Anda di halaman 1dari 33

Referat

Diabetes Mellitus

Disusun Oleh:
Irene Regina Agustin, S.Ked
NIM 712021074

Pembimbing Klinik:
dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH., FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat:
Diabetes Mellitus

Oleh:
Irene Regina Agustin, S.Ked
712021074

Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RS
Muhammadiyah Palembang

Palembang, April 2023


Dokter Pendidik Klinik

dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH., FINASIM

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Diabetes Mellitus”, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Salawat dan salam selalu tercurah kepadaRasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat
bantuan,bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. dr. Adhi Permana, Sp.PD-KGH., FINASIM selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Orang tua, kakak, keluarga, teman sejawat seperjuangan serta semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Juni 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii


KATA PENGANTAR ...................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 1
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Diabetes Mellitus ...................................................................................... 3
2.1.1 Definisi .............................................................................................. 3
2.1.2 Epidemiologi .................................................................................... 3
2.1.3 Klasifikasi dan Etiologi ..................................................................... 4
2.1.4 Patogenesis ....................................................................................... 5
2.1.5 Gejala Klinis ..................................................................................... 9
2.1.6 Diagnosis .......................................................................................... 9
2.1.7 Tatalaksana ..................................................................................... 11
2.1.8 Komplikasi ..................................................................................... 24
BAB III. KESIMPULAN ............................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan defek sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1 Berdasarkan jenis kelamin, International
Diabetes Federation (IDF) memperkirakan prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu
9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki.2 Adapun gejala pada penderita
diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyfagia.3
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes mellitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000
menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.4
Komplikasi yang dapat muncul dari diabetes mellitus digolongkan menjadi
dua, yaitu komplikasi jangka pendek (akut) dan jangka panjang (kronis).
Komplikasi ulkus diabetes di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka
mortalitas 32% dan ulkus diabetes merupakan penyebab perawatan rumah sakit
yang terbanyak sebesar 80%.4
Jangka pendek meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan sindrom
HHNK. Komplikasi jangka panjang meliputi penyakit mikrovaskuler (retinopati
diabetik, nefropati diabetik), penyakit makrovaskuler (penyakit arteri koroner,
penyakit serebrovaskuler, dan penyakit arteri perifer), neuropati diabetik, rentan
infeksi, dan kaki diabetik.5

1.2 Maksud dan Tujuan


Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis tentang

1
Diabetes mellitus serta pengaplikasiannya dalam mendiagnosa dan menatalaksana
kasus Diabetes Mellitus.

1.3 Manfaat
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pegetahuan tentang Diabetes mellitus yang nantinya dapat diterapkan pada saat
bekerja di pusat pelayanan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. 5
Menurut American Diabetes Association, diabetes mellitus merupakan
suatu penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang
lama atau terus-menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk
mengurangi risiko multifaktorial. 5,6

2.1.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes mellitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000
menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki
ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China,
India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes
mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita
diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari
penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes,
dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.7
Prediksi dari International Diabetes Federation (IDF) juga menjelaskan
bahwa pada tahun 2013-2017 terdapat kenaikan jumlah penyandang DM dari
10,3 juta menjadi 16,7 juta pada 2045.5
Di Indonesia prevalensi orang dengan diabetes diperlihatkan memiliki
kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi orang dengan diabetes mellitus sebesar

3
6,3%. Hal ini meningkat pada hasil Riskesdas tahun 2018 yang menunjukkan
peningkatan prevalensi menjadi 10,9%. Prevalensi diabetes mellitus
terbanyak pada usia 55-64 tahun. Menurut jenis kelamin bahwa proporsi
penderita diabetes mellitus tertinggi pada perempuan. Sedangkan menurut
tempat tinggal, di perkotaan lebih besar proporsi penderita diabetes mellitus
dibandingkan di pedesaan. Dengan melihat tendensi kenaikan kekerapan
diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama yang disebabkan oleh
kerena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian
dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1
atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat
dengan drastis.6

