Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

STROKE ISKEMIK

DISUSUN OLEH:

Ridho Ramadhan 102121096

Minarsih 102123029

PEMBIMBING:

dr. Helda Juliani Siahaan, M.Ked (Neu), Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RS HJ BUNDA HALIMAH BATAM FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kasus ini dengan judul : “Stroke Iskemik”. Penulisan laporan kasus ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RS Hj. Bunda Halimah Batam

Penyelesaian laporan kasus ini banyak mendapatkan bantuan dari


berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang tulus kepada dr. Helda Juliani Siahaan.,M.Ked(Neu)., Sp.S., serta teman
sejawat, dan berbagai pihak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Terima kasih saya ucapkan atas seluruh bimbingan dan pengarahan kepada
penulis, selama menimba ilmu di Ilmu Penyakit Saraf, RS Hj. Bunda Halimah
Batam dan dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,


oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Tuhan Yang
Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga referat ini dapat disetujui dan ada manfaatnya dikemudian hari. Akhir
kata, semoga referat ini dapat memperluas wawasan pembaca serta teman-teman
sejawat.

Batam, 23 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS...............................................................................2

2.1 Identitas Pasien............................................................................................2


2.2 Anamnesis....................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................2
2.4 Status Neurologis.........................................................................................4
2.5 Diagnosa Kerja.............................................................................................8
2.6 Diagnosa Banding........................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................11

3.1 Definisi........................................................................................................11
3.2 Epidemiologi...............................................................................................11
3.3 Etiologi........................................................................................................12
3.4 Faktor Resiko...............................................................................................13
3.5 Klasifikasi....................................................................................................16
3.6 Patofisiologi.................................................................................................17
3.7 Manifestasi Klinis........................................................................................19
3.8 Diagnosis ....................................................................................................20
3.9 Penatalaksanaan...........................................................................................24
3.10 Komplikasi................................................................................................31
3.11 Prognosis...................................................................................................32
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi


klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.
Menurut WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat dan trombus ini melewati permukaan
seperti plaque arteri maka akan terbentuk white clot (gumpalan platelet dengan fibrin).1

Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan salah satu
penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di beberapa negara di dunia. Pada tahun 2013,
terdapat sekitar 25,7 juta kasus stroke, dengan hampir separuh kasus (10,3 juta kasus)
merupakan stroke pertama. Sebanyak 6,5 juta pasien mengalami kematian dan 11,3 juta pasien
mengalami kecacatan. Di negara berkembang, secara umum angka kecacatan dan kematian
stroke cukup tinggi yakni 81% dan 75,2%. Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-
64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000
penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki
lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64
tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan
usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari. Kecacatan dapat berupa defisit neurologi yang berdampak pada
gangguan emosional dan sosial, tidak hanya bagi pasien namun juga bagi keluarganya. Hal ini
diperberat dengan tingginya serangan stroke berulang, jika faktor risiko stroke tidak teratasi
dengan baik. 2

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih


sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:
usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,
hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan
kejadian stroke di satu negara.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
Nama : Tn. Syafrizal
Usia : 57 Tahun
Alamat : KDA
Agama : Islam
Status : Menikah

2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak 3 jam yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RS Hj. Bunda Halimah dengan keluhan kelemahan anggota gerak
sebelah kiri sejak 1 hari yang lalu, bicara pelo (+), keluhan lain berupa mual (+), muntah 3x
(+) nyeri uluhati (+) . Keluhan tersebut dirasakan terus menerus sehingga aktivitas pasien
terganggu.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (+)

Penyakit Keluarga :

Hipertensi (+) Stroke (+)


Riwayat Pengobatan :

Riwayat Pengobatan Hipertensi (+), tapi pasien tidak rutin minum obat.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis E4M6Vafasia
Keadaan Umum : Sedang
Tanda-Tanda Vital :

- Tekanan darah : 203/120 mmhg


- Nadi : 88 x/menit
2
- Pernapasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,7oC

- SpO2 : 95% %

Status Generalisata :
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary
refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor
3mm/3mm

 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)

 Mulut : Deviasi ke arah kanan (+), kering (-), sianosis (-)

