Disusun oleh:
Ni Putu Christina Ardianti
20710012
Pembimbing:
dr. Rahmania, Sp. JP., FIHA
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG
JUDUL
NSTEMI + HIPERTROPY CARDIOMYOPATI + HIPOKALEMI
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas
segalaberkat dan karunia-nya, laporan kasus yang berjudul “NSTEMI, Hipertropy
Cardiomyopati Dan Hipokalemi” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini merupakan tugas kepaniteraan klinik dari Smf Ilmu
Penyakit Dalam Sub Bagian Ilmu Penyakit Jantung Dalam menyelesaikan
laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Rahmania, Sp. JP., FIHA sebagai dokter pembimbing SMF ilmu
penyakit dalam sub bagian ilmu penyakit jantung di RSD dr. Moh. Saleh
Probolinggo.
2. Teman – teman sejawat dan berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan
kasus ini, namun penulis sadar bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran akan penulis terima demi hasil makalah yang lebih baik.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................i
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
Kata Pengantar........................................................................................................iii
Daftar Isi.................................................................................................................iv
BAB I Pedahuluan....................................................................................................1
BAB IV Pembahasan.............................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................45
iv
BAB I
PENDAHULUAN
menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap angka ini diperkirakanakan
meningkat menjadi 23,6 juta pada tahun 2030. Menurut data World
serangan jantung akibat penyakit jantung coroner (PJK) dan 6,7 juta adalah
tertinggi di NTT. Menurut kelompok umur, PJK paling banyak pada kelompok umur
Angka kejadian pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu74,07% dan
25,93%.Sindrom koroner akut (SKA) ialah spektrum manifestasi akut dan berat
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Sindroma Koroner Akut
(SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang terdiri atas Unstable Angina Pectoris
(UAP), Infark Miokard Acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST(STEMI), Infark
menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya
tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga
tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati jenis ini
1
ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari kardiomiopati
hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi ventrikel kanan yang
(2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran keluar ventrikel kanan yang sangat
ekskresi kalium melalui ginjal dan traktus urinarius dan redistribusi kalium dari
ekstraseluler ke intraseluler.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG
FK UWKS / RSUD MOH. SALEH PROBOLINGGO
RSU Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak
sering timbul saat bekerja. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk.
Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri dada
dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke
punggung. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang. Nyeri
kepala tidak dirasakan. Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun mual
dan muntah.
3
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit yang sama seperti pasien
Pasien bekerja sebagai penjaga BJBR , Pasien merokok sejak 20 tahun
3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5 tahun yang lalu , Alkohol (-) .
4
1.3.4 Thoraks
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kiri atas ICS II garis mid line axila sinistra
Batas jantung kiri bawah ICS VII dari garis linier
midclavicula sinistra
Batas jantung kanan atas ICS II garis parasternal dextra
Batas jantung kanan bawah ICS IV garis parasternal dextra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, mur mur (+) systole pada katup mitral dan
trikuspid, Gallop (-)
1.3.5 Paru
Inspeksi : Simetris kanan/kiri
Palpasi : Fremitus simetris kanan/ kiri
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi: Vesikuler (-) ronchi basah (+/+) apex hingga basal, wheezing (-)
1.3.6 Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Palpasi : hepar dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal 20x/menit
2.3.7. Ektremitas
5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
6
2. Pencitraan (Foto Thorax)
a. foto Thorax AP
7
3. Elektrokardiografi
Keterangan :
Irama : sinus
Rithm : reguler
Rate : 75x/mnt
Axis : LAD
Hipertrofi
8
4. CT – SCAN
Ct Scan Thorax Irisan Axial Tanpa Dan Dengan Kontras Media MPR
- Pulmo :
- Pleural dextra / sinistra normal, tidak ada efusi pleura dextra / sinistra
5. ECHOCARDIOGRAPHY
Kesimpulan :LV menurun (EF 18%), RV menurun (1,6)
Hipertrophy Cardiomyopathy
2.5 Resume
RSU Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak
berjalan 100 meter. Nyeri dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah
bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang.
Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun mual dan muntah. Pasien
merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5 tahun yang
lalu.
Pernafasan : 24 x / menit
SpO2 : 98% NC
- Satus Generalis
Thoraks : Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan tricuspid
2.7. ASSESMENT
11
2.10. RENCANA MONITORING
1 Observasi keluhan utama
2 Monitoring EKG
3 Monitoring TTV
4 Rawat ICCU
3. Menjelaskan pilihan terapi yang tersedia dan berbagai kondisi yang dapat terjadi
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
sehingga terjadi iskemia jantung. Aliran darah koroner yang menurun bersifat
arteri koroner, yang terjadi pada 2,9% pasien, iskemia yang diinduksi kokain,
robeknya pembeuluh darah koroner (diseksi koroner), dan nyeri dada iskemik
gangguan fungsi diastolik dan sistolik dan membuat pasien rentan terhadap
anomali arteri koroner, emboli arteri koroner, diseksi aorta dan permintaan
dini pengobatan (kurang dari 6 jam sejak timbulnya gejala), semakin baik
prognosisnya. 7-9
non obstruktif terjadi pada NSTEMI. Berdasarkan bukti pada EKG, kriteria
IMA dapat dibedakan yaitu pada STEMI terdapat elevasi segmen ST pada dua
sandapan V2-V3 (pada pria); ≥ 0,15 mV pada sandapan V2-V3 (pada wanita);
dan ≥ 0,1 mV pada sadapan yang lain. Sedangkan pada NSTEMI tanpa adanya
biomarker. 7,10
berikut ini: 9
non-obstruktif atau tidak ada bukti angiografik dari CAD, terutama pada
wanita.
gagal napas, hipotensi, dan hipertensi berat. Selain itu, pada pasien sakit
4. IMA Tipe 4a, IMA terkait dengan intervensi koroner perkutan (PCI)
5. IMA Tipe 4b, IMA terkait dengan trombosis intrastent jika terdiagnosa
Faktor resiko yang dapat memicu terjadinya IMA dibagi menjadi dua
yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Ada empat
faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang lain masih dapat
15
diabetes, obesitas, faktor psikososial (stres), konsumsi makanan berserta
tinggi, diet karbohidrat dan alkohol, dan aktivitas fisik.4 Pada beberapa studi
homeostasis.9
Proses aterosklerosis terdiri dari 3 proses, yaitu dimulai dari terbentuknya fatty
streak, lalu pertumbuhan plak, dan terjadinya ruptur plak. Terbentuknya fatty
streak merupakan tahap awal dari aterosklerosis, timbul akibat adanya stresor
akan mengganggu fungsi endotel sebagai barier permeabilitas. Hal ini akan
yang kaya sitokin dan lemak ini akan menarik leukosit (khususnya monosit dan
Foam cell,aktivasi platelet dan endotel yang rusak akan mengeluarkan berbagai
substansi, seperti platelet derived growth factor, sitokin, dan growth factor.
Akibat dari lepasnya substansi tersebut, akan terjadi proliferasi dan migrasi sel
otot polos dari arterial media ke intima, sehingga akan mempengaruhi sintesis
dinding fibrous cap yang mengandung inti lipid. Proses inilah yang berperan
yang berlebihan atau akibat aktivasi dari proses apoptosis akan membebaskan
isi dari sel berupa lipid yang terserap dan sel debris, dimana akan
menyebabkan semakin besarnya inti lipid, yang akan memicu terjadi stres
akumulasi lokal dari foam cell dan T limfosit di area tersebut. Hal ini akan
mengalami ruptur. Distribusi dari fibrous cap dan net deposition merupakan
faktor penentu dalam integritas plak. Plak yang stabil (ditandai dengan fibrous
cap yang tebal dan inti lemakyang kecil) dapat menimbulkan penyempitan
arteri, tetapi kecil kemungkinan untuk terjadi ruptur. Sedangkan plak yang
tidak stabil (ditandai dengan fibrous cap yang tipis, inti lemak yang besar,
infiltrasi makrofag yang luas dan sedikit sel otot polos) lebih rentan untuk
mengalami ruptur. Rupturnya fibrous cap dari plak aterosklerosis tersebut akan
menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam
lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH
Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai
17
dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi
reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel
berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat
oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi
dan suplai oksigen miokard, paling sering karena penurunan perfusi miokard.
