Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

FRAKTUR TERTUTUP FEMUR TENGAH DEKSTRA, FRAKTUR


TERBUKA TIBIA FIBULA DISTAL DEKSTRA

Oleh :
Ayu Ulan Riski Lestari
1610221102

Pembimbing :
dr. Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa Sp.OT

Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah


Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakart
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ayu Ulan Riski Lestari


NIM : 161.0221.102
Departemen : Instalasi Bedah RSUP Persahabatan Jakarta
Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode : 16 April 2018 – 30 Juni 2018
Pembimbing : dr. Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa Sp.OT
Judul : Fraktur tertutup femur tengah dekstra, frakur terbuka tibia fibula distal
dekstra

Jakarta, Juni 2018

Dr Putu Bagus. Didiet Sp.OT

2
KATAPENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul “Fraktur
tertutup femur tengah dekstra, frakur terbuka tibia fibula distal dekstra ”dimana laporan kasus
inimerupakan salah satu syaratdalam mengikutiujian Kepaniteraan KlinikDepartemen Bedah
RSUP Persahabatan Jakarta Periode 16 April 2018 – 30 Juni 2018. Dalam menyelesaikan
laporan kasus ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. PutuBagus Didiet Khresna
Wibawa Sp.OT sebagai dokter pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, sehinggapenulis
mengharap kritikdan saran dari pembaca. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri beserta teman-teman pada k hususnya dan semua pihakyang berkepentingan
bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.

Jakarta, Juni 2018

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pelayanan


kesehatan di seluruh dunia. Trauma muskuloskeletal ditemukan 85% pada pasien trauma
tumpul . Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, olah
raga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas lebih kurang 12 ribu per
tahun.Banyak dari korban trauma tersebut mengalami cedera musculoskeletal. Menurut
National Consultant for Injury dari WHO Indonesia (dikutip dari data kepolisian RI) terdapat
kecelakaan selama tahun 2007 memakan korban sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010
meningkat menjadi 31.234 jiwa di Indonesia.
Trauma muskuloskeletal harus segera diperiksa dan ditangani secara tepat agar tidak
membahayakan nyawa dan ekstermitas. Tenaga medis harus melindungi pasin dari kecacatan
dan melakukan tindakan untuk mencegah komplikasi.
Fraktur adalah diskontunuitas dari tulang , epiphyseal plate, tulang rawan sendi. Penilaian
dalam menentukan diagnosis haruslah akurat dikarenakan fraktur dapat menyebabkan syok,
infeksi, sindrom kompartemen. Dalam waktu yang lama apabila tatalaksana tidak tepat maka
dapat menyebabkan delayed union, non unionatau mal union. Prinsip tatalaksana fraktur yaitu
empat R (recognize, reduksi, retensi, rehabilitasi).

4
BAB II
ILUSTRASI KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama : An Yusup
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 9 mei 2003
Usia : 15tahun
Alamat : Rawa Indah, pegangsaan 2, Kelapa Gading , Jakarta
Utara
No. Rekam Medis : 2365444
Tanggal Masuk RS : 9 Mei 2018
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah

I.2 Hasil Anamnesa


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada
tanggal 15 Mei 2018 di Bougenville atas
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bawah post KLL4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang hari rabu malam 22.00 WIB tanggal 09/5/18. Pasien datang dengan
keluhan nyeri tungkai kanan bawah post KLL 4 jam SMRS. Pasien mengaku mengendarai
motormemboncengi temannya pada malam hari setelah pulang dari rumah temannya.Pasien
mengaku tidak menggunakan helm.Pada saat setelah berhenti di lampu merah pasien merasa
motornya dipepet oleh mobil dari sebelah kanan, pasien tidak bisa mengendalikan
keseimbangan motornyasehingga menabrak trotoar,teman pasien terlempar tetapi pasien
masih dimotornya dan akhirnya menabrak pohon yang dijalan. Pasien sempat pingsan kurang
lebih 10 menit .Setelah sadar pasien merasa nyeridi kaki kanannyadan motornya sudah
dipinggirkan oleh masyarakat sekitar. Kaki kanan tiba tiba bengkak dan nyeri saat digerakan.
Terdapat luka terbuka pada bagian pergelangan kaki kanan .Nyeri kepala, perut, dada, mual
muntah disangkal.

5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma ada, sempat jatuh dari motor dan mengenai kaki kirinya.
- Riwayat pembekuan darah tidak ada
- Riwayat alergi makanan dan obat obatan tidak ada

Riwayat Pengobatan
Tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan siswa SMP. Tidak minum alkohol dan menggunakan Napza.

