Anda di halaman 1dari 55

CASE BASED DISCUSSION

Oleh: Wayan

Riantana

(017.06.0010)

Pembimbing:

dr. I Gusti Ngurah Mayura, M. Biomed, Sp.PD

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI SMF INTERNA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021

KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan
kasus dengan judul “Diabetes Mellitus Tipe 2”. Laporan kasus ini disusun untuk
memenuhi penugasan dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian SMF Interna.

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, saya banyak memperoleh bimbingan,


petunjuk, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu izinkan penulis untuk
mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. I Gusti Ngurah Mayura, Sp.PD selaku pembimbing yang


senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan Case
Based Discussion
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi
dalam penyusunan laporan kasus ini.
3. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas untuk
menyusun
laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bangli, 6 Juni 2021

Penyusun

i
i
DAFTAR
ISI

KATA PENGANTAR
..................................................................................................ii DAFTAR ISI
................................................................................................................iii BAB 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................
1
BAB 2 LAPORAN KASUS .........................................................................................
3
2.1 Identitas Pasien ....................................................................................................
3
2.2 Anamnesa ............................................................................................................
3
2.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................................
4
2.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................
7
2.5 Diagnosis Banding ............................................................................................
12
2.6 Diagnosis Kerja .................................................................................................
12
2.7 Planning .............................................................................................................
12
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................................
12
2.9 Follow Up ..........................................................................................................
13
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
34
3.1 Diabetes Mellitus...............................................................................................
34
3.2 Anemia ..............................................................................................................
45
BAB 3 PENUTUP ......................................................................................................
51
3.1 Kesimpulan........................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
52

ii
i

BAB
1

1.1 Latar Belakang


PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi
masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90
persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes meLlitus tipe 2 yang ditandai
dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas
secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin (American Diabetes
Association, 2017).
Prevalensi DM terus mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju
ataupun negara berkembang, sehingga dikatakan bahwa diabetes melitus sudah
menjadi masalah kesehatan global di masyarakat. Jumlah penderita diabetes telah
meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014,
prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan menengah dan
rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan
oleh diabetes. Hampir setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi
terjadi sebelum usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi
penyebab kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017)

Di Indonesia prevalensi penduduk yang berumur ≥15 tahun dengan


diabetes mellitus pada tahun 2013 adalah sebesar 6,9% dengan perkiraan jumlah
kasus adalah sebesar 12.191.564 juta. Sebanyak 30,4% kasus telah terdiagnosis
sebelumnya dan 73,7% tidak terdiagnosis sebelumnya. Pada daerah bali
prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,3% dengan kota Denpasar sebagai
penyumbang terbanyak dibandingkan dengan kota lainnya yaitu sebesar 2%
(Riskesdas, 2013).

1
2

Diabetes mellitus itu sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita
seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat
dapat menimbulkan komplikasi baik komplikasi akut maupun kronis. Komplikasi
akut meliputi Ketoasidosis diabetik (KAD), Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar
(SSH), Hipoglikemi, sedangkan untuk komplikasi kronis dibagi menjadi dua yaitu
makrovaskular (penyakit kardiovaskular, hipertensi) dan mikrovaskular (neuropati
diabetic, gastropati diabetic, nefropati diabetic, ulkus kaki diabetic) yang
membutuhkan tindakan atau tatalaksana segera mungkin sehingga sangat diperlukan
program pengendalian dan penatalaksanan Diabetes Mellitus khususnya Tipe-2.
Penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari 5 pilar yaitu edukasi, diet, latihan
fisik, kepatuhan obat, selain itu juga termasuk pencegahan diabetes mellitus dengan
pemantauan kadar gula darah. Oleh karena itu, sebagai dokter muda, kita harus
mampu mengetahui dan memahami seluk beluk tentang Diabetes Mellitus dari
definisi hingga tatalaksana pada pasien, agar ketika sudah menjadi dokter nantinya
ilmu-ilmu yang sudah kita dapatkan di Rumah Sakit Pendidikan dapat kita terapkan
dengan baik pada pasien kita kelaknya.

BAB
2

2.1 Identitas Pasien


LAPORAN KASUS
- Nama : Ni Wayan Jani
- Tanggal lahir : 01-12-1963
- Usia : 57 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Status Perkawinan : Menikah
- Agama : Hindu
- Tanggal MRS : 21 Mei 2021
- Alamat : Bangun Lemah
- No RM : 205023
- Ruang : Cempaka
2.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Pasien datang sadar ke IGD RSUD Bangli dengan keluhan luka pada
kaki kiri sejak ± 14 hari SMRS. Awalnya luka pada kaki kiri bagian bawah
dekat tumit, kemudian luka meluas sampai ke betis kiri. Pasien mengeluh
nyeri pada luka dengan intensitas nyeri sedang yang terjadi terus- menerus.
Ketika istirahat nyeri yang dirasakan pasien sedikit berkurang, dan nyeri
bertambah berat ketika pasien beraktivitas. Pasien juga mengeluh demam
sejak 4 hari SMRS dan selalu mengeluh mual 30 menit setelah makan atau
minum. Batuk, pilek, sesak, dan diare disangkal oleh pasien. DOE (-), PND
(-).

b. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan yang sama : (-)
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat kencing manis : (+) sejak 7 tahun yang lalu
- Riwayat penyakit jantung : (-)
3
4

- Riwayat Asma : (-)


- Riwayat TBC Paru : (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat hipertensi : (-)
- Riwayat kencing manis : (-)
- Riwayat penyakit jantung : (-)
- Riwayat penyakit asma : (-)
d. Riwayat Sosial :
- Merokok (-)
- Minum alkohol (-)
e. Riwayat alergi : (-)
f. Riwayat pengobatan :
- Mengonsumsi 2 jenis obat oral penurun gula darah, tetapi nama atau
jenis obat tidak diketahui

