Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION


CIROSIS HEPATIS DEGENERASI MALIGNAN

OLEH:
Dimas Agung Okoputra
015.06.0015

PEMBIMBING
dr.Arya Baruna Purwa Sunu, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT


DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul Cirosis hepatis degenrasi malignan.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan
tentang tata cara penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani
kepanitraan klinik di RSUD Klungkung.

Klungkung, 20 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II LAPORAN KASUS STASE BESAR ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KLUNGKUNG SMF ILMU PENYAKIT DALAM....................................5
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................5
2.2 Anamnesis......................................................................................................5
2.3Pemeriksaan Fisik...........................................................................................7
2.3 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................10
2.4 Diagnosis Kerja............................................................................................17
2.5 Plan...............................................................................................................17
2.6 Follow Up....................................................................................................18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................40
3.1 Definisi.........................................................................................................40
3.2 Klasifikasi....................................................................................................40
3.3 Epidemiologi................................................................................................42
3.4 Etiologi.........................................................................................................42
3.5 Patofisiologi.................................................................................................42
3.6 Manifestasi Klinis........................................................................................47
3.7 Diagnosis......................................................................................................49
3.8 Diagnosis Banding.......................................................................................52
3.9 Tatalaksana...................................................................................................52
3.10 Komplikasi.................................................................................................56
3.11 Prognosis....................................................................................................56
BAB IV Pembahasan.............................................................................................58
BAB VI Penutup....................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................62

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan


stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
perubahan arsitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. Sirosis hepatis
adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan perubahan arsitektur
hepar dan pembentukan nodul regeneratif. Sirosis hepatis merupakan penyakit
kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis, disorganisasi struktur
lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit, yang merupakan hasil
akhir kerusakan hepatoseluler Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatik. Pada
keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu
otopsi. Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebabnya antara lain
adalah penyakit infeksi, penyakit keturunan dan metabolik, obat-obatan dan
toksin. Di Negara barat penyebab terbanyak sirosis hepatis adalah konsumsi
alkohol, sedangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh virus hepatitis B
maupun C. Sirosis hepatis merupakan fase lanjut dari penyakit hati kronis dengan
tanda berupa terjadinya proses peradangan, nekrosis sel hati, usaha regenerasi, dan
penambahan jaringan ikat difus (fibrosis) dengan terbentuknya nodul yang
mengganggu susunan lobulus hati dan irreversibel. Keseluruhan insiden sirosis
hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik.
(Disegna,2019)
Berdasarkan klinisnya sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis
kompensata yaitu sirosis hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis
hepatis dekompensata yaitu sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang
jelas. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara
tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
penyakit lain. Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien sirosis hepatis antara
lain berupa lemah, penurunan berat badan, nyeri perut, ikterus (BAK kecoklatan
dan mata kuning), perut membesar, riwayat konsumsi alkohol, riwayat sakit

3
kuning, muntah darah ,BAB hitam. Dari pemeiksaan fisik, biasanya ditemukan
tanda – tanda kegagalan fungsi hati berupa : Ikterus, spider naevi, ginekomastisia,
hipoalbumin,kerontokan bulu ketiak, ascites, eritema palmaris serta tanda-tanda
hipertensi portal berupa Varises esofagus/cardia, splenomegali, pelebaran vena
kolateral, ascites, hemoroid, caput medusa.
Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-
laporan dari beberapa pusat pendidikan yang melakukan riset atau penelitian
terkait kasus sirosis hepatis. Berdasarkan klinisnya sirosis hepatis dibagi menjadi
sirosis hepatis kompensata yaitu sirosis hati yang belum menunjukkan gejala
klinis dan sirosis hepatis dekompensata yaitu sirosis hati yang menunjukkan
gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena penyakit lain.
Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien sirosis hepatis antara lain
berupa lemah, penurunan berat badan, nyeri perut, ikterus (BAK kecoklatan dan
mata kuning), perut membesar, riwayat konsumsi alkohol, riwayat sakit kuning,
muntah darah ,BAB hitam. Sekurang kurangnya ditemukan 3 dari gejala tersebut
kita harus melakukan risk manajemen terhadap pasien menurut Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) tentang manajemen pasien
sirosis hepatis. Dari pemeiksaan fisik, biasanya ditemukan tanda – tanda
kegagalan fungsi hati berupa : Ikterus, spider naevi, ginekomastisia,
hipoalbumin,kerontokan bulu ketiak, ascites, eritema palmaris serta tanda-tanda
hipertensi portal berupa Varises esofagus/cardia, splenomegali, pelebaran vena
kolateral, ascites, hemoroid, caput medusa.

4
BAB I
LAPORAN KASUS STASE BESAR ILMU PENYAKIT DALAM RSUD
KLUNGKUNG SMF ILMU PENYAKIT DALAM

I.1 Identitas Pasien

a. Nama : I Gede Suastika


b. TTL : 31-12-1964
c. Usia : 57 tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Alamat : BR TAKEDAN DUSUN SELAT
f. Pendidikan : Tidak Sekolah
g. Pekerjaan : Petani
h. Agama : Hindu
i. Status Perkawinan : Sudah menikah
j. Tanggal MRS : 04 – 09 – 2021
k. No.RM : 102789
l. Ruangan : Cermai L3/C5

I.2 Anamnesis
Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis
pada tanggal 07/09/2021
a. Keluhan Utama :
Nyeri ulu hati menjalar ke pinggang
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Klungkung diantar oleh keluarga
dengan mengelukan nyeri ulu hati sejak kemarin, pasien mengaku makan
dan minum berkurang karena nyeri tersebut, mual (+) dan muntah
disangkal, pada saat dianamnesa (07/09/2021) pasien mengaku nyeri ulu
hati masih terasa dan semakin parah saat malam hari, pasien juga
mengakatan kalau nafsu makan menurun sejak 3 hari sebelum ke
rumahsakit, nyeri disertai penjalaran ke punggung dan membuat pasien
sulit tidur, pasien juga mengaku perut terasa penuh, riwayat penyakit
diabetes di akui pasien sejak tahun 2019 dan menggunakan OAD,
hipertensi dan penyakit lain disangkal pasien, pasien mengaku merokok

5
dan minum alkohol namun tidak setiap saat, pasien mengatakan dulu
pernah di diagnosis dengan penyakit hati saat berobat ke RS Sanglah
dengan keluhan yang serupa, keluhan lain disangkal pasien.
c. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluhan yang sama : (+)
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat gastritis : (-)
 Riwayat hepatitis : (-)
 Riwayat esofagus erosif : (-)
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
 Pasien memiliki riwayat terdiagnosa sirosis hepatis.
d. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : (+)
 Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat pengobatan
Pasien sempat meminum obat anti nyeri di rumah namun lupa jenis
apa, pasien juga rutin meminum obat herbal. Riwayat pengobatan lain
yaitu OAD dan curcuma.
f. Riwayat sosial
 Riwayat merokok (+)
 Riwayat alkohol (+)
 Konsumsi obat-obatan terlarang (-)
g. Riwayat gizi
 Pola makan teratur
 Masukan cairan teratur
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran/GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)