Riwayat Operasi
Tidak ada
I.3 Pemeriksaan Fisik
Primary survey
Airway :Tidak ada gangguan jalan nafas/bebas
Breathing : Pernafasan spontan 22x/menit, pergerakan dada simetris, suara
nafasvesikuler, sonor di seluruh lapang paru
Circulation :Tekanan darah 114/81 mmHg. Akral hangat, nadi 72x/menit, CRT < 2
detik
Disability : GCS15 (E4M6V5), pupil mata 3x3mm, simetris, reflex cahaya +/+,
tidak adanya tanda lateralisasi
Exposure : Suhu 36,5oC.

Secondary survey
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 38 Kg BMI : 15,8 (underweight)
Tinggi Badan : 155 Cm

Kepala
Kulit dan Tulang Kepala : tidak ada jejas

6
Rambut : Warna hitam distribusi rambut merata serta rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) reflex cahaya
positif (+/+).
Telinga : tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari
lubang hidung, tidak ada jejas.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis

Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat
adanya massa atau benjolan, ada hambatan
dalam pergerakan karena nyeri.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.

Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris, tidak terlihat adanya jejas di daerah
dada.
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi dan
wheezing
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Perkusi batas jantung tidak dilakukan.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur
dan tidak ada gallop.
Abdomen
7
Inspeksi : Datar, tidak ada jejas, tidak terlihat ada massa
menonjol.
Auskultasi : Bising usus ada, kesan normal.
Palpasi : Perut supel, tidak teraba hati dan lien, nyeri tekan
tidak ada.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Extremitas : hangat + + edema - -
+ + + -

Status Lokalis (Regio femur dextra)

a. Look : Tidak tampak luka terbuka, edema(+), darah (-), deformitas kearah
lateral
b. Feel : teraba hangat (+), nyeri tekan (+) VAS 5-6,CRT<2 detik, krepitasi (-),
pulsasi dorsalis pedis (+), arteri tibialis posterior (+), sensorik (+)
c. Move : ROM terbatas pada hip flexion, hip extension, hip abduction, hip
adduction, hip internal rotation, hip external rotation, knee flexion

Status Lokalis (Regio ankle pedis dextra)

a. Look : tampak
luka terbukaapabila dirapatkan
memiliki ukuran panjang 7cm dengan
dasar otot,edema(+), darah (+),
deformitas tidak jelas
b. Feel : teraba
hangat (+), nyeri tekan VAS 5-6CRT<2
detik, krepitasi (-),pulsasi dorsalis pedis
(+), arteri tibialis posterior (+)
c. Move : ROM
terbatasankle dorsoflexion dan ankle
plantarflexion , great toe extension +
great toe flexion +

8
Diagnosis kerja
1. Suspek fraktur femur dextra
2. Suspek fraktur ankledextra

I.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Hematologi (10/05/18)&
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb 13,4 12,5-16,1 g/dL
Ht 36,9 36, 0-47,0 %
Eritrosit 5,01 4,00-5,20 juta/uL
Leukosit H 31430 4000-10500 /uL
Trombosit 315000 150.000-400.000 /uL
MCV (L) 73,7 78-95 fL
MCH 26,7 26-32 g/dL
MCHC H 36,3 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,1 1-3 %
Neutrophil H85,9 52,0-76,0 %
Limfosit L 5,8 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
RDW-CV 13,7 < 14,5

Hasil Pemeriksaan Hemostasis (10/05/18)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

9
PT + INR
PT pasien H 11,8 9,8-11,2 detik
PT control 11,2
INR 1,06
APTT
APTT pasien L 30,07 31,0-47,0 detik
APTT control 33,1

Hasil pemeriksaan Kimia Klinik


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
SGOT H 118 5-34 U/L
SGPT H 78 0-55U/L
Ureum 21 18-45
Kreatinin 0,7 0,6-1,2
GDS 154 70-200

Elektrolit
Natrium 137 135-145
Kalium L 3,30 3,5-5
Clorida H 109,0 98-107

Pemeriksaan Rontgen Femur Cruris Kanan , dan ankle pedis kanan (09-05-2018)

10
Kesan Gambar 1 :Fraktur os femur tengah kanan dan os tibia fibula kanan distal
Kesan : Pelvis normal
I.5 Diagnosis Klinis
a. Fraktur femur tengah dextra, komplit, garis patah transversal, displaced, tertutup tanpa
komplikasi
b. Fraktur epifisis tipe 1 tibia dextra, komplit, garis patah transversal, displaced terbuka
tingkat 2, tanpa komplikasi
c. Fraktur fibula distal dextra, komplit, garis patah transversal, terbuka tingkat 2, tanpa
komplikasi