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Lemah
 Kesadaran : Composmentis
 GCS : E4V5M6
 Tanda vital :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- RR : 18x/menit
- Suhu : 38,30C
- SpO2 : 97% (didalam ruangan)
- BB : 50 kg
- TB : 150 cm
- IMT : 22,8 kg/m2
5
A. Status Generalis
 Kepala : Normocephali, kerontokan rambut (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks
pupil (+/+) isokor
 Telinga : Serumen (-/-), discharge (-/-)
 Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-/-), deviasi septum nasi
(-/-), nafas cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), tonsil dan faring
hiperemis (-),
T1/T1
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-), JVP normal (5+2 cm), deviasi
trakea (-)

 Pemeriksaan Thorax Cor


- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS 5 linea midclavicular sinistra
- Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis

dextra Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula

sinistra Batas atas jantung : ICS 2 linea

sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis


sinistra

- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)


6

 Pemeriksaan Thorax Pulmonal


- Inspeksi : Normochest, simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada
(-).
- Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan
kiri, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, nyeri tekan (-).
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi :
Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

 Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : abdomen datar, distensi (-), asites (-), tidak
tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Perkusi : Timpani diseluruh dinding abdomen
+ + +

+ + +

+ + +

- Palpasi : Nyeri tekan (-) diseluruh dinding abdomen


- - -

- - -

- - -

 Ekstremitas
- Akral
hangat :
+

- Edema

- -

- +

- Regio Cruris : terdapat luka, ROM terbatas


2.4 Pemeriksaan
Penunjang
 Darah Lengkap, Pemeriksaan GDS, Pemeriksaan Analisa
Elektrolit, Pemeriksaan Kimia, EKG, dan Pemeriksaan Imunologi
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
(28-
05-
2021)

Hematologi Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan


9
WBC 17,7 10 /l 3,5 – 10,0 High
LYM% 9,1 % 20,0 – 50,0 Low
LYM 1,6 109/l 0,5 – 5,0 Normal
MID% 6,3 % 2,0 – 15,0 Normal
MID 0,7 109/l 0,1 – 1,5 Normal
GRA% 87,5 % 35,0 – 80,0 High
GRA 15,5 109/l 1,2 – 8,0 High
RBC 4,19 1012/l 3,50 – 5,50 Normal
HGB 8,2 g/dl 11,5 – 16,5 Low
HCT 33,0 % 35,0 – 55,0 Low

8
MCV 78,7 Fl 75,0 – 100,0 Normal
MCH 26,7 Pg 25,0 – 35,0 Normal
MCHC 33,9 g/dl 31,0 – 38 Normal
RDW% 12,0 % 11,9 – 16,0 Normal
RDWa 56,5 F1 30,0 – 55,0 High
PLT 286 109/l 100 – 400 Normal
MPV 7,8 fL 8,0 – 11,0 Low
PDWa 10,7 fL 0,1 – 99,9 Normal
PCT 0,22 % 0,01 – 9,99 Normal

2) Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu

Refrensi Rentang
Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Nilai

23/05/2021 213 75 – 115 mg/dL High

24/05/2021 104 75 – 115 mg/dL Normal

25/05/2021 122 75 – 115 mg/dL High

27/05/2021 128 75 – 115 mg/dL High

28/05/2021 (06.00 WITA) 185 75 – 115 mg/dL High

29/05/2021 (06.00 WITA) 188 75 – 115 mg/dL High

29/05/2021 (20.00 WITA) 230 75 – 115 mg/dL High

30/05/2021 (22.00 WITA) 167 75 – 115 mg/dL High

31/05/2021 288 75 – 115 mg/dL High

01/06/2021 (22.00 WITA) 175 75 – 115 mg/dL High

02/06/2021 (22.00 WITA) 240 75 – 115 mg/dL High


3) Pemeriksaan Analisa Elektrolit (21 Mei 2021)

Refrensi Rentang
Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Nilai

Kalium (K) 4,07 3,5 – 5,5 mmol/L Normal

Natrium (Na) 130 136 – 145 mmol/L Low

Chlorida (Cl) 101,4 96-108 mmol/L Normal

Normalized Ionezed Calcium (nCa) 1,16 1,05 – 1,35 mmol/L Normal

Total Calcium (TCa) 2,31 2,10 – 2,70 mmol/L Normal

4) Pemeriksaan Kimia Klinik (21 Mei 2021)

Referensi Rentang
Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Nilai

Cholesterol
8,5 mg/dL 40-80 Low
HDL direct

Cholesterol
82,9 mg/dL 0-150 Normal
LDL direct

Cholesterol 171 mg/dL 0-200 Normal

Triglysherides 165 mg/dL 0-150 High

Urid Acid 7,77 mmol 1,5-5 High

Glukosa Puasa 108 mg/dL 75 – 115 High

10

HbA1C 8,1% % < 6,5% High

Albumin 2,07 g/L 3,2-5,1 Low


5) Pemeriksaan Rapid Test (21 Mei 2021)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Anti SARS CoV-2
Non Reaktif Non Reaktif
(Covid 19)

6) EKG (21 Mei 2021)

Interpretasi :
1. Irama Sinus, Reguler (lead 2)
2. HR : 83x menit (1500/18)
3. Axis : Normoaxis (lead 1 +, lead avf +)
4. Gelombang P : durasi 0,04 detik, amplitude 0,1 mV
(normal di lead 2 panjang), terdapat p inversi di lead V1
5. Interval P-R : 0,20 detik
6. Kompleks QRS : normal
7. Interval QRS : 0,04 detik (menyempit)
8. Segmen ST : Isoeletrik
11

9. Gelombang T : T inversi di lead V1

Kesan : Sinus Rhythm, Normoaxis, T inversi di V1

7) Rontgen Thorax AP (21 Mei 2021)


Interpretasi :

- Corakan bronkovaskular kesan normal


- Tidak tampak bercak berawan
- Cor ratio kesan normal
- Aorta tidak dilatasi
- Kedua sinus lancip dan diagfragma kesan baik
- Tulang kesan intak

Kesan :

- Pulmo dan Cor kesan


normal
- Atherosclerosis Aortae
12

2.5 Diagnosis Banding


1. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) dengan Diabetik Foot
2. Anemia Ringan Normositik Normokromik ec. ACD
3. Sepsis susp. Covid-19