 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah.
c. Pemeriksaan Leher

1. Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa

2. Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak terdapat
deviasi trakea.
d. Pemeriksaan Toraks Jantung
 Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra

 Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra

 Perkusi :

Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup

Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup

Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi redup

Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup

 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

 Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi otot-

3
otot pernapasan (-)
 Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri

 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Pemeriksaan Abdomen

 Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas

 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)

 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dextra.
2.4 Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 M6 Vafasia

Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat tahanan
sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul tahanan
sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Normosmia

2. N-II (Optikus)

a. Visus : 6/6 ODS


4
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang : dalam batas normal

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+), atas lateral
(+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)
b. Ptosis :-/-

c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm

d. Refleks Pupil

 Langsung :+/+

 Tidak langsung :+/+

4. N-V (Trigeminus)

a. Sensorik

 N-V1 (ophtalmicus) :+

 N-V2 (maksilaris) :+

 N-V3 (mandibularis) : + (pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)


b. Motorik : + (pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)

c. Refleks kornea :+

5. N-VII (Fasialis)

a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Motorik

 Angkat alis : + / +, simetris kanan dan kiri

 Menutup mata :+/+

 Menggembungkan pipi : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Mimik : + /+

 Gerakan involunter :-/-

5
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan

 Nistagmus : Tidak ditemukan

 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Pendengaran

 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.


7. N. IX, dan N. X (Glossofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan :+
b. Perasat lidah (1/3 anterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Posisi uvula : Normal, Deviasi (-)
e. Posisi arkus faring : Normal
8. N-XI (Aksesorius)

a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : Simetris

b. Kekuatan M. Trapezius : Simteris

9. N-XII (Hipoglosus)

a. Tremor lidah :-

b. Atrofi lidah :-

c. Menjulurkan lidah : Deviasi kearah kanan

d. Artikulasi : Pello

6
c. Pemeriksaan Motorik

1. Refleks

a. Refleks Fisiologis

• Biceps :N/N

• Triceps :N/N

• Achiles :N/N

• Patella : N/ N

b. Refleks Patologis

• Babinski :-/-

• Oppenheim :-/-

• Chaddock :-/-

• Gordon :-/-

• Scaeffer :-/-

• Hoffman-Trommer :-/-

2. Kekuatan Otot
5555 4444
Ekstremitas superior dextra Ekstremitas superior sinistra
5555 4444
Ekstremitas Inferior dextra Ekstremitas Inferior Sinistra
3. Tonus Otot

a. Hipotoni : - /-

b. Hipertoni :-/-

d. Sistem Ekstrapiramidal

1. Tremor :-

2. Chorea :-

3. Balismus :-

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.

e. Sistem Koordinasi
7
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

f. Fungsi Kortikal

1. Atensi : dalam batas normal

2. Konsentrasi : dalam batas normal

3. Disorientasi : dalam batas normal

4. Kecerdasan : tidak dilakukan pemeriksaan

5. Bahasa : dalam batas normal

6. Memori : tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia : pasien dapat mengenal objek dengan baik


g. Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri
Raba + +
Nyeri + +
Suhu + +
Prepioseptif + +
h. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia : -
Hipersekresi keringat :-
2.4 Diagnosa

a. Diagnosis Klinis : Disartria

b. Diagnosis Anatomi : Subkorteks

c. Diagnosis Etiologi : Cerebral Infark

d. Diagnosis Banding : Stroke Hemoragik

2.5 Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm

- Inj Ceftriaxone 2x1gr

- Inj. Citicolin 2x500mg


8
- Inj. Omeprazole 2x40 mg

- Inj. Ondansentron 2x4mg

- Inj. Neurobion 1x1

- Adalat Oros 1x30mg

- Ramipril tab 1x10mg

- Aspilet tab 1x80

- Catopril k/p

2.6 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 13 Juni 2023/ 17.30 WIB

Darah Lengkap
Hemoglobin 14,9 g/dL

Eritrosit 5,1 106/uL

Hematokrit 43,3 q%

MCV 85,7 fL

MCH 29,5 pg

MCHC 34,4 g/dL

RDW-CV 12,7 %

Leukosit H 10.15 103/Ul

Trombosit 248 103/Ul

Kimia Klinik
GDS 74 mg/dL
Ureum 25,03 mg/dL
Creatinin 1,15 mg/dL
Hasil Pemeriksaan Radiologi Foto

