkaian bagian dan sangat bergantung dengan struktur internal

atau eksternal dan saling mempengaruhi (Friedmen, 2010 dalam

Wahyuni et al., 2021). Keluarga juga disebut sebagai sistem sosial karena

terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi secara

teratur antara satu dengan yang lain yang diwujudkan dengan adanya

saling ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam hal ini, keluarga mempunyai anggota yang terdiri dari ayah, ibu

dan anak atau sesama individu yang tinggal di rumah tangga tersebut

(Andarmoyo, 2012 dalam Harefa, 2019). Menurut Stuart (2014),

keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang dapat didefinisikan

dengan istilah kekerabatan yang berasal dari ikatan perkawinan dengan

menjadi orang tua. Dalam arti luas, anggota keluarga ialah mereka yang
34

memiliki hubungan personal dan saling timbal balik dalam menjalankan

kewajiban dan memberi dukungan yang disebabkan oleh kelahiran,

adopsi, maupun perkawinan (Wahyuni et al., 2021).

2. Fungsi Keluarga

Fridmen (2010) menjelaskan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga.

Fungsi keluarga difokuskan pada proses yang digunakan oleh keluarga

dalam mencapai segala tujuan. Di bawah ini dijelaskan beberapa fungsi

umum keluarga menurut Friedmen (Wahyuni et al., 2021):

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif dalam kelurga ialah suatu hal yang berhubungan

dengan fungsi-fungsi internal keluarga berupa kasih saying,

perlindungan, dan dukungan psikososial bagi para anggotanya.

Fungsi afektif dapat juga menjadi sumber energi yang menentukan

kebahagiaan keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi untuk

mencapai fungsi afektif antara lain:

1) Memelihara saling asuh (mutual nurtutance)

Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang serta dukungan

dari anggota keluarga lain, maka akan meningkatkan kemampuan

dalam memberi, sehingga terwujud hubungan hangat dan

mendukung. Syarat mencapai ini adalah dengan berkomitmen


35

pada setiap individu dan menjaga baik hubungan di dalam

keluarga.

2) Keseimbangan saling menghargai

Keseimbangan saling menghargai dapat terwujud apabila setiap

anggota keluargamenghargai hak, kebutuhan, dan tanggung

jawab anggota keluarga lain.

3) Pertalian dan identifikasi

Kekuatan besar di balik persepsi dan kepuasan dari keburuhan

individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih

sayang (attachment) yang digunakan secara bergantian.

Hubungan yang tercipta positif sedari kecil akan mempengaruhi

perilaku anak di masa mendatang, maka dari itu perlu adanya

proses identifikasi yang positif.

4) Keterpisahan dan kepaduan

Selama masa awal sosialisasi, keluarga membentuk tingkah laku

seorang anak, sehingga hal itu akan membentuk rasa memiliki

identitas untuk memenuhi keterpaduan (connectedness) yang

memuaskan. Setiap keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan

dan kebersamaan dengan cara yang unik, beberapa keluarga telah

memberikan penekanan pada satu sisi daripada sisi lain.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi yang berperan untuk proses

perkembangan individu agar menghasilkan interaksi sosial dan


36

membantu individu melaksanakan perannya dalam lingkungan

sosial.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi yaitu fungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomu dan sebagai tempat untuk mengembangkan

kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan.

e. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan

Fungsi ini berguna untuk mempertahankan keadaan kesehatan

anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Status

kesehatan anggota keluarga dipengaruhi oleh kemampuan keluarga

dalam melakukan perawatan atau pemeliharaan kesehatan.

3. Ciri-ciri Keluarga

Dalam bukunya, Wahyuni et al. (2021) menyebutkan beberapa ciri

keluarga, diantaranya:

a. Terorganisasi, ialah saling berhubungan, saling ketergantungan

antara anggota keluarga


37

b. Ada Keterbatasan, dalam hal ini keluarga memiliki kebebasan tetapi

juga memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya

masing-masing

c. Ada perbedaan dan Kekhususan, apabila setiap anggota keluarga

memiliki peranan dan fungsinya masing-masing

4. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri dari (Wahyuni et al., 2021):

a. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi dengan baik apabila

dilakukan secara terbuka, melibatkan emosi, konflik dapat selesai,

dan ada hierarti kekuatan. Sebaliknya, apabila komunikasi dalam

keluarga dilakukan secara tertutup, maka akan menimbulkan

kesalahpahaman dan kecanggungan yang berarti komunikasi tidak

berfungsi dengan baik.

b. Struktur Peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi yang diberikan. Maka pada struktur peran bisa bersifat

informal.

c. Struktur Kekuatan dan Struktur Nilai


38

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk

mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain, hak

(legitimate power), ditiru (referen power), keahlian (expert power),

hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affective power.

d. Norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota

keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma yaitu pola

perilaku yang diteruma pada lingkungan sosial tertentu lingkungan

keluarga, dan lingkungan masyarakat.

5. Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Wahyuni et al., 2021):

a. Tipe Keluarga Tradisional

1) Nuclear family, keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan

anak

2) Dyad family, ialah keluarga yang terdiri dari suami istri namun

tidak memiliki anak

3) Single parent, ialah keluarga yang memiliki satu orang tua

dengan anak yang terjadi akibat perceraian atau kematian

4) Single adult, kondisi dimana dalam rumah tangga hanya terdiri

dari satu orang dewasa yang tidak menikah

5) Extended family, yaitu keluarga dengan tambahan anggota

keluarga lain selain dari keluarga inti


39

6) Middle-aged or Erdely couple, ketika orang tua tinggal sendiri di

rumah karena anak-anaknya telah berumah tangga sendiri

7) Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan

dan menggunakan pelayanan bersama

b. Tipe Keluarga Non Tradisional

1) Unmarried parent and child family, ialah keluarga yang terdiri

dari orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan

2) Cohabitating couple, adalah orang dewasa yang tinggal bersama

tanpa ikatan perkawinan

3) Gay and lesbian family, yaitu seorang yang memiliki persamaan

jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-istri

4) Nonmaterial hetesexual cohabiting family, keluarga yang hidup

bersama tanpa adanya pernikahan dan sering berganti pasangan

5) Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki

hubungan darah dalam waktu sementara

D. Konsep Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah istilah kolektif untuk gangguan

metabolisme heterogen yang temuan utamanya adalah hiperglikemia

kronis. Penyebabnya adalah gangguan sekresi insulin atau gangguan efek

insulin atau biasanya keduanya (Petersmann et al., 2019). Pendapat lain

menyebutkan bahwa diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme

heterogen yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan


40

sekresi insulin. Penyakit gula ini merupakan penyakit berbahaya yang

mana mengakibatkan kematian akibat komplikasi yang ditimbulkan dari

penyakit diabetes mellitus. Perlunya menyelidiki adanya penyakit

diabetes mellitus sejak dini membuat penanganannya lebih cepat. Banyak

faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dapat menderita penyakit

Diabetes Mellitus (Diksa & Fithriasari, 2020).

Dengan kata lain diabetes mellitus adalah gangguan metabolism

heterogen yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat dari

ketidakseimbangan kadar inuslin dalam tubuh dan bisa mengakibatkan

kematian apabila tidak segera mendapatkan penanganan.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Adapun klasifikasi diabetes mellitus menurut Hans Tandra (2017) adalah

sebagai berikut:

a. Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik

insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin.

Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Gula

menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat

diangkut ke dalam sel. Diabetes tipe 1 juga disebut insulin-

dependent diabetes karena si pasien sangat bergantung pada insulin.

la memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mencukupi

kebutuhan insulin dalam tubuh. Karena biasanya terjadi pada usia


41

yang sangat muda, dulu diabetes tipe ini juga disebut juvenile

diabetes. Namun, kedua istilah ini kini telah ditinggalkan karena

diabetes tipe 1 kadang juga bisa ditemukan pada usia dewasa. Di

samping itu, diabetes tipe lain bisa juga diobati dengan suntikan

insulin. Oleh karena itu, sekarang istilah yang dipakai adalah

diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1 biasanya adalah penyakit otoimun,

yaitu penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem imun atau

kekebalan tubuh si pasien dan mengakibatkan rusaknya sel pankreas.

Teori lain juga menyebutkan bahwa kerusakan pankreas akibat

pengaruh genetik (keturunan), infeksi virus, atau malnutrisi.

b. Diabetes Tipe II

Diabetes tipe ini adalah jenis yang paling sering dijumpai.

Biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi bisa pula timbul

pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita diabetes adalah

tipe 2. Pada diabetes tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin,

tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik

sebagai kunci untuk memasukkan gula ke dalam sel. Akibatnya, gula

dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak perlu tambahan

suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat

untuk memperbaiki fungsi insulin itu, menurunkan gula,

memperbaiki pengolahan gula di hati, dan lain-lain.

c. Diabetes Pada Kehamilan


42

Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut diabetes

tipe gestasi atau gestational diabetes. Keadaan ini terjadi karena

pemben tukan beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan

resistensi insulin. Catatan IDF tahun 2015 ada 20,9 juta orang yang

terkena diabetes gestasi, atau 16,2% dari ibu hamil dengan

persalinan hidup. Kasus diabetes gestasi paling banyak ditemukan di

negara-negara di Asia Tenggara, lebih tinggi daripada di benua

Afrika, yang bisa berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan ibu

hamil. Diabetes semacam ini biasanya baru diketahui setelah

kehamilan bulan keempat ke atas, kebanyakan pada trimester ketiga

(tiga bulan terakhir kehamilan).

Setelah persalinan, pada umumnya gula darah akan kembali

normal. Namun, yang perlu diwaspadai adalah lebih dari setengah

ibu hamil dengan diabetes akan menjadi tipe 2 di kemudian hari. Ibu

hamil dengan diabetes harus ekstra waspada dalam menjaga gula

darahnya, rajin kontrol gula darah, dan memeriksakan diri ke dokter

agar tidak terjadi komplikasi, baik pada si ibu maupun si janin.

d. Diabetes yang Lain

Ada pula diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok di

atas yaitu diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang

mengganggu produksi insulin atau memengaruhi kerja insulin.

Penyebab diabetes semacam ini adalah:

1) Radang pankreas (pankreatitis)


43

2) Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis

3) Penggunaan hormon kortikosteroid

4) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol

5) Malnutrisi

6) Infeksi

3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Menuurut Hans Tandra (2017) faktor-faktor risiko timbulnya diabetes

mellitus sebagai berikut:

a. Keturunan

Apabila ibu, ayah, kakak, atau adik mengidap diabetes,

kemungkinan diri Anda terkena diabetes lebih besar daripada yang

menderita diabetes adalah kakek, nenek, atau saudara ibu dan

saudara ayah Anda. Sekitar 50% pasien diabetes tipe 2 mempunyai

orangtua yang menderita diabetes, dan lebih dari sepertiga pasien

diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Banyak

penelitian dilakukan untuk mencari penanda genetik pada kromosom

penderita diabetes tipe 1 dan 2, dan ditemukan pada pen derita

diabetes tipe 1 memang ada gen yang terkait dengan terjadinya

diabetes. Hal ini penting dilakukan screening dalam keluarga guna

mendeteksi sedini mungkin.

b. Ras atau Etnis

Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika,

Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai risiko lebih


44

besar terkena diabetes tipe 2. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut

dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus.

c. Obesitas

Mungkin kegemukan ini adalah faktor risiko yang paling

penting untuk diperhatikan. Sebab, melonjaknya angka kejadian

diabetes tipe 2 sangat terkait dengan obesitas. Menurunkan berat

badan bukan sekadar soal berdiet, tetapi juga menyangkut perubahan

gaya hidup, olahraga, meninggalkan sedentary lifestyle atau gaya

hidup santai. Semua ini harus dilakukan dengan penuh disiplin,

kesabaran, dan ketekunan.

d. Metabolic Syndrome

Sekitar 25 tahun yang lalu disebut sebagai Syndrome X, yaitu

ke adaan seseorang yang gemuk, menderita tekanan darah tinggi, dan

mempunyai kandungan gula dan lemak yang tinggi dalam darahnya.

Menurut World Health Organization (WHO) dan National

Cholesterol Education Program: Adult Treatment Panel III (NCEP-

ATP III), orang yang menderita metabolic syndrome adalah mereka

yang punya kelainan seperti tekanan darah tinggi lebih dari 140/90

mmHg, trigliserida darah lebih dari 150 mg/dl, kolesterol HDL

kurang dari 40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30,

lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm

pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria. Metabolic


45

syndrome makin banyak kita temukan di masyarakat modern ini.

Gaya hidup sekarang yang kurang gerak dan banyak makan

menyebabkan makin banyak orang yang mengidap diabetes,

hipertensi, obesitas, stroke, sakit jantung, nyeri sendi, dan lain-lain

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Dalam penelitian Lestari et al., (2021) disebutkan proses

terjadinya diabtes dimulai pada tahapan diabetes tipe I, sel beta pankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun, sehingga insulin tidak dapat

diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang

tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap

berada di dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial

(setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati. Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap

kembali semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak

dapat menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam

urine (kencing manis). Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine,

limbah ini akan disertai dengan ekskreta dan elektrolit yang berlebihan.

Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan

dapat menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus

(polidipsia).

Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein

dan lemak, yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi

kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah yang bersirkulasi


46

tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya insulin, semua

aspek metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi

di antara waktu makan, saat sekresi insulin minimal, namun saat sekresi

insulin mendekati, metabolisme lemak pada DM akan meningkat secara

signifikan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita

gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit

meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat memenuhi permintaan

insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat dan

diabetes tipe II akan berkembang (Lestari et al., 2021).

Pada DM 2 dapat dipengaruhi oleh faktor yang tidak dapat diubah

dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu umur,

jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor yang dapat diubah, yaitu

obesitas. Umur sangat mempengaruhi penyakit DM. Seseorang yang

mengalami proses penuaan, terjadi perubahan anatomi, fisiologi dan

biokimia didalam tubuh, sehingga dapat terjadi gangguan sekresi pada

hormon insulin dan mengakibatkan kadar glukosa dalam darah

meningkat. Selain umur, jenis kelamin juga dapat mempengaruhi DM.

Perempuan lebih beresiko terkena DM dikarenakan timbunan yang lebih

besar pada wanita dibandingkan pria. Selain itu, faktor genetik juga dapat

terlibat didalam fungsi organ yang dimana resiko seseorang terkena


47

diabetes melitus lebih tinggi ketika memiliki riwayat keluarga DM

(Azizah & Novrianti, 2022).

5. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Gejala dari penyakit DM yaitu antara lain (Lestari et al., 2021):

a. Poliuri (sering buang air kecil)

Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada

malam hari (poliuria), hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi

ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan dikeluarkan melalui

urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh

akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine

dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil.

Dalam keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5 liter, tetapi

pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat

dari jumlah ini. Sering merasa haus dan ingin minum air putih

sebanyak mungkin (poliploidi). Dengan adanya ekskresi urine, tubuh

akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah

tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus sehingga

penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar

dan air dalam jumlah banyak.

b. Polifagi (cepat merasa lapar)

Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga.

Insulin menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan

gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun
48

menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa

kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak

juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka

tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

menimbulkan alarm rasa lapar.

c. Berat badan menurun

Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup

dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah

lemak dan protein yang ada di dalam tubuh untuk diubah menjadi

energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak

terkendali bisa kehilangan sebanyak 500 gr glukosa dalam urine per

24 jam (setara dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh).

Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang

umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki kesemutan,

gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita

kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan

pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis) Simatupang (2017)

dalam (Lestari et al., 2021).

6. Diagnostik Diabetes Mellitus

Macam pemeriksaan diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu:

pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), pemeriksaan gula darah puasa

(GDP), pemeriksaan gula darah 2 jam prandial (GD2PP), pemeriksaan

hBa1c, pemeriksaan toleransi glukosa oral (TTGO) berupa tes ksaan


49

penyaring. Menurut Widodo (2014), bahwa dari anamnesis sering

didapatkan keluhan khas diabetes berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan

penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain yang

sering disampaikan adalah lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi dan pruritus vulvae. Diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan kadar gula darah sebagai berikut (Lestari et al., 2021):

a. Gula darah puasa > 126 mg/dl

b. Gula darah 2 jam > 200 mg/dl

c. Gula darah acak > 200 mg/dl.

Acuan ini berlaku di seluruh dunia, dan di Indonesia, Departemen

Kesehatan RI juga menyarankan untuk mengacu pada ketentuan tersebut.

Kemudian cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur HbA1c >

6,5% 6. Pra-diabetes adalah penderita dengan kadar glukosa darah puasa

antara 100 mg/dl sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa

antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl (IGT), atau kadar A1C antara

5,7– 6,4% 6,7” (Lestari et al., 2021).

7. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi diabetes melitus dapat muncul akibat adanya

perubahan metabolik yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural

dan fungsional dari makromolekul yang ada di dalam tubuh. Komplikasi

ini bisa berupa retinopati diabetikum, nefropati, neuropati, kardiomiopati

dan komplikasi makroangiopati seperti aterosklerosis. Komplikasi ini

juga dianggap sebagai penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas


50

pada pasien diabetes melitus. Faktor utama yang menyebabkan gangguan

biokimia iniantara lain dislipoproteinemia, stres oksidatif dan inflamasi.

Di lain pihak, faktor klinis tambahan yang mungkin berkontribusi antara

lain adalah hipertensi, obesitas viseral, resistensi insulin, hiperlipidemia

postprandial, hiperglikemia puasa dan postprandial. Peningkatan semua

faktor tersebut pada kondisi diabetes melitusakan secara kolektif

berkontribusi terhadap resistensi insulin dan disfungsi endotel lebih

lanjut (Prawitasari, 2019).