2.1.3 Klasifikasi dan Etiologi


Walaupun secara klinis terdapat dua macam diabetes tetapi sebenarnya
ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi
insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total
dikatakan sebagai diabetes “juvenile onset” atau “insulin dependent” atau
“ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa
hari yang menyebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat
individu yang “stable” atau “maturity onset” atau “non-insulin dependent”.
Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan
walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi
insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis
walaupun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin
terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan dengan
orang normal, tetapi ini biasanya berhubungan dengan obesitas dan/atau
inaktivitas fisik.8

4
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin.
Karena hilangnya sekresi insulin secara progresif yang sering
terjadi oleh karena resistensi insulin.
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis)
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia (seperti penggunaan
glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS, atau
setelah transplantasi organ)
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Diabetes Mellitus Gestasional adalah keadaan diabetes atau
mellitus intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan
gestasional biasanya berlangsung hanya sementara.
Diabetes ini didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga yang
tidak jelas diabetesnya sesaat sebelum kehamilan.

2.1.4 Patogenesis
Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi faktor genetik, lingkungan, dan
imunologi yang pada akhirnya menyebabkan penghancuran sel beta pankreas
dan defisiensi insulin. Tipe 1 DM merupakan hasil dari kerusakan sel beta

5
dan sebagian besar, tapi tidak semua, individu memiliki bukti Islet-directed
autoimunity. Proses autoimun ini diduga dipicu oleh infeksi atau faktor
lingkungan. Massa sel beta semakin menurun, dan sekresi insulin menjadi
semakin terganggu, meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan.
Tingkat penurunan massa sel beta sangat bervariasi antara individu, beberapa
pasien berkembang dengan cepat dan lainnya berkembang lebih lambat.
Gejala diabetes yang jelas tidak muncul sampai sebagian besar sel beta
dihancurkan (~80%). Pada titik ini, sel-sel beta fungsional residual masih ada
tetapi tidak cukup jumlahnya untuk menjaga toleransi glukosa. 8,9,10

Gambar 3.1 Etiologi DM Tipe 1

Meskipun jenis lain sel Islet (sel alfa, sel delta, atau sel F) secara
fungsional dan embriologis mirip dengan sel beta dan mengekspresikan
sebagian besar protein yang sama mirip sel beta, terhindar dari proses
autoimun, proses autoimun menyebabkan insulitis (infiltrasi limfosit ke
dalam sel beta). Setelah semua sel beta hancur, proses inflamasi mereda,
pulau langerhans menjadi atrofi, dan sebagian besar penanda imunologik
menghilang.8,9,10
Studi dari proses autoimun DM tipe 1 telah mengidentifikasi kelainan
dalam faktor humoral dan seluler dari sistem kekebalan tubuh: (1)
autoantibodi sel Islet; (2) mengaktifkan limfosit di pulau, kelenjar getah
bening peripancreatic, dan sirkulasi sistemik; (3) limfosit T yang terstimulasi
ketika dirangsang dengan protein Islet; dan (4) pelepasan sitokin dalam
insulitis tersebut. 8,9,10

6
Sel beta tampaknya sangat rentan terhadap efek toksik dari beberapa
sitokin tumor necrosis factor (TNF), interferon, dan interleukin 1 (IL-1).
Mekanisme tepat dari kematian sel beta tidak diketahui secara pasti tetapi
mungkin melibatkan pembentukan nitric oxide, apoptosis, dan sitotoksisitas
CD 4+ dan CD8+ sel T. Kerusakan dimediasi oleh limfosit T daripada
autoantibodi Islet, karena antibodi ini umumnya tidak bereaksi dengan
permukaan sel Islet. 8,9,10
Autoantibodi sel islet (ICA) berfungsi sebagai serum marker proses
autoimun DM tipe 1. ICA terditeksi di sebagian besar individu (> 75%) DM
tipe 1 dengan onset awal, pada sebagian besar individu DM tipe 2 dengan
onset awal (5- 10%), dan kadang-kadang pada individu dengan GDM (50%)
untuk terkena DM tipe 1 dalam waktu 5 tahun. Tanpa gangguan ini, ICA
memprediksi risiko 5 tahun <25%.8,9,10