6
c. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 90/70 mmHg
 Denyut Nadi : 98x/menit
 Suhu Aksila : 36,5 0C
 SpO2 : 98%
 RR : 19x/menit
 CRT : < 2 detik
 VAS : 4/10

d. Status Generalis

Kepala Inspeksi Normocephali, warna rambut hitam


bercampur putih, distribusi tidak merata,
tidak ditemukan cedera kepala.
Palpasi Nyeri tekan (-) pada wajah, tidak mudah
dicabut/tidak ada kerontokan.
Mata Inspeksi Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil bulat isokor (3mmx3mm), refleks
pupil (+/+).
Palpasi Nyeri tekan (-)

Telinga Inspeksi Otorea (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-)


Palpasi Nyeri tekan tragus dan mastoid (-/-)
Hidung Inspeksi Bentuk normal, tidak ada nafas cuping
hidung, septum deviasi (-/-), discharge (-/-),
serumen (-/-)
Palpasi Nyeri tekan (-)

Tenggorokan Inspeksi Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak


hiperemis, faring hiperemis (-)
Mulut Inspeksi Bentuk normal, bibir pucat (-), sianosis (-),
lidah kotor (-), karies (-), gusi berdarah (-),
gigi lengkap

7
Leher Inspeksi Bentuk leher normal, pergerakan leher
bebas.
Palpasi Pembesaran kelenjat Tiroid (-),
Pembengkakan KGB preaurikular,
retroaurikular, submandibula, submental,
supraklavikula (-)
JVP 4cm diatas angulus sterni/ 9cmH2O
Thorax Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas,
gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi
suprasternal.
Pulmo Inspeksi Gerakan simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
Palpasi Nyeri tekan (-), taktil fremitus simetris pada
kedua lapang paru
Perkusi Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Auskultasi Anterior

Vesikuler Ronkhi Wheezing


+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Posterior
+ + _ _ _ _
+ + _ _ _ _
+ + _ _ _ _

Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat.


Palpasi Iktus kordis teraba kuat angkat, melebar (-),
thrill (-)
Perkusi Batas jantung kanan: ICS V linea
parastrernal dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea

8
midclavicularis sinistra
Batas jantung atas:ICS II linea parsternalis
sinistra
Batas pinggang jantung: ICS III linea
parastrenal sinistra
Auskultasi S1S2 Normal Reguler, Murmur (-), Gallop
(-)
Abdomen Inspeksi Tidak ada sikatrik, massa (-), distensi (+),
terlihat abdomen membesar.
Auskultasi Bising usus (+), peristatlik usus (18x/menit)
Perkusi Timpani,Undulasi (-) shifting dullnes (+)
+ + +
- + -
- + -

Palpasi Terdapat defans muscular, turgor cukup,


hepar tidak teraba, lien teraba kelas 1
hacket.
Nyeri tekan (+) pada regio Iliaca D/S dan
Lumbar D/S
- - -
+ - +
+ - +
Ekstremitas Look Warna kulit normal, deformitas (-), sikatrik
Bawah (-), benjolan atau tumor (-)
Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
akral hangat.
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik
Ekstermitas Look Warna kulit normal, deformitas (-), sikatrik
Atas (-), benjolan atau tumor (-)
Feel Nyeri tekan (-), benjolan atau tumor (-),
akral hangat.
Movement Keterbatasan gerak (-)
CRT < 2 detik

9
I.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- 05 September 2021

Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 8.5 g/dl 10.8-16.5 Menurun
Lekosit 12.36 ribu/uL 3.5-10 Lekositosis
Hitung jenis
Neutrofil 86 % 39.3-73.7 Neutrofilia
Limfosit 9.6 % 18.0-48.3 Limfostopenia
Monosit 4.0 % 4.4-12.7 Menurun
Eusinofil 0.43 % 0.600-7.30 Menurun
Basofil 0.25 % 0.00-1.70 Normal
Erirosit 2.9 juta/uL 3.5-5.5 Menurun
Hematokrit 26.3 % 35-55 Menurun
Index Eritrosit
MCV 91.1 fL 81.1-96 Normal
MCH 29.4 pg 27.0-31.2 Normal
MCHC 32.3 % 31.5-35.0 Normal
RDW-CV 12.8 % 11.5-14.5 Normal
Trombosit 237 ribu/uL 145-450 Normal
MPV 7.17 fL 6.90-10.6 Normal

Kimia Klinik
Faal Hati
AST (SGOT) 14 U/L 8-37 Normal
ALT (SGPT) 12 U/L 13-42 Menurun
Albumin 3.4 g/dL 3.5-4.5 Menurun
Faal Ginjal
Ureum 47 mg/dL 10-50 Normal
Kreatinin 0.8 mg/Dl 0.6-1.2 Normal
Elektrolit
Natrium (Na) 132 mmol/ 135-145 Menurun
L
Kalium (K) 4.2 mmol/ 3.5-4.5 Normal
L
Klorida (Cl) 92 mmol/ 95-105 Menurun
L
Gula Darah

10
Gula darah sewaktu 450 mg/dL 80-200 Hiperglikemi
Urine lengkap
Makroskopis urine
Warna urine Kuning
Kejernihan Agak Khas
keruh
Kimia Urine
Lekosit esterase Negatif Negatif
pH Urine 6.0 5.0-7.0
Protein urine Negatif Negatif
Glukosa urine 3+ Negatif Glukouria
Bilirubin urine Negatif Negatif
Urobilinogen urine Negatif Positif
Keton urine Negatif Negatif
Nitrit urine Negatif Negatif
Darah urine Negatif mEq/L Negatif
Berat jenis urine 1.015
Sedimen Urine
Eritrosit urine 0-2 0-2
Lekosit urine 3-5 0-2 Leukouria
Epitel urine 0-1 0-5
Kristal Negatif LPK Negatif
Cast Negatif Negatif
Bakteri urine Negatif LPB Negatif
Lain – lain urine Jamur + Negatif

- 07 September 2021

Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hematologi
Darah Lengkap
Hemoglobin 9.8 g/dl 10.8-16.5 Menurun
Lekosit 17.53 ribu/uL 3.5-10 Lekositosis
Hitung jenis
Neutrofil 85 % 39.3-73.7 Neutrofilia
Limfosit 7.6 % 18.0-48.3 Limfositosis
Monosit 6.3 % 4.4-12.7 Normal
Eusinofil 0.63 % 0.600-7.30 Normal
Basofil 0.63 % 0.00-1.70 Normal
Erirosit 3.4 juta/uL 3.5-5.5 Menurun

11
Hematokrit 30.5 % 35-55 Menurun
Index Eritrosit
MCV 90.7 fL 81.1-96 Normal
MCH 29.1 pg 27.0-31.2 Normal
MCHC 32.1 % 31.5-35.0 Normal
RDW-CV 13.5 % 11.5-14.5 Normal
Trombosit 207 ribu/uL 145-450 Normal
MPV 8.58 fL 6.90-10.6 Normal
Kimia Klinik
Gula Darah
Glukosa darah puasa 227 mg/dL 74-106 Meningkat
Glukosa darah 2 jam PP 138 mg/dL <140 Normal

b. Pemeriksaan EKG (05/09/2021)

12
c. Pemeriksaan EKG (10/09/2021)

d. Pemeriksaan USG Abdomen (7 September 2021)


- Hempar : Ukuran tidak membesar, echoparenchyme heterogen, sudut
tajam, tepi ireguler, sistem vasculer dan billier tidak melebar, tampak
nodul multiple uk pnp 1,4cm
- GB : Ukuran tidak membesar, tidak tampak penebalan dinding, tidak
tampak batu maupun sludge, polip uk pnp 5,6mm
- Lien : Ukuran membesar, tidak tampak massa
- Pancreas : Ukuran normal, tidak tampak massa
- Ginjal kanan : Ukuran tidak membesar, echocortex meningkat dengan
prominent phyramid renalis, sinus cortex masih jelas, tidak tampak
ectasis, tidak tampak batu/kista maupun massa
- Ginjal kiri : Ukuran tidak membesar, echocortex meningkat dengan
prominent phyramid renalis, sinus cortex masih jelas, tidak tampak

ectasis, tidak tampak batu/kista maupun massa


- Buli : terisi urine cukup, tampak penebalan dinding, tak tampak batu.