2.6 Diagnosis Kerja


1. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2), Diabetic Foot Wagner 5
dengan
Gastropat
i
Diabetik
2. Anemia Ringan Normositik Normokromik ec. ACD

2.7 Planning
- MRS
- Cek GDS
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Tirah Baring
- Konsultasi ke spesialis Bedah terkait DMDF

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD Penatalaksanaan Lanjutan (ruangan)
- IVFD NaCl 0,9 % 12 tpm - IVFD NaCl 0,9 % 12 tpm
- Ceftriaxon 3 x 1g IV - Ceftriaxon 3 x 1g IV
- Metronidazole 3 x 500 mg IV - Metronidazole 3 x 500 mg IV
- Esomeprazole 2 x 40 mg - Levofloxacin 1x750 mg
- Ondancentron 3x4 mg - Esomeprazole 2 x 40 mg
- Paracetamol 3 x 1 g IV - Ondancentron 3x4 mg
- Diet DM 1500 kkal/hari - Paracetamol 3 x 1 g IV
- Transfusi PRC s/d Hb ≥ 10 g/Dl - Klp Albumin 3x1 g
dengan premed furosemid 20 mg - Novorapid 3x4 IU SC
dengan difenhidramin 1 ampul - Lantus 0-0-6 IU SC
- Mecobalamin 1x500mg
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Rawat Luka

13

2.9 Follow Up
Rabu, Tanggal 2 Juni 2021

Keluhan : Pasien mengeluh lemas, nyeri pada luka dikaki kiri, mual (+), muntah (-)
KU : lemah
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36,6°C
(axilla), SpO2: 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : normochepali
- Mata: reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran
KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan auskultasi tidak
ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan Thorax
Cor
:
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
14

Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo :
 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan
nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
 Palpasi : Fremitus
vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Abdomen
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi
: Timpani
+ + +

+ + +

+ + +
15

 Palpasi :
Nyeri tekan
- - -

- - -
- - -

 Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + + +

 Terdapat luka pada kaki kiri, luka masih basah


 ROM terbatas

Diagnosis :
1. DM Tipe 2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
2. Anemia Ringan NN ec
ACD Terapi :
- IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm
- Ceftriaxon 3x1 g IV
- Metronidazol 3x500 mg IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
- Paracetamol 3x1 g
16

- Novorapid 3x4 IU SC
- Lantus 0-0-6 IU SC
- Mecobalamin 1x500 mg
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Rawat Luka

Monitoring :
- Cek Vital Sign
- GDS : 244 mg/dL
- Albumin 2,07
(L) Planning :
- GDS
- DL ulang

Kamis, 3 Juni 2021

Keluhan : Pasien mengeluh nyeri pada luka dikaki kiri, lemas (+), nafsu makan
menurun

KU : lemah
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N : 82x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36°C (axilla), SpO2
: 97% (udara
ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normochepali
- Mata: : reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak
ada, deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
17

- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran
KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan auskultasi tidak
ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tampak pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis

sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, mur-mur (-).

Pulmo :

 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
 Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan
kiri, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
18

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
- Abdomen :
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
+ + +

+ + +

+ + +

 Palpasi : Nyeri tekan


- - -

- - -

- - -

- Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

 Terdapat luka pada kaki kiri, Lukas maish basah, ROM terbatas
19

Diagnosis :
1. DM Tipe
2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
2. Anemia Ringan NN ec
ACD Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Ceftiaxon 3x1 gr IV
- Metronidazole 3x500 mg IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
- Paracetamol 3x1 gr
- Albumin 3x2 cap
- Novorapid 3x4 IU SC
- Lantus 0-0-6 IU SC
- Mecobalamin 2x500 mg
- B complex 2x1
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Rawat Luka

Monitoring :
- Cek Vital Sign
- GDS : 177
mg/dL Planning
GDS
20

Jumat, 4 Juni 2021

Keluhan : Nyeri pada luka, pasien juga mengluh sulit tidur

KU : lemah
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N : 82x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36°C
(axilla), SpO2 : 97% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normochepali
- Mata: : reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tid\ak ada, JVP normal (5+2 cm),
pembesaran KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan
auskultasi tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan Thorax
Cor
:
 Inspeksi : Ictus cordis tampak pada sela iga V, linea
midclavicula sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra


21

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, mur-mur (-).

Pulmo :

 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan
nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda peradangan.
 Palpasi : Fremitus
vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Abdomen :
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak
ada, tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda –
tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
+ + +

+ + +

+ + +
22

 Palpasi : Nyeri tekan


- - -

- - -

- - -

- Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Luka masih
basah
ROM
terbatas

Diagnosis :
1. DM Tipe 2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
2. Anemia Ringan NN ec
ACD Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Ceftiaxon 3x1 gr IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
- Paracetamol 3x1 gr
- Novorapid 3x4 IU SC
23

- Lantus 0-0-6 IU SC
- Mecobalamin 2x500 mg
- B complex 2x1
- Curcuma 2x1
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Rawat luka
Monitoring
- Cek Vital Sign
- GDS :163
mg/dL Planning
-
GDS
- DL ulang
Sabtu, 5 Juni 2021

Keluhan : Pasien mengeluh lemas, pasien mengigau

KU : sakit sedang
Kesadaran :
Composmentis GCS :
E4V5M6
Tanda Vital : TD: 110/60 mmHg, N : 80x/menit, RR : 21x/mnt, T : 36°C
(axilla), SpO2 : 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normochepali
- Mata: : reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak
ada, deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada,
carries tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
24

- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tid\ak ada, JVP normal (5+2 cm),
pembesaran KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan
auskultasi tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tampak pada sela iga V, linea
midclavicula sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis

sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, mur-mur (-).