Gambar 3.2 Patogenesis DM Tipe 1

Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2


Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe

7
2. Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi
lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim
disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat
dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang
berlebihan namun tidak terjadi kerusakan sel-sel B Langerhans secara
autoimun seperti diabetes mellitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada
awal perkembangan diabetes mellitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan
pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.
Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen.11
Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pankeras (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absropsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi
glukosa. Saat ini sudah ditemukan tiga jalur pathogenesis baru dari omnious
octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas
organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu
dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep: 5
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan
pathogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada
kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas toleransi glukosa.

8
Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot,
hepar dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam pathogenesis
penyandang DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan,
disebut juga the egregious eleven.

Gambar 3.3 The Egregious Eleven

2.1.5 Gejala Klinis


Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Mellitus akan
mengeluhkan apa yang disebut dengan gejala klasik, yaitu:
- Poliphagia (banyak makan)
- Polidipsia (banyak minum)
- Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
- Nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10
kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

9
darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:5,8
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsiereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus


Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan
sebagai kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). Tes ini sudah dideskripsikan oleh WHO, dengan menggunakan
beban yang kandungannya setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (11,1
mmol/l).
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol). Tes ini dilakukan di laboratorium
dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl (5,6- 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;

10
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl (7,8 – 11,0
mmol/L) dan glukosaplasma puasa <100 mg/dl;
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4% (39-47
mmol/mol)

Tabel 3. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan


Prediabetes

2.1.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Adapun tujuan khusus dari penatalaksanaan pada
DM adalah:5
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa


darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku. Pilar utama pengelolaan DM:5
1. Edukasi

11
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting daripengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes mellitus perlu ditekankan
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, dan jumlah kandungan
kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
 Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
- Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Komposisi yang dianjurkan: lemak jenuh < 7 % kebutuhan
kalori, lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari
lemak tidak jenuh tunggal. Konsumsi kolesterol dianjurkan <
200 mg/hari.
 Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe.
 Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama

12
dengan orang sehat yaitu <2300 mg per hari.
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.
 Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal
dari berbagai sumber bahan makanan.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur
(3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit), dengan total 150 menit
perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.

13
1) Obat Antihiperglikemia Oral
a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)
Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemi dengan cara
menstimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan
ini meliputi sulfonilurea dan glinid.8
1. Sulfonilurea
Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal
pengobatan DM dimulai. Terutama bila konsentrasi
glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi insulin.
Farmakokinetik dan farmakodinamik. Efek akut obat
golongan sulfonilurea berbeda dengan efek pada pemakaian
jangka panjang. Glibenklamid mempunyai masa paruh 4
jam pada pemakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka
lama > 12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12
jam. Karena itu dianjurkan untuk memakai glibenklamid
sehari sekali.
Mekanisme kerja. Golongan ini bekerja dengan
merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin
yang tersimpan. Karena itu hanya bermanfaat pada pasien
yang masih mampu mensekresi insulin dan tidak dapat
dipakai pada diabetes mellitus tipe 1. Efek hipoglikemi
sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang
tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila
sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) channel tersebut,
maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada
membran sel beta, terjadi depolarisasi membran dan
membuka channel Ca tergantung voltase, dan penyebabkan
peningkatan Ca intrasel, ion Ca akan terikat pada
Calmodulin dan menyebabkan eksositosis granul yang
mengandung insulin.
Penggunaan dalam klinik. Glibenklamid menurunkan

