Anda di halaman 1dari 9

Nama Peserta : dr.

Nadia Elsa
Nama Wahana : RSUD. Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu

Topik : Tetanus

Tanggal (kasus) : 30/11/2018


Nama Pasien : Tn. S No. RM : 172400
Nama Pendamping: dr. Allan
Tanggal Presentasi : 29 Desember 2018
Yudhiatmoko, Sp. S / dr. Bariani Anwar /
dr. Abdul Jaelani

Tempat Presentasi : RSUD. Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu

 Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

 Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa

Bayi Remaja  Dewasa Lansia Bumil


Neonatus
Deskripsi : Laki-laki Anak
usia 61 tahun, dengan keluhan sulit membuka mulut dan
memiliki riwayat luka di tangan satu minggu yang lalu.
Tujuan : Menentukan penyebab tetanus, memberikan terapi yang tepat, dan memberikan
edukasi pada keluarga pasien tentang penyebab dan pencegahan tetanus.

Bahan  Tinjauan Riset  Kasus Audit


bahasan: Pustaka
Cara
Diskusi  Presentasi dan diskusi Email Pos
membahas:

Data pasien:
Nama : Tn. S
Nomor Registrasi : 172400
Usia : 61 tahun

Nama klinik : RSUD.Pantura M.A Telp : Terdaftar sejak : 29


Sentot Patrol Indramayu - November 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Tn. S, 61 tahun datang ke UGD RSUD MA Sentot Patrol dalam keadaan sadar dengan
keluhan tidak bisa membuka mulut. Keluhan dirasakan sejak pagi hari. Keluhan diawali dengan
rasa kaku pada leher sampai ke rahang. Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak membaik.
Pasien juga sulit berbicara dan suka tersedak saat makan. Keluhan lain pasien yaitu kaku pada
seluruh badan dan demam naik turun. Keluhan lain seperti mual dan muntah tidak ada.

2. Riwayat Pengobatan :
 Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
 Pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan luka di tangan kiri.

4. Riwayat Keluarga :
 Pasien tidak tahu apakah ada keluarga yang punya penyakit yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani.
6. Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tinggal di rajasinga, terisi, Indramayu. Sekarang pasien bekerja sebagai petani.
Penghasilan pasien tidak menentu dan tidak diketahui secara pasti tiap bulannya.

7. Lain-lain
A. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran E4M6V5 = 15 (composmentis)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frek. Nadi : 88 x/menit
Reguler
Isi cukup
Frek. Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,0 0C
STATUS GENERALIS
Kulit : warna kulit sawo matang
Kepala : Normosefal, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut,
benjolan (-), warna rambut hitam, Nyeri tekan (-)
Mata : Simetris, CA -/- , SI -/- , pupil isokor θ 3 mm, mata cekung (-/-)
Hidung : Deviasi (-), mukosa hiperemis (-)
Telinga : Bentuk simetris, serumen dan secret -/-, membrane timpani intak,
reflek cahaya (+).
Mulut : trismus (+), risus sardonicus (+), tes spatula (+), bibir sianosis (-)
Tenggorokan : uvula hiperemis (-), lidah simetris, T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-), tidak tampak bengkak daerah sub
mandibularis, trakea deviasi (-), tidak tampak pelebaran vena, JVP meningkat (-).
Thorak
Anterior
Inspeksi : Bentuk normothorak, pernafasan simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), Ekspansi pernafasan simetris, fremitus taktil simetris,
iktus kordis teraba di Intercosta V linea midklavikularis sinistra, kuat angkat normal,
irama regular, frekuensi normal.
Perkusi : Semua lapang paru sonor
Batas paru hepar intercosta V linea midklavikularis dekstra
Batas kanan jantung Intercosta IV linea parasternalis dekstra
Apeks jantung Intercosta VI ± 2 jari ke arah medial linea midklavikularis
sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternalis dekstra.
Auskultasi :
Suara paru vesikuler simetris, Ronkhi -/-, Wheezing -/-, suara jantung I dan II reguler
tidak ada suara tambahan (gallop, murmur), vermitus vokal simetris
Katup pulmo : ICS II parasternalis sinistra, BJ II > BJ I
Katup aorta : ICS II parasternalis dextra, BJ II > BJ I
Katup trikuspid :ICS IV parasternalis sinistra, BJ I > BJ II
Katup Mitral : Intercosta VI ± 2 jari ke arah medial linea midklavikularis
sinistra,
BJ I > BJ II.
Posterior
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, tidak tampak kelainan kulit, Os.
Scapula dan vertebra tidak ada deviasi, irama pernafasan reguler, tidak tampak
retraksi otot pernafasan
Palpasi : Ekspansi pernafasan simetris, nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Perkusi : Semua lapang paru Sonor
Auskultasi : Suara paru vesikuler simetris, Ronkhi -/-, Wheezing -/-, vermitus
vokal simetris
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk normal, tidak tampak pelebaran vena, tidak tampak kelainan kulit, tidak tampak
peristaltik usus.
Auskultasi :
Bising usus (+), bising aorta tidak terdengar
Perkusi
Anterior :
Timpani pada 4 kuadran abdomen.
Posterior :
Tidak ada nyeri ketok ginjal
Palpasi :
Nyeri tekan (-), Blast tidak penuh, Hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas : ekstensi dan kaku seluruh ekstremitas, kedua tangan mengepal

