Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

NSTEMI + HIPERTROPY CARDIOMYOPATI + HIPOKALEMI

Disusun oleh:
Ni Putu Christina Ardianti
20710012

Pembimbing:
dr. Rahmania, Sp. JP., FIHA

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG
RSUD dr. MOH. SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
SUB BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG

JUDUL
NSTEMI + HIPERTROPY CARDIOMYOPATI + HIPOKALEMI

Telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Rahmania, Sp. JP., FIHA

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas
segalaberkat dan karunia-nya, laporan kasus yang berjudul “NSTEMI, Hipertropy
Cardiomyopati Dan Hipokalemi” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan kasus ini merupakan tugas kepaniteraan klinik dari Smf Ilmu
Penyakit Dalam Sub Bagian Ilmu Penyakit Jantung Dalam menyelesaikan
laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Rahmania, Sp. JP., FIHA sebagai dokter pembimbing SMF ilmu
penyakit dalam sub bagian ilmu penyakit jantung di RSD dr. Moh. Saleh
Probolinggo.
2. Teman – teman sejawat dan berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan
kasus ini, namun penulis sadar bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran akan penulis terima demi hasil makalah yang lebih baik.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Probolinggo, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover.........................................................................................................................i

Lembar Pengesahan.................................................................................................ii

Kata Pengantar........................................................................................................iii

Daftar Isi.................................................................................................................iv

BAB I Pedahuluan....................................................................................................1

BAB II Laporan Kasus.............................................................................................3

BAB III Tinjauan Pustaka......................................................................................13

BAB IV Pembahasan.............................................................................................40

BAB V Kesimpulan ..............................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................45

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular yang

menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap angka ini diperkirakanakan

meningkat menjadi 23,6 juta pada tahun 2030. Menurut data World

HealthOrganization (WHO) diperkirakan 7,4 juta kematian adalah

serangan jantung akibat penyakit jantung coroner (PJK) dan 6,7 juta adalah

stroke. Prevalensi jantung koroner di Indonesia sebesar 1,5-5 % dengan prevalensi

tertinggi di NTT. Menurut kelompok umur, PJK paling banyak pada kelompok umur

65 dan 74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%.1

Angka kejadian pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu74,07% dan

25,93%.Sindrom koroner akut (SKA) ialah spektrum manifestasi akut dan berat

yangmerupakan keadaan kegawat daruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan

antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Sindroma Koroner Akut

(SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang terdiri atas Unstable Angina Pectoris

(UAP), Infark Miokard Acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST(STEMI), Infark

Miokard Acute (IMA) tanpa elevasi segmen ST(NSTEMI).1

Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang dapat

menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya

tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga

berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,

kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi.3-5

Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel kanan,

tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati jenis ini

1
ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari kardiomiopati

hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi ventrikel kanan yang

asimetri, kadang-kadang disertai dengan hipertrofi dari septum interventrikuler; dan

(2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran keluar ventrikel kanan yang sangat

drastis, yang berhubungan dengan penyempitan di bagian subaorta.6

Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan. Terdapat 3

mekanisme terjadinya hipokalemia yaitu berkurangnya asupan kalium, peningkatan

ekskresi kalium melalui ginjal dan traktus urinarius dan redistribusi kalium dari

ekstraseluler ke intraseluler.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG
FK UWKS / RSUD MOH. SALEH PROBOLINGGO

Nama Dokter Muda : Ni Putu Christina Ardianti


NPM : 20710012
1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. A. P
Umur : 56 th
Jenis Kelamin : Laki – laki
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 66****
Alamat : Tegal Rejo - Dringu
Tanggal MRS : 3 Agustus 2022
Tanggal Pemeriksaan : 4 Agustus 2022
1.2 Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada pukul 13.00 WIB, hari kamis 4
Agustus 2022 di ICCU RSUD Dr Moh Saleh Kota Probolinggo.

1.2.1 Keluhan Utama


Sesak
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh Probolinggo rujukan dari

RSU Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak

dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik dengan

istirahat. Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak

sering timbul saat bekerja. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk.

Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri dada

dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke

punggung. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang. Nyeri

kepala tidak dirasakan. Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun mual

dan muntah.
3
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien ada Riwayat Hipertensi (-) , DM(-) , Penyakit jantung (+)

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit yang sama seperti pasien

1.2.5 Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai penjaga BJBR , Pasien merokok sejak 20 tahun

3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5 tahun yang lalu , Alkohol (-) .

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Pemeriksaan Umum dan Tanda Vital
Kesadaran umum : Lemah
Derajat Kesadaran (GCS) : Compos Mentis dengan skor E4 M5 V6
Tekanan darah : 114 / 74 mmHg
Suhu tubuh : 36.5o C
Denyut Nadi : 76 x / menit
Pernafasan : 22 x / menit
SpO2 : 98% NC
1.3.2 Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Rambut : hitam, pendek
Wajah : simetris, sianosis (-), edema (-)
Mata : konjungtiva: anemis (-/-);
sklera: ikterik (-/-)
palpebra : edema (-/-);
reflek cahaya : (+/+)
Telinga : bentuk normal, posisi normal
Hidung : pernafasan cuping hidung(-), perdarahan (-).
Mulut : mukosa bibir basah, mukosa sianosis (-)
1.3.3 Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
JVP : tidak meningkat

4
1.3.4 Thoraks
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kiri atas ICS II garis mid line axila sinistra
Batas jantung kiri bawah ICS VII dari garis linier
midclavicula sinistra
Batas jantung kanan atas ICS II garis parasternal dextra
Batas jantung kanan bawah ICS IV garis parasternal dextra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, mur mur (+) systole pada katup mitral dan
trikuspid, Gallop (-)
1.3.5 Paru
Inspeksi : Simetris kanan/kiri
Palpasi : Fremitus simetris kanan/ kiri
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi: Vesikuler (-) ronchi basah (+/+) apex hingga basal, wheezing (-)
1.3.6 Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Palpasi : hepar dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal 20x/menit
2.3.7. Ektremitas

Otot/ Tulang : Atrofi (-),


: Edema (+) pada kedua tungkai kaki
: Akral Hangat
: CTR< 2menit

5
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium di IGD, 3 Agustus 2022

Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Gula darah stick 105 mg/dl 126mg/dl
Hb 15,1 g/dl 13-18 g/dl
Leukosit 11.590 4000-11.000
Trombosit 132.000 150.000-400.000
ALC 1.430
NLR 6,2

Pemeriksaan Laboratorium di ICCU RSUD Moh.Saleh Probolinggo, 4 Agustus


2022

Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
ELEKTROLIT
Calcium 1.0 1.12-1.32 mmol/L
Chloride 101,9 96.0-106.0 mmol/L
Kalium 2,8 3.6-5.5 mmol/L
Natrium 136 135-155 mmol/L
FUNGSI HATI (LFT)
Alkali Fosfatase 0-170 U/l
Billirubin Direct 1.08 < 0.5 mg/dl
Billirubin Total 2.15 < 1 mg/dl
SGOT 24 < 31 U/l
SGPT 22 < 31 U/l
FUNGSI GINJAL (RFT)
BUN 16,3 10-20 mg/dl
Creatinin 1,3 0.5 - 1.7 mg/dl
Uric Acid 9,1 L:3-7md/dl
Troponin 0,061 <0,05 mg/ml

6
2. Pencitraan (Foto Thorax)

a. foto Thorax AP

 Soft Tissu : dalam batas normal


 Bone : normal, tidak ada fraktur
 Trakea : tidak ada lympadenopathy
 Cor : Ukuran Membesar (CTR : 70%)
 Pulmo : massa dengan sudut lancip di paracardial sinistra
 Diaphragma : normal D/S
 Sinus Costophrenicus : D/S Tajam

Kesimpulan: Cardiomegali dan suggestif CA paru sinistra di paracardial sinistra

b. foto Thorax Lateral (S)

Kesimpulan: sesuai dengan gambaran CT Scan. Tampak gambaran hypertrophy


cardiomyopathy (ventrikel S) yang menyerupai Massa (Tumefactive type)

7
3. Elektrokardiografi

Keterangan :

 Irama : sinus

 Rithm : reguler

 Rate : 75x/mnt

 Axis : LAD

 Hipertrofi

 Atrium : (-) pada atrium kanan

(+) pada atrium Kiri

 Ventrikel : (+) pada ventrikel kiri

: (-) Pada Ventrikel Kanan

 Infark : ST Elevasi V2,V3,V4. ST depresi Lead III, aVR, AVF

 Kesimpulan : Irama Sinus regular, rate 75x/menit, axis Left Axis

deviation, Hipertrofi atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri dan NSTEMI

8
4. CT – SCAN

Ct Scan Thorax Irisan Axial Tanpa Dan Dengan Kontras Media MPR

Sagital Coronal Lung Dan Mediastinal Window Setting

(Klinis Ca.Paru Sinistra)

- Cor : Tampak gambaran hypertrofi ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh

penebalan asimetrical dinding ventrikel kiri terutama di daerah apex dengan

ketebalan dinding 4cm, dan mengalami protusio yang menyerupai massa.