14
glukosa darah puasa lebih besar (36%) daripada glukosa
setelah makan (21%). Pada pemakaian sulfonilurea
umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
menghindari kemungkinan hipoglikemi. Bila kadar glukosa
darah sangat tinggi dapat diberikan sulfonilurea dengan
dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa
beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas
dan dalam satu minggu sudah terjadi penurunan kadar
glukosa yang cukup bermakna. Obat sebaiknya diberikan ½
jam sebelum makan karena diserap dengan baik. Pada obat
yang diberikan satu kali setiap hari sebaiknya diberikan saat
makan pagi atau saat makan porsi besar.
Efek samping dan Kontraindikasi. Hipoglikemia
merupakan efek samping terpenting bila asupan pasien
tidak adekuat. Untuk mengurangi hipoglikemi terutama
pada pasien tua, dipilih obat yang masa kerjanya paling
singkat. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang
sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang
tua, hipoglikemi juga sering terjadi pada pasien gagal ginjal,
gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan asupan
makanan yang kurang dan jika digunakan bersama obat
sulfa. Terjadi kenaikan berat badan sekitar 4-6 kg,
gangguan pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati
dan flushing. Pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM
tipe 1, hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan menyusui.8
2. Glinid
Farmakokinetik dan Farmakodinamik. Perbedaan
dengan sulfonilurea adalah masa kerjanya lebih pendek.
Repaglinid dan nateglinid diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui
metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga
kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah

15
puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat
karena lama menempel pada kompleks SUR sehingga dapat
menurunkan ekuivalen HbA1c pada sulfonilurea.
Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak
menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya
merupakan golongan yang menurunkan glukosa
postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
1. Biguanid
Farmakokinetik dan farmakodinamik. Golongan
biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di usus
dan hati, tidak dimetabolisme, tapi secara cepat dikeluarkan
melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut, maka
metformin diberikan 2-3x/hari kecuali dalam bentuk
extended release. Setelah diberikan secara oral, metformin
mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu
paruh 2-5 jam.
Mekanisme kerja. Metformin menurunkan kadar glukosa
darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan
produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi
glukosa di usus sesudah asupan makan. Metformin juga
dapat menstimulasi produksi glucagon like peptide-1 (GLP-
1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa
pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan
mengurangi hiperglikemia saat puasa. Metformin juga
berpengaruh pada komponen lain seperti lipid, tekanan
darah, dan juga plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

16
Penggunaan dalam klinik. Metformin tidak memiliki efek
stimulasi pada sel beta pankreas sehingga tidak
mengakibatkan hipoglikemia dan penambahan berat badan.
Pemberian metformin dapat menurunkan berat badan
ringgan hingga sedang akibat penekanan nafsu makan dan
menurunkan hiperinsulinemia akibat resistensi insulin,
sehingga merupakan obat antihiperglikemik. Karena
kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid,
maka metformin sebagai monoterapi pada awal
pengelolaan DM pada orang gemuk dengan dislipidemia
dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama.8
Efek samping dan kontraindikasi. Efek samping
gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian awal
metformin dan bisa dikurangi dengan memberikan obat
dimulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan
dengan makanan. Efek samping yang terjadi adalah asidosis
laktat, dan sebaiknya tidak digunkaan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (creatinin >1,3 mg/dl pada
perempuan dan >1,5 mg/dl pada laki-laki) atau pada
gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta harus
diberikan dengan hati-hati pada lansia.
2. Tiazolidindion (TZD)
Farmakokinetik dan farmakodinamik. Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah pioglitazone. Glitazone
diabsorbsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi tertinggi
terjadi setelah 1-2 jam. Waktu paruh 3-7 jam.
Mekanime kerja. Merupakan agonis peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PPARˠ). Reseptor
PPARˠ terdapat di jaringan target kerja insulin seperti
jaringan adiposa, otot skelet, dan hati. Glitazone tidak
menstimulasi produksi insulin oleh sel beta pankreas