Status Lokalis : vulnus excorioutum a/r antebrachii bilateral, ulkus +, krusta +, pus +
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
Hb : 13,3 gr%
Leukosit : 14.600 gr/dL
Hematokrit : 39,6 %
Trombosit : 381.000/mm
b) Kimia Darah
GDS : 83,5 mg/dl

8. DIAGNOSIS
Tetanus
Vulnus Excoriatum a/r antebrachii S

9. PENATALAKSANAAN
Advice dr. Sp. S
Non Medikamentosa :
1) Pasang NGT
2) Cek GDS
3) Konsul Sp. B

Medikamentosa
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
b. Ranitidin 2x50 mg iv
c. Ketorolac 3x30 mg iv
d. Ceftriaxone 2x1 gr iv
e. ATS 2 ampul (3000 IU) /hari selama 3 hari
f. Metronidazole 3x500 mg iv
g. Fenitoin 3x100 mg po
h. Diazepam 5 mg drip dalam Dextrose 5% /12 jam
i. PCT 3 x 1000 mg

Advice dr.Sp. B
Non Medikamentosa :
GV 1x sehari

Medikamentosa :
Metronidazole 3 x 500 mg iv

10. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsional : Dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Lisboa, T et al. Guidelines for the management of accidental tetanus in adult patients. Rev
Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):394-409.
2. L Saraswita. Penatalaksanaan Tetanus. CDK-222 vol. 41 no. 11. Tahun 2014. Bali, Indonesia.
3. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies.
WHO Techincal Note. January 2010.

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Tetanus
2. Patofisiologi Tetanus
3. Penatalaksanaan Tetanus

4. Edukasi mengenai penatalaksanaan Tetanus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif:
Tn. S, 61 tahun datang ke UGD RSUD MA Sentot Patrol dalam keadaan sadar dengan keluhan
tidak bisa membuka mulut. Keluhan dirasakan sejak pagi hari. Keluhan diawali dengan rasa kaku pada
leher sampai ke rahang. Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak membaik. Pasien juga sulit
berbicara dan suka tersedak saat makan. Keluhan lain pasien yaitu kaku pada seluruh badan dan demam
naik turun. Keluhan lain seperti mual dan muntah tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.
Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan terdapat luka terbuka di tangan kiri.
Riwayat Keluarga :
Pasien tidak tahu apakah ada keluarga pernah punya penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tinggal di rajasinga, terisi, Indramayu. Sekarang pasien bekerja sebagai petani. Penghasilan
pasien tidak menentu dan tidak diketahui secara pasti tiap bulannya.
2. Objektif:
Dari hasil anamensis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis Tetanus. Pada kasus ini
ditegakan berdasarkan:
1. Gejala klinis: trismus, disfagia, sulcus sardonicus, seluruh badan kaku
2. Riwayat penyakit terdahulu : pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan adanya luka
terbuka di tangan kiri pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang : pada pemeriksaan darah lengkap tidak dapat menentukan diagnosis.
3. Assessment
Berdasarkan hasil anamnesis dan gejala klinis dapat diambil diagnosis pada pasien ini adalah
Tetanus. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani
yang merupakan bakteri anaerobik yang tinggal di tanah dan dapat menyebabkan infeksi pada luka yang
terkontaminasi. Toksin tetanus yang menyebabkan rigiditas dan spasme otot adalah tetanospasmin.
Periode inkubasi C. tetani yaitu 3-21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Secara umum, semakin jauh tempat
luka dari CNS, semakin lama periode inkubasinya. Periode inkubasi yang lebih pendek diasosiasikan
dengan kematian yang tinggi. Tetanus dibagi tiga yaitu local tetanus, cephalic tetanus, generalized
tetanus. Tipe yang paling sering adalah generalized tetanus atau tetanus umum yaitu sekitar 80% dari
semua jenis tetanus. Gejala penyakit tetanus pertama adalah adanya trismus atau lockjaw, yang diikuti
dengan kaku pada leher, sulit menelan (disfagia) dan kaku pada otot perut. Gejala lain yaitu
meningkatnya suhu tubuh, tekanan darah meningkat, dan nadi cepat secara episodik. Toksin dari tetanus
menyebabkan hiperaktifitas pada otot dalam bentuk rigiditas dan spasme. Rigiditas adalah kontraksi
tonus involunter otot yang diperiksa dengan adanya resistensi ketika otot yang relaks digerakkan secara
pasif sedangkan spasme adalah kontraksi otot yang muncul tiba-tiba dan tanpa sadar. Contohnya, rigiditas
dari otot temporal dan masseter menyebabkan trismus. Spasme dapat muncul sesekali khususnya ketika
terdapat rangsangan stress dari luar. Spasme dapat berlanjut 3-4 minggu. Kesembuhan total dapat
berlangsung berbulan-bulan. Tetanus umum mempengaruhi otot seluruh tubuh yang dapat menyebabkan
opistotonus (columna vertebralis melengkung ke belakng karena rigiditas dari otot ekstensor leher dan
punggung) dimana hal ini dapat menyebabkan gagal nafas dan kematian karena adanya rigiditas dan
spasme dari otot laringeal dan otot-otot pernapasan. 1
Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan saat
pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan menyentuh dinding
posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi
kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat
The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifi
sitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil
positif). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari luka sangat
sulit (hanya 30% positif), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan konfirmasi.2