CT Scan

Kesan : Multipel lacunare infark di capsula Interna et eksterna bilateral, centrum semiovale
bilateral, nc lentiformis dextra dan pons

9
2.7 FOLLOW UP
Tanggal/ Hari Rawatan Analisa Penatalaksanaan
13/ 6 / 2023 S/ Lemah anggota gerak Th/ Bedrest
H+1 - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
sebelah kiri (+), bicara
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
pelo (+) - Inj. Citicolin 2x500mg
- Inj. Omeprazole 2x40 mg
O/ Kes : Compos Mentis
- Inj. Ondansentron 2x4mg
TD : 180/95 mmHg - Inj. Neurobion 1x1
HR : 89 x/menit - Adalat Oros 1x30mg
- Ramipril tab 1x10mg
RR : 20 x/menit - Aspilet tab 1x80
T : 36,7 oC - Catopril k/p
A/ HT Urgency + - Observasi KU, TTV,
Despepsia defisit neurologis
- CT Scan
14/ 6 / 2023 S/ Lemah anggota gerak Th/ Bedrest
H+2 - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
sebelah kiri (+), artikulasi
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
bicara mulai jelas (+) - Inj. Citicolin 2x500mg
- Inj. Omeprazole 2x40 mg
O/ Kes : Compos Mentis
- Inj. Ondansentron 2x4mg
TD : 180/95 mmHg - Inj. Neurobion 1x1
HR : 89 x/menit - Adalat Oros 1x30mg
- Ramipril tab 1x10mg
RR : 20 x/menit - Aspilet tab 1x80
T : 36,7 oC - Catopril k/p
A/ HT Urgency + Observasi KU, TTV, defisit
neurologis
Despepsia

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan disabilitas
atau kematian yang disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang
tidak adekuat pada jaringan otak. Sementara itu, Stroke adalah manifestasi klinis
akut akibat disfungsi neurologis pada otak, medulla spinalis dan retina baik
sebagian atau menyeluruh yang menetap > 24 jam atau menimbulkan kematian
akibat gangguan pembuluh darah. Stroke yang disebabkan oleh infark (dibuktikan
melalui pemeriksaan radiologi, patologi atau bukti lain yang menunjukkan iskemi
otak, medulla spinalis, atau retina) disebut stroke iskemik. Stroke iskemik akut
disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral dan stroke iskemik
lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik.3

3.2 Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2018, sekitar 7,75 juta orang meninggal karena stroke di
dunia. Center For Disease Control tahun 2020 melaporkan satu orang meninggal
setiap empat menit karena stroke di Amerika Serikat. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan dari World Health Organization (2017), yang menyatakan 17,7 juta
orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2015, nilai ini
menggambarkan hampir 31% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular, yang mana penyakit stroke iskemik masuk dalam
kelompok penyakit kardiovaskular, sementara itu kejadian stroke iskemik lebih
tinggi dibandingkan dengan stroke haemorrhage, yaitu dinegara maju seperti
Amerika insiden stroke haemorrhage antara 15%- 30%, sedangkan stroke iskemik
antara 70% - 85%.3
Selanjutnya untuk Negara berkembang seperti Asia, kejadian stroke
haemorrhage sekitar 30% dan stroke iskemik 70%. Data Riskesdas 2018
menunjukan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi Kalimantan
Timur (14,7%) dan terendah di Provinsi Papua (4,1%). Prevalensi stroke di Provinsi
Sumatera Selatan adalah 10%. Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring
bertambahnya umur dengan kasus tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas
11
(50,2%) dan terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis
kelamin, pravelensi stroke pada laki-laki (11%) hampir sama dengan perempuan
(10,95).4

3.3 Etiologi

Stroke iskemik dapat disebabkan oleh tiga macam mekanisme, yaitu:


1. Trombosis
2. Emboli
3. Pengurangan perfusi sistemik umum.

Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi pada saluran
pembuluh darah lokal atau lebih. Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam
sistem vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran
darah. Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik karena kegagalan pompa
jantung atau proses pendarahan atau hipovolemik (Capplan, 2000). Pada tingkatan seluler,
setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade
iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri
serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri
dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab
lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren.
Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).6
2. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian
12
kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis
3) Fibralisi atrium

4) Infark kordis akut

5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6) Kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik.


b. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right- sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.