13
- Tampak gambaran cairan bebas di cavum abdomen.

Kesan
- Sirosis hati dengan degenerasi malignan dan splenomegali serta acites
- Polips GB
- Akut Kidney Injury Bilateral
- Cystitis dengan pembesaran volume prostat
- Pancreas dalam batas normal
e. Pemeriksaan Foto Polos Thorak AP (05 september 2021)
- Cor : Tidak tampak membesar, kalsifikasi aorta knob
- Pulmo : corakan bronchovasculer meningkat dengan infiltrat di
paracardia kanan
- Sinus phrenocostalis kanan dan kiri tajam
- Diafragma kanan dan kiri normal
- Skelet hemithoraks : tidak tampak fracture

Kesan :
- Tidak tampak adanya cardiomegaly, aortoscerosis aorta knob
- Mengesankan gambaran pneumonia
f. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen (07 september 2021)
- Tak tampak bayangan radioopaque abnormal di KUB
- Contour ginjal kanan dan kiri normal
- Tak tampak pelebaran contour hepar dan lien
- Distribusi gas usus dan fecal material normal
- Psoas line shadow kanan dan kiri tampak normal
- Osteofit (+)

Kesan :
- Saat ini tidak tampak batu radioopaque di KUB
- Spondylosis lumbalis
g. Pemeriksaan Foto Polos Lumbosacral AP/lat (08-september 2021)

14
- Tak tampak listesis
- Tampak kompresi ringan cvth 12
- Densitas dan trabekulasi normal
- Pendikel intak dan spatium intervertebralis normal
- End plate tampak normal
- Lordotic view melurus
- Line of weight bearing jatuh di promontorium
- Osteofit (+)

Kesan :
- Tampak kompresi ringan cvth 12
- Tak tampak listesis
- Spondylosis lumbalis dengan paraspinal muscle spasme

h. Pemeriksaan Cairan Acites (09 september 2021)

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL

ALBUMIN 1.9 g/dL

GLUKOSA 140 Mg/dL 80-100

Nonne Negatif

Pandy Negatif

Hitung Jumlah Leukosit 4.710 sel/uL <500

Hitung Jenis Leukosit

- MN 45 sel/uL

15
- PMN 55 sel/uL <250

I.4 Diagnosis Kerja


- CHF
- Iskemik kardiomiophaty
- Cirosis Hepatis degenerasi Malignan
- DM tipe 2
- ISK

I.5 Plan
I.5.1 Diagnosis
- Lakukan Pemeriksaan Laboratorium (05/09/2021)
- Lakukan Pemeriksaan foto thorak AP (05/09/2021)
- Lakukan pemeriksaan EKG (05/09/2021)
- Lakukan Pemeriksaan foto Abdomen (07/09/2021)
- Lakukan Pemeriksaan foto Lumbosacral AP/lat (08/09/2021)
- Lakukan Pemeriksaan USG abdomen (07/06/2021)
- Lakukan Pemeriksaan Swab Antigen (03/09/2021)

I.5.2 Terapi

- IVFD Ringe Laktat 12 tpm


- Lanzoprasol 1x30mg IV
- Moxifloxacin 1x400mg IV
- Domperidone 3x10mg PO
- Drip insulin mulai 4IU/jam
o GDS 250-300  insulin 2IU/jam cek GDS setelah 2 jam
o GDS 200-250  insulin 1 IU/ jam cek GDS setelah 4 jam
o GDS 140-180  Long acting insulin 1x8IU cek tiap 1 jam

16
I.5.3 Kominikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
- KIE keluarga dan pasien terkait rencana pemeriksaan darah lengkap,
foto thoraks & abdomen, pemeriksaan EKG, dan USG abdomen.
- KIE pasien untuk pemantauan penggunaan insulin dan diet makanan.
- KIE keluarga dan pasien untuk mematuhi protokol kesehatan.
- KIE keluarga dan pasien terkait rencana rawat inap.

I.6 Follow Up
06 September 2021
S Melena (+), Mual (+), Nyeri (+), Muntah (+)
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 90/80
- N : 100x/menit
- RR: 19x/menit
- Suhu : 36,7oC
- SpO2: 98%
- VAS : 4/10
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-), JVP 4cm
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :

17
Nyeri tekan

- -

- -

- -

Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), asites (+), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi :
Timpani
+ + +
- + -

18
- + -
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
+ + +
+ + +

- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

CRT < 2 detik


- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
terdapat pembengkakan genu dextra, tidak ada keterbatasan ROM
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

CRT < 2 detik


A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
- ISK
P Diagnosis :
- KIE keluarga dan pasien terkait pemeriksaan USG abdomen atas
dan bawah (07/09/2021)
Terapi :
dr.Dewi, Sp.pd
- IVFD RL : Aminoleban (1:1) 12 tmp
- Lansoprasol 1x30mg IV
- Moxifloxacin 1x400mg IV

19
- Domperodone 3x10mg
- Lantus 1x8 IU
dr. Sri, Sp.JP
- Furosemid 1x ½ tab
- Spironolacton 1x25mg
- Concor 1x2,5mg
- Ramipril 1x2,5mg
- Nitrocaf 1x2,5 mg
- Sucralfat 3xCI
- Esomeprazol 2x 1
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait hasil pemeriksaan darah lengkap,
EKG, Rontgen Thoraks dan Swab Antigen.
- KIE keluarga dan pasien terkait penggunaan obat.
- KIE keluarga dan pasien untuk menerapkan protokol kesehatan.
- Monitoring penggunaan unsulin
07 September 2021
S Lemas (+), melena (-), Nyeri (+)
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 90/70
- N :90
- RR: 20x/menit
- Suhu : 37,8oC
- SpO2: 98%
- VAS 4/10
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),

20
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-), JVP 4cm
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan

- -

- -

- -

Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra

21
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), asites (-), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 11x/m
Perkusi :
Pada pemeriksaan perkusi ditemukan Shifting dullness namun tidak
tegas.
Timpani
+ + +
- + -
- + -

Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
+ - +
+ - +

- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
terdapat pembengkakan genu dextra, tidak adanya keterbatasan
ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
Pemeriksasan Penunjang :