Hal ini paling sering disebabkan oleh gangguan trombus non oklusif yang
terlemah dan tertipis dari tutup aterosklerotik (seringkali di daerah bahu). Plak
makrofag, dan limfosit T bahkan terjadi peningkatan sel mati yang berakibat
menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering d sering
sesak dominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering
18
dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan
pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah yang
mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini atipikal ini lebih sering
dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun),
angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai
koroner (PJK).7,8
Diagnosis IMA ditegakkan jika dua dari tiga kriteria berikut ini
terpenuhi berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas berlangsung lebih dari
20 menit dan gambaran EKG adanya elavasi ST >2 mm, minimal pada
jantung Troponin atau CK-MB dua kali lipat dari batas normal atas atau lebih.
pasien awal masuk ke rumah sakit. Karakteristik EKG pada IMA dapat berupa
menyebabkan oklusi total atau dengan kata lain hanya terjadi oklusi sebagian
dapat didiagnosis unstable angina atau Non STEMI. Selain visualisasi EKG,
penanda biokimia serum dari IMA merupakan hal yang penting untuk
19
Beberapa penanda biokimia yang dapat mengenali kerusakan miokard, seperti;
MB) dan Troponin. LDH muncul dan turun lambat melampaui kadar normal
dalam 36-48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4-7 hari
dan kembali normal setelah 8-14 hari setelah infark. CK dan CK-MB biasanya
jam dan kembali normal setelah 48-72 jam. Pada kerusakan (nekrosis) otot
(cTn atau CKMB) hingga dua kali lipat dari kondisi normal.8,9,11
A. Anamnesis
terrkait dengan nyeri dada dengan tipikal angina berupa nyeri dada retrosternal
seperti rasa sesak berat, ditindih benda berat, terbakar atau panas menjalar ke
leher dan lengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang
timbul saat saat istirahat. Nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit dan tidak
berkurang rasa nyeri tersebut walau dengan istirahat atau pemberian obat
epigastrium dan nyeri dada yang tidak khas, atau sesak napas yang terjadi pada
orang tua (Lansia) atau pada penderita diabetes melitus. Gejala sistemik
penyerta yang muncul dapat berupa mual, muntah dan keringat dingin. 7,8,9
Pada pasien PJK gejala lain termasuk berkeringat, mual, sakit perut,
dispnea dan sinkop mungkin ada. Presentasi atipikal juga dimungkinkan dan
20
ditandai dengan nyeri epigastrium, gejala seperti gangguan pencernaan, dan
dispnea terisolasi. Keluhan atipikal lebih sering dijumpai pada lansia, pada
wanita dan pada penderita diabetes melitus, penyakit ginjal kronik atau
atau karotis. Pemeriksaan fisik sering tidak menunjukkan gejala pada pasien
adanya bunyi jantung ketiga dan keempat, dan pemisahan bunyi jantung kedua
atau komplikasi mekanis (yaitu ruptur otot papiler atau defek septum
tekanan vena jugularis, krepitasi bilateral pada auskultasi paru-paru) atau syok
kardiogenik juga dapat ditemukan, dan ini menandakan prognosis yang lebih
buruk.7,8
1. Elektrokardiogram
10 menit setelah pasien tiba di ruang gawat darurat atau idealnya, pada kontak
pertama dengan layanan medis darurat dalam pengaturan prarumah sakit dan
21
sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
NSTEMI mungkin normal pada lebih dari sepertiga pasien SKA- NSTEMI,
simetris> 2,0 mm. Sadapan standar yang tidak meyakinkan pada beberapa
hanya di V7-V9 dan V3R dan V4R. Depresi ST prekordial lebih tinggi
22
lebih jelas pada sadapan V2-V3 mungkin lebih mengarah pada lesi
kiri sebagai lesi penyebab atau oklusi proksimal dari arteri koroner pada
pada SKA-STEMI.
Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan
perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-
V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia
≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang
23
≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5
kecuali jika STEMI terjadi di mid anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA
ditentukan saat datang ke unit gawat darurat dan secara bertahap akan
elevasi segmen ST≥1mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan
24
dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen
2. Pemeriksaan Laboratorium
darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
3. Pencitraan
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus
transthoracic harus tersedia secara rutin di ruang gawat darurat dan unit
ekokardiografi konvensional.
alternatif yang terkait dengan nyeri dada, seperti diseksi aorta akut, efusi
25
perikardial, stenosis katup aorta, kardiomiopati hipertrofik, prolaps katup
mitral, atau dilatasi ventrikel kanan yang menunjukkan emboli paru akut.
oklusi jantung. Evaluasi fungsi sistolik ventrikel kiri (LV), penting untuk
ACS.
- Oksigen 2-4L/menit
- Pemasangan IV FD
- Obat-obatan :
- Monitoring jantung
cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila terdapat salah satu kriteria
dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit dengan
fasilitas cathlab.
Stress test perfusion scanning atau MRI. Bilai skemik stress test
a. Obat-obatan:
atas target
- Aspilet 1x80-160 mg
27
- Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
indikasi
ARB: Candesartan 1x 16, Valsartan 2x80 mg− Obat pencahar 2xIC (7)
Diazepam 2x5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat
c. Pemasangan IVFD
28
d. Obat-obatan :
- Atorvastatin 40mg
- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih
e. Monitoring jantung
- Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap
a. Obat – obatan
- Aspilet 1 x 80mg
jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak
- Diazepam2 x 5 mg
Unit/jam atau
• Fondaparinux 1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
asam urat
3.13 Prognosis
hari. Progonis tergantung luasnya nekrosis yang terbntuk pada miokardium, dan
ketepatan tata laksana reperfusi. Penanganan lebih dini yang tepat dalam
reperfusi oleh dokter yang berkompetensi baik dan dilakukan kurang dari 6 jam
30
kehidupannya.
B. Kardiomiopati Hipertrofi
3.2.1 Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang
dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu
restriksi.12-14
tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati
jenis ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari
dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang,
berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya tampak saat dekade ketiga atau
31
keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan perubahan
tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati
jenis ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari
dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang,
32
Gambar 2. Perbandingan morfologi jantung pada kardiomiopati15
adalah 400.000-550.000 kasus per tahun, dengan prevalensi 4-5 juta orang.
tetap pada tekanan pengisian ventrikel kiri yang normal, proses penyakit ini
33
latihan aerobic.