Lumen ventrikel kiri normal

- Pulmo :

 Dextra : Tidak ada gambaran konsolidasi /massa


9
 Sinistra : Tidak ada gambaran konsolidasi /massa

- Trachea: Main bronchus dextra / sinistra normal

- Sub carinal region normal

- Pleural dextra / sinistra normal, tidak ada efusi pleura dextra / sinistra

- Diaphragma dextra / sinistra normal

- Chest wall normal

KESIMPULAN : Suggestif Tumefactive Hypertrophic Cardiomyopathy

5. ECHOCARDIOGRAPHY
Kesimpulan :LV menurun (EF 18%), RV menurun (1,6)
Hipertrophy Cardiomyopathy

2.5 Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh Probolinggo rujukan dari

RSU Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak

dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik dengan

istirahat. Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak

sering timbul saat bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila

berjalan 100 meter. Nyeri dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah

sakit dan menjalar tembus ke punggung. Tidur biasanya menggunakan 3

bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang.

Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun mual dan muntah. Pasien

mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga memiliki Riwayat

merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5 tahun yang

lalu.

- Pemeriksaan Umum dan Tanda Vital

Kesadaran umum : Lemah

Derajat Kesadaran (GCS) : Compos Mentis dengan skor E4 M5 V6


10
Tekanan darah : 114 / 74 mmHg

Suhu tubuh : 36.5o C

Denyut Nadi : 76 x / menit

Pernafasan : 24 x / menit

SpO2 : 98% NC

- Satus Generalis

Kepala : Dalam Batas Normal

Leher : Dalam Batas Normal

Thoraks : Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan tricuspid

Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal

Abdomen : Tidak ditemukan kelainan.

Ekstrimitas : Akral Hangat, Edema (+) Pada kedua tungkai kaki

2.6. DIAGNOSIS BANDING


a. Akut Lung Oedema + Cardiomegali
b. CHF

2.7. ASSESMENT

NSTEMI, Hypertrophi Cardiomyopathy dan Hipokalemi

2.8. RENCANA TERAPI

1. Oksigen 3 lpm dengan Nasal Kanul


2. Pasang Monitor TTV
3. Infus hydromal 7 tpm
4. Injeksi Furosemide 2x40mg
5. Inejeksi Furamin 2x25mg
6. Injeksi lovenox 2x0,6
7. P.O. CPG 75 mg
8. P.O Aspilet 80mg
9. P.O Angintris MR 2x1
10. P.O Rosuvastatin 0-0-20mg
11. Pasang kateter urine (untuk evaluasi)

11
2.10. RENCANA MONITORING
1 Observasi keluhan utama
2 Monitoring EKG
3 Monitoring TTV
4 Rawat ICCU

2.11. RENCANA EDUKASI


1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien kepada keluarga pasien yaitu penyakit

yang diderita, prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi

2. Menjelaskan rencana terapi, diagnostik, dan monitoring yang akan dilakukan

terhadap pasien dan keluarganya

3. Menjelaskan pilihan terapi yang tersedia dan berbagai kondisi yang dapat terjadi

saat terapi dilakukan

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infark Miokard Akut (IMA)

3.1 Definisi

Kematian sel-sel miokardium (kardiomiosit) yang terjadi akibat kekurangan

oksigen secara persisten dan berkepanjangan sehingga menimbulkan

kerusakan jaringan (area nekrotik) lokal di dalam miokardium yang berakibat

pada penurunan kualitas dan kuantitas aliran darah ke jantung dalam

pemenuhan kebutuhan oksigen.7-9

3.2 Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)

Penyebab infark miokard akut adalah penurunan aliran darah koroner.

Pasokan oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen,

sehingga terjadi iskemia jantung. Aliran darah koroner yang menurun bersifat

multifaktorial. Plak aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan

trombosis, berkontribusi pada penurunan aliran darah di koroner secara akut.

Etiologi lain dari penurunan oksigenasi/ iskemia miokard termasuk emboli

arteri koroner, yang terjadi pada 2,9% pasien, iskemia yang diinduksi kokain,

robeknya pembeuluh darah koroner (diseksi koroner), dan nyeri dada iskemik

berulang yang dirasakan walaupun pada saat istirahat (vasospasme koroner).

Infark miokard akut menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung

karena kekurangan oksigen. Infark miokard akut dapat menyebabkan

gangguan fungsi diastolik dan sistolik dan membuat pasien rentan terhadap

aritmia. Selain itu, dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius. Penyebab

IMA lainnya meliputi trauma, vaskulitis, penggunaan narkoba (kokain),

anomali arteri koroner, emboli arteri koroner, diseksi aorta dan permintaan

berlebih suplai darah pada jantung (hipertiroidisme, anemia).Penanganan


13
utama bertujuan memperbaiki jantung dan memulihkan aliran darah. Semakin

dini pengobatan (kurang dari 6 jam sejak timbulnya gejala), semakin baik

prognosisnya. 7-9

3.3 Kriteria dan Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)

Kriteria IMA dapat dibedakan berdasarkan pada STEMI adanya

pembentukan formasi thrombus obstruktif sedangkan pembentukan formasi

non obstruktif terjadi pada NSTEMI. Berdasarkan bukti pada EKG, kriteria

IMA dapat dibedakan yaitu pada STEMI terdapat elevasi segmen ST pada dua

sadapan yang berhubungan dengan kriteria elevasi segmen ST ≥ 0,2 mV pada

sandapan V2-V3 (pada pria); ≥ 0,15 mV pada sandapan V2-V3 (pada wanita);

dan ≥ 0,1 mV pada sadapan yang lain. Sedangkan pada NSTEMI tanpa adanya

elevasi segmen ST atau tanpa gelombang Q disertai adanya peningkatan

biomarker. 7,10

Berdasarkan teknik pencitraan dan biomaker yang sensitif,

memungkinkan untuk mengklasifikasikan etiologi IMA dalam beberapa tipe

berikut ini: 9

1. IMA tipe 1, merupakan MI spontan yang disebabkan oleh pecahnya plak

aterosklerotik, ulserasi, fisura, erosi atau diseksi yang mengakibatkan

trombus intraluminal di satu atau lebih arteri koroner yang menyebabkan

penurunan aliran darah miokard dan/atau embolisasi distal dan nekrosis

miokard berikutnya. Pasien mungkin memiliki CAD parah yang

mendasari tetapi dalam 5-20% kasus mungkin ada aterosklerosis koroner

non-obstruktif atau tidak ada bukti angiografik dari CAD, terutama pada

wanita.

2. IMA tipe 2, MI sekunder akibat peningkatan kebutuhan oksigen atau

penurunan pasokan. Nekrosis miokard disebabkan oleh penyebab selain


14
ketidakstabilan plak koroner. Mekanismenya antara lain spasme arteri

koroner, disfungsi endotel koroner, takiaritmia, bradiaritmia, anemia,

gagal napas, hipotensi, dan hipertensi berat. Selain itu, pada pasien sakit

kritis dan pada pasien yang menjalani operasi non-jantung mayor,

nekrosis miokard mungkin terkait dengan efek merugikan dari agen

farmakologis dan toksin.

3. IMA Tipe 3, Kematian jantung mendadak yang tidak terduga sebelum

diperoleh biomarker jantung.