17
bahkan menurunkan konsentrasi insulin lebih besar
daripada metformin. Glitazon dapat meningkatkan efisiensi
dan respons sel beta pankreas dengan menurunkan
glukotoksisitas dan lipotoksisitas. Pioglitazon memiliki
efek netral pada kolesterol LDL, menurunkan trigliserida
dan meningkatkan HDL. Glitazon dapat sedikit
menurunkan tekanan darah, meningkatkan fibrinolisis dan
memperbaiki fungsi endotel.8
Efek samping dan kontraindikasi. Dapat menyebabkan
penambahan berat badan yang bermakna sama atau bahkan
lebih dari sulfonilurea serta edema. Keluhan infeksi saluran
nafas atas, sakit kepala, dan anemia dilusional (penurunan
Hb sekitar 1 gr/dL) juga dilaporkan. Pemakaian dihentikan
bila terdapat kenaikan enzim hati (ALT dan AST) > 3x
batas normal. Pemakaian harus hati-hati pada pasien
dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung
kelas III dan IV (NYHA) dan pada edema.8
c. Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan:
1. Penghambat Alfa Glukosidase
Farmakokinetik dan farmakodinamik. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose. Acarbose mengalami
metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme
terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal
dan aktivitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi
plasma 2 jam dan diekskresi melalui feses. Obat ini
bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan hipoglikemi
dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Mekanisme kerja. Obat ini memperlambat dan
pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks
dengan menghambat enzim alpha glukosidase yang
terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian
proksimal usus halus. Secara klinis akan terjadi

18
hambatan pembentukan monosakarida intraluminal,
menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa
darah postprandial, dan mempengaruhi respons insulin
plasma sehingga menurunkan glukosa darah
postprandial.
Penggunaan dalam klinik. Acarbose bisa digunakan
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan insulin,
metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Untuk efek
maksimal, obat harus diberikan segera saat makan
utama.
Efek samping dan kontraindikasi. Efek samping
akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala
gastrointestinal seperti; meteorismus, flatulence, dan
diare. Acarbose dikontraindikasikan pada kondisi
irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis
hati dan gangguan fungsi ginjal.8

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat
kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar
glukosa darah. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin
dan Linagliptin.8
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat
pendek (<1 menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-
IV. Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat
memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga menurunkan
hiperglikemia. DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia
maupun kenaikan berat badan. Efek samping yang dapat
ditemukan adalah nasofaringitis, peningkatan risiko infeksi

19
saluran kemih dan sakit kepala.8
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transorter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini adalah: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.12

Tabel 4. Obat Antihiperglikemia Oral5

Dosis Lama Frekuensi


Golongan Generik mg/tab Harian Kerja / hari Waktu
(mg) (jam)

Glibenclamid 2,5-5 2,5-20 12-24 1-2


Glipizide 5-10 5-20 12-16 1
Sulphonylrea Gliclazide 30-60 30-120 24 1 Sebelum
80 40-320 10-20 1-2 makan
Gliquidone 30 15-120 6-8 1-3
Glimepiride 1,2,3,4 1-8 24 1
Glinide Repaglinide 0,5-1-2 1-16 4 2-4
Nateglinide 60-120 180-360 4 3

Tidak
bergantung
Thiazolidindione Pioglitazone 15-30 15-45 24 1 jadwal
makan
Penghambat Acarbose 50-100 100-300 3 Bersama
Alfa- Glukosidase suapan
pertama
Metformin 500-850 500-3000 6-8 1-3 Bersama/
Biguanide 500-2000 24 1-2 sesudah
makan
Vildagliptin 25-50- 25-100 Tidak
Penghambat DPP- Sitagliptin 100 bergantung
IV Linagliptin 5 5 24 1 jadwal
makan
Tidak
Penghambat Dapagliflozin 5-10 5-10 24 1 bergantung
SGLT-2 Jadwal makan

20
2) Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1
dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.5
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik yang
ditandai antara lain dengan: gejala klasik diabetes dan
penurunan berat badan, glukosa darah puasa (GDP) > 250
mg/dL, glukosa darah sewaktu > 300mg/dL
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional
yang tidakterkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
a. Jenis insulin berdasarkan asal:
 Insulin manusia
 Insulin analog
b. Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis
yakni:
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (ultra long-acting
insulin)

21
c. Efek samping terapi insulin
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi
terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi
insulin atau resistensi insulin.
Tabel 5. Karakteristik sediaan insulin