Klasifikasi tingkat keparahan tetanus berdasarkan klasifikasi Ablett :1


1. Mild/Ringan : trismus derajat ringan, spastisitas menyeluruh, tidak ada yang membahayakan
respirasi, tidak ada spasme, tidak ada disfagia
2. Moderate/Sedang : trismus derajat sedang, rigiditas, spasme singkat, disfagia ringan, keterlibatan
respirasi sedang, laju nafas > 30 kali per menit
3. Severe/Berat : trismus berat, rigiditas seluruh tubuh, spasme memanjang, disfagia berat, apneic
spells, nadi >120 kali per menit, laju nafas > 40 kali per menit
4. Very severe/Sangat Berat : grade III ditambah dengan disfungsi otonom.

Penatalaksanaan akut dari tetanus adalah membersihkan luka dan penggunaan antibiotik untuk
eradikasi Clostridium tetani yaitu dengan Metronidazole 500 mg tiga kali sehari, selama 7 sampai 10
hari. Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan. Setelah evaluasi
awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total
3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada
konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit
intravena. Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan 50.000
unit intramuscular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit
intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Toksin yang sudah sampai ke saraf terminal
dapat tidak tereradikasi oleh antitoxin, oleh karena itu gejala otot dapat berlanjut walaupun eradikasi
kuman sudah dilakukan dan antitoksin sudah diberikan. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar
rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan toksoid karena seseorang yang sudah sembuh dari
tetanus tidak memiliki kekebalan. ATS diberikan untuk inaktivasi toksin tetanus. Penatalaksanaan pada
rigiditas dan spasme sangat penting, karena jika terkena pada otot pernapasan dapat menyebabkan
kematian. Rigiditas dan spasme juga menimbulkan rasa nyeri yang menstimulasi aktivitas otot.
Benzodiazepines dapat digunakan sebagai muscle relaxan karena menambah efek GABA pada reseptor
GABAA pada neuron motorik bawah. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3
mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis. Tambahan efek sedasi bisa didapat dari
barbiturate khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat
menguntungkan pasien dengan gangguan otonom. Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg
intravena, dan diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Pasien tetanus
harus berada di lingkungan yang tenang untuk menghindari tercetusnya spasme oleh suara dan stimulasi
sensoris lainnya. 2,3
4. Plan
Diagnosis :
Tetanus
Pengobatan :
Advice dr.Sp.S
Non Medikamentosa :
1. Pasang NGT
2. Cek GDS
3. Konsul Sp. B
Medikamentosa :
1) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2) Ranitidin 2x50 mg iv
3) Ketorolac 3x30 mg iv
4) Ceftriaxone 2x1 gr iv
5) ATS 2 amp/hari selama 3 hari
6) Metronidazole 3x500 mg iv
7) Fenitoin 3x100 mg po
8) Diazepam 5 mg drip dalam D5% /12 jam
9) PCT 3 x 1000 mg

 Edukasi
1. Edukasi bertujuan agar keluarga memahami penyakit yang diderita pasien (penyebab, tatalaksana,
dan prognosis)
2. Selama masa pengobatan tidak diberikan rangsang sensoris kepada pasien
3. Edukasi mengenai pentingnya pemberian imunisasi aktif toksoid
4. Edukasi mengenai perawatan luka yang baik

 Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis penyakit saraf untuk penanganan selanjutnya.

PESERTA PEMBIMBING

dr. Nadia Elsa dr. Allan Yudhiatmoko, Sp. S

PEMBIMBING PEMBIMBING

dr. Bariani Anwar dr. Abdul Jaelani

Anda mungkin juga menyukai