4. IMA Tipe 4a, IMA terkait dengan intervensi koroner perkutan (PCI)

dimana terdapat peningkatan troponin lebih dari 5 kali lipat selama 48

jam pertama setelah intervensi.

5. IMA Tipe 4b, IMA terkait dengan trombosis intrastent jika terdiagnosa

melalui angiografi koroner atau otopsi dengan peningkatan dan/ atau

penurunan biomarker jantung sedikitnya satu level diatas 99 persentil

nilai batas atas.

6. IMA Tipe 5, IMA terkait dengan operasi cangkok bypass koroner

(CABG), terdapat peningkatan troponin lebih dari 10 kali lipat dari

normal selama 48 jam pertama setelah intervensi

3.4 Faktor Risiko Infark Miokard Akut (IMA)

Faktor resiko yang dapat memicu terjadinya IMA dibagi menjadi dua

yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Ada empat

faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis

kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang lain masih dapat

diubah, sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik. Faktorfaktor

yang dapat diubah tersebut adalah hiperlipidemia, hipertensi, merokok,

15
diabetes, obesitas, faktor psikososial (stres), konsumsi makanan berserta

tinggi, diet karbohidrat dan alkohol, dan aktivitas fisik.4 Pada beberapa studi

prevalensi gagal jantung cenderung dinyatakan pada mengikuti pola

eksponensial seiring usia, karena bertambahnya usia seseorang akan

mengakibatkan penuruan fungsi jantung. Usia merupakan faktor resiko

utama terhadap penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya termasuk

gagal jantung. Pertambahan umur dikarakteristikkan dengan disfungsi

progresif dari organ tubuh dan berefek pada kemampuan mempertahankan

homeostasis.9

3.5 Patofsiologi Infrak Miokard Akut (IMA)


Patofisiologi dari infark miokard akut diawali dari proses aterosklerosis.

Proses aterosklerosis terdiri dari 3 proses, yaitu dimulai dari terbentuknya fatty

streak, lalu pertumbuhan plak, dan terjadinya ruptur plak. Terbentuknya fatty

streak merupakan tahap awal dari aterosklerosis, timbul akibat adanya stresor

kimia dan fisika yang akan mempengaruhi homeostastis endotel, sehingga

akan mengganggu fungsi endotel sebagai barier permeabilitas. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya modifikasi dari lipid dan masuknya lipid ke

subintima, yang akan memicu pelepasan dari sitokin inflamasi. Lingkungan

yang kaya sitokin dan lemak ini akan menarik leukosit (khususnya monosit dan

T limfosit) ke subintima, sehingga akan menyebabkan terbentuknya foam cell.

Foam cell,aktivasi platelet dan endotel yang rusak akan mengeluarkan berbagai

substansi, seperti platelet derived growth factor, sitokin, dan growth factor.

Akibat dari lepasnya substansi tersebut, akan terjadi proliferasi dan migrasi sel

otot polos dari arterial media ke intima, sehingga akan mempengaruhi sintesis

dan degradasi dari matriks ekstraseluler dan mengakibatkan terbentuknya

dinding fibrous cap yang mengandung inti lipid. Proses inilah yang berperan

dalam perubahan fatty streak menjadi plak ateroma fibrosa. 9


16
Sel otot polos dan foam cell yang mati akibat dari stimulasi inflamasi

yang berlebihan atau akibat aktivasi dari proses apoptosis akan membebaskan

isi dari sel berupa lipid yang terserap dan sel debris, dimana akan

menyebabkan semakin besarnya inti lipid, yang akan memicu terjadi stres

mekanik. Sebagai respon dari peningkatan stres mekanik, akan terjadi

akumulasi lokal dari foam cell dan T limfosit di area tersebut. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya destruksi dari fibrous cap dan mempercepat proses

degradasi dari matriks ekstraseluler, sehingga menyebabkan rentannya plak

mengalami ruptur. Distribusi dari fibrous cap dan net deposition merupakan

faktor penentu dalam integritas plak. Plak yang stabil (ditandai dengan fibrous

cap yang tebal dan inti lemakyang kecil) dapat menimbulkan penyempitan

arteri, tetapi kecil kemungkinan untuk terjadi ruptur. Sedangkan plak yang

tidak stabil (ditandai dengan fibrous cap yang tipis, inti lemak yang besar,

infiltrasi makrofag yang luas dan sedikit sel otot polos) lebih rentan untuk

mengalami ruptur. Rupturnya fibrous cap dari plak aterosklerosis tersebut akan

menyebabkan terpaparnya molekul protrombosis dengan inti lipid. Akibatnya

akan mendorong untuk terbentuknya trombus akut, yang akan menyumbat

daripada lumen arteri. Tersumbatnya lumen arteri ini akan mengakibatkan

terjadinya infark miokard akut. 9

3.6 Patofsiologi IMA dengan STEMI


Pada miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa

menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam

lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH

intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel.

Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan

Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai

17
dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi

reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel

berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat

oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi

segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak

menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk

pembuluh darah kolateral.

3.7 Patofsiologi IMA tanpa STEMI


NSTEMI adalah akibat dari ketidakseimbangan akut antara kebutuhan

dan suplai oksigen miokard, paling sering karena penurunan perfusi miokard.

Hal ini paling sering disebabkan oleh gangguan trombus non oklusif yang

berkembang dalam plak aterosklerotik dan menyebabkan trombosis nonoklusi

atau hampir menyeluruh dari pembuluh yang memasok miokardium. Apabila

terjadi oklusi cenderung akibatnya pecahnya plak biasanya terjadi di bagian

terlemah dan tertipis dari tutup aterosklerotik (seringkali di daerah bahu). Plak

yang pecah mengandung sejumlah besar sel inflamasi termasuk monosit,

makrofag, dan limfosit T bahkan terjadi peningkatan sel mati yang berakibat

menurunkan kekuatan sel otot pembuluh jantung dan menurunkan transmisi

suplai darah menuju jantung.

3.8 Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)

Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal,

menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau

epigastrium. Keluhan ini dapat ini dapat berlangsung intermiten/beberapa

menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering d sering

disertai keluhan penyerta seperti diaforesis,mual/muntah, nyeri abdominal,

sesak dominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering

18
dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan

pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah yang

mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini atipikal ini lebih sering

dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun),

wanita, penderita diabetes, ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan

angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai

sebagai angina ekuivalen jika berhubungan berhubungan dengan aktivitas,

terutama terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung jantung

koroner (PJK).7,8

3.9 Diagnosa Infark Miokard Akut

Diagnosis IMA ditegakkan jika dua dari tiga kriteria berikut ini

terpenuhi berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas berlangsung lebih dari

20 menit dan gambaran EKG adanya elavasi ST >2 mm, minimal pada

sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan

ekstremitas. Peningkatan pertanda biomarker diikuti meningkatnya isoenzim

jantung Troponin atau CK-MB dua kali lipat dari batas normal atas atau lebih.

Pemeriksaan EKG 12 lead harus segera dilakukan dalam 10 menit setelah

pasien awal masuk ke rumah sakit. Karakteristik EKG pada IMA dapat berupa

ST depresi atau perubahan gelombang T dimana pasien mengalami oklusi total

pada arteri koroner sebagai penanda menunjukkan adanya suatu ST elevasi

sehingga diagnosis STEMI dapat langsung ditegakkan. Ketika trombus tidak

menyebabkan oklusi total atau dengan kata lain hanya terjadi oklusi sebagian

pada miokardium sehingga nampak tidak terjadi elevasi segmen ST sehingga

dapat didiagnosis unstable angina atau Non STEMI. Selain visualisasi EKG,

penanda biokimia serum dari IMA merupakan hal yang penting untuk

mengevaluasi, mendiagnosis, dan triase pasien yang mengalami nyeri dada.