Sejumlah komplikasi yang timbul sebagai konsekuensi gangguan

vaskuler akibat diabetes seperti disebutkan diatas pada dasarnya akan

berefek pada rusaknya jaringan karena sel endotel (juga sel mesangial

dan Schwann ginjal) dan juga sel lainnya yang tidak dapat membatasi

transpor glukosa ditambah dengan stress oksidatif yang terjadi.

Kerusakan akibat gangguan proses metabolisme ini sering dihubungkan

dengan perubahan fungsi yang permanen dan ireversibel dari suatu sel,

terutama yang berhubungan dengan sistem vaskular yang mengarah pada

gangguan klinis pada mata, ginjal dan sistem syaraf. Penyebab paling

umum kondisi tersebut adalah aterosklerotik atau plak kolesterol yang

prosesnya dipercepat pada diabetes melitus (Prawitasari, 2019).

Cara stres oksidatif ikut berkontribusi terhadap disfungsi endotel

adalah melalui aktivasi protein kinase C, poliol, hexosamine dan jalur

nuclear factor kappa B (NFkB), melalui peningkatan dimethylarginine

asimetris dan produk AGE. Nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu
51

senyawa yang menjamin elastisitas tonus vaskuler diproduksi dari L-

arginin dan molekul oksigen (O2) melalui suatu proses ‘coupled’ oleh

endothelial nitric oxide synthase (eNOS) yang melibatkan nicotinamide

adenine dinucleotide fosfat (NADPH) dan tetrahydrobiopterin (BH4).

Pada penderita diabetes melitus, terjadi peningkatkan ketidakseimbangan

redoks (akibat peningkatan NADH / NADPH) dan ketersediaan BH4

yang menurun (akibat oksidasi) sehingga menyebabkan proses

'uncoupling' dari produksi NO di atas. Sebagai akibatnya, kondisi ini

akan menyebabkan terjadi transfer elektron dari O2 ke bentuk

superoksida (O2-). Superoksida yang terbentuk pada gilirannya akan

bereaksi dan mengkonsumsi NO, membentuk spesies radikal lain yaitu

oksidan peroxynitrite (OONO-) yang mengakibatkan peningkatan stres

oksidatif dan disfungsi endotel lebih lanjut (Prawitasari, 2019).

Disfungsi syaraf juga dapat berkembang sebagai komplikasi lain

dari pasien diabetes melitus. Berbagai penelitian yang telah dilakukan

mendukung anggapan bahwa stres oksidatif adalah pemicu biokimia

untuk disfungsi saraf skiatik dan berkurangnya aliran darah endoneurial

pada tikus diabetes. Di samping itu, glutathione dan aktifitas glutathione

peroksidase juga berkurang pada saraf skiatik tikus diabetes serta jumlah

vitamin E yang lebih rendah dibandingkan dengan hewan kontrol juga

ditemukan pada tikus ini. Produk peroksidasi lipid seperti

malondialdehydes juga meningkat pada penderita diabetes saraf skiatik.

Pengobatan tikus diabetes dengan insulin atau antioksidan dikaitkan


52

dengan perbaikan fungsi saraf pada kondisi hiperglikemia (Prawitasari,

2019)

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Pada kondisi hiperglikemia dapat dikontrol dengan terapi, baik

terapi farmakologi maupun terapi non-farmakologi (Setiawan and Yanto,

2020 dalam Azizah & Novrianti, 2022).

a. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi pada penderita DM memiliki peranan

yang sangat penting dalam menjaga kadar gula darah agar tetap

terkontrol selama pasien menjalani perawatan luka.

1) Algoritma Terapi

Pada Pasien DM Tipe 2 saat dilakukan pemeriksaan memiliki

HbA1c <7,5%, maka langkah yang harus dilakukan yaitu

(Perkeni, 2021 dalam Azizah & Novrianti, (2022) :

a) Modifikasi gaya hidup sehat dan monoterapi oral. Jika

pasien DM tipe 2 dilakukan pemeriksaan dan memiliki

HbA1c ≥7,5% atau pasien yang telah melakukan terapi step

1 dalam waktu 3 bulan tidak mencapai target, maka

dilakukan terapi langkah kedua.

b) Kombinasi 2 obat yang terdiri dari metformin ditambah

dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja berbeda.


53

c) Langkah ketiga diberikan jika langkah 1 dan 2 tidak

mencapai target HbA1c <7% selama 3 bulan. Jika pasien

memiliki HbA1c >9% saat dilakukan pemeriksaan tanpa

disertai dengan gejala dekompensasi metabolik atau

penurunan berat badan, maka diberikan langkah 4 dengan

terapi langkah 2 atau langkah 3, namun jika mengalami

dekompensasi metabolik maka diberikan langkah 4

d) Pemberian insulin dan obat hipoglikemik lainnya. Jika

pasien telah menjalankan terapi langkah 4 dengan atau

tanpa insulin, namun tidak mencapai target HbA1c <7%

selama 3 bulan, maka dilanjutkan dengan terapi langkah 5

e) Penambahan insulin.

2) Golongan Obat Antidiabetik Oral

a) Golongan Sulfonilurea

Secara klinik, efek dari sulfonilurea adalah untuk

menginduksi pelepasan insulin bebas glukosa pada sel

dengan cara menghambat fluks kalium dari kalium yang

bergantung dengan saluran ATP (KATP). Obat yang

termasuk golongan sulfonilurea dapat mengikat 1 atau 2

tempat pengikatan pada SUR1, mirip ATP, sehingga

menutup saluran KATP dan dapat mendepolarisasi

membran sel (Seino et al., 2012 dalam Azizah & Novrianti,

2022). Efek samping yang sering terjadi pada golongan


54

sulfonilurea adalah hipoglikemia, terutama pada glyburide

atau glibenclamide dan generasi pertama. Obat-obatan

tersebut harus dihindari pada pasien yang memiliki risiko

tertinggi terkena hipoglikemia, seperti orang tua, penderita

gizi buruk, penderita dengan riwayat penyakit ginjal, hati

serta kardiovaskular secara bersamaan. Banyak penderita

lansia serta penderita dengan riwayat penyakit ginjal sangat

sensitif terhadap sulfonilurea, sehingga pada dosis rendah

ataupun lebih tinggi dapat menyebabkan hipoglikemia.

Terapi jangka panjang sulfonilurea harus dilanjutkan selama

obat tetap mempertahankan kontrol glukosa tanpa terkena

hipoglikemia (Thulé and Umpierrez, 2014 dalam Azizah &

Novrianti, 2022).

b) Golongan Meglitinide

Pada penelitian Razzaghy-Azar et al (2021), pasien

yang mendapat terapi golongan meglitinide seperti

repaglinide sangat efektif dalam mempertahankan kadar

glukosa darah tanpa terkena hipoglikemia serta tida

menunjukkan adanya efek samping selama 9 dan 10 rahun

masa tindak lanjut. Selain itu, memiliki pertumbuhan dan

perkembangan yang normal, kadar HbA1C normal, serta

tidak memiliki komplikasi diabetes serta kerusakan


55

neurologis selama masa tindak lanjut (Razzaghy-Azar et al.,

2021 dalam Azizah & Novrianti, 2022).

c) GLP-1 Agonis dan DPP Inhibitor

Dipeptdyl Peptidase 4 (DPP-4) dan Glukagon Like

Peptide 1 (GLP-1) reseptor agonis merupakan terapi pilihan

yang efektif dalam mengobati hiperglikemia yang diinduksi

steroid, walaupun terdapat data terbatas mengenai

keefektifan keduanuya. Hormon inkretin, GLP-1 serta

Glukosa-dependen insulinotropic polipeptida (GIP),

dilepaskan oleh usus setelah makan dan dapat merangsang

pankreas agar melepaskan insulin dari sel, dan GLP-1 dapat

menghambat sekresi glukagon dari sel yang dapat

mengakibatkan penurunan darah postprandial glukosa

( Katsuyama et al., 2015 dalam Azizah & Novrianti, 2022).

d) Metformin

Dalam penelitian yang dilakukan Azizah & Novrianti

(2022), tidak terdapat laporan kasus hipoglikemia pada saat

menggunakan terapi metformin. Risiko terjadinya

hipoglikemia jarang terjadi, namun bukan berarti tidak

terjadi, pasien tetap harus disarankan penggunaan

metformin bersamaan dengan makanan, agar

meminimalkan efek samping pada gastroinstentinal serta

meminimalkan risiko hipoglikemia. Efek yang kuat dari


56

metformin dalam penurunan glukosa adalah kompleks dan

kemungkingan dicapai melalui pengobatan multifaktor

farmasi bersamaan dengan gaya hidup yang keduanya

merupakan faktor penting dalam terapi diabetes tipe 2. Oleh

karena itu, dari tahun ketahunnya, terapi metformin menjadi

pengobatan lini pertama dalam terapi glikemik pada pasien

diabetes tipe 2 (Azizah & Novrianti, 2022).

e) SGLT-2 Inhibitor

Golongan obat penghambat SGlT-2 merupakan salah satu

obat pilihan pada pasien dengan PKVAS (Penyakit

Kardiovaskular Aterosklerotik) atau resiko tinggi terkena

PKVAS, gagal jantung atau penyakit ginjal kronik (Perkeni,

2021 dalam Azizah & Novrianti (2022).

f) Alfa Glukosidase Inhibitor

Enzim Alfa-Glukosidase merupakan salah satu enzim yang

berperan penting dalam proses hidrolisis karbohidrat

menjadi glukosa. Ketika enzim alfaglukosidase dihambat,

maka akan terjadi penundaan pada penyerapan glukosa.