3.4 Faktor Resiko


Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi faktor resiko Nonmodifiable
dan modifiable.11
1. Faktor resiko Nonmodifiable, yaitu :
a. Usia

b. Ras

c. Jenis kelamin

d. Etnis

e. Genetik/keturunan
Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18-44
tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai dengan
studi Framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh peningkatan terjadinya
aterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihubungkan pula dengan faktor risiko stroke
13
lainnya, seperti atrial fibrilasi (atrial fibrillation/AF) dan hipertensi. AF dan hipertensi
sering dijumpai pada usia lanjut.
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Namun, angka ini berbeda pada usia lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk Amerika
perempuan (tahun 1999-2000) berusia ≥75 tahun lebih tinggi (84,9%) dibandingkan laki-
laki (70,7%). Data pasien stroke di Indonesia juga menunjukkan rerata usia perempuan
(60,4±13,8 tahun) lebih tua dibandingkan laki-laki (57,5±12,7 tahun). Hal ini dipikirkan
berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan plak aterosklerosis
seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan demikian, perempuan
pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vaskular dan
aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih rendah dibandingkan lelaki.
Namun, pada keadaan premenopause dan menopause yang terjadi pada usia lanjut,
produksi estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi tersebut.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami risiko
stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. lnsidens stroke pada kulit hitam sebesar 246
per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit putih.

2. Faktor resiko modifiable, yaitu:


a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke tersering, sebanyak 60% penyandang
hipertensi akan mengalami stroke. Hipertensi dapat menimbulkan stroke iskemik (50%)
maupun stroke perdarahan (60%). Data menunjukkan bahwa risiko stroke trombotik pada
penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali Iebih tinggi dibandingkan normotensi. Pada usia >65
tahun, penyandang hipertensi memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan
normotensi.
Patofisiologi hipertensi menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah.
Perubahan dimulai dari penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel
oleh hipertensi lama, terutama pada arteri dengan ukuran kecil, yaitu sekitar 300-500 mm
(cabang perforata). Proses akan berlanjut dengan terbentuknya deposit lipid terutama
kolesterol dan kolesterol oleat pada tunika muskularis yang menyebabkan lumen pembuluh
darah menyempit serta berkelok-kelok.
Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid yang menyebabkan kelemahan
dan herniasi dinding arteriol, serta ruptur tunika intima, sehingga terbentuk suatu
mikroaneurisma yang disebut Charcot-Bouchard. Kelainan ini terjadi terutama pada arteri
14
yang berdiameter 100-300 mm (arteriol).
Pengerasan dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi,
berupa kesulitan untuk berkontraksi atau berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah
sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mendadak, tekanan perfusi
otak menjadi tidak adekuat, sehinggga menyebabkan iskemik jaringan otak. Sebaliknya,
jika terjadi peningkatan tekanan darah sistemik, maka akan terjadi peningkatan tekanan
perfusi yang hebat yang akan menyebabkan hiperemia, edema, dan perdarahan

b. Diabetes mellitus
Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat mengalami stroke. Suatu studi terhadap 472
pasien stroke selama 10 tahun menunjukkan adanya riwayat DM pada 10,6% Iaki-Iaki dan
7,9% perempuan. Penelitian menunjukan adanya peranan hiperglikemi dalam proses
aterosklerosis, yaitu gangguan metabolisme berupa akumulasi sorbitol di dinding pembuluh
darah arteri. Hal ini mennyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya kandungan air di
dalam sel yang dapat mengakibatkan kurangnya oksigenisasi.
Peranan genetik pada DM belum diketahui secara pasti. Dipikirkan terdapat
abnormalitas genetik yang dihubungkan dengan abnormalitas seluler secara intrinsik
berupa pemendekan usia kehidupan (life span) sel dan peningkatan proses pergantian (turn
over) sel di dalam jaringan. Proses ini dapat juga terjadi pada sel endotel dan sel otot polos
dinding pembuluh darah. Penyandang DM sering disertai dengan hiperlipidemia yang
merupakan faktor risiko terjadinya proses aterosklerosis. Pada penelitian oleh National
Cholesterol Education Program (NCEP), kurang lebih 40% penyandang DM termasuk
dalam kriteria hiperlipidemia serta 23% mengalami hipertrigliserida dan kadar high density
lipoprotein (HDL) yang rendah.