-
I.6 Penatalaksanaa
 Medikamentosa :
o IVFD RL 500ml/ 8 Jam
o Ceftriakson 2x1 mg IV
o Ketorolac 3x30 mg IV

11
o Ranitidine 3x50 mg IV

 Non Medikamentosa
o Prodebridement danjahit (cyto)
o Pasang back slab
o Pemasangan DC
o pasien di rawat inap
o puasa sebelum operasi
o Pro ORIF k-wire of pedis dectra (elektif)
o Pro ORIF femur dextra

Laporan operasi debridement

1. Pasien posisi supine diatas meja operasi


2. A & Anti sepsis daera operasi
3. Identifikasi luka terbuka, referensi tepi luka dan dilakukan pembuangan jaringan mati
4. Dilakukan pencucian dengan Nacl + povidone iodine
5. Dilakukan jahit primer dengan prolence 3.0
6. Operasi selesai

12
Instruksi post debridement
• awasi tanda vital
• IVFD RL 500 ml/8 jam
• Inj cefotaxim 2x1 gt
• Inj ketorolac 3x30 mg
• Inj ranitidin 2x50 mg
• Pertahankan back slab

Hasil Pemeriksaan Hematologi (13/05/18)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb L 8,9 12,5-16,1 g/dL
Ht L 24,7 36, 0-47,0 %
Eritrosit L 3,31 4,00-5,20 juta/uL
Leukosit 8940 4000-10500 /uL
Trombosit 248000 150.000-400.000 /uL
MCV (L) 74,6 78-95 fL
MCH 26,9 26-32 g/dL
MCHC 36 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 0,4 0-1 %
Eosinofil H 3,4 1-3 %
Neutrophil 63,6 52,0-76,0 %
Limfosit 23,4 20-40 %
Monosit H 9,2 2-8 %
RDW-CV 13,6 < 14,5

13
Hasil Pemeriksaan 17/5/18

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb L 11,7 12,5-16,1 g/dL
Ht L 32,9 36, 0-47,0 %
Eritrosit 4,34 4,00-5,20 juta/uL
Leukosit H 15.720 4000-10500 /uL
Trombosit H 471.000 150.000-400.000 /uL
MCV L 75,8 78-95 fL
MCH 27 26-32 g/dL
MCHC 35,6 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,5 1-3 %
Neutrophil H86,7 52,0-76,0 %
Limfosit L 4,6 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
RDW-CV 13,5 < 14,5

Laporan operasi ORIF K-wire of right ankle (17/5/18)


1. Posisi supine dalam anestesi spinal
2. A dan antisepsis lapang operasi dan sekitar
3. Aff hecting luka sebelumnya
4. Redebridement dengan povidone iodine dan Nacl 0,9%
5. Insisi sisi lateral ankle , terlihat adanya fraktur pada fibula dan tibia
6. Open reduction
7. Fiksasi internal fibula (Intramedullary wire) dan distal tibia (TBW)
8. Lalu dicuci dengan Nacl 0,9%

14
9. Pendarahan dikontrol
10. Luka ditutup lapis demi lapis
11. Operasi selesai

Instruksi post operasi


1. Awasi tanda vital
2. Cek DPL post operasi, <10 transfusi
3. IVFD RL: D5% = 2:1 /24 jam
4. Ceftriakson 2x1 g IV
5. Ketorolac 3x30 mg
6. Paracetamol 3x500 mg
7. Ranitidin 2x1
8. Rawat luka per 3 hari atau bila rembes
9. Foto Ro ankle dextra AP/Lateral

Kesan : Tampak fraktur pada distal tibia dan fibula dengan kedudukan baik dan terpasang
fixasi interna

15
Hasil Pemeriksaan Lab 28/5/18

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


DARAH PERIFER
LENGKAP
Hb L 11,6 12,5-16,1 g/dL
Ht L 33,0 36, 0-47,0 %
Eritrosit 4,31 4,00-5,20 juta/uL
Leukosit H 15.710 4000-10500 /uL
Trombosit H 671000 150.000-400.000 /uL
MCV L 76,6 78-95 fL
MCH 26,9 26-32 g/dL
MCHC 35,2 32-36 g/dL

HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,1 1-3 %
Neutrophil H85,6 52,0-76,0 %
Limfosit L 6,5 20-40 %
Monosit 7,6 2-8 %
RDW-CV 13,4 < 14,5