Dasar pemikiran terapi insulin:5,8


 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi
prandial. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin
basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan

22
hiperglikemia setelah makan.
 Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat
dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang
dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat
dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila
sasaranterapi belum tercapai.
 Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan
pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin
yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan
insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali
insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali
prandial (basal bolus).
 Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk
menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat
peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau
penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus
(acarbose).

b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat
bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek
penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk

23
indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan
ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.
Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide), tiap pen
berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat
dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk mendapatkan efek
glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan
1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan.
Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari
secara subkutan.5,8

Gambar 2.5 Algortitma penatalaksanaan DM Tipe 2 menurut PERKENI \

2.1.8 Komplikasi
A. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator
(glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan).

24
Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hepar meningkat
dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir
hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb
cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan
asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut
juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di
oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyal sel yang
kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Di samping itu glukoneogenesis dari
protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect
menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS >
250 mg/dl, pH < 7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton
serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea,
muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah
pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih
besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas
plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-
anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada
keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada
DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk
mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan
hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia.
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg%
tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis.
Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah
turun. Stadium gangguan otak ringan: lemah lesu, sulit bicara
gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik
yaitu keringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-
debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik: pusing,

25
gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.
B. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan thrombosis
 Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas
dan inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung
kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina
mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi
perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah
bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran
cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya
menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada
retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang
menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah
besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian
dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat
berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat
penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang
diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum
timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada
kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama
adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas
kerusakan retina.
 Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau
>200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu
3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi
patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat
glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product
yang irreversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan

26
kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide
sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan
intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi
kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati
di mana terjadi kerusakan menetap dan berkembang menjadi
chronic kidney disease.
 Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di
malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap
pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap
tahun.
2. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus
ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko
tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM
 Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau
klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.10

27
BAB III
KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan tidak adekuatnya
kemampuan dalam mengontrol kadar glukosa darah. Gejala yang dialami oleh pasien
Diabetes Melitus disebut dengan gejala klasik 4P: polifagi dengan penurunan berat
badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,
rasa baal dan gatal di kulit. Diabetes melitus sendiri terdiri dari beberapa klasifikasi
yaitu, Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes Melitus Tipe lain dan
DM Gestasional. Diagnosis DM sendiri dapat ditegakkan dengan beberapa
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), pemeriksaan gula
darah 2 jam prandial (GD2PP), pemeriksaan HbA1c, pemeriksaan toleransi glukosa
oral (TTGO). Tatalaksana yang diberikan dapat berupa non farmakologi dan non-
farmakologi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawaty, E. 2014. Diabetes Mellitus. Evi Kurniawaty JUKE, 4(7), 114–119.


2. Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. 2019. Efektivitas Memordoca Carantia (Pare)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Infokes, 9(1), 57–64
3. Kementerian Kesehatan RI. 2020. Cegah, dan atasi Diabetes Melitus. In Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (pp. 1–10).
4. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for the year 2000 and projections for 2030. WHO Diabetes Care
27:1047–1053, 2004
5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2019. Jakarta: PB PERKENI, 2019.
6. Kementerian Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementeriaan Kesehatan, Republik
Indonesia.
7. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for the year 2000 and projections for 2030. WHO Diabetes Care
27:1047–1053.
8. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
9. Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Fauci A., Longo, D. L., dan Loscalzo,
J. 2015. Harrison's Principles of Internal Medicine 19th Ed. USA: The Mc
Grawhill Companies.
10. McCance KL, Huether SE, Brashers VL. 2010. Pathophysiology: The Biologic
Basis for Disease in Adults and Children. 6th ed. Philadelphia: Elsevier.
11. Bennett, P. 2008. Epidemiology of Type 2 Diabetes Mellitus. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 43(1): 544-7. 2008.
12. American Diabetes Association. 2018. Standards of Medical Care In Diabetes –
2018. Diabetes Care;41(Suppl.1)

29

Anda mungkin juga menyukai