c. Penyakit jantung : fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, dll

d. Hiperkolesterolemia
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan sebagai penyebab penyakit jantung, salah satu
penelitian observasional menunjukkan hubungan peningkatan kadar lipid plasma dan
kejadian stroke iskemik. Metaanalisis terhadap studi kohort juga menunjukkan kekuatan
hubungan antara hiperlipidemia dan stroke. Komponen dislipidemia yang diduga berperan,
yakni kadar HDL yang rendah dan kadar low density lipoprotein (LDL) yang tinggi. Kedua
hal tersebut mempercepat aterosklerosis pembuluh darah koroner dan serebral.

e. Transient Ischemic Attack (TIA) : defisit neurologis sementara tanpa bukti adanya
lesi iskemik pada gambaran radiologi.

15
f. Stenosis karotis

g. Hiperhomosisteinemia

h. Alkohol, merokok, obat-obatan, obesitas, inaktivitas


Merokok Secara prospektif merokok dapat meningkatkan perburukan serangan stroke
sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan banyaknya konsumsi rokok. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, akibat derivat rokok yang sangat
berbahaya, yakni nikotin. Nikotin diduga berpengaruh pada sistem saraf simpatis dan
proses trombotik. Dengan adanya nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan meningkat,
termasuk jalur simpatis sistem kardiovaskular, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan
darah, denyut jantung, dan meningkatnya aliran darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trombotik melalui enzim siklooksigenase, yang
menyebabkan penurunan produksi prostasiklin dan tromboksan. Hal itu mengakibatkan
peningkatan agregasi trombosit dan penyempitan lumen pembuluh darah, sehingga
memudahkan terjadinya stroke iskemik. Selain itu, merokok dalam waktu lama akan
meningkatkan agregasi trombosit, kadar fibrinogen, dan viskositas darah, serta menurunkan
aliran darah ke otak yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik.

Karbondioksida juga dipikirkan memiliki pengaruh. lkatan karbondioksida di dalam


darah 200 kali lebih tinggi dibandingkan oksigen, sehingga seolah-olah oksigen di dalam
darah sedikit. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi eritrosit oleh tubuh, sehingga
komposisi eritrosit plasma tinggi, yang terlihat sebagai peningkatan nilai hematokrit yang
disebut polisitemia sekunder.

i. Penggunaan kontrasepsi oral

3.5 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam bentuk klinis:5
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)

16
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Completed Stroke (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.

Berdasarkan subtipe penyebab :


a. Stroke lakunar / Oklusi pembuluh darah kecil
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke
yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar
merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh- pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah
infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat,
bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum
mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar / Arterosklerosis (embolus/trombosis)
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini
bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik / Kardioembolism
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.6

d. Stroke kriptogenik

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang
jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.6

3.6 Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya

17
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar
dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan
dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.
Sekitar 80 – 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas,
atau mungkin terbentuk didalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa
melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus.

Hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini
berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia
akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian
yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan
serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi
jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke,
18
maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark
maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan
neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel
neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran
sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga
membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

3.7 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak
akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau
hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena
yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan atau patologi.
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun
oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial droop
(mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S
yaitu speech difficulties (kesulitan bicara), serta T yaitu time to seek medical help
(waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas 85% dan
spesifisitas 68% untuk menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baikpada dokter
dan paramedis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan kesadaran
berdasarkan GCS, kelumpuhan saraf kranial, kelemahan motorik, defisit sensorik,
gangguan otonom, gangguan fungsi kognitif, dan lain-lain
Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke.
Manifestasi klinis berdasarkan lokasi lesinya :9,10,11
a. Arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi kontralateral yang

19
terutama melibatkan tungkai
b. Arteri serebri media : menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi kontralateral yang
terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai
area otak dominan) hemipastial neglect (bila mengenai area otak nondominan)
c. Arteri serebri posterior : menyebabkan hemianopsi homonim atau kuandratanopsi
kontralateral tapa disertai gangguan motorik dan sensoris. Gangguan daya ingat terjadi bila
terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tapa agrafia timbul bila infark terjadi
pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidak mampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis
inferior

d. Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari lesi, hilangnya sensasi kortikal
(stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang perhatian terhadap rangsang sensorik
e. Subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya,
distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak
pada lesi di talamus)
f. Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan mungkin
terganggu.
g. Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria, diplopia, dan vertigo;
gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang keseimbangan; penurunan kesadaran
h. Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik
atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.9,10,11

3.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Gangguan global berupa gangguan kesadaran gangguan fokal yang muncul mendadak,
dapat berupa :12
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan otot-otot
penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan, wicara dan
sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan

c. Gangguan fungsi penghidu

d. Gangguan fungsi penglihatan

e. Gangguan fungsi pendengaran

20
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris

g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :

1) Gangguan atensi

2) Gangguan memory

3) Gangguan bicara verbal

4) Gangguan mengerti pembicaraan

5) Gangguan pengenalan ruang

6) Gangguan fungsi kognitif lain12

2. Pemeriksaan fisik13

a. Penurunan GCS

b. Kelumpuhan saraf kranial

c. Kelemahan motoric

d. Defisit sensorik

e. Gangguan otonom

f. Gangguan neurobehavior

3. Skor Siriraj dan Algoritma Gadjah Mada

a. Skor siriraj10

Tabel 3.2. Skor Siriraj

b. Algoritma gadjah mada10,13

21
Gambar 3.3 Skor Gadjah Mada
4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Punksi Lumbal (Sesuai indikasi)

Pemeriksaan punksi lumbal dilakukan dengan mengambil sampel dari CSF dari
tulang belakang. Punksi lumbal menentukan apakah pasien terkena pendarahan
subarachnoid (subarachnoid haemorrhagic). Apabila terjadi pendarahan
subarachnoid, maka akan terdapat eritrosit dalam CSF.
b. Pemeriksaan Kadar Lemak Darah (Kolestrol Total, LDL, HDL, TG) Nilai rujukan
untuk Kolestrol Total tidak boleh lebih dari 200 mg / dL, ENL>45 mg / dL, LDL
tidak boleh lebih dari 250 mg / dL, dan TG antara 0,7 - 1,4 mmol/L.
c. Pemeriksaan Darah Rutin dan Darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah,


jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal dan mekanisme
pembekuan darah (Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis trombosit,
dan laju endap darah, PT, aPTT, agregasi trombosit, fibrinogen).Juga digunakan
sebagai pengontrol pada pasien dengan komplikasi diabetes melitus (pemeriksaan
gula darah puasa).Pemeriksaan profil lipid dan kolesterol darah juga penting.
b. Gambaran Radiologi

a. CT scan kepala non kontras

22
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke ( hematoma, neoplasma,
abses ). 3

Gambar 3.4 stroke infark


Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter. CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan
scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi


(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3
b. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya

23
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. 3
c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.3

3.9 Penatalaksanaan
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah
satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan
non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :

1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi ke daerah iskemik non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,

3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7

Perlu diperhatikan langkah-langkah dalam diagnosis dan pengobatan stroke


dikenal dengan 8 D dan ABC yaitu :10,11

 8D:
1. Detection: kenali gejala stroke dengan cepat.
2. Dispatch: cepat dalam mengaktifkan fasilitas emergensi dengan menelepon ambulans

24
(panggilan darurat).

3. Delivery: antar pasien dengan cepat dan tepat.


4. Door: langsung dibawa ke stroke center.
5. Data: cepat dievaluasi oleh bagian di stroke center.
6. Decision: pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh ahli neurologis.