Laporan operasi ORIF femur dextra


1. Posisi left lateral decubitus dalam spinal anestesi
2. A dan Antisepsis
3. Insisi posterolateral demur dextra
4. Identifikasi fragmen fraktur
5. Dilakukan reposisi dan fiksasi fraktur dengan renail diameter 9mm < 320mm
6. Tes stabilisasi  stabil
7. Luka operasi dicuci , augmentasi
8. Luka operasi ditutup primer
9. Operasi selesai

16
Instruksi post operasi
1. Awasi tanda vital
2. Cek DPL post operasi
3. IVFD RL: D5% = 2:1 /24 jam
4. Ceftriakson 1x2 g IV
5. Ketorolac 3x30 mg
6. Foto Ro femur dextra AP/Lateral
7. Rawat luka per 3 hari atau bila rembes

Kesan : tampak fraktur difisis of femur kanan, terpasang nail kedudukan baik .
kedudukan fragmen fraktur dan os femur baik. Jaringan lunak swelling

1.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

17
1.9.Resume

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan post KLL 4jam SMRS.
Pasien mengaku mengendarai motor memboncengi temannya, setelah berhenti dilampu
merah pasien merasa motornya dipepet oleh mobil dari sebelah kanan ,pasien tidak bisa
mengendalikan keseimbangan motornya sehingga menabrak trotoar. Pasien akhirnya
menabrak pohon yang dijalan. Pasien sempat pingsan kurang lebih 10menit.Setelah sadar
pasien merasa nyeri dilengan dan kaki kanannya. Kaki kanan tibatibabengkakdan
nyerisaatdigerakan. Terdapat luka terbuka pada bagian pergelangan kaki kanan. Nyeri kepala
,perut ,dada, mual muntah disangkal. Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra
didapatkandeformitas tampak ke lateral, edema tanpa adanya luka terbuka saat diraba terasa
hangat dan nyeri tekan, tidak adanya krepitasi,pulsasi dorsalis pedis dan tibialis posterior
masih adekuat, sensorik masih baik.
Pergerakan ROM terbatas baik padahipflexion,hip extension,hip abduction,hip
adduction,hip internal rotation,hip external rotation,kneeflexion.
Pada regio ankle terdapat luka terbuka apabila dirapatkan memiliki panjang 7cm dengan
dasar otot,adanya edema,tidak tampak deformitas yang jelas, tidak terdengar suara
krepitasi.Pulsasi dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba adekuat. Pada pemeriksaan
ROM terbatas pada ankle dorsoflexion dan plantarflexion. ROM bebas pada great toe
extension dan great toe flexion. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur femur dextra
dan fraktur dibagian distal tibia fibula. Pada bagian fibula fraktur yang terjadi yaitu pada
epifisis plate tipe 1. Penatalaksanaan yang dikerjakan selain konservatif yaitu debridement,
operasi pemasangan ORIF pada ankle (17/5/18), dan femur (28/5/18).dan pulang tanggal
31/5/18.

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Extermitas Inferior


Extermitas inferior tersusun dari ossa cinguli yaitu os coxae dan terdiri ossa extremitates
inferior liberae yaitu femur, cruris (tibia dan fibula, pedis.Extermitas inferior khusus untuk
lokomosi, penopangan badan, dan mempertahankan keseimbangan . Extermitas inferior
terdiri dari 4 bagian:

a.
Pelvis terdiri dari os coxae yang menghubungkan kerangka extermitas inferior
dengan columna vertebralis
b.
Femur yang menghubungkan pelvis dengan genu
c.
Tibia fibula menghubungkan genu dengan ossa tarsi
d.
Pedis yang terdiri dari Ossa tarsi, ossa metatarsi, phalanx yang merupakan ujung
distal extermitas inferior

19
3.1.1 Femur

Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh. Ujung atas femur memiiiki caput,
collum, trochanter major, dan trochanter minor. Caput mernbentuk kira-kira dua pertiga
bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae unfuk membentuk articulaiio coxae .
Padapusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu untuk tempat
perlekatan dari ligamentum capitis femoris. Sebagian pendarahan untuk caput femoris dari
arteria obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea
capitis.

Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berialan ke bawah, belakang,


dan lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada perempuan lebih kecil)
dengan sumbu panjang corpus femoris. Linea intertrochanterica menghubungkan kedua
trochanter ini di anterior dan oleh crista intertrochanterica di sebelah posterior, pada crista ini
terdapat tuberculum quadratum.

20
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan permukaan posterior
mempunyai rigi, disebut linea aspera .Pada linea ini melekat otot-otot dan septa
intermuscularis.