Obat yang termasuk dalam golongan alfa-glukosidase yaitu

acarbose. Acarbose merupakan obat yang dapat menangani

DM Tipe 2 dengan menghambat kerja enzim alfa-


57

glukosidase (Khatri and Juvekar, 2014 dalam Azizah &

Novrianti, 2022).

3) Insulin

Pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 dapat

menimbulkan efek samping, seperti obesitas, hipoglikemi,

lipodistropi, osteoporosis serta reaksi alergi terhadap insulin,

namun efek samping tersebut jarang dirasakan atau terjadi pada

pasien DM tipe 2. Jika efek samping tersebut dirasakan pada

pasien DM tipe 2, maka akan disarankan penyesuaian dosis

basal pada pasien rawat jalan yang dapat dilakukan dengan

menambahkan 2-4 unit setiap 3-4 hari jika sasaran belum

tercapai. Jika sasaran pada glukosa darah basal (puasa) telah

tercapai, sedangkan pada HbA1C masih belum tercapai target,

maka akan dilakukan pengendalian glukosa darah prandial

(meal-related). Basal insulin merupakan regimen yang sangat

mudah untuk diberikan dengan insulin dimulai dari 10 unit per

hari atau 0,1-0,2 units/kg/hari, tergantung dari tingkat

hiperglikemia (Zaim, Purwantyastuti and Nafrialdi, 2021 dalam

Azizah & Novrianti, 2022).

Penggunaan insulin biasanya dilakukan secara subkutuan

(dibawah kulit) dengan suntikan ataupun pompa insulin. Insulin

dapat juga dilakukan secara intravena. Untuk saat ini terdapat

insulin manusia atau Human Insulin dan analog insulin. Menurut


58

Perkeni (2019), terapi insulin basal dapat diawali dengan terapi

Insulin manusia atau Human Insulin. Keduanya memiliki

efektivitas yang sama dalam target pencapaian mengendalikan

kadar glukosa darah, namun terapi insulin analog memiliki

fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan Insulin Manusia atau

Human Insulin (Perkeni, 2019 dalam Azizah & Novrianti,

2022).

b. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologis seperti olahraga atau aktivitas fisik

dapat berguna sebagai pengendalian kadar gula darah serta

penurunan berat badan pada penderita DM, salah satunya senam kaki

diabetes yang membantu melancarkan peredaran darah pada bagian

kaki (Rondonuwu, Bataha and Rompas, 2016 dalam Azizah &

Novrianti, 2022).

9. Perilaku Pencegahan Komplikasi Diabetes Mellitus

a. Aktivitas Jasmani

Aktifvitas jasmani merupakan setiap gerakan tubuh yang diakibatkan

kerja otot rangka dan meningkatkan pengeluaran tenaga serta energi

yang penting dilakukan bagi penderita diabetes (P2PTM Kemenkes

RI, 2019). Olahraga merupakan salah satu bentuk spesifik aktivitas

jasmani yang terstruktur dan dirancang untuk meningkatkan

kebugaran fisik. Baik aktivitas fisik maupun olahraga ditunjukkan

untuk memperbaiki control glukosa darah, mengurangi faktor risiko


59

kardiovaskular, menurunkan berat badan, dan meningkatkan

kesehatan. Aktivitas jasmani yang dianjurkan untuk penderita

diabetes adalah olahraga aerobic low impact dan rithmis seperti

jogging, jalan kaki, senam, berenang, dan naik sepeda. Porsi

aktivitas jasmani juga harus diperhatikan latihan yang berlebihan

akan merugikan kesehatan, sedangkan aktivitas jasmani yang terlalu

sedikit tidak begitu bermanfaat seperti hanya beraktivitas santai di

rumah misalnya menonton TV, mengobrol dengan anggota keluarga

sepanjang hari (ADA, 2017). Penderita diabetes juga dianjurkan

untuk melakukan aktivitas fisik yang lain di rumah seperti mengepel,

menyapu, dll. Hasil penelitian menurut (Wahyu & Anna, 2017)

menunjukkan pemberian perlakuan jalan kaki ringan 30 menit sangat

penting bagi penderita diabetes melitus tipe 2 hal ini terbukti bisa

menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus.

Sebagian besar mempunyai kadar gula darah acak dalam kategori

diabet yaitu 20 responden (83%), sesudah di lakukan perlakuan jalan

kaki ringan 30 menit sebagian besar responden mempunyai kadar

gula darah acak dalam kategori diabet yaitu 14 responden (58.3%)

b. Pola Makan

Pengaturan pola makan untuk penderita diabetes dikenal dengan

“3J” yaitu (Klinik Diabetes Nasional, 2020):

1) Jenis
60

Minyak, gula, dan garam menjadi sumber makanan yang harus

dibatasi bagi orang dengan diabetes. Penderita diabetes dapat

membatasi gula dengan maksimal 3 sendok makan/hari, garam 1

sendok teh/hari, dan minyak 5 sendok makan/hari. Diet yang

bersumber pada makanan karbohidrat kompleks yang berserat

tinggi (misal: nasi merah, oatmeal, roti gandum, buah, sayuran

hijau, kacangkacangan). Menurut KDN (2020), penderita DM

dapat mengonsumsi buah-buahan 2-3 kali dalam sehari.

Dianjurkan untuk menghindari makanan berlemak tinggi seperti

gorengan, makanan bersantan, jeroan. Cara memasak makanan

yang dianjurkan untuk penderita diabetes yaitu dengan dikukus,

direbus, ditumis, dan dipanggang. Cara memasak seperti ini

dapat mengurangi asupan lemak jenuh atau kolesterol jahat

untuk penderita diabetes.

2) Jadwal makan yang teratur

Jadwal makan yang baik mencakup keteraturan jam makan

dengan jumlah kalori harian yang terbagi rata serta kesesuaian

waktu dengan jenis dan frekuensi obat/insulin yang dipakai oleh

diabetesi. Penderita diabetes dianjurkan makan 3 kali sehari

diselingi dengan cemilan 2 kali per hari.Jumlah kalori/ porsi

makan kecil yang terbagi dan disesuaikan dengan kebutuhan

individu. Jumlah kalori yang dianjurkan untuk diabetesi per hari

adalah sebesar 25 – 30 kalori per kilogram berat badan ideal.


61

Sebelum makan, sebaiknya penderita diabetes memperhatikan

komposisi makanan terlebih dahulu.

c. Penggunaan Obat

Insiaj (2019) mengemukakan aspek kepatuhan dalam penggunaan

obat oral maupun insulin antara lain:

1) Minum obat oral maupun insulin sesuai dengan waktu yang

dianjurkan, yaitu dengan tidak mengubah jam minum obat yang

telah ditentukan.

2) Tidak mengganti obat dengan obat lain yang tidak dianjurkan,

yaitu dengan tidak melakukan penggantian obat dengan obat

lain yang tidak dianjurkan tanpa sepengetahuan dokter.

3) Jumlah obat yang dikonsumsi sesuai dengan dosis yang

ditentukan, yaitu dengan tidak mengurangi atau menambah

jumlah dosis yang dikonsumsi.