22
- Pemeriksaan USG : Sirosis hati dengan degenerasi malignan dan
splenomegali serta acites, Polips GB, Akut Kidney Injury Bilateral,
Cystitis dengan pembesaran volume prostat
- Pemeriksaan Darah lengkap : Terlampir (Anemia ringan
normokromik normositer)
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
- ISK
P Diagnosis
- KIE keluarga dan pasien terkait rencana pemeriksaan EKG
- KIE pasien menegenai pengaturan gula darah
- KIE pasien mengenai hasil dari USG abdomen
- KIE pasien akan di konsulkan dengan dokter saraf
Terapi
- Lanjutkan Terapi
- Cek Gula darah sewaktu tiap 2 jam setelah makan.
- Konsul dr.Bhaskoro, Sp.S
Edukasi
- KIE keluarga dan pasien terkait hasil gula darah yang masih tinggi
- KIE pasien menegnai kasil dari USG abdomen
- Monitoring gula darah pasien
08 September 2021
S Lemas (+),BAB (-), tidak bisa tidur, nyeri perut hilang timbul
O KU: Baik
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 110/70
- N :64
- RR: 18x/menit
- Suhu : 36,3 oC
- SpO2: 98%

23
- VAS 4/10
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),JVP 4cm
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan

- -

- -

- -

Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

24
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), asites (+), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi :
Saat perkusi didapatkan shifting dullness
Timpani
+ + +
- + -
- + -
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
- - +
- - -

- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),

25
terdapat pembengkakan genu dextra, tidak ada keterbatasan.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik

Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan Foto polos Lumbosacral : Terlampir ( Adanya
gambaran kompresi ringan corpus vertebra thorakal 12 )
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
P Diagnosis : -
Terapi :
- Manajemen nyeri ( perubahan posisi)
- Lanjutkan terapi
- Tambahan terapi dr.Arya, Sp.pd
- Paracetamol 3x 500 mg
- Curcuma 2x1 mg
- Spironolacton 2x1 mg
- Tambahan dr.Sri
- Digoxin 0-0-1/2
Edukasi :
- KIE keluarga dan pasien terkait hasil pemeriksaan Foto polos
Lumbosacral.
- KIE keluarga pasien terkait penerapan protokol kesehatan
09 September 2021
S Lemas (+), Nyeri hilang timbul, BAB sulit
O KU: Lemah
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 120/80
- N :91

26
- RR: 19x/menit
- Suhu : 37oC
- SpO2: 99%
- VAS 4/10
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),kaku kuduk (-)
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan

- -

- -

- -

Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

27
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat

Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), asites (+), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 17x/m
Perkusi :
Timpani
+ + +
- + -
- + -

Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
- - +
- - +

- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

28
- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
terdapat pembengkakan genu dextra, tidak ada keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
CRT < 2 detik
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
P Diagnosis :
- KIE pasien mengenai parasentesis asites
- Pemeriksaan LAB hasil Parasentesis (bila ada)
Terapi
- Parasentesis asites (+) 800cc
- Terapi obat dilanjutkan
Edukasi :
- KIE mengenai pemeriksaan laboratorium cairan asites.
- Monitoring tekanan darah pasien

10 September 2021
S Lemas (+), nyeri berkurang, BAB(+), pasien mengeluh meriang
O KU: Membaik
Kesadaran: Compos mentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 90/80 mmHg
- N :79 x/menit
- RR: 18x/menit
- Suhu : 35 oC
- SpO2: 98%
- VAS 2/10

29
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), releks pupil (+/+),
oedema palpebra (-/-)
- THT : Masa (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), benda asing (-),
mukosa bibir tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, tonsil hiperemis (-)
- Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-/-), PKGB (-),JVP 4cm
- Thorax:
Paru :
Inspeksi : normochest, dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda-tanda peradangan
Palpasi :
Nyeri tekan

- -

- -

- -

Fremitus vokal normal kanan dan kiri sama.


Perkusi :
Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Auskultasi
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

30
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari kuat angkat
Perkusi :
Batas kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), asites (+), caput medusae (-), massa (-),
meteorismus (-), peradangan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 19x/m
Perkusi :
Timpani (+)
+ + +
- + -
- + -

Palpasi :
Nyeri tekan (+)
- - -
- - -
- - -

- Ekstremitas Atas
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
tidak adanya keterbatasan ROM.
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

- Ekstremitas Bawah
Warna Kulit Normal, Deformitas (-), Sikatrik (-), Nyeri Tekan (-),
terdapat pembengkakan genu dextra, tidak ada keterbatasan gerak.
Hangat Edema
+ + - -

31
+ + - -
CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan EKG : Terlampir ( gambaran atrial fibrilasi)
- KIE hasil pemeriksaan parasentesis asites.
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
- ISK
P Diagnosis :
- KIE pasien mengenai parasentesis asites
Terapi :
- Lanjutkan intervensi
- Digoxin 0-0-1 tablet (dr.Sri)
- Parasentesis asites (500cc)
Edukasi :
- Monitoring Tekanan darah pasien
- KIE mengenai efek pengeluaran cairan dari abdomen.

11 September 2021 (14.00 Wita)


S Lemas (-), Muntah (-), BAB (+)
O KU: Baik
Kesadaran: (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 120/70
- N : 90
- RR: 19x/menit
- Suhu : 37,3 oC
- SpO2: 99%
- VAS 1/10
Pasien merasa membaik dan dapat beraktivitas sendiri setelah dilakukan
parasentesis asites

32
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
P Diagnosis : -
Terapi :
- IVFD Aminoleban 7tpm
- Ceftriaxon 2x10mg
- Lantus 0-1-0 8IU
- Novorapid 3x6 IU
- Sucralfat 3xCI
- Curcuma 2x1mg
- Stop Digoxin (dr.Sri)
Edukasi :
- KIE keluarga terkait Perbaikan keadaan dan pemberian izin pulang
- KIE keluarga terkait kontrol rutin untuk memantau keadaan agar
tidak drop kembali
- Monitoring reaksi pengobatan
- Monitoring keadaan vital pasien

12 September 2021 (14.30 Wita)


S Lemas (-), Melena (-)
O KU: Baik
Kesadaran: (E4V5M6)
Tanda Vital :
- TD : 120/70
- N : 90
- RR: 19x/menit
- Suhu : 37,3 oC
- SpO2: 99%

33
- VAS 1/10
Pasien sudah membaik dan frekuensi nyeri perut pasien tidak intens
A - CHF + iskemik kardiomiophaty
- Sirosis hepatik degenrasi malignan
- DM tipe 2
P Diagnosis : -
Terapi :
- Lanjutkan terapi oral dan pemberian insulin
- Pasien diperbolehkan rawat jalan
Edukasi :
- KIE pasien mengenai kontrol rutin 2 minggu lagi
- KIE pasien bahwa parasentesis asites tidak dapat dilakukan secara
rutin
- KIE mengenai kemungkinan degenerasi malignan yang terjadi pada
hepar pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Sirosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis ditandai dengan
adanya proses difus dengan fibrosis dan pembentukan nodul yang menyebabkan
gangguan signifikan pada arsitektur lobular dan sirkulasi hati. Berbagai etiologi
(misal infeksi virus, toksin, keturunan, atau proses autoimun) kerusakan hati.