Pada permukaan posterior corpus, di bawah trochanter major terdapat tuberositas


glutea untuk tempat melekatnya musculus gluteus maximus. Ujung bawah femur mempunyai
condylus medialis dan lateralis. Kedua condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio
genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

3.1.2 Tibia

Di proksimal, tibia bersendi dengan condylus femoris dan caput fibulae dan di distal
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai uiung atas yang melebar dan ujung

21
bawah vang lebih kecii, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condylus lateralis dan
medialis .

Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya. dan mempunvai tiga
margo (margo anterior, interosseus, medialis) dan tiga facies (lateralis, medialis , posterior).
Ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies
lateralis malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada permukaan lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula.

3.1.3 Fibula

Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang ramping. Tulang ini tidak ikut
bersendi pada articulatio genus, tetapi di bawah tulang ini membentuk malleolus lateralis
sendi pergelangan kaki. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan tetapi
merupakan tempat melekat otototot. Fibula mempunyai ujung atas yaitu caput, corpus, dan
uiung bawah. Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini
mempunyai faciesarticularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibiae. Ujung bawah
fibula membentuk malleolus lateralisyang terdapatfacies articularis yang berbentuk segitiga
untuk bersendi dengan aspek lateral os talus.

3.1.4 Pedis

22
Os pedis terdisri dari:

a. Os tarsi
Ossa tarsi terdiri dari 7 buah tulang (talus, calcaneus,cuboideum, naviculare, dan 3
cuneiforme). Hanya talus yang bersendi dengan tibia dan fibula pada articulatio
talocruralis (sendi pergelangan kaki). Colconeus Calcaneus adalah tulang terbesar
kaki dan membentuk tumit yang menonjol.
b. Ossa metatarsal dan Phalanges
Ossa metatarsalia dan phaianges masing-masing mempunyai caput di distal, corpus,
dan basis di proximal. Kelima os metatarsale diberi nomor dari sisi medial ke lateral.

23
3.1.5 Persarafan Tungkai bawah

Nervus Asal

Nervus genitofemoralis L1-L2

N iloinguinalis L1

N cutaneus femoralis posterior S2-S3

N cutaneus femoris lateralis L2, L3

N cutaneus femoris medialis dan n cutaneus N femoralis

24
femoris intermedius

N femoralis L2-L4

N ischiadicus L4-S3

N obturatorius L3-L4

Nervus Asal

1. N. Saphenus N femoralis

2. Fibularis superficialis N fibularis comunis

3. Fibularis profundus N fibularis comunis

4. N. Plantaris medialis Cabang n tibialis

5. N. plantaris lateralis Cabang N tibialis

6. N. Suralis N tibialis dan n fibularis komunis

7. N. Rami calcanei N tibialis dan n suralis

25
3.1.6 Otot Pada Kaki

Otot Persarafan Fungsi Utama


1. Lapis-1
M abductor hallucis N plantaris medialis (s2-s3) Abduktor dan flexi digiti
primus
M flexor digitorum brevis Fleksi (II-IV)
M abductor digiti minimi N plantaris lateralis (S2-S3) Abduksi dan fleksi digiti
minimus
2. Lapis ke-2
M Quadratus plantae N plantaris lateralis (S2-S3) Membantu flexor digitorum
M lumbricales N plantaris lateralis dan Fleksi phalanges proximal
medialis (S2-S3) dan extens phalanges lateral
3. Lapis ke-3
M flexor hallucis brevis Flexi digiti 1
M adductor hallucis N plantaris lateralis (S2-S3) Aduksi digiti 1

26
Flexor digiti minimi brevis Flexi digiti V
4. Lapis ke-4
M interossei plantares N plantaris lateralis (S2-S3) Aduksi digiti II-IV
M interossei dorsales Abduksi digiti II-IV

3.1.7 Perdarahan Eextermitas inferior

27
3.2 Fraktur

3.2.1 Definisi

Fraktur adalah diskontunuitas dari tulang , epiphyseal plate, tulang rawan sendi

3.2.2 Etiologi

a. Fraktur traumatic
Frakur dapat disebabkan oleh direct injury atau indirect injury. Fraktur direct injury
merupakan fraktur yang terjadi pada lokasi fraktur oleh gaya yang berinteraksi
langsung dengan lokasi terjadinya fraktur berkebalikan dari indirect injury
b. Fraktur stress
Fraktur yang terjadi karena ada trauma secara terus menerus disuatu tempat,
contohnya pada olahragawan
c. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi akibat lemahnya struktur tulang dikarenakan oleh proses
patologik contohnya osteoporosis

3.2.3 Klasifikasi

Berdsarkan ada atau tidaknya pergeseran

a. Undisplaced : tiak ada fragmen tulang yang bergeser


b. Fraktur displaced : adanya pergeseran fragmen fragmen fraktur

28
Berdasarkan mekanisme injury

Gambar Buckle fracture

a. Bending force dan Tension force pada orang dewasa membentuk fraktur transversal
atau oblik pada anak kecil menghasilkan fraktur greenstick
b. Twisting (torsional, rotational) force : membentuk fraktur spiral
c. Sudden straight pulling force pada tulang kecil seperti patella akan menghasilkan
fraktur avulsi
d. Compression atau crush force pada tulang cancellous atau tulang yang tersusun dari
spongiosa menghasilkan fraktur kompresi. Pada anak kecil menghasilkan buckel /
torus fracture (Korteks terjungkit tetapi tidak seluruhnya.