4) Ketika obat yang digunakan telah habis, segera control kembali

ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan terapi obat yang

digunakan

d. Pola Kontrol Kadar Gula Darah

Menurut Rahmawati (2015) menyebutkan bahwa kontrol kadar gula

darah dilakukan tidak hanya saat terdapat keluhan, tetapi harus

dilakukan secara teratur dan berkala minimal 3 bulan sekali yang

meliputi pemeriksaan kadar gula puasa atau kadar gula darah 2 jam

setelah makan. Batas kadar glukosa darah puasa yaitu ≥ 126 mg/dL
62

sedangkan batas kadar gula darah 2 jam setelah makan yaitu ≥ 200

mg/dL. Penderita DM mampu membandingkan hasil kadar gula

darah dengan jumlah yang ditargetkan, supaya gula darah dapat

terkontrol dengan baik. Ketika penderita DM merasa badan tidak

sehat seperti pusing, lemas, berkeringat dingin, gemeteran, segera

untuk melakukan cek gula darah karena jika dibiarkan akan

menimbulkan terjadinya komplikasi diabetes. Kontrol kadar gula

darah ini dapat dilakukan sendiri di rumah jikamempunyai alat

pemeriksaan kadar gula darah atau penderita diabetes dapat

melakukan kontrol di pelayanan kesehatan


63

E. Kerangka Konseptual

Faktor yang Mempengaruhi


Tingkat Pengetahuan : Pengetahuan :
Tahu Umur

Memahami Tingkat pendidikan

Aplikasi Pekerjaan

Analisis Minat
Pengalaman
Sintesis
Sumber informasi
Evaluasi
Bentuk Media Cetak :
Booklet
Penyuluhan dengan Leaflet
Leaflet

Poster

Flyer

Flip chart

Rubrik
Pendidikan Kesehatan tentang
Foto
Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus pada Keluarga
Penderita Diabetes Mellitus

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Gejala Diabetes Mellitus

Komplikasi Diabetes Mellitus

Pencegahan Diabetes Mellitus

Pengobatan Diabetes Mellitus


64

F. Kerangka Konsep

Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Pengetahuan
Keluarga Penderita Keluarga Penderita
Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus
Edukasi melalui
(Pre test) (Post test)
Media Leaflet

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan

baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2015).

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitain ini adalah sebagai

berikut:

1. Hipotesis Kerja (Ha)

Adanya Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaflet Terhadap

Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus Tentang

Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun.
65

2. Hipotesis Nihil (Ho)

Tidak terdapat Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaflet

Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus

Tentang Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,

Kabupaten Madiun
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sebuah rencana yang membimbing peneliti

dalam proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi observasi (Nachmias

dan Nachmias, 1976). Desain penelitian berperan sebagai strategi yang

dirancang peneliti untuk menghubungkan setiap elemen penelitian dengan

sistematis sehingga dalam menganalisis dan menentukan fokus penelitian

menjadi lebih efektif dan efisien.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra experiment dengan

desain one group pre-posttest design. Metode penelitian eksperimen

merupakan metode percobaan untuk mempelajari pengaruh dari variabel

tertentu terhadap variabel yang lain, melalui uji coba dalam kondisi khusus

yang sengaja diciptakan (Fathoni, 2006). Metode penelitian eksperimen

dimaksudkan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan

cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih

kondisi eksperimen. Metode pre-experimental design belum merupakan

eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut

berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat.

Penelitian ini menggunakan desain one group pre-posttest design.

Desain penelitian jenis ini merupakan penelitian eksperimen yang

dilaksanakan pada satu kelompok saja yang disebut sebagai kelompok

eksperimen tanpa ada kelompok pembanding (Arikunto, 2006). Pengukuran


67

penelitian dilakukan dengan menggunakan pre-test yang dilaksanakan

sebelum diberikan intervensi dan post-test yang dilaksanakan setelah

diberikan intervensi. Intervensi yang dimaksud yaitu pemberian edukasi

dengan menggunakan media leaflet.

Berikut merupakan gambaran desain penelitian quasy experiment with

one group pre-posttest design:

O1 X O2

Keterangan:
O1 : Pre-test
O2 : Post-test
X : Intervensi (pemberian edukasi tentang penggunaan insulin pada
penderita diabetes mellitus dengan menggunakan media leaflet)

Gambar 3.1 Desain Penelitian Pre Experiment with One Group Pre-Posttest
Design

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan tempat dimana interaksi dalam situasi

sosial sedang berlangsung (Sugiyono, 2016). Penelitian ini dilaksanakan di

Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

Waktu penelitian merupakan batas waktu dimana pengambilan data

diambil (Notoadmodjo, 2016). Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan

dengan rentang waktu Agustus-Desember 2022.


68

C. Kerangka Kerja

Populasi
Keluarga penderita diabetes mellitus di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,
Kabupaten Madiun sejumlah xx orang

Sampling
Purposive sampling

Sampel
Sebagian keluarga penderita diabetes mellitus di Desa Purworejo,
Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun sejumlah xx orang

Pengumpulan Data
Kuesioner

Analisa Data
Wilcoxon Signed Rank Test

Penarikan Kesimpulan
Ha : Ada Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaflet Terhadap
Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus Tentang
Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten
Madiun
Ho : Tidak Ada Pengaruh Pemberian Edukasi Melalui Media Leaflet
Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus
Tentang Pemberian Insulin Di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,
Kabupaten Madiun

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Pengaruh Pemberian Edukasi melalui Media


Leaflet terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes Mellitus
tentang Pemberian Insulin di Desa Purworejo, Kecamatan Gegerm Kabupaten
Madiun
69

D. Sampling Desain

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini yaitu

keluarga penderita diabetes mellitus di Desa Purworejo, Kecamatan

Geger, Kabupaten Madiun sejumlah xx orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Jika populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari seluruh yang ada pada populasi karena

keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi tersebut. Sampel yang digunakan

dalam suatu penelitian harus representatif atau mewakili populasi dengan

sesungguhnya (Sugiyono, 2016).

Penelitian ini menggunakan sampel sebagian keluarga penderita

diabetes mellitus di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun sejumlah xx orang. Perolehan sampel berdasarkan perhitungan

menggunakan rumus slovin yaitu sebagai berikut:

N
n= 2
1+ N (e )

Keterangan:

N : besar populasi
70

n : besar sampel yang akan dicari

e : error margin/tingkat kesalahan (5%)

Sampel yang representatif dapat ditentukan dengan berbagai metode.

Metode dalam menentukan sampel yang diterapkan dalam penelitian ini

yaitu purposive sampling. Purposive sampling merupakan suatu metode

dalam menentukan sampel dengan memiliki ketentuan-ketentuan yang

sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2016). Adapun kriteria

sampel yaitu sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita diabetes

mellitus di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun

2) Bisa baca tulis

3) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi informed

consen

b. Kriteria eksklusi

1) Bukan keluarga dari penderita diabetes mellitus di Desa

Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.

E. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap suatu hal lainnya. Variabel dikarakteristikkan sebagai derajat,

jumlah, dan perbedaan. Selain itu, variabel merupakan konsep dari berbagai

level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran atau
71

manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2013). Variabel dibagi menjadi 2

jenis, yaitu variabel dependen dan variabel independen.

1. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel bebas yang menstimulasi atau

mempengaruhi terhadap perubahan yang terjadi pada variabel dependen

(Sugiyono, 2016). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu

Edukasi melalui Media Leaflet.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel terikat, dimana variabel ini yang

dipengaruhi atau akibat dari adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016).

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Pengetahuan Keluarga

Penderita Diabetes Mellitus.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari

objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan

oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono, 2016). Definisi variabel-variabel penelitian harus dirumuskan

untuk menghindari kesesatan dalam mengumpulkan data. Dalam

penelitian ini, definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor
Variabel Salah satu Durasi: 30 SAP - -
independen: proses menit
Edukasi pembelajar Materi yang
melalui an dari disampaikan:
Media tidak tahu Penatalaksanaa
Leaflet menjadi n pasien DM
72

tahu yang sub topik


memanfaat terapi insulin
kan leaflet
sebagai
media
pembelajar
an dengan
tujuan
mempengar
uhi cara
individu
mengontrol
kesehatann
ya.
Variabel Hasil dari Kuesioner Kuesioner Ordinal Pengetahuan
dependen: tahu yang yang terdiri baik: 19-24
Pengetahuan diperoleh atas 24 pertanyaan
Keluarga melalui pertanyaan (76-100 %)
Penderita pengindera yang meliputi:
Diabetes an manusia 1. Pengertian Pengetahuan
Mellitus terhadap terapi cukup: 14-
objek insulin 18
tertentu 2. Area pertanyaan
dimana penyuntika (56-75%)
dalam hal n insulin
ini hasil 3. Cara Pengetahuan
tahu terkait penyuntika kurang: 1-
penyakit n insulin 13
diabetes 4. Hal-hal pertanyaan
mellitus yang perlu (<56%)
bagi pihak diperhatika
keluarga n yang
penderita meliputi
efek
samping
insulin,
cara
penyimpan
an insulin
dan ciri
insulin
yang tidak
layak pakai
atau rusak.
73

G. Pengumpulan dan Analisa Data

1. Pengumpulan Data

Dalam menyusun penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan yaitu

sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan judul penelitian dan brainstorming kepada dosen

pembimbing.

b. Peneliti melakukan perbaikan brainstorming berdasarkan saran dosen

pembimbing.

c. Judul penelitian dan brainstorming yang telah disetujui dosen

pembimbing kemudian disusun menjadi usulan proposal skripsi.

d. Peneliti menyusun usulan proposal skripsi.

e. Peneliti mengajukan surat pengantar izin penelitian dan permohonan

data awal kepada Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Geger,

Kabupaten Madiun.

f. Peneliti menentukan kriteria responden untuk kemudian disampaikan

kepada pihak Puskesmas Kecamatan Geger.

g. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden terkait

kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian ini. Calon responden

yang bersedia hendaknya mengisi formulir persetujuan menjadi

responden.

h. Peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada calon

responden yang menyetujui berpartisipasi dalam penelitian ini.

i. Peneliti menyiapkan alat untuk pelaksanaan penelitian.