34
menyebabkan hati membentuk jaringan parut (fibrosis) secara terus-menerus
hingga sebagian besar jaringan hati menjadi fibros, menyebabkan hati kehilangan
fungsinya dan berkembang menjadi sirosis. Patogenesis sirosis melibatkan
penumpukan kolagen progresif, sinusoidal arterialisasi parenkim, obliterasi vena
portal dan hepatika, kerusakan parenkim, trombosis vaskular, dan regenerasi
hepatosit (PAPDI,2014).
II.2 Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi berdasarkan berbagai sumber berikut


merupakan klasifikasi yang berkaitan dengan diagnosis sirosis hepatis:
II.2.1 Klasifikasi Menurut Etiologi :

 Sirosis yang disebabkan oleh kelainan genetik


 Sirosis yang disebabkan oleh zat kimia
 Sirosis yang disebabkan oleh alkohol
 Sirosis yang disebabkan oleh infeksi
 Sirosis yang disebabkan oleh kardiovaskuler
 Sirosis billiaris
 Sirosis metabolik
 Sirosis kriptogenik

II.2.2 Klasifikasi Menurut Fungsi Hepar :

 Sirosis kompensasi, yaitu hati mengalami kerusakan akan tetapi masih


dapat melakukan banyak fungsi tubuh yang penting. Kebanyakan
penderita sirosis kompensasi mengalami sedikit gejala atau bahkan
tanpa gejala dan dapat hidup selama bertahun-tahun tanpa komplikasi
serius.
 Sirosis dekompensasi, yaitu hati mengalami kerusakan yang parah
secara luas dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Penderita sirosis
dekompensasi mengalami berbagai macam etiologi dan komplikasi
serius yang dapat mengancam jiwa.

35
II.2.3 Klasifikasi Menurut Morfologi :

 Sirosis mikronodular, yaitu nodul-nodul yang berdiameter kurang dari


3 mm. Penyebabnya meliputi alkohol, hemokromatosis, obstruksi
biliaris, obstruksi aliran vena hepatik, jejunoileal bypass, dan Indian
childhood cirrhosis (ICC).
 Sirosis makronodular, yaitu nodul-nodul yang berdiameter lebih dari 3
mm. Penyebabnya meliputi hepatis C kronis, hepatitis B kronis,
defisiensi alfa-1 antitripsin, dan sirosis biliaris primer.
 Sirosis campuran, merupakan gabungan sirosis mikronodular dan
makronodular. Sirosis mikronodular sering berevolusi menjadi sirosis
makronodular.

II.2.4 Klasifikasi Menurut ICD-10

Berikut klasifikasi gastritis menurut ICD-10 :


 K74.0 Fibrosis hepatis dan sirosis hepatis : Diagnosis untuk penyakit
hati fibrosis atau mengarah ke sirosis namun belum ada bukti spesifik
atau pada tingkatan yang lebih tinggi, jika ada gunakan kode lanjutan.
 K74.1 Sklerosis Hepatis
 K74.2 Sklerosis Hepatis dengan Sirosis Hepatis
 K74.3 Sirosis bilier primer
 K74.4 Sirosis bilier sekunder
 K74.5 Sirosis bilier tidak spesifik
 K74.6 Sirosis hepatis lainnya

II.3 Epidemiologi
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di
amerika. Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita
sirosis hati dari wanita (5 : 1), terbanyak didapat pada dekade kelima. Di Medan
dalam kurun waktu 4 tahun dari 19914 pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati penyakit hati (5%). Pada pengamatan
secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan

36
wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan
makronodular hampir sama (1,6 : 1,3).

II.4 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.Berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis
yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,
sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok
virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkinkecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata
kasus sirosis akibat alkohol. Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab
sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh
alkoholik. .

II.5 Patofisiologi
Secara umum Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik yang
terjadi pada parenkin hati yang disertai adanya pembentukan jaringan ikat
setelahnya, pembentukan jaringan ikat ini bisa mengarah ke nodul degenratif
mikronoduler maupun makronoduler, hal ini disebabkan oleh kolapsnya jaringan
penunjang retikulin disertai dengan deposit jaringan ikat, sehingga jika terjadi
berulang maka akan terbentuk banyak fibrosis dan menjadi sirosis hepatis. Secara
spesifik dijelaskan sebagai berikut :
3.5.1 Alcoholic Cirrhosis

37
Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat
penggunaan minuman alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe perlukaan
hati yang dirangsang oleh alkohol seperti fatty liver alkoholik dan hepatitis
alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis parut yang tipis dan
difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan nodul regeneratif kecil
sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis mikronodular. Para pakar
umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap
hepar. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan
metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan,
pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan
penurunan oksidasi asam lemak.
Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas
muncul pada lokasi perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang
laba-laba dari jaringan ikat muncul di periportal dan zona perisentral dan
akhirnya menghubungkan triad portal dan vena sentral. Jaringan pengikat
yang tipis ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel hati yang tersisi, yang
beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul dalam
sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian sel
parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen, hati
mengisut, dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada stadium
akhir sirosis.

3.5.2 Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis

Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari


berbagai tipe penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis
multilobular merupakan sebutan lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung
berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 sampai 5 tahun. Sirosis
postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25%
kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.

38
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.
Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau
hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral ( bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid,
retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen
berubah dari reversibel menjadi irreversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;
1. Tipe I : Lokasi daerah sentral
2. Tipe II : Sinusoid
3. Tipe III : Jaringan retikulin
4. Tipe IV : Membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen
tersebut. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh
nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

39
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya
sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul
peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas
disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih
baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif didikuti
timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan
waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber
rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadi kerusakan hati.
Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai
bentuk yang irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan
oleh pita-pita fibrosis yang tebal dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten
dengan impresi secara makro. Sirosis posthepatitis mempunyai karakteristik :
kehilangan sel hati yang luas, kolaps stromal dan fibrosis yang menyebabkan
pita lebar dari jaringan ikat yang berisi sisa dari portal triads, dan nodul
irregular dari hepatosit yang beregenerasi.

3.5.3 Biliary Cirrhosis

Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari


sistem bilier intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan
ekskresi bilier yang terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis
yang progresif. Sirosis bilier primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik
dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus kantung empedu intrahepatik.
Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi lama dari duktus
ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan sekunder
dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang sama, banyak
gejala klinis yang mirip.

40
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel
hepar. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang
memotong lobulus seperti sirosis laennec. Hepar membesar, mengeras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal
dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea.