Gambar A. Fraktur Buckle Gambar B. Fraktur avulsi

29
Berdasarkan bentuk fraktur

Berdasarkan terbuka/tertutupnya fraktur

1. Fraktur tertutup (closed)


Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan daerah
luar. Derajat fraktur menurut Tscherene (Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,)yaitu:
a. Derajat 0 : fraktur biasa sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya
b. Derajat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan
c. Derajat 2 : fraktur yang lebih berat dibanding derajat 1, disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak

30
d. Derajat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartemen.

2. Fraktur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:

31
Gustilo I II III A III B III C

Energi Lemah Moderate Tinggi Tinggi Tinggi

Ukuran luka <1cm >1cm >10cm >10cm >10xm

Jaringan lunak Minima Moderate Luas Luas Luas


l

Kontaminasi Bersih Moderate Luas Luas Luas

Pola fraktur minimal moderate Berat atau Berat atau Berat atau
segmental fraktur segmental segmental
fraktur fraktur

Periosteal - - Ada Ada Ada


stripping

Skin coverage Lokal Lokal Lokal membutuhk Membutuhk


an flap an flap

Cedera - - - - +
neurovascular

Antibiotik Sefalosporin generasi a. sefalosporrin generasi pertamauntuk gram


pertama dalam 24 jam +
seterlah penutuoan b. Aminoglikosida c/ gentamisin untuk gram

c. Golongan penisilin ditambahkan apabila
dicurigai adanya bakteri anaerobik
c:pekerja petani

Catatan : Sefalosporin dan aminoglikosida


dilanjutkan 24-72 jam setelah prosedur
debridement. Golongan flouroquinolon dapat
digunakan untuk alergi sefalosporin dan
aminoglikosida

32
Gambar A. Tipe 1 Gambar B . Tipe 2

Gambar C . Tipe 3 A

Gambar D. Tipe 3 B Gambar E Tipe 3 C

33
3.2.4 Proses Penyembuhan fraktur

a. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematom


b. Inflamasi dan proliferasi
c. Pembentukan kalus
d. Konsolidasi
e. Remodelling

Perkiraan waktu penyembuhan (Perkins time table)

Ekstermitas Fraktur Lama penyembuhan Keterangan

Ekstermitas atas Spiral atau oblik 3 minggu 2xLP

Transversal 6 minggu

Ekstermitas bawah Spiral atau oblik 6 minggu 2xLP

Transversal 12 minggu

34
3.2.5 Deskripsi fraktur

a. Site : Tempat terjadinya fraktur


b. Extend : Komplit/inkomplit
c. Configuration :transverssal, obliq, spiral atau comminuted fracture
d. Hubungan dengan fragmen lainnya : undisplaced atau displaced
e. Hubungan dengan lingkungan sekitar : closed/open fracture
f. Komplikasi

3.2.5 Fraktur femur

Berdasarkan Letak anatominya, ada 4 jenis fraktur femur, yakni:

1. Proksimal/Hip Femur
a. Caput Femoris
b. Collum femoris
c. Intertrochanterica
d. Subtrochanterica
2. Frahtur diafisis/ shaft fracture

3. Fraktur distal

35
3.2.6 Fraktur lempeng epifisis
Salter Harris Classification

3,2,7 Diagnosis
1. Primary survey
a. Airway dengan kontrol servikal
Menilai jalan nafas bebas atau tidak, pasien dengan GCS ≤ 8 dan adanya
gerakan motorik yang tidak bertujuan memerlukan airway definitif. Selama
memeriksa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, rotasi pada leher karena
kecurigaan kelainan vertebra servikal belum bisa disingkirikan. Anggaplah
ada fraktur servikal pada setiap pasien yang terdapat multitrauma, terlebih
apabila terdapat gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