19
Beberapa penanda biokimia yang dapat mengenali kerusakan miokard, seperti;

Laktat Dehidrogenase (LDH), Kreatin-Kinase (CK), Kreatin-Kinase MB (CK-

MB) dan Troponin. LDH muncul dan turun lambat melampaui kadar normal

dalam 36-48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4-7 hari

dan kembali normal setelah 8-14 hari setelah infark. CK dan CK-MB biasanya

mulai meningkat 3-12 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 24

jam dan kembali normal setelah 48-72 jam. Pada kerusakan (nekrosis) otot

jantung NSTEMI dapat diidentifikasikan dengan salah satu kriteria utama

adalah peningkatan dan penurunan bertahap pada biomarker jantung (troponin

(cTn atau CKMB) hingga dua kali lipat dari kondisi normal.8,9,11

3.10 Pemeriksaan Penunjang

A. Anamnesis

Anamnesis pasien IMA dengan penilaian awal didasarkan pada

integrasi fitur tanda vital kemungkinan rendah dan/atau tinggi berdasarkan

pedoman klinis. Memperhatikan secara seksama gejala yang dirasakan pasien

terrkait dengan nyeri dada dengan tipikal angina berupa nyeri dada retrosternal

seperti rasa sesak berat, ditindih benda berat, terbakar atau panas menjalar ke

leher dan lengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang

timbul saat saat istirahat. Nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit dan tidak

berkurang rasa nyeri tersebut walau dengan istirahat atau pemberian obat

nitrat.12,13,20 Terdapat pula terminologi lain serupa angina yaitu nyeri

epigastrium dan nyeri dada yang tidak khas, atau sesak napas yang terjadi pada

orang tua (Lansia) atau pada penderita diabetes melitus. Gejala sistemik

penyerta yang muncul dapat berupa mual, muntah dan keringat dingin. 7,8,9

Pada pasien PJK gejala lain termasuk berkeringat, mual, sakit perut,

dispnea dan sinkop mungkin ada. Presentasi atipikal juga dimungkinkan dan

20
ditandai dengan nyeri epigastrium, gejala seperti gangguan pencernaan, dan

dispnea terisolasi. Keluhan atipikal lebih sering dijumpai pada lansia, pada

wanita dan pada penderita diabetes melitus, penyakit ginjal kronik atau

demensia. Hilang atau berkurangnya nyeri saat istirahat tanpa pengobatan

nitrat meningkatkan kemungkinan iskemia miokard. Pada pasien yang datang

dengan dugaan MI ke unit gawat darurat, secara keseluruhan, performa

diagnostik karakteristik nyeri dada untuk MI terbatas. Faktor risiko yang

meningkatkan kemungkinan NSTEMI meliputi: Usia yang lebih tua, jenis

kelamin pria, riwayat PJK dalam keluarga, diabetes, hiperlipidemia, hipertensi,

insufisiensi ginjal, manifestasi PJK sebelumnya, serta penyakit arteri perifer

atau karotis. Pemeriksaan fisik sering tidak menunjukkan gejala pada pasien

dengan dugaan NSTEMI tetapi dapat menunjukkan hipertensi atau hipotensi,

adanya bunyi jantung ketiga dan keempat, dan pemisahan bunyi jantung kedua

secara paradoks. Auskultasi jantung dapat menunjukkan murmur sistolik

akibat regurgitasi mitral iskemik yang berhubungan dengan prognosis buruk

atau komplikasi mekanis (yaitu ruptur otot papiler atau defek septum

ventrikel) dari infark miokard. Tanda-tanda gagal jantung (peningkatan

tekanan vena jugularis, krepitasi bilateral pada auskultasi paru-paru) atau syok

kardiogenik juga dapat ditemukan, dan ini menandakan prognosis yang lebih

buruk.7,8

1. Elektrokardiogram

Melakukan penilaian awal pada pasien dalam kondisi istirahat dengan

pemasangan EKG 12 lead. Direkomendasikan untuk dilakukan dalam waktu

10 menit setelah pasien tiba di ruang gawat darurat atau idealnya, pada kontak

pertama dengan layanan medis darurat dalam pengaturan prarumah sakit dan

segera buat interpretasi oleh dokter yang berkompeten. Pemeriksaan EKG

21
sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.

A. Gambaran EKG SKA-NSTEMI

EKG 12-lead adalah tes diagnostik pertama untuk pasien dengan

nyeri dada dan harus dilakukan dan diinterpretasikan dalam 10 menit

pertama masuk ke rumah sakit. EKG sangat penting untuk diagnosis

STEMI sebagai penyebab nyeri dada. Meskipun EKG dalam pengaturan

NSTEMI mungkin normal pada lebih dari sepertiga pasien SKA- NSTEMI,

EKG lanjutan dengan interval 15 sampai 30 menit berikutnya harus

dilakukan untuk mendeteksi kelainan yang berkembang.

Gambar 1. : Gambaran EKG - NSTEMI.


Temuan EKG klasik dari iskemia di NSTEMI termasuk depresi ST

miring horizontal atau sendiri> 0,5 mm dan / atau gewlombang T terbalik

simetris> 2,0 mm. Sadapan standar yang tidak meyakinkan pada beberapa

pasien dapat dilakukan sadapan tambahan misalnya dalam kasus oklusi

arteri sirkum kiri atau MI ventrikel kanan dapat dideteksi masing-masing

hanya di V7-V9 dan V3R dan V4R. Depresi ST prekordial lebih tinggi

nampak pada sadapan V4-V6 mengindikasikan terdapat lesi penyebab yang

terletak di arteri koroner anterior kiri tengah, sementara perubahan yang

22
lebih jelas pada sadapan V2-V3 mungkin lebih mengarah pada lesi

penyebab yang terletak di arteri sirkumfleksa kiri, Depresi ST yang

digunakan pada sadapan prekordial dan ekstremitas terkait dengan elevasi

ST ≥1 mm pada sadapan aVR dapat mengindikasikan arteri koroner utama

kiri sebagai lesi penyebab atau oklusi proksimal dari arteri koroner pada

anterior kiri yang menunjukkan keparahan lesi pembuluh darah jantung

pada SKA-STEMI.

B. Gambaran EKG SKA-STEMI

Untuk memulai pemantauan EKG sesegera mungkin pada semua

pasien dengan dugaan STEMI untuk mendeteksi aritmia yang mengancam

nyawa dan memungkinkan defibrilasi segera jika diindikasikan. Ketika

dicurigai STEMI, EKG 12-lead harus diperoleh dan diinterpretasikan

sesegera mungkin untuk memfasilitasi diagnosis dan triase STEMI dini.

Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan

perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-

V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis

kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia

≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.

Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3,

tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV.8,9,11

Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan

V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang

23
≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5

mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan

permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI

kecuali jika STEMI terjadi di mid anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA

dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB

(komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah

kandidat terapi reperfusi.2

Pemasangan EKG 12 lead, dan konsentrasi troponin jantung yang

ditentukan saat datang ke unit gawat darurat dan secara bertahap akan

mengidentifikasikan penyakit jantung lainnya antara lain miokarditis,

sindrom Takotsubo, atau gagal jantung kongestif. Sednagkan kondisi

noncardiac mengacu pada penyakit toraks seperti pneumonia atau

pneumotoraks. Perubahan troponin jantung selama pengambilan sampel

serial harus diartikan sebagai penanda kuantitatif bahwa semakin

meningkat tingkat waktuperubahan absolut selama tahap pengambilan

sampel akan semakin tinggi kemungkinan adanya MI.8,9,11

Perbandingan visualisasi EKG untuk menentukan diagnosis Infark

Miokardiak Akut, sebagai berikut:

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran

EKG pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan

elevasi segmen ST≥1mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan

depresi segmen ST≥1mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini

disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifsitas tinggi

24
dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen

ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif

mempunyai sensitivitas dan spesifsitas sangat rendah.2

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang harus dikumpulkan di ruang gawat

darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,

koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan

laboratorium SKA meliputi Hb, Ht, Leko, Trombo, Natrium, Kalium,

Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT, CK-MB, dan hs

Troponin atau Troponin serta enzim jantung.2

3. Pencitraan

Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang

gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus

dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Ekokardiografi

transthoracic harus tersedia secara rutin di ruang gawat darurat dan unit

nyeri dada dan dilakukan/diinterpretasikan oleh ahli yang berkompeten

pada semua pasien selama rawat inap untuk NSTE-ACS. Modalitas

pencitraan ini berguna untuk mengidentifikasi kelainan yang sugestif.