3.5.4 Cardiac Cirrhosis

Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju
penyakit liver kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis
dari fibrosis dan nodul regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti
pasif dari hati akibat gagal jantung akut dan nekrosis hepatoselular akut
(shock liver) yang diakibatkan dari hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari
liver.
Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena
yang meningkat melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti
dari hepar. Sinusoid-sinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah,
dan liver menjadi bengkak dan tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan
iskemia dari perfusi sekunder yang buruk sampai output jantung yang
berkurang, nekrosis darei sentrilobular hepatosit menyebabkan fibrosis pada
daerah-daerah sentral ini. Akhirnya, terjadi fibrosis sentrilobular, dengan
kolagen menjulur keluar dalam karakteristik pola stellate dari vena sentral.
Pemeriksaan luar dari hepar menunjukkan warna merah yang lain
(terkongestif) dan daerah yang pucat (fibrotik), sebuah pola yang sering
disebut “nutmeg liver”. Kemajuan dalam penanganan gangguan jantung, dan
kemajuan dalam ilmu pengobatan bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis
jantung.
II.6 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh
terhadap kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala
sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan

41
kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan
dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut,
(berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi
lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis,
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma. ditemukan juga beberapa keluhan yang
terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut
yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing
yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit, nyeri perut
yang disertai dengan melena, dan gangguan tidur juga dialami pasien akibat
dari sirosis hati. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada
penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental
tersebut.
Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma – spider angiomata
(atau spider teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa
vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan rasio ekstradiol atau testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritemapalmaris, warna merah saga pada thenar atau hipothenar
telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, artritis reumatoid, hiperteroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Diperkirakan akibat

42
hipoalbuminemia. Ditemukan juga pada kondisi sindromnefrotik. Jari gada
lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertropi
periostisis prolifatikkronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik tidak berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna
jaringan glandula mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenidion. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila
pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme.
Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause.
Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alhoholik sirosis dan hemakromatosis.
Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal
atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang
penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah
lien karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat
hipertensi porta.
Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan portosistemik yang
berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia.
Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh.

43
Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan
mengepak-ngepakan dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak
tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis,
pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infilterasi lemak, fibrosis dan edema.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya
perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan
penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati.
Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular
intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi
intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis,
sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai
efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk
mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik
diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan
trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti
nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik
disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan
vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang
hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.
Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan
resistensi vaskular sistemik.
II.7 Diagnosis
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu
protrombin.

44
1. Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat
transaminase (SGPT) meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.
2. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer.
3. Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya
alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga
bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun
bisa meningkat pada sirosis lanjut.
5. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.
6. Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya
mengindukasi produksi imunoglobulin.
7. Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis
hati, sehingga pada sirosis memanjang.
8. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi aiar bebas.
9. Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia
normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat
splenomegali kongestif dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.
10. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan,
namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan

45
USG meliputi sudaut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati. Selain itu
USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta
dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada
pasien sirosis.
11. Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal.
II.7.1 Gambaran Klinis & Pemeriksaan fisik
Selain dari gold standard diatas, menurut PAPDI untuk mendiagnosa
atau menegakan banding mengarah ke sirosis hepatis di daerah minimal
fasilitas dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan penujang yang mudah
diakses serta gambaran klinis dari pasien seacara umum minimal didapatkan
5 dari 7 temuan dibawah ini untuk mengarahkan diagnosis sirosis hepatis:
1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises (hematemesis)
4. Albumin yang merendah
5. Spider nevi
6. Eritema palmaris
7. Venakolateral
II.7.2 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang


meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase
(AST) atau serum glutamin oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap
tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami

46
peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer. Gamma- glutamil transpeptidase (GGT) juga
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada
penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada
sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut.
Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim
hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis.
Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang
merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta
ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi
imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena
penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan
derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun
terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi
juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai
macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik
anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom
makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan
dengan adanya hipertensi porta.1 Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi
hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien
dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan
SGPT.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan
pada penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan
pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi
pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan
mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang

47
kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG
abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan,
homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati
akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG
juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan
pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.

II.8 Diagnosis Banding


1. Hepatocelluler carcinoma
2. Cholangiocarcinoma
3. Hepatitis lead to sklerosis hepatik
4. Angiomyolipoma
5. Hepatic Adenoma
6. Fatty acid liver-alcoholic

II.9 Tatalaksana
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
seperti:
a) kombinasi IFN dengan ribavirin,
b) terapi induksi IFN,
c) terapi dosis IFN tiap hari

48
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk
berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang


lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan
3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan
RIB.
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3
juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan
hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic

Bila tidak ada koma hepatik maka diberikan diet hepar yaitu ; Diet protein
1g/kgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari.
Diet rendah protein terdiri dari
Diet Hepar I : terdiri dari karbohidrat 200 kalori, garam 600-800 mg
tanpa mengandung protein. Diet ini biasanya diberikan pada pasien yanng
memperlihatkan tanda-tanda ensefalopati hepatikum atau koma hepatikum
Diet Hepar II : terdiri dari protein 1 gram/kgBB, karbohidrat 200 kal,
garam 600-800 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites.
Diet Hepar III : terdiri dari protein, 1 gram/ kgBB, karbohidrat 200 kal,
garam 1000-1200 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan
ascites minimal.

49
Diet Hepar IV : terdiri dari protein 80-125 gram/hari, karbohidrat 2000-
3000 kal. Biasanya diberikan pada kasus sirosis dengan proses yang tidak aktif.

Terapi Asites
A. Terapi Medis
1. Istirahat dan Diet Rendah Garam
Posisi berdiri pada pasien sirosis hati akan menyebabkan aktivasi sistem
renin-angiotensin aldosteron dan saraf simpatik. ltu berarti efek antidiuretik akan
meningkat dan natriuretik akan menurun. Istirahat di tempat tidur akan sangat
bermanfaat untok pasien asites karena sirosis hati. Konsumsi garam empedu perlu
dikurangi hingga kira-kira 40-60 rnEq/hari. Kira-kira 20 % pasien asites akan
mengalami perbaikan diuresisnya hanya dengan istirahat dan diet rendah garam.

2. Diuretik
Diuretik yang sampai saat ini paling banyak dipakai adalah diuretik distal
khususnya spironolakton dan diwetic loop terutama filrosemid.
-Diuretik Distal
Diuretik distal sering disebut sebagai diuretik hemat kalium karena
diuretik ini mampu menahan reabsorpsi garam pada tubulus kolektivus.
Sebenarnya potensi natriuretik diuretik distal lebih rendah dibandingkan dengan
diuretik loop. Spironolakton efektif untuk memperbaiki natriuretik pada pasien
hiperaldosterooisme primer ataupun sekunder dan orang sehat yang mendapat diet
rendah garam. Spironolakton memacu natriuretik dan antikaliuretik dengan cara
menyaingi pengaruh aldosteron pada reseptornya yang terletak di tubulus
kolektivus. Dosis efektif spironolakton sebanding dengan tingginya kadar
aldosteron dalam darah. Pasien dengan kadar aldosteron plasma yang meningkat

50
sedikit sampai sedang biasanya cukup dengan dosis rendah yakni 100-200
mg/hari.
-Diuretik Loop
Diuretik loop merupakan salah satu diuretik yang potensinya paling tinggi
dalam menciptakan diuresis dan natriuresis. Diuretik loop hanya mampu
memperbaiki natriuresis pada kira-kira 50 % pasien sirosis tanpa azotemia.
- Rasionalisasi Terapi Diuretik pada Asites Karena Sirosis Hati
Diuretik terpilih untuk asites karena sirosis hati adalah spironolokton.
Spironolakton dapat memacu natriuresis pada sebagian besar kasus.
Kombinasi antara spironolakton dan ftirosemid secara teori dapat
meningkatkan natriuresis dan diuresis. Kombinasi tersebut juga dapat
meminimalkan hipericalemia yang disebabkan oleh spironolakton. Dosis
permulaannya biasanya terdiri atas spironolakton 100 mg/hari dan furosemid 20-
40 mg/hari. Dosis ini selanjutnya disesuaikan dengan natriuresis dan diuresisnya
setiap 4-5 hari. Biasanya dosis spironolakton sehari tidak lebih dari 400 mg dan
ftirosemid 160 mg/hari. Apabila dosis total sehari sudah dicapai sedangkan
diuresis dan natriuresis behim memadai harus dipikirkan kemungkinan suatu
asites refrakter. Setelah mobilisasi cairan asites tercapai dosis diuretik harus
disesuaikan. Pada umunmya diet rendah garam dan spironolakton tetap diperlukan
untuk mencegah asites terbentuk lagi.