36
b. Breathing untuk menilai apakah pernafasan spontan atau tidak
c. Circulation
Dalam menilai sirkulasi, dapat dilihat dari warna kulit pucat/tidak, palpasi
pulsasi nadi arteri besar yaitu arteri karotis , arteri femoralis. apabila kurang
adekuat atau tidak ditemukannya pulsasi arteri tersebut segeralah untuk
resusitasi.
d. Disabilitas
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis dengan cepat yaitu tingkat
kesadaran, ukuran reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi
e. Exposure, pasien harus keadaan euthermia . Apabilasuhu dingin pasien harus
diselimutkan untuk mencegah hipotermia
2. Secondary survey
(!) Riwayat/anamnesis
a. Mekanisme trauma
b. Lingkungan/ tempat kejadian
c. Keadaan sebelum trauma dan faktor predisposisi
Riwayat AMPLE harus ditanyakan (Alergi, Medikamentosa, Past illnes, Last
meal, Event/Environment)
(2) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi (Look)
Melihat adanya warna/perfusi, luka deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, pembengkakan, memat
b. Palpasi (Feel)
Nyeri tekan, sensasi sensorik (hilangnya rasa raba dapat mengindikasikan trauma
spinal), palpasi arteri bagian distal. Jika ditemukan sakit , nyeri tekan
pembengkakan dan deformitas dapat memastikan diagnosa fraktur.
c. Pergerakan (Movement)
Range of motion diperiksa apakah terbatas atau tidak. Menilai gerak aktif dan
pasif dari sendi. Hasilnya dinyatakandalam derajat
(3) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Foto Konvensional / X-Ray Imaging
Dikenal dengan rule of two yaitu two views (ap/lateral), two joints (sendi yang
berada diatas dan dibawah femur),two limbs (dilakukan pada anak-anak), two

37
injuries, two occasions
c. MRI / CT-Scan Imaging

3.2.8 Tatalaksana fraktur


Tatalaksana fraktur yaitu dengan 4R :
a. Recognizing : Mendiagnosis dan menilai fraktur, dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang
b. Reduksi: untuk memberikan aposisi yang adekuat dan alignment yang normal dari
fragmen tulang

Reduksi terbuka Reduksi tertutup


Dilakukan pada fraktur terbuka Pada fraktur tertutup

Fraktur yang tidak stabil Fraktur yang stabil.pergeseran minimal

Jika terdapat kerusakan neurovascular Biasanya dilakukan pada anak-anak

Jika gagal dengan reduksi tertutup

c. Retensi
Retensi untuk mempertahankan posisi fragmen post reposisi.Jenis Fiksasi diantaranya
i. Continous traction
Diaplikasikan pada alat gerak distal dari lokasi fraktur . Traksi digunakan
untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner &Suddarth (2005) traksi
adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi
spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis
jenis traksi meliputi:
a. Traksi kulit :Buck traction, Russel traction, Dunlop traction

38
b.Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat.Beba n yang digunakan pada traksi
skeletal
ii. Cast Splintage
iii. Fiksasi internal
Indikasi fiksasi internal :
1) Fraktur tidak stabil dan cenderung displaced setelah direposisi
2) Fraktur yang berlawanan posisi dengan gerak otot
3) Fraktur yang memiliki waktu yang lama untuk menyatu
4) Fraktur patologis
5) Fraktur multiple dimana fiksasi segera dapat menurunkan komplikasi
Teknik : wire, screw, intramedullary nails

iv. Fiksasi eksternal


Indikasi:
1) Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang berat sehingga luka
harus dirawat terbuka
2) Fraktur yang disertai infeksi
3) Fraktur daerah persendian
4) Fraktur multiple berat
5) Rehabilitasi

39
Terdapat 6 prinsip dasar dalam tatalaksana fraktur yaitu:
b. Do no harm : tidak membahayakan pasien
c. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis
d. Select treatment with specific aim : pilihpengobatan dengan tujuankhusus
yaitu menghilangkan rasa nyeri , memperoleh posisi yang baik dari fragmen
dan mengusahakan penyambungan tulang
e. Cooperate with the law of nature
f. Be realistic an practical in our treatment
g. Select treatment for your patient as an individual

3.2.9 Komplikasi fraktur


Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.

