Oleh :
G1A219066
Pembimbing :
PROVINSI JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
G1A219066
Pembimbing
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Fraktur Femur Dextra”. Penulisan Case Report Session ini dibuat dan
disusun untuk mermenuhi dan melengkapi syarat menjalani kepanitraan klinik
senior di bagian Rehabilitasi Medik RSUD Raden Mattaher Jambi.
Dalam pembuatan dan penulisan Case Report Session ini, penulis banyak
menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan serta
bimbingan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada dr.Lailan Gusti, S,KFR atas bimbingan yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session ini serta kepada semua
pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari, tugas Case Report Session ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran maupun
kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan Case Report Session. Terlepas dari segala
kekurangan yang ada, semoga tugas Case Report Session ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Badan Kesehatan Dunia (WHO 2011) dan Depkes 2007 mencatat bahwa
kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa diseluruh dunia atau 3000
kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap
tahunnya.1,2 Kecelakaan di Indonesia menunjukkan peningkatan 6,72% dari
57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar
168 insiden setiap hari dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15%.1 Kecelakaan
lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur, tapi fraktur juga bisa
terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi.2 Kejadian fraktur
di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta,
merupakan terbesar di Asia Tenggara.3 Hasil tim survei Depkes RI 2007
didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat
fisik, 15% mengalami stres psikologis dan bahkan depresi, serta 10% mengalami
kesembuhan.2
Salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian paha
(tulang femur). Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat
kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang
mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami
fraktur fibula.2 Fraktur dapat terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur.
Fraktur femur secara umum dibedakan atas : fraktur collum femur, fraktur
subtrokanter, fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dan fraktur
interkondiler. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa fraktur femur pada
anak terjadi di region subtrokanter dan suprakondilar berkisar 1,6%. Rasio antara
laki-laki dan perempuan adalah 2:1.4,5
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Autoanamesis diperoleh dari pasien sendiri pada saat kontrol ke poli
tanggal 11 Juni 2021.
Keluhan Utama :
Keterbatasan gerak pada paha kanan
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat Merokok (+)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 112x/menit, reguler, teraba kuat, simetris
Laju pernapasan : 24x/menit, reguler
Suhu : 36,70 C
Kulit : kuning langsat, lembab, tidak ada kelainan kulit
Kepala : Bentuk normocephal, rambut hitam sukar dicabut
Mata :conjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-), air mata (+/+), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor (+/+), mata cekung (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut :sianosis(-), mukosa basah (+), bibir kering (-)
Telinga : sekret (-), serumen (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
Tenggorok : Uvula ditengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : KGB dalam batas normal
Thorax
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictur cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea para sternalis sinistra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah :SIC V linea mediclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, galop(-), murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus raba dada kanan=kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : spasium intercostal VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi :suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kulit baik
Ekstremitas
Superior : akral hangat, oedema (-), sianosis ujung jari (-), CRT<2 detik
Inferior : akral hangat, oedema (-), sianosis ujung jari (-), CRT<2 detik,
terdapat bekas operasi di regio femur dextra.
Status Lokalis
Ekstremitas Inferior :
Regio Femur dextra
Look : tampak luka bekas operasi sepanjang 20cm (+)
Feel : Nyeri tekan (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+), udem (-)
Movement : ROM terbatas karena nyeri
DIAGNOSA
Fraktur Femur Dextra Post ORIF
GOAL
- Mampu berjalan kembali
- Mencegah krontaktur dan deformitas lebih lanjut
- Mencegah Komplikasi
PLANNING REHABILITASI
- Infrared pada ekstremitas inferior
- Melakukan Excercise pada ekstremitas inferior
- Latihan isometrik otot gluteal, quadriceps dan hamstring
- Latihan penguatan otot ekstermitas inferior
- Latihan ROM aktif pada ekstremitas inferior dextra
- Latihan berjalan dengan axillary crutches (partial weight bearing)
- Memberikan edukasi pada penderita untuk berobat dan latihan secara
teratur
- Memberikan edukasi kepada keluarga dan pihak kesatuan tentang kondisi
penderita
ICF
Activity Limitation
Environmental factors
Personal factors
Lingkungan rumah pasien cukup untuk - Laki-laki 62 tahun
menggunakan kursi roda, - smoker
Product and tecnology for personal use
in daily lliving (E115)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Fraktur
3.1.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur
tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau
diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi
elastisitas tulang. Energi yang sampai ke tulang melebihi batas
kekuatan tulang menyebabkan terjadinya fraktur.4,7
3.1.2 Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:8,9,10
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga
terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif, lambat
3). Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3.1.3 Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab10
1) Non Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat
kelainan patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan
metabolik atau infeksi.