Pulmo :

 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
 Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan
kiri, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
25

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Abdomen :
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
+ + +
+ + +

+ + +

 Palpasi : Nyeri tekan


- - -

- - -

- - -

- Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

 Terdapat luka pada kaki kiri, luka masih basah


 ROM terbatas
26

Diagnosis :
1. DM Tipe 2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
2. Anemia Ringan NN ec
ACD Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Ceftiaxon 3x1 gr IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
- Paracetamol 3x1 gr
- Novorapid 3x4 IU
- Lantus 0-0-6 IU
- Mecobalamin 2x500 mg
- B complex 2x1
- Curcuma 2x1
- Rawat luka
- Diet DM 1500 kkal/hari

Monitoring
- Cek Vital Sign
- GDS : 124 mg/dL
- DL bermakna : WBC 18,9 (H), GRAN 16,5 (H), GRAN% 87,6 (H), HGB
9,7 (L), HCT 29,2
(L)
27

Minggu, 6 Juni 2021

Keluhan : Pasien mengeluh sedikit lemas

KU : sakit sedang
Kesadaran :
Composmentis GCS :
E4V5M6
Tanda Vital : TD: 120/70 mmHg, N : 81x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36°C
(axilla), SpO2 : 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normochepali
- Mata: : reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tid\ak ada, JVP normal (5+2 cm),
pembesaran KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan
auskultasi tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tampak pada sela iga V, linea
midclavicula sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra


28

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, mur-mur


(-). Pulmo :

 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada


gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
 Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan
kiri, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Abdomen :
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
+ + +

+ + +

+ + +

29

 Palpasi : Nyeri tekan


- - -

- - -

- - -

- Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

 Terdapat luka pada kaki kiri


 Luka masih sedikit basah
 ROM terbatas
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
2. Anemia Ringan NN ec ACD
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Ceftiaxon 3x1 gr IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
30

- Paracetamol 3x1 gr
- Mecobalamin 2x500 mg
- Insulin 4 IU
- B complex 2x1
- Curcuma 2x1
- Diet DM 1500kkal/hari
Monitoring
- Cek Vital Sign
- GDS :115 mg/dl
- DL bermakna: WBC 14.4 (H), HGB 9.6 (L), HCT 29,2 (L)

Senin, 7 Juni 2021

Keluhan : Pasien sedikit lemas, tetapi sudah lebih baik daripada kemarin,
nafsu makan membaik

KU : sakit sedang
Kesadaran :
Composmentis GCS :
E4V5M6
Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg, N : 81x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36,2°C
(axilla), SpO2 : 99% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normochepali
- Mata: : reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak
ada, deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada,
carries tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
31

- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tid\ak ada, JVP normal (5+2 cm),
pembesaran KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan
auskultasi tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tampak pada sela iga V, linea
midclavicula sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra

Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis

sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur


(-) Pulmo :
 Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
 Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan
kiri, pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
32

 Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

- Abdomen :
 Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
 Auskultasi: bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
+ + +

+ + +

+ + +

 Palpasi : Nyeri tekan


- - -

- - -

- - -

- Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
33

 Terdapat luka pada kaki kiri tetapi sudah mulai kering


Diagnosis :
1. DM Tipe
2
 DM DF Wagner 5 post debridement
 Gastropati Diabetik
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Ceftiaxon 3x1 gr IV
- Levofloxacin 1x750 mg
- Esomeprazole 2x40 mg
- Ondancentron 3x8 mg
- Paracetamol 3x1 gr
- Insulin 4 IU
- Mecobalamin 2x500 mg
- B complex 2x1
- Curcuma 2x1
- Rawat luka
- Diet dm 1500 kkal/hari
Monitoring
- Cek Vital Sign
- GDS :114 mg/dl
Planning : Pasien bisa pulang

BAB
3

3.1 Diabetes Mellitus


A. Definisi
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua – duanya (Perkeni, 2015).
B. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Tabel 3.1 Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
No : Klasifikasi

1. Diabetes Tipe 1

Diakibatkan oleh adanya destruksi sel ß, hal ini dapat


menyebabkan defisiensi insulin absolut.

A. Dimediasi oleh imunitas


B. Ideopatik
2. Diabetes Tipe 2

Bersifat variatif, yaitu dapat diakibatkan oleh resistensi


insulin dominan dengan defisiensi insulin relatif hingga
adanya defek sekretorik insulin dengan resistensi insulin.

3. Diabetes Tipe Lainnya

A. Defek genetik fungsi sel beta


B. Defek genetik fungsi insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas
D. Endokrinopati
E. Akibat obat atau zat kimia
F. Infeksi

3
4
35

G. Sindrom genetik yang berkaitan dengan DM


4. Diabetes Gestasional

Intoleransi glukosa dapat terjadi selama kehamilan, terutama


pada trimester dua dan tiga.

C. Faktor Risiko
Sumber : PERKENI, 2015
Adapun beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
diabetes mellitus, diantaranya : (Zheng, 2018)
a. Riwayat keluarga dengan diabetes, seperti orang tua atau
saudara kandung dengan diabetes mellitus.
b. Usia
Seseorang dengan usia >40 tahun memiliki peningkatan
risiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa yang
disebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh,
khususnya kemampuan dari sel ß dalam mensekresikan insulin
untuk mematabolisme glukosa.
c. Jenis Kelamin
Perempuan lebih berpeluang untuk terjadi DM dibandingkan laki
laki dengan alasan faktor hormonal dan metabolisme.
d. Obesitas (BMI ≥25 kg/m2)
Obesitas dikaitkan dengan banyak kelainan metabolik yang
dapat meneyababkan resistensi insulin
e. Aktivitas fisik yang kurang
Pengaruh aktivitas fisik secara langsung berhubungan dengan
peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak
otot mengambil glukosa dari aliran darah)
36

f. Ras / etnis
Ras Asia umumnya memiliki presentase lemak tubuh total dan
lemak viseral yang lebih tinggi dibandingkan ras kulit putih hal ini
akan meningkatkan risiko DM tipe 2 (Sudoyo, 2018).
g. Kadar kolesterol
Dislipidemia dapat menyebabkan terjadinya resistensi
insulin. h. Merokok
Perokok cenderung memiliki akumulasi lemak sentral daripada
bukan perokok, selain itu rokok diketahui dapat menyebabkan
resistensi insulin dan menurunkan respon dari sekresi insulin.
D. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
Tabel 3.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
No : Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL


(11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat


pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa> 126 mg/dL


(7,0 mmol/L)

Puasa diartikan dimana pasien tidak mendapatkan kalori


tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban
glukosa yan setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.