Iskemia miokard atau nekrosis (yaitu hipokinesia segmental atau akinesia).

Dengan tidak adanya kelainan gerak dinding yang signifikan, gangguan

perfusi miokard yang terdeteksi oleh kontras ekokardiografi atau penurunan

fungsi masing-masing bagian menggunakan pencitraan strain dan rate yang

dapat meningkatkan nilai diagnostik dan prognostik dibanding

ekokardiografi konvensional.

Selain itu, ekokardiografi dapat membantu mendeteksi patologi

alternatif yang terkait dengan nyeri dada, seperti diseksi aorta akut, efusi

25
perikardial, stenosis katup aorta, kardiomiopati hipertrofik, prolaps katup

mitral, atau dilatasi ventrikel kanan yang menunjukkan emboli paru akut.

Demikian pula, ekokardiografi merupakan alat diagnostik pilihan untuk

pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik yang diduga berasal dari

oklusi jantung. Evaluasi fungsi sistolik ventrikel kiri (LV), penting untuk

memperkirakan prognosis, dan ekokardiografi (serta modalitas pencitraan

lainnya) dapat memberikan informasi yang akurat.

3.11 Diagnosis Banding

Kondisi yang harus selalu dipertimbangkan dalam diagnosis

banding IMA karena berpotensi mengancam nyawa tetapi juga dapat

diobati termasuk diseksi aorta, emboli paru, dan tegangan pneumotoraks.

Ekokardiografi harus dilakukan segera pada semua pasien dengan

ketidakstabilan hemodinamik yang diduga berasal dari kardiovaskular.

Sindrom Takotsubo baru-baru ini lebih sering ditemukan sebagai diagnosis

banding dan biasanya dibutuhkan angiografi koroner untuk menyingkirkan

ACS.

3.12 Terapi Klinis


Sindrom Koroner Akut Tanpa Elevasi ST Segmen Unstable Angina

Pectoris (NSTEMI). Fase Akut di UGD

- Bed rest total

- Oksigen 2-4L/menit

- Pemasangan IV FD

- Obat-obatan :

- Aspilet 160mg kunyah

- Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi

clopidogrel) berikan 300mg atau Ticagrelor 180mg


26
- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika

masih ada keluhan, dilanjutkan Nitrat IV bila keluhan persisten

- Morfin 2-4 mg IV jika masih nyeri dada

- Monitoring jantung

- Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.

- Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam 2 jam

dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan fasilitas

cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila terdapat salah satu kriteria

berikut: Angina berulang, Syok kardiogenik, Aritmia malignant

(VT, VF,TAVB), dan Hemodinamik tidak stabil

- Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria

risiko sangat tinggi di atas, dirawat selama 5 hari dan dapat

dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit dengan

mempertimbangkan kondisi klinis dan ketersediaan tenaga dan

fasilitas cathlab.

- Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim, dilakukan

iskemik stress test: Treadmil ltest, Echocardiografi Stress test,

Stress test perfusion scanning atau MRI. Bilai skemik stress test

negatif, boleh dipulangkan. 6

Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):

a. Obat-obatan:

- Atorvastatin 1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20 mg jika kadar LDL di

atas target

- Aspilet 1x80-160 mg

27
- Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg

- Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5

mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika

tidak ada kontra indikasi

- Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika

LV fungsi menurun EF <50% dan diberikan jika tidak ada kontra

indikasi

- Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan

ARB: Candesartan 1x 16, Valsartan 2x80 mg− Obat pencahar 2xIC (7)

Diazepam 2x5 mg

- Heparinisasi dengan: − UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal

4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB maksimal

1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus

30mg iv di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.

b. Monitoring kardiak

c. Puasa 6 jam

d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam

e. Totalcairan 25-35 cc/KgBB/24jam

f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat

3. Sindrom Koroner Akut Dengan Elevasi ST Segmen Unstable Angina

Pectoris (STEMI) Fase Akut di UGD

a. Bed rest total

b. Oksigen 2-4 liter/menit

c. Pemasangan IVFD

28
d. Obat-obatan :

- Aspilet 160mg kunyah

- Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak

- rutin mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300mg jika

pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau

- Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien

mendapatkan primary PCI

- Atorvastatin 40mg

- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih

ada keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten

- Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada

e. Monitoring jantung

f. Jika onset < 12jam:

- Fibrinolitik (di IGD) atau

- Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap

melakukan dalam 2 jam

Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)

a. Obat – obatan

- Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40 mg jika kadar LDL di atas target

- Aspilet 1 x 80mg

- Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg

- Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus, Carvedilol 2x3,125 mg

jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak

ada kontra indikasi


29
- Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi

menurun EF <50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi

- Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan

ARB: Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan 2x80mg

- Obat pencahar 2 x 1 sendok makan

- Diazepam2 x 5 mg

- Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:

• UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit,

dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 Unit/kgBB maksimal 1000

Unit/jam atau

• Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau

• Fondaparinux 1 x 2,5 mg

b. Monitoring kardiak

c. Puasa 6 jam

d. Diet Jantung I1800 kkal/24 jam

e. Total cairan 1800 cc/24 jam

f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan

asam urat

3.13 Prognosis

Infark miokard akut (IMA) memiliki laju mortalitas awal hungga 30

hari. Progonis tergantung luasnya nekrosis yang terbntuk pada miokardium, dan

ketepatan tata laksana reperfusi. Penanganan lebih dini yang tepat dalam

reperfusi oleh dokter yang berkompetensi baik dan dilakukan kurang dari 6 jam

lebih menolong pasien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan

30
kehidupannya.

B. Kardiomiopati Hipertrofi

3.2.1 Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang

dapat menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi

klinis biasanya tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati

dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu

kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati

restriksi.12-14

Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel,

tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati

jenis ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari

kardiomiopati hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi

ventrikel kanan yang asimetri, kadang-kadang disertai dengan hipertrofi dari

septum interventrikuler; dan (2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran

keluar ventrikel kanan yang sangat drastis, yang berhubungan dengan

penyempitan di bagian subaorta.15

Kardiomiopati restriksi ditandai dengan gangguan pengisian diastolik

dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang,

dengan penyebab yang paling sering meliputi amyloidosis. Biasanya mudah

untuk mengenali amiloid dengan histologi dari karakteristik warna hijau

dibawah sinar terpolarisasi setelah menggunakan pewarnaan Sirius red.

Penyebab lain dari kardiomiopati restriktif yaitu kardiomiopati infiltratif

(contoh: hemochromatosis, sarkoidosis), dan penyakit jaringan ikat (contoh:

skleroderma).16 Kardiomiopati tipe Kardiomiopati adalah suatu proses

penyakit yang kompleks yang dapat menyerang jantung penderita dengan

berbagai usia dan manifestasi klinis biasanya tampak saat dekade ketiga atau
31
keempat. Kardiomiopati dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan perubahan

anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi,

dan kardiomiopati restriksi.12-14

Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel,

tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta. Kardiomiopati

jenis ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk. Ada dua ciri dari

kardiomiopati hipertrofi yang menarik perhatian paling besar: (1) hipertrofi

ventrikel kanan yang asimetri, kadang-kadang disertai dengan hipertrofi dari

septum interventrikuler; dan (2) meningkatnya tekanan dari sistem aliran

keluar ventrikel kanan yang sangat drastis, yang berhubungan dengan

penyempitan di bagian subaorta.15

Kardiomiopati restriksi ditandai dengan gangguan pengisian diastolik

dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif jarang,

dengan penyebab yang paling sering meliputi amyloidosis. Biasanya mudah

untuk mengenali amiloid dengan histologi dari karakteristik warna hijau

dibawah sinar terpolarisasi setelah menggunakan pewarnaan Sirius red.

Penyebab lain dari kardiomiopati restriktif yaitu kardiomiopati infiltratif

(contoh: hemochromatosis, sarkoidosis), dan penyakit jaringan ikat (contoh:

skleroderma).16 Kardiomiopati tipe.

32
Gambar 2. Perbandingan morfologi jantung pada kardiomiopati15

Insidensi sesungguhnya dari kardiomiopati masih belum diketahui.