3.Terapi Parasentesis Abdomen


Parasentesis abdomen untuk mengeluarkan cairan asites terutama
bermanfeat membantu menegakkan diagnosis, sementara sebagai alat terapi
umumnya baru digunakan setelah pengobatan medikamentosa kurang
memberikan respon. Indikasi
Diagnostik
Pengeluaran sejumlah kecil cairan asites (20-50 ml) merupakan
pemeriksaan rutin pada pasien dengan cairan di rongga abdomen. Kepentingannya
adalah untuk memastikan penyebab asites atau menentukan adanya asites yang

51
terinfeksi seperti peritonitis bacterial spontan (spontaneous bacterial
peritonitis) pada pasien sirosis hati.
Parasentesis abdomen adakalanya diperlukan guna mengatasi distensi
abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites yang belum terlalu banyak karena
pertimbangan masa perawatan yang lebih panjang dan biaya yang lebih tinggi bila
hanya memakai diuretik saja.

Kontraindikasi
 Gangguan pembekuan darah
 Masa protrombin memanjang > 5 detik control
 Trombosit <50.000 /mm
 Ileus obstruktif
 Infeksi pada dinding perut
 Kontraindikasi relatif
 Pasien tidak kooperatif
 Riwayat operasi laparatomi berulang

II.10 Komplikasi
Sirosis hati yang berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan
pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi:
1. Kegagalan hati, timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi
testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati dan lain-lain.
2. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh
vena esophagus / cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding
perut. Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat
kegagalan hati.
Bila penyakit berlanjut maka (termasuk kedua komplikasi tersebut) dapat timbul
komplikasi lain berupa:
1. Peritonitis Bakterial Spontan : Infeksi cairan asites oleh 1 jenis bakteria
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal.

52
2. Sindrom Hepatorenal- terjadi fungsi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguri,peningkatan ureum,kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal,
kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
3. Hipertensi porta—varises esophagus. 20%-40% pt sirosis dengan varises
esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
4. Ensephalopati Hepatik- kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.

II.11 Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan
hepatoselular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Berdasarkan klasifikasi Child-Pugh:

Parameter klinis Class A Class B Class C


 <2
Bilirubin serum 2–3 >3
 > 3,5 serum
Albumin 3 – 3,5 <3

 Tidak
Asites Mudah dikontrol Sukar

 Tidak
Ensefalopati Minimal Berat/ Koma
Sempurna Baik Kurang/ kurus
 Nutrisi

Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien berdasarkan


child A, B, C berturut-turut 90, 70, 35 %.(Harrison,2010)

53
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan Pasien datang ke
IGD RSUD Klungkung diantar oleh keluarga dengan mengelukan nyeri ulu hati
sejak kemarin, pasien mengaku makan dan minum berkurang karena nyeri
tersebut, mual dan muntah disangkal, nyeri ulu hati semakin parah saat malam
hari, nyeri disertai penjalaran ke punggung dan membuat pasien sulit tidur, pasien
juga mengaku perut terasa penuh, riwayat penyakit diabetes di akui pasien.
Kondisi yang dikeluhkan pasien berkaitan dengan tergangguanya kondisi
fisiologi hepar dan peningkatan glukosa darah antara lain penurunan nafsu makan
dan minum serta lemas. Penurunan nafsu makan dan minum ini diakibatkan oleh
diabetes yang diderita pasien umunya terjadi akibat gangguan gaster atau sering
disebut gastroparesis sehingga kerja lambung melambat dan juga kemungkinan
peningkatan produksi gastrin pada kasus gastritis. Peningkatan produksi gastrin
akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung sehingga lambung tersa
penuh. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Penurunan
nafsu makan menyebabkan intake makanan ke dalam tubuh berkurang yang akan
menyebabkan cadangan energi tubuh ikut berkurang sehingga timbul rasa lemas.
Selain itu juga karena adanya gangguan di vena porta yang menyababkan

54
penumpukan cairan abdomen atau asites menyebabkan distensi abdomen dan
menekan organ organ lain termasuk gaster sehingga menyebabkan perut terasa
penuh, penekanan ini juga dapat menstimulasi rasa mual pada pasien. Pasien
mengeluh adanya penjalaran nyeri ke punggung hal ini dibuktikan dengan adanya
kompresi corpus vertebra thorakal 12 yang dapat menyebabkan rasa nyeri pada
pasien karena adanya penengkanan antara tulang vertebra dan menekan saraf.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan konjungtiva
anemis, konjungtiva anemis dapat diakibatkan oleh penurunan sel darah merah
(Anemia). Pada pasien ini anemia dapat terjadi karena adanya perdarahan saluran
cerna yang dapat menyebabkan timbulnya anemia. Pada pemeriksaan fisik lainnya
adanya nyeri tekan pada regio abdomen. Nyeri tekan pada regio ini berkaitan
dengan penumpukan carian yang ketika diperiksa akan menekan organ
dibawahnya sehingga terasa nyeri atau bisa juga terjadi karena adanya inflamasi
yang menyebabkan adanya nyeri pada saat palpasi abdomen.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah lengkap pada
tanggal 05/09/2021 didapatkan hasil pada pemeriksaan hematologi adanya
penurunan kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dalam darah dapat
mengindikasikan terjadinya anemia. Pada kasus ini, kadar hemoglobin yang
didapatkan setelah melakukan pemeriksaan laboratorium adalah 8,5 dari nilai
normal hemoglobin adalah 10.8-16.5 gr/dL. Kadar hemoglobin ini menunjukkan
pasien mengalami anemia ringan. Hasil hemoglobin ini didukung oleh hematokrit
yang mengalami penurunan (26,3%), serta didukung pula oleh kadar eritrosit yang
juga mengalami penurunan 2.9 juta/ul (Liwang, 2020).
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan ALT(SGPT) menurun ini
bisa menjadi indikator bahwa adanya kematian sel hati yang mengarah ke sirosis
hepatis sehingga sel dalam hepar tidak dapat memproduksi enzim selain itu juga
ditemukan peningkatan gula darah yaitu 450 mg/dL yang mnegindikasikan pasien
mengalami hiperglikemi. Pada pemeriksaan urin didaptkan juga glukouria dan
leukosir 3-5 serta ditemukan jamur, ini menandakan adanya infeksi di saluran
kemih atau ISK atau bisa juga disebabkan oleh penyebab lain seperti batu di ginjal
dan atau phielonefritis (Liwang, 2020).