40
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran
darah.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen
karena perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya sep erti infeksi, tromboemboli dan
koagulopati intravaskular.
2. . Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion 2)
b.Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah
dan mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan
diganti dengan tulang yang baru. SinarX menunjukkan kehilangan
kalsium dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna diangkat
setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan pasien
alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri
dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah.
Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan an
stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya
alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan post KLL 4jam SMRS.
Pasien mengaku mengendarai motor memboncengi temannya, setelah berhenti dilampu
merah pasien merasa motornya dipepet oleh mobil dari sebelah kanan ,pasien tidak bisa
mengendalikan keseimbangan motornya sehingga menabrak trotoar. Pasien akhirnya
menabrak pohon yang dijalan. Setelah sadar pasien merasa nyeri pada kaki kanannya.Kaki
kanan tiba tiba bengkak dan nyeri saat digerakan. Terdapat luka terbuka pada bagian
pergelangan kaki kanan. Hal tersebut menandakan adanya gejala klinis dari trauma
muskuloskeletal. Pasien sempat pingsan selama 10 menit. Nyeri kepala ,perut ,dada, mual
muntah disangkal. Meskipun tidak adanya nyeri kepala, dan muntah tetapi pasien memiliki
riwayat pingsan dapat mengindikasikan adanya cedera kepala yang butuh pemeriksaan lebih
lanjut.
Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra didapatkan deformitas tampak ke
lateral, edema tanpa adanya luka. Deformitas dan nyeri merupakan kriteria yang kuat adanya
fraktur. Saat diraba terasa hangat dan nyeri tekan, tidak adanya krepitasi,pulsasi dorsalis
pedis dan tibialis posterior masih adekuat, sensorik masih baik. Meskipun tidak terdengar
adanya krepitasi tetapi tidak menyingkirkan tidak adanya fraktur, pulsasi arteri dibagian distal
masih bagus menandakan aliran darah hingga distal baik. Sensasi snsorikpun normal maka
tidak adanya cedera saraf. Pergerakan ROM terbatas baik padahipflexion,hip extension,hip
abduction,hip adduction,hip internal rotation,hip external rotation,kneeflexion. Hal tersebut
menandakan adanya trauma pada regio tersebut.
Pada regio ankle terdapat luka terbuka apabila dirapatkan memiliki panjang 7cm
dengan dasar otot,adanya edema,tidak tampak deformitas yang jelas, tidak terdengar suara
krepitasi. Dari pemeriksaan tersebut meskipun tidak terdengar suara krepitasi, tidak terlihat
jelas adanya deformitas tidak memastikan tidak adanya fraktur di ankle. Karena edema
tersebut dapat menjadi bias adanya deformitas atau tidak. Pulsasi dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior teraba adekuat, aliran darah sampai distal masih bagus. Pada pemeriksaan
ROM terbatas pada ankle dorsoflexion dan plantarflexion, eversi , inversi . hal tersebut
menandakan adanya cedera muskuloskeletal pada regio tersebut. ROM bebas pada great toe
extension dan great toe flexion.

42
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur femur dextra dan fraktur dibagian distal
tibia fibula. Pada bagian fibula fraktur yang terjadi yaitu pada epifisis plate tipe 1. Lempeng
epifisis sangat rentan terkena fraktur pada anak. Penatalaksanaan yang dikerjakan selain
konservatif yaitu debridement dikarenakan terdapat luka terbuka grade 2. Dari hasil rontgen
regio femur dan tibia fibula fraktur yang ada yaitu displaced dan tidak stabil sehingga pilihan
yang tepat untuk menanganikasus ini yaitu operasi pemasangan ORIF pada ankle dan femur.

43
BAB V
KESIMPULAN

Fraktur adalah diskontunuitas dari tulang , epiphyseal plate, tulang rawan sendi.
Angka kejadiannya makin meningkat dari tahun ke tahun . Fraktur paling banyak diakibatkan
adanya kecelakaan lalulintas.Penilaian dalam menentukan diagnosis haruslah akurat
dikarenakan fraktur dapat menyebabkan syok, infeksi, sindrom kompartemen. Dalam waktu
yang lama apabila tatalaksana tidak tepat maka dapat menyebabkan delayed union, non
unionatau mal union. Prinsip tatalaksana fraktur yaitu empat R (recognize, reduksi, retensi,
rehabilitasi).. Tenaga medis harus melindungi pasin dari kecacatan dan melakukan tindakan
untuk mencegah komplikasi.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL. Clinically Orinted Anatomy : Seventh Edition. 2013


2. Salter, R. B. Text Book of Disorder and Injuries of the musculoskeletal system,
Baltimore, Maryland, United states of America. 2008
3. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual ninth edition, 2012
4. Ipley system of Orthopaedi and Fractures, 9th edition, 2010
5. James D. Heckman MD, Robert W. Bucholz MD, Charles M. Court Brown MD FEO,
MD PTI. Rockwood and Green's Fractures in Adults : Seventh Edition. 2009
6. Tortora, GJ, Mark. Principal of Human Anatomy 12ndEdition. 2012
7. Medscape Open Fracture Author: Schaller, M Thomas, MD diakses pada tanggal 22
September 2017

45

Anda mungkin juga menyukai