74

j. Peneliti menyiapkan lokasi penelitian yang nyaman bagi responden.

k. Peneliti melangsungkan penelitian dengan memberikan edukasi

kepada responden melalui media leaflet dan memberikan kuesioner

kepada responden. Kuesioner diberikan sebanyak dua kali yaitu

sebelum dan sesudah pemberian edukasi dengan media leaflet.

l. Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

m. Peneliti memeriksa kembali apakah kuesioner yang diisi responden

sebelum dan sesudah pemberian edukasi dengan media leaflet

memiliki jumlah dan kelengkapan yang sama.

n. Peneliti memberikan kode pada masing-masing hasil penelitian untuk

kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori kode.

o. Peneliti melakukan analisis data untuk kemudian diolah dan disusun

menjadi laporan hasil penelitian.

p. Peneliti menyusun laporan hasil penelitian.

q. Peneliti melaporkan laporan hasil penelitian kepada dosen

pembimbing dan dosen penguji.

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan instrumen

penelitian yaitu kuesioner, leaflet, dan SAP. Instrumen penelitian

merupakan seperangkat alat yang akan digunakan dalam pengumpulan

data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto, 2019).


75

a. Kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini untuk mengukur variabel

dependen yaitu pengetahuan keluarga penderita Diabetes Mellitus

tentang pemberian insulin bagi anggota keluarga penderita Diabetes

Mellitus. Kuesioner terdiri atas 24 pertanyaan dengan klasifikasi

sebagai berikut:

1-3 soal berisi tentang pengertian insulin, 4-6 soal berisi

tentang area penyuntikan insulin, 7-9 soal berisi tentang cara

penyuntikan insulin, 10-15 soal berisi tentang efek samping insulin,

16-19 soal berisi tentang cara penyimpanan insulin, 20-24 soal berisi

tentang ciri insulin yang tidak layak pakai atau rusak.

Ketentuan jawaban dari kuesioner dinyatakan dengan Benar

dan Salah dengan nilai Benar yaitu 1 dan nilai Salah yaitu 0. Total

skor dengan presentase baik jika >76% dengan menjawab minimal 19

jawaban benar, pengetahuan cukup dengan presentase 56-75%

dengan menjawab 14-18 pertanyaan, dan pengetahuan kurang dengan

presentase <56% dengan menjawab maksimal 13 pertanyaan benar

b. Leaflet

Leaflet merupakan instrumen pada variabel independen yang

merupakan media edukasi. Leaflet berisi tentang informasi-informasi

terapi insulin, yang meliputi pengertian, area penyuntikan, cara

penyuntikan, efek samping, cara penyimpanan, dan ciri-ciri insulin

yang tidak layak pakai.


76

c. SAP

SAP atau satuan acara penyuluhan merupakan instrumen variabel

independen yang berisi tata cara pelaksanaan edukasi bagi responden

yaitu keluarga dari penderita Diabetes Mellitus. SAP disusun dengan

durasi 30 menit dan materi yang disampaikan yaitu penatalaksanaan

pasien Diabetes Mellitus dengan sub topik terapi insulin.

2. Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses dalam memperoleh dan mengelola

data secara teratur yang diperoleh dari proses pengumpulan data yang

telah dilakukan sebelumnya (Sugiyono, 2016). Data yang telah

terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pengelolaan

data. Analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini bertujuan

dalam menjawab pertanyaan yang tercantum dalam identifikasi masalah.

Dalam analisis data, dimulai dengan pengolahan data sebelum kemudian

data di entry kedalam sistem analisis data (SPSS). Pengolahan data

dimulai dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Merupakan kegiatan memeriksa kelengkapan serta kejelasan data

yang diperoleh dari responden. Data yang telah terkumpul melalui

lembar observasi dan kuesioner diseleksi berdasarkan kriteria sampel

(Notoadmodjo, 2012).
77

b. Coding

Merupakan proses identifikasi dan klasifikasi data dengan

menggunakan beberapa tanda atau simbol pada tiap jawaban

responden berdasarkan variabel yang diteliti (Notoadmodjo, 2012).

Berikut ini merupakan kode yang digunakan dalam penelitian ini:

1) Nama : Inisial

2) Jenis kelamin :

Laki-laki :1

Perempuan :2

3) Usia :

< 20 tahun :1

21-30 tahun :2

31-40 tahun :3

41-50 tahun :4

>51 tahun :5

4) Pendidikan terakhir :

Tidak sekolah :1

SD :2

SMP :3

SMA :4

Perguruan tinggi :5

5) Pekerjaan :

IRT :1
78

Wiraswasta :2

PNS :3

Petani :4

Lainnya :5

c. Entry data

Entry data yang peneliti lakukan menggunakan program microsoft

excel. Penggunaan program microsoft excel untuk memudahkan

peneliti sebelum data dimasukkan dalam software SPSS

d. Cleaning

Cleaning adalah proses untuk membersihkan dari kesalahan

pengisian data karena kesalahan pada waktu proses entry atau

tabulasi data. Kesalahan pengisian data dari skala interval atau rasio

yang sering terjadi adalah terlalu banyak angka "0" bila dibandingkan

dengan angka yang berada pada kuesioner

e. Tabulating

Dalam tahap ini dilakukan penataan data kemudian menyusun data

dengan membuat tabel distribusi frekuensi berdasarkan kriteria.

Peneliti menggunakan software SPSS untuk membantu perhitungan

statistika. Uji statistika yang dimaksud meliputi analisis distribusi

frekuensi dan wilcoxon signed rank test.

Data yang telah melalui proses pengolahan kemudian dilakukan analisis

berdasarkan pengelompokan data, yaitu data umum dan data khusus.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:


79

a. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk melakukan analisis data

satu variabel penelitian. Analisis ini digunakan untuk menguji

hipotesis penelitian dan menarik kesimpulan. Tujuan dari analisis ini

untuk memperoleh data, mendeskripsikan dan meringkasnya, serta

menganalisis pola didalamnya (Hayati, 2020). Rumus analisis

univariat yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

P : Presentase

X : Jumlah kejadian pada responden

N : Jumlah seluruh responden

Analisis univariat merupakan metode analisis yang paling

mendasar terhadap suatu data. Seluruh laporan mayoritas

menggunakan analisis univariat untuk menggambarkan suatu

fenomena yang diteliti. Model analisis univariat dapat berupa

menampilkan angka hasil pengukuran, ukuran tendensi sentral,

ukuran dispersi/deviasi/variability, penyajian data ataupun

kemiringan data.

Angka hasil pengukuran dapat ditampilkan dalam bentuk

angka atau sudah diolah menjadi prosentase, ratio, prevalensi. Ukuran

tendensi sentral meliputi perhitungan mean, median, kuartil, desil

persentil, dan modus. Ukuran disperse meliputi hitungan rentang,


80

deviasi rata-rata, variasi, standar deviasi, koefisien variasi. Penyajian

data dapat dalam bentuk narasi, tabel, grafik, diagram, maupun

gambar. Kemiringan suatu data erat kaitannya dengan model kurva

yang dibentuk data.

b. Analisis bivariat

Analisis univariat merupakan metode analisis data dengan tujuan

mengetahui adanya hubungan ataupun pengaruh antara dua kumpulan

nilai yang dalam penelitian ini melibatkan variabel tingkat kecemasan

dan tekanan darah. Rumus analisis bivariat yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

N : Jumlah seluruh responden

X : Pertanyaan nomor ke-x

Y : Skor total

XY : Skor pertanyaan nomor ke-x yang dikalikan dengan skor total

Apabila dari perhitungan didapatkan nilai signifikansi (p) lebih kecil

dari taraf kesalahan 5% (0,05) maka hipotesis (H1) diterima dan H0

ditolak yang artinya ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Jika didapatkan nilai signifikansi (p) lebih besar dari taraf

kesalahan 5% (0,05) maka hipotesis (H1) ditolak dan H0 diterima

yang artinya tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat (Sugiyono, 2016).


81

H. Etik Penelitian

Etika penelitian dalam keperawatan merupakan masalah yang penting

mengingat penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia. Oleh sebab

itu, etika penelitian harus diperhatikan. Menurut Hidayat (2012), dalam

melaksanakan penelitian peneliti harus memahami hak manusia, karena

memiliki kebebasan untuk menentukan dirinya. Menurut Hidayat (2012),

etika yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah untuk memberi pemahaman kepada subjek

mengenai maksud dan tujuan penelitian

2. Anonimity

Anonimity berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar

pengumpulan data (kuesioner). Masalah etika keperawatan merupakan

masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau lembar hasil penelitian yang akan disajikan.