7. Drug: pemberian obat stroke (fibrinolitic therapy).


8. Disposition: cepat dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif.10

 ABC :11
A. : Airway, artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat
hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat benda asing maupun
sebagai akibat stroknya sendiri

B. : Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan dipusat napas
(akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.

C. : Circulation, yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Sering kali terdapat gangguan
irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah untuk
memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan
memotong kaskade iskemik.

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.

Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar
cedera jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah
tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampaimati


dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam
fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke
otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.

25
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang <95%. Pemantauan
secara terus menerus terhadap status neurologi, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan
saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, terutama pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata.10,15

2. Brain

Monitor tekanan intrakranial (TIK) harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. Sasaran terapi
adalah TIK < 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK: tinggikan
posisi kepala 20-30° dan osmoterapi atas indikasi: Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama
>20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target ≤310 mOsm/L. Kalau perlu berikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.

3. Blood

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Berikan cairan isotoni seperti 0,9%
salin. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat memperburuk
keadaan. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >
220mmHg atau diastolik > 120 mmHg.

Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15menit,
sampai 15 mg/jam), Diltiazem (5 mg/jam IV, 2,5 mg/jam tiap 15 menit, sampai 15
mg/jam), labetalol 10 -80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai 300 mg/hari. Kadar gula darah
(GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke. Sasaran kadar
glukosa darah 80-180 mg/dL. Pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis
GD > 150 - 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin
sampai dengan kadar GD > 351 mg/dL dosis insulin 10 unit.10,15

4. Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah
hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui
pipa nasogastric.

5. Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril
atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10
26
Penatalaksanaan komplikasi :
1. Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
2. Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2

3. Pengendalian Suhu Tubuh (Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan)

4. Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus : 1 g/kg
BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama
maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10

Penatalaksanaan keadaan khusus :

1. Hipertensi

Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah
ini :

- Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

- Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

- Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit
- Disertai infark miokard akut/gagal jantung

Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan
sampai batas hipertensi ringan. Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE
inhibitor, dan antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi

Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan
selama 2-3 hari pertama.10

4. Hipoglikemi

Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya

27
diobati,10
5. Hiponatremi

Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di
daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering
dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut dan Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.16

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di


Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke,
dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA
didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini
adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.16
2. Antikoagulan

a. Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung INR pasien. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.16
b. Heparin

Secara umum, pemberian antikoagulan setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat.
Namun beberapa ahli mash merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita
stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis
berat arteri katoris sebelum pembedahan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin

28
dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 - 2,5 kali
kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)
dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000
tidak diberikan).16

3. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,


berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.15
4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

a. Aspirin
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet 48 jam sejak
onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan memperbaiki luaran pasien stroke
dengan cara mengurangi volume kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan
mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa
digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap
untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian
aspirin dengan dosis 81 - 325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien.16 Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai
2 jam sesudah diminum. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.1
b. Klopidogrel (Clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
clopidogrel dengan dosis 75 mg/hari. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi
platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet- platelet.16
5. Terapi Neuroprotektif

29
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan
sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi. Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000mg intravena 3 hari
dan dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral selama 3 minggu.11

Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. 1

1. Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1

2. Terapi Preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor- faktor resiko stroke seperti:
a. Pengobatan hipertensi

b. Mengobati diabetes mellitus

c. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

d. Berolahraga teratur.

Edukasi

Oleh karena stroke menyebabkan keadaan morbiditas yang tinggi, maka dibutuhkan
pemahaman dan kerja sama antara pasien dan keluarga dengan klinisi, untuk mendapatkan
hasil terapi yang maksimal, antara lain dengan pemberian edukasi yang informatif mengenai:

a. Penjelasan sebelum masuk RS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur, masa dan
tindakan pemulihan dan latihan, manajemen nyeri, risiko dan komplikasi).

b. Penjelasan mengenai stroke iskemik, risiko dan komplikasi selama perawatan

c. Penjelasan mengenai faktor risiko dan pencegahan stroke berulang

30
d. Penjelasan program pemulangan pasien (discharge planning)

e. Penjelasan mengenai gejala stroke, dan yang harus dilakukan sebelum dibawa keRS.