Ketidakkonsistensian dalam klasifikasi nomenklatur dan pembagian penyakit

kardiomiopati telah menyebabkan data yang dikumpulkan itu hanya sebagian

yang mencerminkan insidensi sesungguhnya dari penyakit ini. Insidensi dan

prevalensi dari kardiomiopati terus meningkat. Insidensi yang dilaporkan

adalah 400.000-550.000 kasus per tahun, dengan prevalensi 4-5 juta orang.

Seseorang dengan kardiomiopati mungkin memiliki disfungsi sistolik

ventrikel kiri, disfungsi diastolik ventrikel kiri, atau keduanya. Saat

mekanisme kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan curah jantung

tetap pada tekanan pengisian ventrikel kiri yang normal, proses penyakit ini

dinyatakan dengan gejala yang secara kolektif menciptakan keadaan penyakit

yang dikenal sebagai gagal jantung kronik.

Pembesaran ventrikel yang terus menerus dan disfungsi secara umum

mengarah kepada gagal jantung progresif dengan penurunan fungsi kontraktil

ventrikel kiri, termasuk aritmia ventrikuler dan supraventrikuler,

abnormalitas sistem konduksi, tromboembolisme, dan kematian mendadak

atau kematian yang ke tempat rehabilitasi jantung yang berkaitan dengan

33
latihan aerobic.

3.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kardiomiopati

1. Faktor Intrinsik

a. Usia

Kardiomiopati dilatasi dapat menyerang berbagai usia, dari masih

bayi maupun orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak biasanya mempunyai

respon yang berlebihan pada paparan pertama dengan antigen. Pada orang

dewasa biasanya mempunyai daya toleransi yang sangat tinggi dan

gambaran klinisnya berupa respon inflamasi kronis terhadap antigen asing

atau gangguan sistem imun yang akan berdampak terhadap autoimun.17

b. Jenis Kelamin

Pria cenderung lebih mudah terkena kardiomiopati dilatasi

dibandingkan dengan wanita. Secara keseluruhan, kemungkinan laki-laki

dan perempuan terkena kelainan ini adalah sama. Namun, pada

kardiomiopati dilatasi yang berhubungan dengan kelainan

neuromuskuler atau inborn errors of metabolism, ternyata lebih

didominasi oleh laki-laki dan pada kebanyakan kasus diturunkan secara

X-linked.17

c. Riwayat Keluarga

Diakui bahwa sekitar 20% sampai 35% pasien dengan

kardiomiopati dilatasi idiopati memiliki kardiomiopati familial

(didefinisikan sebagai 2 anggota keluarga berhubungan erat yang

memenuhi kriteria kardiomiopati dilatasi idiopati). Pertimbangan

kardiomiopati familial ini termasuk penemuan yang semakin penting dari

kardiomiopati. Kemajuan teknologi memungkinkan pengurutan dan

pembacaan genotipe dengan standar tinggi dengan biaya yang dikurangi

34
membawa pemeriksaan genetika ke arena klinis.15

2. Faktor Ekstrinsik

a. Diabetes Melitus

Diabetes melitus kini juga diakui sebagai salah satu faktor risiko

perkembangan gagal jantung. Hubungan antara mortalitas dan hemoglobin

A1c (HbA1c) pada pasien dengan diabetes melitus dan gagal jantung

muncul dalam bentuk U, dengan risiko kematian terendah pada pasien

dengan kontrol glukosa yang sederhana (7,1% < HbA1c ≤ 7,8%) dan

peningkatan risiko dengan kadar HbA1c yang sangat tinggi atau sangat

rendah. Strategi pengobatan optimal pada pasien dengan diabetes melitus

dan gagal jantung masih kontroversial; beberapa penelitian menunjukkan

bahaya potensial dengan beberapa obat penurun glukosa. Keamanan dan

kemanjuran terapi diabetes melitus pada gagal jantung, termasuk

metformin, sulfonilurea, insulin, dan analog peptida mirip glukagon,

menunggu data lebih lanjut dari uji klinis yang akan datang. Pengobatan

dengan thiazolidinediones (misalnya rosiglitazone) dikaitkan dengan retensi

cairan pada pasien dengan gagal jantung dan harus dihindari pada pasien

gagal jantung dengan NYHA kelas II sampai IV.15

b. Konsumsi Alkohol

Pengguna alkohol kronis adalah salah satu penyebab paling penting

dari kardiomiopati dilatasi. Diagnosis klinis dicurigai ketika terjadi

disfungsi biventrikel dan dilatasi yang diamati terus-menerus pada

peminum berat tanpa adanya penyebab lain yang diketahui untuk penyakit

miokardium. Kardiomiopati karena alkohol paling umum terjadi pada pria

berusia 30-55 tahun yang telah menjadi konsumen berat alkohol selama >10

tahun. Perempuan mewakili sekitar 14% dari kasus kardiomiopati karena

35
alkohol tetapi mungkin lebih rentan dengan konsumsi alkohol yang lebih

sedikit semasa hidupnya.15

c. Obesitas

Meskipun mekanisme tepat yang menyebabkan gagal jantung

yang berkaitan dengan obesitas tidak diketahui, akumulasi lemak yang

berlebihan menghasilkan peningkatan volume sirkulasi darah.

Peningkatan persisten yang berlanjut pada curah jantung, kerja jantung,

dan tekanan darah sistemik bersamaan dengan cedera miosit jantung

yang disebabkan lipotoksisitas dan akumulasi lipid miokard telah terlibat

sebagai suatu mekanisme yang potensial. Sebuah studi dengan peserta

dari Framingham Heart Study melaporkan bahwa setelah ada

penyesuaian untuk faktor risiko ditetapkan, obesitas dikaitkan dengan

risiko masa depan yang signifikan dari pengembangan gagal jantung.

Tidak ada studi skala besar dari segi keamanan atau kemanjuran

penurunan berat badan dengan diet, olahraga, atau operasi bariatrik pada

pasien obesitas dengan gagal jantung.15

3.2.3 Tanda Klinis

Gejala gagal jantung kronis sisi kiri dan kanan biasanya

berkembang secara bertahap. Beberapa pasien memiliki dilatasi ventrikel

kiri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi

gejala. Meskipun nyeri dada yang samar- samar mungkin ada, angina

pektoris yang khas itu tidak biasa dan menunjukkan adanya iskemik pada

jantung. Pingsan karena aritmia dan emboli sistemik (sering berasal dari

trombus ventrikel) mungkin terjadi.16

3.2.4 Pemeriksaan Fisik

Pada pasien dengan penyakit lanjutan, tekanan nadi menyempit dan

36
tekanan vena jugularis meningkat. Suara jantung ketiga dan keempat

umumnya ada, dan regurgitasi mitral atau trikuspid mungkin terjadi. Pada

beberapa pasien, gejala gagal jantung berkembang secara bertahap.

Pemeriksaan fisik menunjukkan ronkhi basah, peninggian jugular venous

pressure, kardiomegali, irama gallop pada S3, edema perifer, atau asites.

Pada gagal jantung kronik yang parah, pernafasan Cheyne-Stokes, pulsus

alternans, pucat, dan sianosis dapat timbul.16

3.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan X-foto thorax menunjukkan pembesaran siluet

jantung karena dilatasi ventrikel kiri, meskipun kardiomegali yang umum

sering terlihat. Bagian paru mungkin menunjukkan redistribusi vaskuler dan

interstitial paru atau, dalam kasus yang lebih lanjut, edema paru.