4. HbA1C (≥ 6,5%)

Sumber : Sudoyo, 2018


37

E. Patofisologi
Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus sebagai
akibat dari beberapa hal diantaranya :
 Rusaknya (destruksi) sel ß yang dipengaruhi oleh faktor eksternal
(virus,
zat kimia, dll) atau dari faktor internal (penyakit autoimun) sehingga
terjadi defisiensi insulin, penurunan sensitivitas reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas (Hammer, 2014 & Skyler, 2017).
 Adanya resistensi insulin (kemunduran potensi insulin
untuk
meningkatkan pengambilan glukosa dan penggunaan glukosa oleh
sel- sel tubuh) (Skyler, 2017).
 Resistensi insulin dapat disebabkan oleh suatu produk sel ß
yang
abnormal, antagonis insulin dalam sirkulasi, atau insensitivitas
reseptor insulin di jaringan perifer (Skyler, 2017).

Gambar 3.1 Patofisiologi dan Patogenesis Diabetes Mellitus


(Skyler,
2017).
38

Pada DM tipe 1 umumnya disebabkan akibat kerusakan sel-sel ß


pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun ataupun ideopatik.
Ada beberapa tipe autoantibodi yang dihubungkan dengan DM tipe 1
diantaranya, ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet Cell
Surface Antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase) (Abbas, 2015). ICCA merupakan autoantibodi utama pada
pasien DM tipe 1 dan dapat dikenali oleh berbegai jenis sel pada pankreas.
Namun demikian, autoantibodi ini hanya selektif menghancurkan sel ß
(Skyler, 2017). Destruksi autoimun sel-sel ß pulau Langerhans pankreas
dapat menyebabkan defisiensi sekresi insulin. Hal ini yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe 1 (Kasper, 2015).
Pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin, produksi glukosa yang meningkat, dan
metabolisme lemak yang berlebihan. Proses feedback (umpan-balik) antara
fungsi dan sekresi insulin terganggu maka fungsi insulin dalam hepar, otot,
dan jaringan adiposa serta sekresi insulin oleh sel beta pada pankreas juga
turut terganggu. Hal ini berdampak pada peningkatan kadar glukosa darah.
Tahap awal DM tipe 2, toleransi glukosa cukup normal walaupun sudah
terdapat resistensi insulin yang diakibatkan oleh kompensasi sel beta untuk
meningkatkan sekresi dari insulin (Kasper, 2015). Proses tersebut akan
berdampak pada hiperinsulinemia akibat pankreas tidak dapat
berkompensasi lagi, sehingga terjadi penurunan sekresi insulin (Abbas,
2015). Gangguan sekresi insulin ini akan meningkatkan prosuksi glukosa di
dalam hepar sehingga glukosa dalam darah akan meningkat (hiperglikemia)
(Sudoyo, 2018).
Glukosa memiliki sifat menarik cairan sehingga penderita diabetes
mellitus memiliki kecenderungan untuk banyak kencing (poliuri). Tubuh
yang kehilangan banyak cairan melalui urine dapat mengalami dehidrasi.
Kondisi ini menyebabkan rasa haus yang terus - menerus sehingga selalu
ingin minum (poidipsi). Sel-sel jaringan tubuh yang kekurangan suplai
glukosa akan
39
menjadi menyusut sehingga kemudian mengirimkan sinyal ke
otak untuk merangsang pusat lapar, sehingga penderita diabetes
mellitus memiliki kecenderungan untuk makan terus-menerus
(polifagi) (Sudoyo, 2018).
F. Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus
Menurut PERKENI (2015), pengendalian DM terdiri dari
empat pilar yaitu edukasi (termasuk pemantauan glukosa darah
mandiri), diet, latihan jasmani, dan pengobatan.
a. Non Farmakologi
 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu
selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik
(Perkeni, 2018).
 Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-
5 kali perminggu selama sekitar
30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu.
Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut (Perkeni, 2015).

b. Farmakologi
Beberapa farmakoterapi yang dapat digunakan sebagai anti-
hiperglikemik, yaitu :
Tabel 3.3. Obat Anti-Hiperglikemia Oral DM (ADA, 2017)
Gologan Generik Keuntungan Kerugian Kontraindikasi

Biguanid  Metformin  Tidak  Efek samping  Dehidrasi


menyebabkan gastrointestinal  Gagal hati
hipoglikemia  Risiko asidosis  GGK dengan laju
 Menurunkan laktat filtrasi
kejadian cvd  Defisiensi Vit glomerulus < 30
B12 ml/min
40
Sulfonylurea  Glibenclami  Efek  Risiko  Alergi
de hipoglikemik hipoglikemia sulfonylurea
 Glipizide kuat  Peningkatan BB  Gagal ginjal
 Gliclazide  Menurunkan  Pasien lansia
 Glimepiride komplikasi  Pasien
mikrovaskular hipoglikemia
Metiglinides  Repaglinide  Menurunkan  Risiko
glukosa hipoglikemia
postprandial  Peningkatan BB

Golongan Generik Keuntungan Kerugian Kontraindikasi

Thiazolidinediones  Pioglitazone  Tidak  Peningkatakan  Gagal jantung


menyebabkan BB kongestif
hipoglikemia  Edema, gagal  Gagal hepar
 Meningkatkan jantung  Gagal ginjal
HDL  Risiko fraktur
 Menurunkan meningkat pada
TG wanita
 Menurunkan menopause
kejadian CVD
Alfa-Glucosidase  Acarbose  Tidak  Efek samping  Penyakit
inhibitor  Voglibose menyebabkan gastrointestinal intestinal
hipoglikemi  Gagal ginjal
 Menurunkan
glukosa darah
postprandial
 Menurunkan
kejadian CVD