1. Faktor Intrinsik
a. Usia
bayi maupun orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak biasanya mempunyai
respon yang berlebihan pada paparan pertama dengan antigen. Pada orang
b. Jenis Kelamin
X-linked.17
c. Riwayat Keluarga
34
membawa pemeriksaan genetika ke arena klinis.15
2. Faktor Ekstrinsik
a. Diabetes Melitus
Diabetes melitus kini juga diakui sebagai salah satu faktor risiko
A1c (HbA1c) pada pasien dengan diabetes melitus dan gagal jantung
dengan kontrol glukosa yang sederhana (7,1% < HbA1c ≤ 7,8%) dan
peningkatan risiko dengan kadar HbA1c yang sangat tinggi atau sangat
menunggu data lebih lanjut dari uji klinis yang akan datang. Pengobatan
cairan pada pasien dengan gagal jantung dan harus dihindari pada pasien
b. Konsumsi Alkohol
peminum berat tanpa adanya penyebab lain yang diketahui untuk penyakit
berusia 30-55 tahun yang telah menjadi konsumen berat alkohol selama >10
35
alkohol tetapi mungkin lebih rentan dengan konsumsi alkohol yang lebih
c. Obesitas
Tidak ada studi skala besar dari segi keamanan atau kemanjuran
penurunan berat badan dengan diet, olahraga, atau operasi bariatrik pada
gejala. Meskipun nyeri dada yang samar- samar mungkin ada, angina
pektoris yang khas itu tidak biasa dan menunjukkan adanya iskemik pada
jantung. Pingsan karena aritmia dan emboli sistemik (sering berasal dari
36
tekanan vena jugularis meningkat. Suara jantung ketiga dan keempat
umumnya ada, dan regurgitasi mitral atau trikuspid mungkin terjadi. Pada
pressure, kardiomegali, irama gallop pada S3, edema perifer, atau asites.
interstitial paru atau, dalam kasus yang lebih lanjut, edema paru.
atrium, aritmia ventrikel, atrium kiri yang tidak normal, tegangan rendah,
normal, sedikit menebal, atau tipis, dan disfungsi sistolik. Kadar dari brain
37
Gambar 3. Beberapa hasil ekokardiografi dari jantung normal (kiri) dan jantung
dengan kardiomiopati dilatasi (kanan).18
harus mencakup penilaian rutin elektrolit serum, tes fungsi hati, jumlah sel darah
putih, dan hemoglobin dan hematokrit. Di luar tes rutin ini, nilai prediktif positif atau
kegunaan dari penelitian laboratorium tambahan masih rendah kecuali didukung oleh
biokimia untuk diagnosis dan prognosis pada pasien gagal jantung. BNP tipe B
respon dari penambahan volume dan kelebihan tekanan. Ini bisa digunakan untuk
mengidentifikasi pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri tanpa gejala atau
untuk pasien dengan gagal jantung simtomatik, sebagai penanda untuk prognosis dan
stratifikasi risiko pada pasien dengan gagal jantung, dan sebagai alat untuk
menyatukan terapi pasien rawat inap dan pasien rawat jalan pada gagal jantung.19
keluar ventrikel kiri jika segmen yang terkena terletak di daerah basal dekat saluran
38
mendeteksi lesi. Pelacakan Ekokardiografi pelacakan bintik dapat digunakan untuk
hipertrofik akan terlihat seperti sisa miokardium dengan peningkatan kontras yang
serupa dan tanpa kalsifikasi. Kondisi yang mungkin menyerupai presentasi klinis
meliputi :
e. sarkoidosis jantung
C. Hipokalemi
3.3.1 Definisi
kalium ke dalam sel atau kehilangan kalium renal maupun non renal.21
3.3.2 Patofisiologi
oleh sel setelah konsumsi makanan. Insulin dan katekolamin adrenergik akan
menghambat sekresi kalium. Hal ini tidak terjadi pada stimulasi adrenergik,
39
namun blokade adrenergik akan meningkatkan kalium serum dan agonis
adrenergik akan menurunkan kalium serum. Sintesis N+/K+ ATP ase juga
distimulasi oleh hormon tiroid yang berperan pada kejadian hipokalemia pada
kondisi Hipertiroidisme.22
3.3.3 Penatalaksanaan
Koreksi penyebab dari hipokalemia merupakan bagian dari terapi
b. Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama
atau intravena. Kalium intrvena diberikan pada pasien yang tidak mampu
minum obat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Resume :
Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh Probolinggo rujukan dari RSU
Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan
mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering timbul saat
40
bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri
dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke
punggung. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga
mengeluhkan nyeri pada pinggang. Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun
mual dan muntah. Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga
memiliki Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5
Problem List
Anamnesis 1. Sesak
2. Sesak Ketika aktivitas
3. ngongsrong bila berjalan 100 meter
4. Nyeri dada dirasakan >30 menit sebelum masuk
rumah sakit
5. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk
6. Riwayat penyakit jantung
7. Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari
41
Pemeriksaan Fisik 1. Pernafasan : 22 x / menit
dan tanda Vital 2. Thorax :
Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan
trikuspid
Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal
3. Ekstrimitas : Edema (+) Pada kedua tungkai kaki
Pemeriksaan 1. Laboratorium : Kalium 2,8
Penunjang 2. EKG : Irama Sinus regular, rate 75x/menit, axis Left
Axis deviation, Hipertrofi atrium kiri, hipertrofi
ventrikel kiri dan NSTEMI
3. Foto Thorax AP : Cardiomegali dan suggestif CA paru
sinistra di paracardial sinistra
Foto Torax Lateral (S) : sesuai dengan gambaran CT
Scan. Tampak gambaran hypertrophy cardiomyopathy
(ventrikel S) yang menyerupai Massa (Tumefactive
type)
4. CT SCAN : Suggestif Tumefactive Hypertrophic
Cardiomyopathy
5. Echocardiography : LV menurun (EF 18%), RV
menurun (1,6) kesimpulan Hipertrophy
Cardiomyopathy
Tabel 1. Problem List
anamnesis, didapatkan keluhan utama berupa sesak. mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang
lalu. Sesak dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik dengan istirahat.
Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering timbul saat
bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri dada
menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang.
Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga memiliki Riwayat merokok
42
Sesak tersebut timbul karena terdapat seperti massa pada jantung yang gejala
klinisnya menyerupai gangguan pada paru – parunya. Dimana temuan tersebut ditemukan
ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh penebalan asimetrical dinding ventrikel kiri terutama
di daerah apex dengan ketebalan dinding 4cm, dan mengalami protusio yang menyerupai
massa. Lumen ventrikel kiri normal. Keluhan menyeruai gejala pada paru – paru dimanaa
pasien merasakan sering sesak, sesak meringan dengan 3 bantal atau duduk. Namun
serangan sesak tidak hanya pada malam hari, saat aktivitas pasien juga terkadang
mengeluhkan sesak.
kompleks yang dapat menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi
klinis biasanya tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi
menjadi tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi. Pada pasien didapatkan EKG dan
menunjukkan pembesaran jantung karena dilatasi ventrikel kiri, dan curiga terdapat massa.
Keluhan nyeri dada tersebut timbul akibat penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen oleh miokard sebagai akibat dari trombosis dan rupturnya
plak intralumen yang mempunyai mempunyai konsentrasi ester kolesterol deng kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Rupturnya plak tersebut tersebut dapat
menyebabkan oklusi pembuluh darah pada jantung, selain itu adanya lesi pada lumen
darah dan pembentukan trombus tersebut. Penurunan suplai oksigen secara oksigen secara
kebutuhan oksigen miokard pada jantung meningkat sehingga proses iskemik jaringan
jaringan pun bertambah sehingga terjadi metabolisme yang anaerob yang mana
menghasilkan berbagai hasil buangan metabolisme anaerob dan mediator peradangan yang
peradangan yang menyebabkan nyeri. Hipokalemia dapat terjadi akibat asupan yang
kurang, perpindahan kalium ke dalam sel atau kehilangan kalium renal maupun non renal.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Hipokalemi. Dimana diagnose didapat dari pasien datang dengan mengeluhkan sesak sejak
44
2 hari yang lalu. Sesak dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik
dengan istirahat. Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering
timbul saat bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri
dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke punggung.
Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri
pada pinggang. Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga memiliki
Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkat
Pernafasan : 22 x / menit, Thorax : Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan
tricuspid, Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal dan Ekstrimitas : Edema (+) Pada
Sinus regular, rate 75x/menit, axis Left Axis deviation, Hipertrofi atrium kiri, hipertrofi
ventrikel kiri dan STEMI (anteroseptal), Foto Thorax AP : Cardiomegali dan suggestif CA
paru sinistra di paracardial sinistra, Foto Torax Lateral (S) : sesuai dengan gambaran CT
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution Nasution S. Sindrom Koroner Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST.
In: Setyohadi B, Nasution S, Arsana P, editors. EIMED-PAPDI Kegawatdarutan
Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2016. p. 27 – 37. 2.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Penyakit Dalam Indonesia. Indonesia.
Angina Pektoris Pektoris Tidak Stabil/Sindrom Koroner Akut Tanpa Elevasi
45
Segmen ST. In: Alwi I, Salim S, Hidayat R, Juferdy, editors. Panduan Praktik
Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2016. p. 560 – 4
3. Rosendorff C. Essential Cardiology Principle and Practice. 2nd ed. New Jersey:
Humana Press; 2005.
4. Abraham W., Acker M., Ackerman M., Ades P., Antman EM, Anversa P.
Braunwald Heart Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012.
5. Lilly LS. Patophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2011.
6. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens
2018; 36:1953-2041 and Eur Heart J 2018;39:3021-3104
7. Jean-Philippe Collet, Holger Thiele, Emanuele Barbato, Olivier Barthe´le´my,
Johann Bauersachs, Deepak L. Bhatt.et.al.(2020). 2020 ESC Guidelines for the
management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent
ST-segment elevation. European Heart Journal (2020) 00,1-79.
8. Kristian Thygesen, Joseph S. Alpert, Allan S. Jaffe, Bernard R. Chaitman, Jeroen J.
Bax, David A. Morrow, Harvey D. White. (2020). Fourth universal definition of
myocardial infarction (2018). European Heart Journal (2019) 40, 237–269
9. Mechanic OJ, Grossman SA. Acute Myocardial Infarction. [Updated 2020 Nov
20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 .
10. Daindes, T., & El Rasyid, H. (2018). Ventrikular Takikardia Refrakter Pada
STEMI & Stroke. Jurnal Kesehatan Andalas, 7, 111-115.
11. Nasution Nasution S. Sindrom Koroner Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST. In:
Setyohadi B, Nasution S, Arsana P, editors. EIMED-PAPDI Kegawatdarutan Penyakit
Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2016. p. 27 – 37. 2.
12. Rosendorff C. Essential Cardiology Principle and Practice. 2nd ed. New Jersey:
Humana Press; 2005.
13. Abraham W., Acker M., Ackerman M., Ades P., Antman EM, Anversa P.
Braunwald Heart Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012.
14. Lilly LS. Patophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2011.
15. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and Myocarditis. In: Harrison’s
Cardiovascular Medicine. p. 246
16. Bashore TM, Granger CB, Hranitzky P, Patel MR. Heart Disease. In:Current
46
Medical Diagnosis & Treatment. 2013. p. 411–2.
17. Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC, Geraci SA, Horwich T, et al. 2013
ACCF / AHA Guideline for the Management of Heart Failure. JAC. Elsevier; 2013
; 62(16):e147–239.
18. Pruthy S. Disease and Conditions Dilated Cardiomyopathy [Internet]. Mayo Clinic.
Available from:http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dilated-
cardiomyopathy/basics/definition/con-20032887
19. Davies MJ. The cardiomyopathies: an overview. Heart. 2000;469–74.
20. Feger, J. Mass-like hypertrophic cardiomyopathy. Reference article.
Radiopaedia.org. (accessed on 08 Oct 2022) https://doi.org/10.53347/rID-88744
21. Nugroho P, Hipokalemia dalam EIMED : Kegawat Daruratan Penyakit Dalam,
editor : Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto, Abdullah M. Buku I, Pusat
Penerbitan Ilmu penyakit Dalam, 2012. 279
22. Desi Salwani. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Hipokalemia. Banda Aceh
47
1