Elektrokardiogram (EKG) sering menunjukkan sinus takikardi atau fibrilasi

atrium, aritmia ventrikel, atrium kiri yang tidak normal, tegangan rendah,

dan kadang-kadang kerusakan konduksi intraventrikel dan/atau AV. EKG,

gambarancomputed tomography (CT), dan magnetic resonance imaging

(MRI) jantung menunjukkan dilatasi ventrikel kiri, dengan dinding yang

normal, sedikit menebal, atau tipis, dan disfungsi sistolik. Kadar dari brain

natriuretic peptide (BNP) biasanya meningkat.16

37
Gambar 3. Beberapa hasil ekokardiografi dari jantung normal (kiri) dan jantung
dengan kardiomiopati dilatasi (kanan).18

Skrining awal pemeriksaan laboratorium untuk pasien kardiomiopati dilatasi

harus mencakup penilaian rutin elektrolit serum, tes fungsi hati, jumlah sel darah

putih, dan hemoglobin dan hematokrit. Di luar tes rutin ini, nilai prediktif positif atau

kegunaan dari penelitian laboratorium tambahan masih rendah kecuali didukung oleh

unsur-unsur tertentu dari sejarah dan pemeriksaan fisik. Satu kemungkinan

pengecualian untuk pernyataan ini adalah penggunaan BNP sebagai penanda

biokimia untuk diagnosis dan prognosis pada pasien gagal jantung. BNP tipe B

adalah sebuah neurohormon yang disekresikan terutama di ventrikel jantung sebagai

respon dari penambahan volume dan kelebihan tekanan. Ini bisa digunakan untuk

mengidentifikasi pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri tanpa gejala atau

untuk pasien dengan gagal jantung simtomatik, sebagai penanda untuk prognosis dan

stratifikasi risiko pada pasien dengan gagal jantung, dan sebagai alat untuk

menyatukan terapi pasien rawat inap dan pasien rawat jalan pada gagal jantung.19

3.2.6 Tumefactive Hypertropic Cardiomyopathy 20

Menyerupai massa atau (type tumefactive) Kardiomiopati hipertrofik

adalah varian morfologis atau fenotipe kardiomiopati hipertrofik (HCM).

Menyerupai massa atau tumefactive Kardiomiopati hipertrofik jarang terjadi dan

menyumbang kurang dari 2% kasus. Menyerupai massa atau tumefactive

Kardiomiopati hipertrofik kadang-kadang dapat dikaitkan dengan obstruksi aliran

keluar ventrikel kiri jika segmen yang terkena terletak di daerah basal dekat saluran

aliran keluar ventrikel kiri.

Fenotipenya ditandai dengan penebalan fokal ventrikel kiri asimetris yang

mensimulasikan tumor jantung tetapi dengan ciri khas kardiomiopati hipertrofik.

Ekokardiografi dapat berfungsi sebagai modalitas pencitraan lini pertama untuk

38
mendeteksi lesi. Pelacakan Ekokardiografi pelacakan bintik dapat digunakan untuk

menilai kontraktilitas jantung yang mungkin bervariasi tetapi harus ada.

Pada CT jantung, segmen jantung yang terkena seperti massa kardiomiopati

hipertrofik akan terlihat seperti sisa miokardium dengan peningkatan kontras yang

serupa dan tanpa kalsifikasi. Kondisi yang mungkin menyerupai presentasi klinis

atau tampilan pencitraan seperti massa atau tumefaktif kardiomiopati hipertrofik

meliputi :

a. tumor jantung (misalnya fibroma, rhabdomyoma, limfoma)

b. Kardiomiopati hipertrofik asimetris

c. Kardiomiopati hipertrofi ventrikel tengah

d. Kardiomiopati hipertrofik apikal (sindrom Yamaguchi)

e. sarkoidosis jantung

C. Hipokalemi

3.3.1 Definisi

Hipokalemia didefinisikan sebagai kalium plasma kurang dari 3,5

mEq/L. Hipokalemia dapat terjadi akibat asupan yang kurang, perpindahan

kalium ke dalam sel atau kehilangan kalium renal maupun non renal.21

3.3.2 Patofisiologi

Ambilan kalium sel dipicu oleh alkalinemia, insulin, stimulasi beta

adrenergik dan santin. Aldosteron juga mampu mencetuskan ambilan kalium

oleh sel setelah konsumsi makanan. Insulin dan katekolamin adrenergik akan

meningkatkan ambilan kalium ke dalam sel melalui stimulasi Na+/K+-ATP

aseyang terdapat padamembran sel. Insulin menyebabkan umpan balik,

hiperkalemia akan menstimulasi sekresi insulin dan hipokalemia akan

menghambat sekresi kalium. Hal ini tidak terjadi pada stimulasi adrenergik,

39
namun blokade adrenergik akan meningkatkan kalium serum dan agonis

adrenergik akan menurunkan kalium serum. Sintesis N+/K+ ATP ase juga

distimulasi oleh hormon tiroid yang berperan pada kejadian hipokalemia pada

kondisi Hipertiroidisme.22

3.3.3 Penatalaksanaan
Koreksi penyebab dari hipokalemia merupakan bagian dari terapi

hipokalemia.Indikasi koreksi kalium dibagi dalam:22

a. Indikasi mutlak : pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada

keadaan pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan

ketosidosis diabetik, pasien dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien

dengan hipokalemia berat (<2 mEq/L).

b. Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama

yaitu pada keadaan insufisensi coroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati

hepatik dan pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan

perpindahan kalium dari ekstra ke intrasel.

c. Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada

hipokalemia ringan ( K 3-3,5 mEq/L). Kalium dapat diberikan secara oral

atau intravena. Kalium intrvena diberikan pada pasien yang tidak mampu

minum obat.

BAB IV
PEMBAHASAN

Resume :
Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh Probolinggo rujukan dari RSU

Wonolangan dengan mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan

memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik dengan istirahat. Pasien

mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering timbul saat

40
bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri

dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke

punggung. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga

mengeluhkan nyeri pada pinggang. Tidak ada keluhan batuk, nyeri kepala ataupun

mual dan muntah. Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga

memiliki Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari dan berhenti sejak 5

tahun yang lalu.

Pemeriksaan Umum dan Tanda Vital


Kesadaran umum : Lemah
Derajat Kesadaran (GCS) : Compos Mentis dengan skor E4 M5 V6
Tekanan darah : 114 / 74 mmHg
Suhu tubuh : 36.5o C
Denyut Nadi : 76 x / menit
Pernafasan : 22 x / menit
SpO2 : 98% NC
Satus Generalis
Kepala : Dalam Batas Normal
Leher : Dalam Batas Normal
Thoraks : Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan trikuspid
Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal
Abdomen : Tidak ditemukan kelainan.
Ekstrimitas : Akral Hangat, Edema (+) Pada kedua tungkai kaki

Problem List
Anamnesis 1. Sesak
2. Sesak Ketika aktivitas
3. ngongsrong bila berjalan 100 meter
4. Nyeri dada dirasakan >30 menit sebelum masuk
rumah sakit
5. Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk
6. Riwayat penyakit jantung
7. Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari

41
Pemeriksaan Fisik 1. Pernafasan : 22 x / menit
dan tanda Vital 2. Thorax :
Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan
trikuspid
Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal
3. Ekstrimitas : Edema (+) Pada kedua tungkai kaki
Pemeriksaan 1. Laboratorium : Kalium 2,8
Penunjang 2. EKG : Irama Sinus regular, rate 75x/menit, axis Left
Axis deviation, Hipertrofi atrium kiri, hipertrofi
ventrikel kiri dan NSTEMI
3. Foto Thorax AP : Cardiomegali dan suggestif CA paru
sinistra di paracardial sinistra
Foto Torax Lateral (S) : sesuai dengan gambaran CT
Scan. Tampak gambaran hypertrophy cardiomyopathy
(ventrikel S) yang menyerupai Massa (Tumefactive
type)
4. CT SCAN : Suggestif Tumefactive Hypertrophic
Cardiomyopathy
5. Echocardiography : LV menurun (EF 18%), RV
menurun (1,6) kesimpulan Hipertrophy
Cardiomyopathy
Tabel 1. Problem List

Bedasarkan Hasil Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada

anamnesis, didapatkan keluhan utama berupa sesak. mengeluhkan sesak sejak 2 hari yang

lalu. Sesak dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik dengan istirahat.

Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering timbul saat

bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri dada

dirasakan kadang – kadang dan menjalar tembus ke punggung. Tidur biasanya

menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang.

Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga memiliki Riwayat merokok

sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari.