DPP-4 inhibitor  Sitagliptin  Tidak  Angioedema,


 Linagliptin menyebabkan urtica, atau efek
hipoglikemi dermatologis
 Ditoleransi lainnya yang
dengan baik dimediasi respon
imun
 Hospitalisasi
akibat gagal
jantung
SGLT-2 inhibitors  Canagliflozin  Tidak  Infeksi urogenital  Gagal ginjal
 Dapagliflozin menyebabkan  Poliuria kronik
 Empagliflozin hipoglikemia  Hipotensi /  Infeksi saluran
 Penurunan BB hypovolemia kemih
 Penurunan TD  Peningkatan
 Efektif untuk kreatinin
semua fase DM
41
Tabel 3.4. Obat Anti-Hiperglikemia Injeksi (ADA, 2017)
Golongan Generik Keuntungan Kerugian

Insulin 1. Rapid-acting  Respon  Hipoglikemia


analog universal  Meningkatkan BB
o Aspart  Efektif  Tidak nyaman
o Glulisine menurunkan  Perlu pelatihan
o Lispro glukosa darah pasien
2. Short-acting  Menurunkan
o Human komplikasi
insulin mikrovaskular
3. Intermediate-
acting
o Human NPH
(Neutral
Protamine
Hagedorn)
4. Basal insulin
analog
o Glargine
o Detemir
o Degludec
5. Pre-mixed insulin
o Human
regular insulin
with NPH
o Rapid acting
insulin analog
with NPH

Agonis 1. Liraglutide  Tidak  Efek samping


GLP-1 2. Exenatide menyebabkan gastrointestinal
3. Albiglutide hipoglikemia  Meningkatkan
4. Lixisenatide  Menurunkan denyut jantung
5. Dulaglutide glukosa  Bentuknya ijeksi
postprandial  Membutuhka
 Menurunkan pelatihan pasien.
faktor risiko
CVD
42

G. Komplikasi Diabetes Mellitus


Menurut PERKENI (2015), komplikasi DM terdiri atas :
a. Komplikasi akut meliputi
:
o Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Hiperketonemia dan hiperglikemia mangakibatkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektroit. perubahan tersebut
memicu lebih lanjut hormon stress sehingga dapat memperburuk
hiperglikemia dan hiperketonemia (Sudoyo, 2018).
o Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada SHH, hiperglikemia dan dehidrasi lebih berat yang
disertai dengan gangguan kesadaran dan tidak disertai dengan
ketoasidosis yang berat (Sudoyo, 2018).
b. Komplikasi kronik, terdiri dari makrovaskular, mikrovaskular,
dan infeksi.
o Komplikasi makrovaskular :
 Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tepi, dan penyakit
serebrovaskular (stroke) merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas akibat diabetes mellitus. Hiperglikemia dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan penumpukan
glikopretein hingga akhirnya menimbulkan aterosklerosis.
Komplikasi dari penyakit kardivaskular ini bergantung pada
letak aterosklerosis tersebut berada (Hammer, 2014).
 Hipertensi
Peningkatan konsentrasi insulin dapat meningkatkan
retensi natrium di ginjal dan peningkatan sistem saraf
simpatis (Hammer, 2014). Insulin juga dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
konsentrentrasi natrium dan
43

kalsium di dalam intraseluler yang akan menyebabkan


dinding vasa lebih peka terhadap Angiotensin-II,
noradrenalin, dan NaCl (Guyton, 2014).
o Komplikasi
mikrovaskular :
 Retinopati
diabetik
Retinopati diabetik merupakan suatu kelainan
pembuluh darah progresif yang ditandai dengan
pembentukan pembuluh darah baru yang hanya terdiri atas
satu lapisan endotel tanpa sel perisit dan membran basalis
sehingga sangat mudah untuk pecah (Sudoyo, 2018).
 Nefropati
diabetik
Pada keadaan hiperglikemik yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan hiperfiltrasi dan hipertrofi pada ginjal,
sehingga area filtrasi glomerulus akan berkurang (Sudoyo,
2018).

 Gastropati
Diabetik
Gastropati diabetik merupakan komplikasi diabetes mellitus
yang menyebabkan berbagai masalah pencernaan,
khususnya pada lambung. Menurut American Diabetes
Association, menjelaskan bahwa gastropati diabetik
menunjukkan terjadinya kerusakan fungsi dari sistem otot
dan saraf (neuromuskuler) dibagian lambung karena keadaan
gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dalam jangka
panjang (Sudoyo,
201
8)
 Neuropati
Diabetik
Neuropati autonomik dapat berdampak pada fungsi
pupil, kardiovaskular, gastrointestinal, dan genitourinary
(Sudoyo, 2018).
44
 Ulkus kaki diabetik
Neuropati sensorimotor dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus (Zheng, 2018).
Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner :

o Infeksi
a. Derajat 0 : tidak ada lesi beresiko tinggi menjadi kaki diabetic.
b. Derajat 1 : ulkus superficial tanpa infeksi. Disebut juga ulkus neuropati karena lebih
sering ditemukan didaerah kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu di
daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya kallus
c. Derajat 2 : ulkus dalam yang disertai selulitis tanpa obses atau tanpa kelainan tulang
d. Derajat 3 : ulkus dengan kelainan kulit dan abses luas yang dalam disertai kelainan
tulang/oeteomielitis
e. Derajat 4 : gangrene terbatas yaitu pada ibu jari kaki dan tumit. Penyebab utamanya
adalah iskemik , oleh karena itu disebut juga ulkus iskemik yang terbatas pada daerah
tertentu.
f. Derajat 5 : Gangren seluruh kaki. Biasanya karena sumbatan arteri besar tetapi juga ada
kelainan neuropati, dan infeksi.

Pada penderita DM diketahui bahwa kadar glukosa yang


sangat tinggi dan tidak terkontrol dalam waktu lama dapat
menurunkan
45

3.2 Anemia
fungsi fagositosis oleh sel leukosit sehingga rentan terkena infeksi dan menyebabkan
inflamasi (James, 2014).
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu, dalam
diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus
dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting
karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini
dapat diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang
tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus
anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat
diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Pendekatan terhadap pasien
anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan patofisiologi anemia, serta
ketrampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya
(Bakta, 2016).