55
Pasien mengalami sirosis hepatis degerasi malignan atau disebut
dekompesata dari hasil USG abdomen. Pada kondisi pasien ini, diutamakan
terlebih dahulu untuk menangani asites yang terjadi dengan menggunakan obat-
obatan. Namun karena nyeri semakin memberat serta pasien tidak kunjung
membaik dilakukan pengeluaran cairan asites oleh dr. Arya Baruna Purwa Sunu
Sp,PD dan cairan yang di keluarkan sebanyak 1000cc secara total dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil seperti terlampir, ini menandakan
bahwa asites yang disebabkan oleh hipertensi vena porta dan peningkatan glukosa
darah pasien sehingga cairan yang menumpuk di abdomen memiliki kadar gula
yang tinggi serta ditemukan albumin.(Liwang,2020)
Pemberian obat curcumin sebagai upaya proteksi hepar karena peran dari
curcumin ini sebagai hepatoprotektor, selain itu juga di harapkan dengan
pemberian curcumin dapat memberikan perbaikan pada nafsu makan pasien dan
juga mengatasi masalah pencernaan. Menurut penelitian yang telah dilakukan
Sirait tahun 2014 pengaruh pemberian curcuma apda pasien dengan maslaah
hepar dapat mencegah kerusakan hepar yang jauh lebih parah, dosis yang
diperlukan berkisar antara 2,6 – 5,2 mg/kgBB. Curcumin mememiliki mekanisme
hepatoprotektif karena memiliki kandungan antioksidan yang mampu menangkap
ion superoksida dan memutus rantai ion superoksida (O 2-) sehingga dapat
mencegah perusakan hepar karena peroksidasi lipid dengan cara dimediasi oleh
enzim antioksidan yaitu superoxide dismutase (SOD) dimana enzim SOD akan
mengonversi O2- menjadi produk yang tidak terlalu toksin untuk hepar Curcumin
juga mampu meningkatkan gluthation S-transferase (GST) dan mampu
menghambat beberapa faktor proinflamasi seperti nuclear factor-kB (NF-kB) dan
profibrotik sitokin. Aktifitas penghambatan pembentukan NF-kB merupakan
faktor transkripsi sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi,
salah satunya untuk membentuk TNF-α. Dengan menekan kerja NF-kB maka
radikal bebas dari hasil sampingan inflamasi berkurang (Liwang, 2020).
Pasien juga diberikan Digoxin yang menurut PERKI 2020 tidak
dianjurkan dan merupakan terapi pilihan terakhir karena efek samping dari
intoxikasi digoxin yang di nilai sangat tidak seimbang dengan efeknya, dosis

56
harian yang disarankan adalah 0,5-1mg dan harus disertai pemberian ACE
inhibitor, pemberian digoxin pada pasien ini di tujukan untuk meningkatkan fraksi
ejeksi jantung pasien yang rendah (PERKI,2020).

BAB IV

57
BAB V
PENUTUP

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 57 tahun datang dengan keluhan


nyeri ulu hati sejak kemarin, pasien mengaku makan dan minum berkurang karena
nyeri tersebut, pasien dikatakan mengalami penurunan nafsu makan dan minum
sejak 3 hari sebelum dibawa ke rumah sakit. Pasien juga dikeluhkan nyeri disertai
penjalaran ke punggung dan membuat pasien sulit tidur, pasien juga mengaku
perut terasa penuh, riwayat penyakit diabetes di akui pasien sejak tahun 2019 dan
menggunakan OAD, hipertensi dan penyakit lain disangkal pasien, pasien
mengaku merokok dan minum alkohol namun tidak setiap saat, pasien
mengatakan dulu pernah di diagnosis dengan penyakit hati saat berobat ke
sanglah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva anemis (+/+),
nyeri tekan abdomen. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang ditemukan pasien
mengalami Anemia ringan, Infeksi Saluran Kemih dan sirosis hepatis degerasi
malignan.

58
59
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal et al. Correlation of Trace Elements in Patient of Chronic Liver Disease


With Respect to Child Turcotte Pugh Scoring System. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 2017
Bimantara, N.G,. Sirosis Hepatis Degenerasi Maligna:Sebuah Laporan
Kasus. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.2014.
Dissegna D, Sponza M, Falleti E, Fabris C, Vit A, Angeli P, Piano S, Cussigh A,
Cmet S, Toniutto P. Morbidity and mortality after transjugular
intrahepatic portosystemic shunt placement in patients with cirrhosis.
Eur J Gastroenterol Hepatol. 2019.
European Association for the Study of the Liver. EASL Clinical Practice
Guidelines for the management of patients with decompensated
cirrhosis. Journal of Hepatology. 2018.
https://doi.org/10.1016/j.jhep.2018.03.024
Ge P S, Runyon B A. Treatment of Patients with Cirrhosis. N Engl J Med.2016
Geong G Y, Kang S H, Lee C M. An updated review on the epidemiology,
pathophysiology, etiology, and diagnosis of liver cirrhosis. Seoul
National University. 2019.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Cirhosis. NIH
Publication No. 14-1134, New York. 2014
Harrison’s. Gastroenterology & Hepatology. 17th ed. Longo DL, Fauci AS,
editors. McGraw-Hill Professional; 2010. h.419.
Hayward KL, Weersink RA. Improving Medication-Related Outcomes in Chronic
Liver Disease. Hepatol Commun. 2020.
Heimbach JK, Kulik LM, Finn RS, Sirlin CB, Abecassis MM, Roberts LR, Zhu
AX, Murad MH, Marrero JA. AASLD guidelines for the treatment of
hepatology disease. Hepatology. 2018
Kusuma, R.W. Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi in vitro Serta Kandungan
Curcuminoid dari Temulawak dan Kunyit Asal Wonogiri.[skripsi].
Bogor: Instititut Pertanian Bogor; 2012.
Liwang F.,Patria,Wijaya E.,Sanjaya N.2020.Kapita Selekta Kedokteran edisi I.
Jawa Barat : Universitas Indonesia
Lo RC, Kim H. Histopathological evaluation of liver fibrosis and cirrhosis
regression. Clin Mol Hepatol. 2017
Lombardi R, Petta S, Pisano G, Dongiovanni P, Rinaldi L, Adinolfi LE, Acierno
C, Valenti L, Boemi R, Spatola F, Craxì A, Fargion S, Fracanzani AL.
FibroScan Identifies Patients With Nonalcoholic Fatty Liver Disease
and Cardiovascular Damage. Clin Gastroenterol Hepatol. 2020

60
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014
Sirait RRU, Windarti I, Fiana DN. Effect of Oral Route Rhizome Temulawak
(Curcuma Xanthorriza Roxb.) on Liver Damage of White Male Rats
(Rattus Norvegicus) Sprague Dawley Strain Induced by Aspirin.
Majority. 2014.
PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing.2014
PERKI,Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi kedua. 2020.
Zhangdi HJ et al. Crosstalk network among multiple inflammatory mediators in
liver fibrosis. World Journal Gastroenterology. 2019

61

Anda mungkin juga menyukai