42
Sesak tersebut timbul karena terdapat seperti massa pada jantung yang gejala

klinisnya menyerupai gangguan pada paru – parunya. Dimana temuan tersebut ditemukan

melalui pemeriksaan penunjang CT SCAN ditemukan tampak gambaran hypertrofi

ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh penebalan asimetrical dinding ventrikel kiri terutama

di daerah apex dengan ketebalan dinding 4cm, dan mengalami protusio yang menyerupai

massa. Lumen ventrikel kiri normal. Keluhan menyeruai gejala pada paru – paru dimanaa

pasien merasakan sering sesak, sesak meringan dengan 3 bantal atau duduk. Namun

serangan sesak tidak hanya pada malam hari, saat aktivitas pasien juga terkadang

mengeluhkan sesak.

Pada pemeriksaan penunjang Echocardiography ditemukan hasil yaitu :

Hypertrophy Cardiomyopathy. Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang

kompleks yang dapat menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi

klinis biasanya tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat dibagi

menjadi tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,

kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati restriksi. Pada pasien didapatkan EKG dan

Echocardiography di dapatkan pembesaran Ventrikel . Hasil pemeriksaan X-foto thorax

menunjukkan pembesaran jantung karena dilatasi ventrikel kiri, dan curiga terdapat massa.

Keluhan nyeri dada tersebut timbul akibat penurunan suplai oksigen dan

peningkatan kebutuhan oksigen oleh miokard sebagai akibat dari trombosis dan rupturnya

plak intralumen yang mempunyai mempunyai konsentrasi ester kolesterol deng kolesterol

dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Rupturnya plak tersebut tersebut dapat

menyebabkan oklusi pembuluh darah pada jantung, selain itu adanya lesi pada lumen

pembuluh darah akibat ruptur pembuluh darah tersebut menyebabkan terbentuknya

agregasi trombosit dan timbulnya mediator-mediator lain seperti tromboksan A2 yang

turut memperparah aliran intralumen akibat vasospasme pembuluh vasospasme pembuluh

darah dan pembentukan trombus tersebut. Penurunan suplai oksigen secara oksigen secara

total menyebabkan jaringan miokard menjadi iskemik. Adanya iskemik menyebabkan


43
timbulnya nyeri retrosternal. Keluhan nyeri diperberat diakibatkan ketika beraktivitas

kebutuhan oksigen miokard pada jantung meningkat sehingga proses iskemik jaringan

jaringan pun bertambah sehingga terjadi metabolisme yang anaerob yang mana

menghasilkan berbagai hasil buangan metabolisme anaerob dan mediator peradangan yang

peradangan yang menyebabkan nyeri. Hipokalemia dapat terjadi akibat asupan yang

kurang, perpindahan kalium ke dalam sel atau kehilangan kalium renal maupun non renal.

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Bedasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Penungjang di dapatkan hasil

bahwa Tn. AP 56th menderita penyakit NSTEMI, Hypertrophic Cardiomyopathy dan

Hipokalemi. Dimana diagnose didapat dari pasien datang dengan mengeluhkan sesak sejak
44
2 hari yang lalu. Sesak dirasakan memberat ketika melalukan aktivitas dan membaik

dengan istirahat. Pasien mengatakan sering begadang karena pekerjaan dan sesak sering

timbul saat bekerja. Pasien juga mengeluhkan ngongsrong bila berjalan 100 meter. Nyeri

dada dirasakan >30 menit sebelum masuk rumah sakit dan menjalar tembus ke punggung.

Tidur biasanya menggunakan 3 bantal atau duduk. Saat ini pasien juga mengeluhkan nyeri

pada pinggang. Pasien mempunyai Riwayat penyakit jantung. Pasien juga memiliki

Riwayat merokok sejak 20 tahun 3-5 batang/ hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkat

Pernafasan : 22 x / menit, Thorax : Cor : mur mur (+) systole pada katup mitral dan

tricuspid, Pulmo : ronchi basah (+/+) apex hingga basal dan Ekstrimitas : Edema (+) Pada

kedua tungkai kaki.

Pada Pemeriksaan penunjang ditemukan Laboratorium : Kalium 2,8, EKG : Irama

Sinus regular, rate 75x/menit, axis Left Axis deviation, Hipertrofi atrium kiri, hipertrofi

ventrikel kiri dan STEMI (anteroseptal), Foto Thorax AP : Cardiomegali dan suggestif CA

paru sinistra di paracardial sinistra, Foto Torax Lateral (S) : sesuai dengan gambaran CT

Scan. Tampak gambaran hypertrophy cardiomyopathy (ventrikel S) yang menyerupai

Massa (Tumefactive type), CT SCAN : Suggestif Tumefactive Hypertrophic

Cardiomyopathy dan Echocardiography : LV menurun (EF 18%), RV menurun (1,6)

kesimpulan Hipertrophy Cardiomyopathy

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution Nasution S. Sindrom Koroner Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST.
In: Setyohadi B, Nasution S, Arsana P, editors. EIMED-PAPDI Kegawatdarutan
Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2016. p. 27 – 37. 2.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Penyakit Dalam Indonesia. Indonesia.
Angina Pektoris Pektoris Tidak Stabil/Sindrom Koroner Akut Tanpa Elevasi
45
Segmen ST. In: Alwi I, Salim S, Hidayat R, Juferdy, editors. Panduan Praktik
Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2016. p. 560 – 4
3. Rosendorff C. Essential Cardiology Principle and Practice. 2nd ed. New Jersey:
Humana Press; 2005.
4. Abraham W., Acker M., Ackerman M., Ades P., Antman EM, Anversa P.
Braunwald Heart Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012.
5. Lilly LS. Patophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2011.
6. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens
2018; 36:1953-2041 and Eur Heart J 2018;39:3021-3104
7. Jean-Philippe Collet, Holger Thiele, Emanuele Barbato, Olivier Barthe´le´my,
Johann Bauersachs, Deepak L. Bhatt.et.al.(2020). 2020 ESC Guidelines for the
management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent
ST-segment elevation. European Heart Journal (2020) 00,1-79.
8. Kristian Thygesen, Joseph S. Alpert, Allan S. Jaffe, Bernard R. Chaitman, Jeroen J.
Bax, David A. Morrow, Harvey D. White. (2020). Fourth universal definition of
myocardial infarction (2018). European Heart Journal (2019) 40, 237–269
9. Mechanic OJ, Grossman SA. Acute Myocardial Infarction. [Updated 2020 Nov
20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 .
10. Daindes, T., & El Rasyid, H. (2018). Ventrikular Takikardia Refrakter Pada
STEMI & Stroke. Jurnal Kesehatan Andalas, 7, 111-115.
11. Nasution Nasution S. Sindrom Koroner Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST. In:
Setyohadi B, Nasution S, Arsana P, editors. EIMED-PAPDI Kegawatdarutan Penyakit
Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2016. p. 27 – 37. 2.
12. Rosendorff C. Essential Cardiology Principle and Practice. 2nd ed. New Jersey:
Humana Press; 2005.
13. Abraham W., Acker M., Ackerman M., Ades P., Antman EM, Anversa P.
Braunwald Heart Disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012.
14. Lilly LS. Patophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2011.
15. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and Myocarditis. In: Harrison’s
Cardiovascular Medicine. p. 246
16. Bashore TM, Granger CB, Hranitzky P, Patel MR. Heart Disease. In:Current

46
Medical Diagnosis & Treatment. 2013. p. 411–2.
17. Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC, Geraci SA, Horwich T, et al. 2013
ACCF / AHA Guideline for the Management of Heart Failure. JAC. Elsevier; 2013
; 62(16):e147–239.
18. Pruthy S. Disease and Conditions Dilated Cardiomyopathy [Internet]. Mayo Clinic.
Available from:http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dilated-
cardiomyopathy/basics/definition/con-20032887
19. Davies MJ. The cardiomyopathies: an overview. Heart. 2000;469–74.
20. Feger, J. Mass-like hypertrophic cardiomyopathy. Reference article.
Radiopaedia.org. (accessed on 08 Oct 2022) https://doi.org/10.53347/rID-88744
21. Nugroho P, Hipokalemia dalam EIMED : Kegawat Daruratan Penyakit Dalam,
editor : Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto, Abdullah M. Buku I, Pusat
Penerbitan Ilmu penyakit Dalam, 2012. 279
22. Desi Salwani. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Hipokalemia. Banda Aceh

47
1

Anda mungkin juga menyukai