Anemia didefinisikan dari National Kidney Foundation Kidney Disease


Outcomes Quality Initiative (NKF/K-DOQI) sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb)
yang kurang dari 13,5 g/dL pada laki-laki dewasa dan kurang dari 12 g/dL pada
wanita dewasa. Berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO), anemia
dikatakan bila hemoglobin < 13 g/dl pada laki-laki dan < 12 g/dl pada wanita
dewasa tidak hamil. Di Indonesia untuk mempermudah klinisi dalam menangani dan
mendiagnosa anemia digunakan kriteria klinik anemia yaitu hemoglobin < 10 g/dl,
hematokrit < 30% dan eritrosit < 2,8 juta/mm3 (Bakta, 2006). Anemia merupakan
temuan yang hampir selalu ada pada pasien penyakit ginjal lanjut, dengan
hematokrit 18% hingga 20% lazim terjadi. Anemia pada gagal ginjal kronik
merupakan anemia jenis normokromik normositik, yaitu anemia karena terjadi
defisiensi eritropoietin. Penelitian retrospektif observasional pada pasien
hemodialisis dan gagal jantung menunjukkan bahwa anemia merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya mortalitas. Selain itu, anemia
46

mempengaruhi morbiditas pada pasien gagal ginjal tahap akhir (ESRD), gagal
ginjal kronik, dan gagal jantung (Suega, 2014).

Anemia Penyakit Kronik


Anemia pada penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit
kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi, yaitu
hipoferemia sehingga penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin
berkurang tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup (Bakta, 2016). Anemia
penyakit kronik biasanya merupakan anemia derajat ringan hingga sedang (kadar
hemoglobin 8-9,5 g/dl) dengan morfologi normokromik normositer atau bisa juga
hipokromik mikrositer akibat semakin progresifnya perjalanan penyakit (Suega,
2014).
Anemia penyakit kronik ditandai dengan rendahnya kadar besi serum, serum
transferin yang rendah atau normal, dengan ferritin normal atau meningkat. Kadar
retikulosit sering rendah sebagai akibat ekspresi dari produksi sel darah merah yang
rendah, dan terjadi hypoferemia sebagai akibat perolehan besi dari sistem
retikuloendotelial. Konsekuensi dari rendahnya kadar besi serum adalah
menurunnya saturasi transferrin dan dapat semakin rendah bila terjadi anemia
defisiensi besi dan penyakit kronik secara bersamaan. Kadar ferritin bisa normal
atau meningkat pada pasien anemia penyakit kronik, dimana hal ini
menggambarkan tingginya cadangan besi akibat retensi besi pada sistem
retikuloendotelial, dan ferritin yang tinggi juga sering terjadi akibat suatu aktivasi
sistem imun. Anemia dengan gambaran mikrositer sering akibat adanya kondisi
defisiensi besi yang bersamaan dengan penyakit kronik. Patogenesis anemia
inflamasi sama dengan anemia penyakit kronik secara umum melibatkan beberapa
mekanisme, yaitu pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan produksi
Eritropoetin, penurunan respon sumsum tulang terhadap Eritropoetin dan gangguan
homeostasis besi (Suega, 2014). Secara lengkap, patogenesis anemia penyakit
kronik khususnya yang terkait gangguan homeostasis besi, dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
47

Pada panel A, invasi mikroorganisme, munculnya sel ganas, disregulasi


autoimun akan memicu aktivasi sel T (CD3+) dan monosit. Sel ini akan
menginduksi mekanisme efektor, dengan memproduksi sitokin seperti IFN γ (dari
sel T) dan TNF α, IL 1, IL 6, dan IL 10. Pada panel B IL 6 dan lipopolisakarida
akan menstimulasi ekspresi protein fase akut hepcidin di hepar yang akan
menghambat absorpsi duodenum pada besi. Pada panel C, IFN γ, lipopolisakarida
atau keduanya meningkatkan ekspresi DMT 1 pada makrofag dan menstimulasi
ambilan besi. Sitokin antiinflamasi IL 10 meningkatkan ekspresi reseptor transferin
dan meningkatkan ambilan besi yang terikat transferin ke dalam monosit. Sebagai
tambahan makrofag yang teraktivasi akan mendegradasi eritrosit yang mati untuk
daur ulang besi.
Proses ini lebih jauh akan dipicu oleh TNF α melalui kerusakan membran
eritrosit dan menstimulasi fagositosit. IFN γ dan lipopolisakarida menurunkan
ekspresi ferroportin transporter besi pada makrofag sehingga menghambat
pengeluaran besi dari makrofag. Proses ini dipengaruhi oleh hepcidin. Pada waktu
yang sama TNF α, IL 1,
48

IL 6 dan IL 10 menginduksi ekspresi ferritin dan menstimulasi penyimpanan


dan retensi besi pada makrofag. Jadi secara umum mekanisme ini akan
menurunkan konsentrasi besi pada sirkulasi dan mengurangi ketersediaan besi
untuk sel induk eritroid. Pada Panel D, TNF α dan IFN γ dan menghambat
produksi eritropoetin pada ginjal. Pada panel E, IFN γ dan IL 1 secara langsung
menghambat diferensiasi dan proliferasi dari sel induk eritroid. Rendahnya
ketersediaan besi akan menurunkan aktivitas biologis eritropoetin sehingga
akan menghambat eritropoesis dan menyebabkan berkembangnya anemia
(Suega, 2014).