82

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset

4. Privacy

Identitas klien tidak akan diketahui oleh orang lain dan bahkan peneliti itu

sendiri sehingga responden dapat secara bebas untuk menentukan jawaban

dari kuesioner tanpa takut oleh intimidasi orang lain


DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Ernyasih, & Srisantyorini, T. (2020). Edukasi Adaptasi Perubahan


Iklim Dalam Perspektif Islam Pada Mahasswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Jakarta (Pskm Fkm Umj). Muhammadiyah Public Health Journal, 1(2723–
4266), 1–77.

Ariontang. (2018). Gambaran Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Terhadap


Penyakit Diabetes Melitus Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsu Mitra Sejati
Tahun 2018. In World Development (Vol. 1, Issue 1).

Azizah, S. A., & Novrianti, I. (2022). Pharmacotherapy Of Diabetic Mellitus : A


Review Review : Farmakoterapi Diabetes Melitus. 5(2), 80–91.

Booth, W., Halawa, A., & Nancye, P. M. (2015). Kepatuhan Diet Pada Penderita
Dm Di Club Diabetes Melitus.

Diksa, I. G. B. N., & Fithriasari, K. (2020). Analisis Faktor Resiko Penyebab


Diabetes Mellitus Dengan Regresi Logistik Biner. Inferensi, 4(1), 69.
Https://Doi.Org/10.12962/J27213862.V4i1.8480

Dinas Kesehatan Madiun. (2021). Riskesdas Madiun. Journal Of Chemical


Information And Modeling, 53(9), 1689–1699.

Hans Tandra. (2017). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes.

Haswan, F., & Al-Hafiz, N. W. (2017). Aplikasi Game Edukasi Ilmu Pengetahuan
Alam. Riau Journal Of Computer Science, 3(1), 31–40.

Hidayah, M., & Sopiyandi, S. (2019). Efektifitas Penggunaan Media Edukasi


Buku Saku Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Kepatuhan Diet Pasien
Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas. Pontianak Nutrition
Journal (Pnj), 1(2), 66. Https://Doi.Org/10.30602/Pnj.V1i2.290

Hidayatus Sya‟Diyah, Liestyaningrum, W., Rachmawati, D. S., Kirana, S. A. C.,


Kertapati, Y., Mutyah, D., & Andreyanto, M. F. (2020). Hubungan Antara
Tingkat Spiritual Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Wilayah Kerja
Dinas Sosial Surabaya Hidayatus Sya ‟ Diyah , Wiwiek Liestyaningrum ,
Dhian Satya Rachmawati , Sukma Ayu Candra Kirana , Yoga Kertapati ,
Diyan Mutyah , Mohammad Fathur. Urnal Ilmiah Keperawatan Stikes Hang
Tuah Surabaya, 15(1), 44–57.

Idf. (2021). International Diabetes Federation. In Diabetes Research And Clinical


Practice (Vol. 102, Issue 2). Https://Doi.Org/10.1016/J.Diabres.2013.10.013
84

Kusaeri, S. K. M., Haiya, N. N., & Ardian, I. (2020). Promosi Kesehatan Dengan
Metode Focus Group Discussion Dapat Mempengaruhi Pengetahuan Tentang
Diabetes Melitus. Bima Nursing Journal, 1(1), 113.
Https://Doi.Org/10.32807/Bnj.V1i2.490

Lestari, L., Zulkarnain, Z., & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review
Etiologi, Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara
Pengobatan Dan Cara Pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi,
7(1), 237–241.

Lizuarni, C. S. (2017). Pengaruh Media Leaflet Dan Poster Terhadap


Pengetahuan Dan Sikap Pasien Diabetes Melitus Yang Berkunjung Pada
Rsud Nagan Raya Aceh Tahun 2016.

Mahendra, D. (2019). Buku Ajar Promosi Kesehatan. Program Studi Diploma


Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi Uki, 1–107.

Megawati, F., Agustini, N. P. D., & Krismayanti, N. L. P. D. (2020). Studi


Retrospektif Terapi Antidiabetik Pada Penderita Diabetes Melitus Rawat
Inap Di Rumah Sakit Umum Ari Canti Periode 2018. Jurnal Ilmiah
Medicamento, 6(1), 28–32.
Https://Doi.Org/10.36733/Medicamento.V6i1.718

Munir Yusuf. (2018). Pengantar Ilmu Pendidikan. Lembaga Penerbit Kampus


Iain Palopo, 126.

Petersmann, A., Müller-Wieland, D., Müller, U. A., Landgraf, R., Nauck, M.,
Freckmann, G., Heinemann, L., & Schleicher, E. (2019). Definition,
Classification And Diagnosis Of Diabetes Mellitus. Experimental And
Clinical Endocrinology And Diabetes, 127(Suppl 1), S1–S7.
Https://Doi.Org/10.1055/A-1018-9078

Prawitasari, D. S. (2019). Diabetes Melitus Dan Antioksidan. Keluwih: Jurnal


Kesehatan Dan Kedokteran, 1(1), 48–52.
Https://Doi.Org/10.24123/Kesdok.V1i1.2496

Sabarinah Et All. (2019). Prevalensi Penderita Diabetes Melitus Tipe-Ii. Jurnal


Ilmiah Biologi Uma (Jibioma), 1(1), 28–35.

Sari, H. K. (2021). Media Lembar Balik Terhadap Pengetahuan Dan Sikap


Penderita Tentang Penatalaksanaan Diabetes Melitus Di Kota Bengkulu
Program Sarjana Terpan Tahun 2021.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan.


85

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Alfabeta.

Usman, J., Rahman, D., & Sulaiman, N. (2020). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Pada Pasien Di Rsud Haji Makassar.
Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2, 16–22.

World Health Organization. (2021). World Health Organization (Issue 2021).

Yeni, F. (2019). Pengaruh Edukasi Dengan Leaflet Dan Reminder Terhadap


Kepatuhan Dan Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Puskesmas Lapai Padang. 1–
109.

Yeni, P. S. I. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan


Penggunaan Obat Generik Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Panyang Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015.
86

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan dan Informasi

Penjelasan dan Informasi Penelitian

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Mei Kusumawardani
Status : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners STIKes Satria Bhakti
Nganjuk

Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Edukasi melalui


Media Leaflet terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Penderita Diabetes
Mellitus tentang Pemberian Insulin di Desa Purworejo, Kecamatan Geger,
Kabupaten Madiun”. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment with
one group pre-posttest design. Oleh karena itu, berikut ini saya menjelaskan
beberapa hal terkait dengan penelitian yang akan saya lakukan:
1. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi
melalui media leaflet terhadap tingkat pengetahuan keluarga penderita
diabetes mellitus tentang pemberian insulin di Desa Purworejo, Kecamatan
Geger, Kabupaten Madiun.
2. Manfaat penelitian ini secara garis besar yaitu menambah wawasan tentang
pengaruh pemberian edukasi melalui media leaflet terhadap tingkat
pengetahuan keluarga penderita diabetes mellitus tentang pemberian insulin
di Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
3. Responden dalam penelitian ini yaitu keluarga penderita Diabetes Mellitus di
Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
4. Responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan responden berhak untuk
mengajukan keberatan kepada peneliti jika terdapat hal-hal yang tidak
berkenan dan selanjutnya akan diberikan penyelesaian masalahnya
berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan responden.
5. Peneliti menjelaskan kepada calon responden dan mempersilahkan responden
untuk menandatangani surat persetujuan.
87

6. Peneliti meberikan kuesioner kepada responden untuk diisi oleh responden


sebelum diberikan edukasi kesehatan.
7. Peneliti melakukan edukasi dengan media leaflet dengan menggunakan LCD
Proyektor dan Laptop sebagai perangkat edukasi
8. Setelah mengikuti kegiatan edukasi kesehatan, responden diberikan lembar
kuesioner untuk diisi data demografi dan menjawab beberapa pernyataan
berdasarkan materi dalam pendidikan kesehatan sebelumnya.
9. Kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudian dikumpulkan kembali
kepada peneliti.
10. Data kuesioner kemudian dilakukan pengecekan keseluruhan oleh peneliti
apakah ditemukan kuesioner yang belum terisi keseluruhan.
11. Kuesioner yang telah terisi dengan lengkap kemudian diolah dan dianalisis
untuk kemudian disajikan dalam laporan hasil penelitian.
12. Selutuh catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian disimpan dan
dijaga kerahasiannya.
88

Lampiran 2. Pernyataan Persetujuan menjadi Responden

Lembar Persetujuan Responden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia untuk ikut berpartisipasi sebagai

responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Profesi

Ners STIKes Satria Bhakti Nganjuk.

Nama :

Umur :

Alamat:

Madiun, September 2022


Responden,

(……………………….)
89

Lampiran 3. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus

Subtopik : Terapi Insulin

Sasaran : Keluarga Pasien

Hari/Tanggal : xxxxxxx, xxxxxxxx 2022

Waktu : 30 menit

Tempat : Balai Desa Purworejo, Kecamatan Geger, Kabupaten

Madiun

B. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti proses penyuluhan kesehatan selama 30 menit, keluarga

pasien memahami pemberian terapi insulin pada penyakit Diabetes Mellitus

dan mampu melakukan terapi insulin secara mandiri di rumah.

C. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, keluarga pasien mampu:

1. Keluarga pasien mengetahui pengertian insulin

2. Keluarga pasien mengetahui lokasi atau tempat penyuntikan

3. Keluarga pasien dapat melakukan penyuntikan insulin secara benar

4. Keluarga pasien dapat mengerti atau memahami keterampilan tersebut

D. Strategi Pelaksanaan

1. Metode

- Ceramah
90

- Tanya jawab

- Demonstrasi pemberian insulin

2. Media

Leaflet

E. Materi

1. Pengertian insulin

2. Lokasi atau tempat penyuntikan

3. Cara penyuntikan insulin

F. Kegiatan Penyuluhan

No Keterangan Metode Media Waktu


.
1. Pendahuluan Ceramah Lisan 5 menit
a. Mengucapkan
salam
b. Memperkenalkan
diri
c. Menyampaikan
kontrak waktu
d. Menyampaikan
tujuan
2. Pelaksanaan Ceramah Lisan 20 menit
a. Menjelaskan
pengertian insulin
b. Menjelaskan lokasi
atau tempat
penyuntikan
insulin
c. Menjelaskan cara
penyuntikan
insulin yang benar
3. Penutup Ceramah Lisan 5 menit
a. Memberikan
kesempatan untuk
bertanya
b. Menyampaikan
kesimpulan materi
c. Memberikan
91

evaluasi secara
lisan
d. Mengucapkan
salam

G. Evaluasi

Prosedur : langsung

Jenis pertanyaan : tanya jawab

Jumlah pertanyaan : 3 pertanyaan

Waktu : 5 menit

Lampiran

TERAPI INSULIN

A. Pengertian

Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah, dihasilkan oleh sel

beta pulau-pulau Langerhan pankreas. Masa seluruh pulau-pulau Langerhans

merupakan 1-3% massa pankreas dan secara embrio logis berasal dari

exstoderm. Jumlahnya sekitar 100.000 s/d 2,5 juta dan mengandung sel-sel

beta yang mengekspresi insulin, sel alpa menghasilkan glukagon dan sel delta

menghasilkan somatostatin, poli peptida pankreas, serta sel neorondokrin.

Pulau-pulai Langerhans pankreas dipersarafi oleh saraf simpatis dan saraf

para simpatis.

B. Area penyuntikan insulin

Tempat penyuntikan insulin bisa di lengan, perut, atau paha. Bila dengan

bantuan orang lain, dilakukan di lengan. Bila menyuntik sendiri, lakukan di

perut atau paha. Jarak suntikan satu dengan yang lainnya sekitar 2cm. jangan
92

terlalu dekat. Lakukan rotasi agar tidak terus menyuntik di tempat yang sama

untuk menghindari terjadinya lipodistrofi (atrofi jaringan) dan hipertrofi

(penebakan) kulit. Untuk suntukan di perut, jauhi pusar dengan jarak 5cm.

hindari penyuntikan pada kulit yang luka atau infeksi. Jaga kebersihan, usap

atau bersihkan dengan alkohol sebelum dan sesudah penyuntikan (Sutejo,

A.Y., 2010)

C. Cara penyuntikan insulin

Prosedur penyuntikan insulin dilakukan dengan menggunakan pena insulin

(insulinpen):

5. Lepaskan penutup pena atau topi

Jika menggunakan intermediate-acting insulin dengan lembut putar pena

diantara telapak tangan 15 detik untuk campuran

6. Lepaskan penutup jarum

7. Pastikan pena siap

a. Putar tombol pemilih dosis di ujung pena untuk 1 atau 2 unit (dosis

monoton perubahan tanda dengan berubahnya tombol)

b. Pegang pena dengan jarum menunjuk ke atas. Tekan tombol dosis

sampai benar-benar sampai menetes. Ulangi jika perlu, sampai

insulin terlihat di ujung jarum. Dial akan kembali ke nol setelah

menyelesaikan langkah dasar

8. Mengatur dosis

Putar dosis tombol untuk mengatur dosis insulin (anda dapat memutar

mundur juga). Pena akan memungkinkan untuk menerima hanya jumlah


93

yang telah ditetapkan. Periksa jendela dosis untuk memastikan dosis

yang akan disuntikkan sudah tepat.

9. Pilih tempat injeksi

Pilih tempat injeksi. Perut adalah tempat yang disukai untuk banyak jenis

insulin antara bagian bawah rusuk dan kemaluan baris, hindari sekitar 3-4

inci pusar. Bagian atas paha dan belakang lengan atas (jika anda

pleksibel) dapat juga digunakan.

10. Menyuntikkan insulin

a. Posisikan ibu jari di ujung atas tombol pena dengan tenang untuk

terus aman

b. Dengan lembut mencubit kulit dengan tangan bebas

c. Cepat masukkan jarum pada sudut 90 derajat. Melepas cubitan

d. Gunnakan ibu jari untuk menekan tombol dosis sampai berhenti

(jendela dosis akan kembali pada nol). Biarkan jarum di tempat

selama 5-10 detik untuk membantu mencegah insulin dari bocor

keluar dari tempat injeksi

e. Tarik jarum langsung keluar dari kulit. Kadang-kadang akan keluar

sedikit darah atau terjadi memar adalah normal

Lap dengan tisu atau bola kapas beralkohol, tapi jangan ditekan

11. Tutup kembali insulin pen (Sutejo, A. Y., 2010).


94

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam terapi insulin, diantaranya

adalah:

13. Efek samping insulin

Jika insulin diberikan lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk

metabolisme glukosa akan menimbulkan reaksi hipoglikemia atausyok

insulin, reaksi hipoglikemik ini lebih mudah terjadi pada saatwaktu

puncak kerja obat. Hal ini dapat diatasi dengan memberikangula peroral

atau intravena untuk meningkatkan pemakaian insulin. Keadaan

sebaliknya dimana jumlah insulin tidak cukup, gula tidak dapat

dimetabolismesasikan sehinggga terjadi metabolisme lemak

(glukoneogensis), dimana pada peristiwa glukoneogenesis selain

menghasilkan glukosa, juga akan menghasilkan benda keton.

Pemakaian asam lemak (keton) untuk energi menimbulkan

penumpukan benda keton didalam tubuh, dimana jika benda keton terlalu

banyak didalam tubuh akan memicu terjadinya keadaan ketoasidosis

(keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,

asidosis dan ketosis). Tanda dan gejala dari terjadinya reaksi

hipoglikemia dan ketoasidosis diabetikum, reaksi hipoglikemi (syok

insulin) adalah sakit kepala, kepala terasa ringan, gelisah terasa takut,

tremor, keringat berlebihan, kulit lembab, kekacauan mental kejang,

kadar gula darah 250 mg/dl.


95

14. Cara penyimpanan insulin

Cara penyimpanan insulin tidak boleh di simpan di dalam freezer.Jika

insulin belum di buka, cartridge sistem dan perangkat insulinpen harus di

simpan didalam lemari es (20C-80C), buang setelah melewati tanggal

kadaluarsa. Jika menggunakan vial dan telah dibuka (sedang digunakan),

vial harus dibuang setelah 28 hari setelah dibuka. Jika menggunakan

cartridge yang dibuka (sedang digunakan), tidak harus didinginkan tetapi

harus disimpan pada suhu kamar (di bawah 860F) jauh dari panas dan

cahaya langsung. Sistem cartridge harus di buang setelah 28 hari.

15. Ciri insulin yang tidak layak pakai atau rusak

Pemakaian insulin harus diperhatikan kelayakannya, hal ini pentinguntuk

menghindari terjadinya keadaan yang tidak diinginkan (dapat terjadi

toksik), yaitu:

a. Insulin masih dalam masa penggunaan (belum masuk atau mendekati

waktu kadaluarsa)

b. Perhatikan penampilan insulin, jika ia adalah insulin regular maka

kenampakannya adalah jernih. Jika ia merupakan insulin intermediet

maka kenampakannya adalah keruh. Kerusakan insulin sebelum masa

kadaluarsa banyak terjadi akibat kesalahan dalam pencampuran

anatar insulin reguler dan insulin intermediet. Warna keruh pada

insulin regulermerupakan tanda bahwa insulin tersebut telah rusak.

c. Insulin yang masih layak pakai tidak mengandung endapan. Pada

insulin intermediet, pengecekan dilakukan dengan cara menggulung


96

dengan lembut insulin ditelapak tangan untuk mencampur subtansi

didalamnya, jika tidak ada endapan makai nsulin tersebut masih layak

pakai. Jika mengandung endapa harus dibuang (Sutejo, A. Y., 2010)

Daftar Pustaka

Sutejo, A. Y. (2010). 5 Strategi Penderita Diabetes Mellitus Berusia Panjang.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius


97

Lampiran 4. Kuesioner
98

Lampiran 5. Leaflet

Lampiran 6.

Anda mungkin juga menyukai