31
3.10 Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah
agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke
yaitu :10
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
- Edema serebri: merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit
neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan
akhirnya menimbulkan kematian.
- Abnormalitas jantung : kelainan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau
akibat stroke, merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal,
sepertiga sampai setangah penderita stroke menderita gangguan rime jantung.
- Nyeri kepala

- Gangguan fungsi menelan dan aspirasi.


b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama) :

- Pneumonia: akibat immobilisasi yang lama, merupakan salah satu komplikasi stroke
pada pernafasan yang paling sering, terjadi < 5% pada pasien, dan sebagian besar terjadi
pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
- Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita
mulai mobilisasi.
- Perdarahan gastrointestinal : umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan
antagonis h2 pada pasien stroke ini.
- Stroke rekuren.

- Abnormalitas jantung : kelainan jantung yang dapat ditimbulkan berupa edema


pulmonal neurogenik, penurunan curah jantung, aritmia dan gangguan repolarisasi.
- Deep vein thrombosis (dvt)

- Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin.

c. Komplikasi jangka panjang : stroke rekuren, abnormalitas jantung, kelainan metabolik dan
nutrisi, depresi, gangguan vaskuler lain (peny. vaskuler perifer).

32
3.11Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat dan
tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan
medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak
kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan
tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak
mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.11

33
BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih. Stroke iskemik merupakan disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun retinal. Kejadian stroke iskemik lebih
tinggi dibandingkan kejadian stroke haemorrhage. Berdasarkan umur, kasus tertinggi stroke
adalah pada kelompok umur > 75 tahun (50,2%) dan kasus terendah stroke adalah pada
kelompok umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan yang
berarti pada kasus stroke iskemik, dimana laki-laki (11%) dan perempuan (10,95). Penyebab
stroke iskemik adalah dikarenakan adanya trombus, emboli atau tromboemboli.
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi dua yaitu,
tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi adalah seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, atrial fibrilasi,
obesitas dan alkohol.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma
dan penilaian dengan skore stroke, dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium,
pencitraan dan pungsi lumbal).
Terapi stroke iskemik meliputi pemberian terapi rt-PA/fibrinolitik, obat- obatan
antiplatelet, terapi antikoagulan, clot retrieval atau trombectomy mekanik, dan rehabilitasi.
Sebanyak 30-40% kasus stroke iskemik dapat sembuh sempurna apabila ditangani dalam
jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Namun pasien sering datang 48-72 jam setelah
serangan sehingga memerlukan pemulihan.
Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan. Pencegahan stroke iskemik dibagi
menjadi dua yaitu, pencegahan primer pada individu yang belum memiliki riwayat stroke dan
pencegahan sekunder pada pasien yang sudah mengalami stroke.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. A Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan
dasar (RISKESDAS) 2014. Jakarta: Departemen Kesehatan Rl; 2014.
3. AHA. (2018). Heart Disease and Stroke Statistics 2018 At-a-Glance. American Heart
Association
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018
5. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
6. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.
Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.

7. Pepi B., Diah K.M., Hanindya R.P., Stefanus E.P., Faizal M., Muhammad H. Stroke
Iskemik Akut : Dasar Dan Klinis. Surakarta. 2020
8. Dayan H.Milla E.S., Sujarni. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke
Iskemik Di Instalasi Fisioterapi Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara Periode Tahun 2021:140-
149
9. Hartwig MS. Penyakit serebrovaskular. In : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi :
konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC ; 2003.

10. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th


Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 66067

11. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8th edition. New York:
McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
12. Aminoff, M J. Clinical Neurology. 9" edition. New York : Mc Graw Hill. 2015.
13. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4". Jakarta : Media Aesculapius.
2014.
14. Ropper, A H. Adam's and Victor Principle of Neurology. 10" edition. New York :
McGraw Hill. 2014.
15. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004. h. 176-
7. 2.
35
16. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke. 2019 PERDOSSI.
Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016.

36

Anda mungkin juga menyukai