Perbandingan Anemia Penyakit Kronik dengan Anemia


Defisiensi Besi
Anemia penyakit kronis biasanya merupakan komplikasi dari suatu
penyakit kronis. Tujuan dari tata laksana APK adalah memperbaiki penyakit
kronis yang mendasarinya. Penanganan awal dari anemia penyakit kronis hanya
bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin melalui transfusi darah atau
pemberian zat besi. Namun, saat ini tata laksana berubah sesuai dengan
penyakit sistemik yang mendasarinya. Berikut adalah tata laksana yang dapat
dipertimbangkan pada anemia penyakit kronis (Hadiyanto et al, 2018).
a. Tata Laksana
Rasional
Tata laksana rasional pada anemia penyakit kronis berdasarkan dua hal,
yaitu (1) Anemia dapat memburuk sehingga membutuhkan kompensasi dari
peningkatan curah jantung untuk mempertahankan hantaran oksigen ke
seluruh tubuh dan (2)
49

Anemia menunjukkan prognosis buruk, terlebih pada pasien usia lanjut dengan
faktor risiko (penyakit arteri koroner, penyakit paru, gagal ginjal
kronis).5,23
Kadar Hb ≤ 8 g/dL pada pasien penyakit ginjal kronis dan menjalani
hemodialisis menunjukkan adanya peningkatan 2 kali risiko kematian jika
dibandingkan dengan pasien dengan kadar Hb 10–11 g/dL.20 Pasien dengan
kadar Hb >10 g/dL menunjukkan adanya perbaikan angka kehidupan dan juga
hasil terapi yang baik (Hadiyanto et al, 2018).
b. Tatalasana
Pilihan
Transfusi
Terapi transfusi diberikan untuk intervensi yang cepat dan efektif,
terutama pada anemia yang mengancam jiwa (Hb <6,5 g/dL). Tidak ada
batasan kadar hemoglobin yang pasti sebagai indikasi pemberian transfusi
tetapi sebaiknya kadar hemoglobin pasien dipertahankan pada 10-11 g/dL.
Walaupun transfusi dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup, transfusi
juga dapat meningkatkan risiko kegagalan multi-organ dan angka mortalitas
pada pasien kritis. Transfusi darah jangka panjang tidak direkomendasikan
pada anemia penyakit kronis dengan kanker/gagal ginjal kronis karena risiko
serta efek samping berupa overload besi dan sensitisasi antigen HLA yang
terjadi pada pasien sebelum transplantasi ginjal (Hadiyanto et al, 2018).
Terapi Zat Besi
Pemberian terapi zat besi pada anemia penyakit kronis hanya diberikan
apabila terdapat defisiensi zat besi. Defisiensi besi pada anemia penyakit
kronis diberikan suplementasi besi baik secara tunggal atau kombinasi
dengan agen stimulasi eritropoietin.5 Walaupun pemberian tablet besi secara
oral mudah diaplikasikan dan biaya yang dibutuhkan sedikit, tetapi
efektifitasnya menurun karena hepsidin membatasi penyerapan besi pada
saluran cerna. Oleh karena itu, pemberian besi secara intravena jauh lebih
efektif (Hadiyanto et al, 2018).
50

Eritropoietin
Selain untuk menghindarkan pasien dari transfusi serta efek
sampingnya, pemberian eritropoietin juga mempunyai keuntungan berupa
efek anti- inflamasi dengan cara menekan produksi dari TNF-α dan
interferon-γ. Pemberian eritropoietin dikhususkan pada anemia penyakit
kronis dengan penyakit gagal ginjal kronis yaitu pemberian eritropoietin alfa
(Hadiyanto et al,
2018).
3.1 Kesimpulan
BAB 3
PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ibu NWJ usia 57 tahun
masuk rumah sakit pada tanggal 21 Mei 2021 dengan keluhan luka dikaki sebelah
kiri yang tak kunjung sembuh. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pasien memiliki kadar glukosa darah yang tinggi sehingga
mengarahkan diagnosis pasien yaitu Diabetes Mellitus tipe 2 yang sudah
berkomplikasi yaitu diabetik foot dan gastropati diabetik, serta ada juga diagnosis
lain yaitu Anemia Ringan Normositik Normokromik dilihat dari Hb pasien yang
dibawah 10 mg/dl. Tatalaksana yang diberikan yaitu pemberian insulin untuk
mengontrol dari glukosa darah pasien kemudian merawat luka pasien, memonitoring
dari diet pasien, dan diberikan transfuse darah (PRC) jika Hb terus mengalami
penurunan. Mengontrol gula darah pasien sangat penting untuk prognosis dari
pasien, karena apabila gula darah pasien terkontrol dengan baik maka prognosis
nya bisa ke arah bonam, tetapi apabila gula darah pasien
tidak terkontrol maka prognosis pasien akan menjadi buruk (malam).
5
1

DAFTAR
PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar,V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi
9.
Singapura : Elsevier Saunder
American Diabetes Association, 2017. Standar of Medical Care in Diabetes
2017
Vol. 40. United American State : ADA
Bakta, I.M. 2016. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
Guyton, A. C., Hall, J.E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta :
EGC
Hadiyanto, J.N., Margareth Gracia, Alius Cahyadi, Mario Steffanus. (2018). Anemia
Penyakit Kronis. Jurnal Indonesia Medical Association, Volume 68, Nomor
10, pp. 443-450
Hammer, Gary D & J. Stephen. 2014. Pathophysiology Of Disease An Introduction
To
Clinical Medicine. Ed. 7. USE : Mc Graw Hill Education
Kasper, DL., et al. 2015. Horrison’s Principles of Internal Medicine Ed.19.
New
York : McGraw-Hill
James, Rebecca., & Hijaz, Adonis. 2014. Lower Urinary Tract Symptoms in
Women with Diabetes Mellitus : A Current Review. New York : Springer
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2015. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
Tahun 2015. Jakarta : Perkeni
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian Pengembangan Kementerian Kesehatan
Republik
Indonesia. Jakarta: Riskesdas.
Shresta, Dina., et all. 2018. National Consensus Statement on the Management
of
Type 2 Diabetes Mellitus in Nepal. Nepal : DEAN
Skyler, Jas J, et al. 2017. Differentiation of Diabetes by Pathophysiology,
Natural
History, and Prognosis. USA : ADA
Sudoyo, AW., Setiati S., Stiyohadi B., Syam AF. 2018. Buku Ajar Ilmu
Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Internal Publishing

5
2
53

Suega, K. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publihing, pp. 425-556
World Health Organization. 2017. Diabetes . medica Centre. Diunduh
dari http://www.who.int/medicacentre/fatshets/fs312/en. Diakses November
2018
Zheng, Yan. Ley, Sylvia H & Hu, Frank B. 2018. Global Aetiology And
Epidemiology Of Type 2 Diabetes Mellitus And Its Complication. USE
: Macmillan Publisher. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29219149

Anda mungkin juga menyukai