2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan
tidak langsung.
e. Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah
mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena
sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi
otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat
otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot,
aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota
yang cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi
kembali seperti sebelum mengalami gangguan atau cedera.
2. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan
dari luar sementara itu otot pasien lemas. 23 Relaxed Passive Movement
merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri.
Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu,
maka gerakan dihentikan.23
3. Active Movement
Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan
kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar. 24 Pada kondisi oedem,
gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan
mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan
ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot,
latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement
terdiri dari :
a. Assisted Active Movement
Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar
dapat berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan
jenis ini dapat membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot
setelah terjadi fraktur.24
b. Free Active Movement
Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar,
gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh
gravitasi.23 Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat
meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem
berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga
lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.23
2) Ortotik prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi
kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota gerak tubuh
yang aktif.21
3) Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
untuk meberikan latihan dan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa
melakukan pekerjaan / kegiatan normalnya.24
4) Psikologi
Untuk memberikan motivasi dan penanaman sugesti positif terhadap
pasien agar mendapatkan kembali kepercayan dirinya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari.23
5) Sosial medik
Tujuannya adalah untuk menyelesaikan, memecahkan masalah social yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam
keluarga maupun lingkungan masyarakat.24
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, (2011). Decade of Action on Road Safety : Indonesia. 30 Januari 2017.
www.who.searo/int
2. Depkes R.I. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 30 Januari 2017 .
http://www.depkes.co.id
3. Ropyanto CB. Tesis Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status
fungsional pasien paska ORIF fraktur ekstremitas bawah di RS ortopedi
Prof. Soeharto Surakarta. 2011
4. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta :Widya Medika.1995
5. Oglen. JA.2000. Skeletal Injury in The Child Second Edition. New York:
W.B Saunders Company. Pg 857-72
6. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM. 2013.Medline Plus.
Dislocation. US National Library of Medicine. 2013.
7. Hoppenfeld, Stanley and Nasantha Murthy. 2000. Treatment and
Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkin.
8. Joint Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online].; 2016 [cited 2017 Januari
30. Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbowdislocation.html
9. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard? Singapore Med J
2002;43(11):566-9
10. Apley's System of Orthopaedics and fractures, 9th edition. 2010.
11. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue; 2000. h.343-536.
12. Sela Y, et al. pediatric femoral shaft fractures : treatment strategies
according to age -13 year of experience in one medical center. Journal of
orthopaedic surgery. 2013 p1-6
13. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed..Washington: Springer; 2007. p.40-
83.
14. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae
E, Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone.
p.25-54.
15. Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations
among accident victims in Owerri,Nigeria. Nigerian J of Surg Res
2006;8:54-6.
16. Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal
Trauma Surgery. In: Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in
orthopedics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.76-150.
17. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. [cited
2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.html
18. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External
fixator [online]. 2016 [cited 2017 Januari 30]; Available from: URL:
http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html
19. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In:
Koval K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot
Williams & Wlkins; 2006. p.347-54.
20. Armis, Prinsip-pinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistem Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta
21. Salter, Robert B. 1971. Textbook of Disorders and Injuries of The
Musculoskeletal System. Baltimore: Waverly Inc.
22. Heri Priatna, 1985; Exercise Theraphy; Akademi Fisioterapi Surakarta.
23. Kisner, C and Colby, L. A, 1996; Therapeutik Exercise Foundation and
Thecniques; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, hal 163