Anda di halaman 1dari 14

Presentasi Kasus

Lupus Eritematosus Sistemik dengan


Manifestasi Lupus Nefritis

Oleh:

dr. Shabrina Yunita Adzani

Pembimbing :

dr. Andreis Kia Tolok, SpPD


dr. Abdul Jaelani
dr. Bariani Anwar

Wahana:
RSUD Pantura M.A. Sentot Patrol

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
2018
Topik : Lupus Nefritis+Efusi Pleura Dextra+Hipoalbuminemia+Anemia+ Hiperkolesterolemia
Tanggal (kasus): 5 November 2018 Presenter : dr. Shabrina Yunita Adzani
Tanggal (Presentasi): Pendamping : dr. Andreis Kia Tolok, SpPD / dr. Bariani
12 Desember 2018 Anwar / dr. Abdul Jaelani
Tempat presentasi : RSUD Pantura MA Sentot Patrol
Obyektif Presentasi
 Keilmuan Keterampilan Penyelenggaraan Tinjauan pustaka
 Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien datang dengan sesak nafas yang memberat sejak ± 2 hari SMRS. Sesak terus menerus
tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Bengkak pada kedua tungkai (+), kelopak mata sembab pagi
hari ketika baru bangun tidur dan berkurang pada siang hari. BAK jumlah dan frekuensi sedikit,
berbusa, dan warna kuning pekat. Nyeri pada kedua sendi lutut.

Tujuan : Memahami penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien lupus nefritis dengan
efusi pleura dextra, hipoalbuinemia, anemia, dan hiperkolesterolemia
Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset  Kasus Audit
Cara membahas Diskusi  Presentasi dan diskusi Email Pos
Data Pasien: Nama : Nn. N, 23 tahun No.reg : 170.812
Nama Wahana : RSUD Telp : - Terdaftar sejak 5 November
Pantura MA Sentot Patrol 2018
Data utama untuk bahan diskusi
Sejak ± 3 bulan SMRS pasien mengeluh sering demam. Demam hilang timbul dan dirasakan
tidak terlalu tinggi, menggigil tidak ada, kepala pusing dan pandangan berkunang-kunang tidak ada.
Keringat malam dan batuk tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Pasien juga mengeluh rambut
sering rontok lebih dari biasanya. Pasien sering mengalami sariawan di pipi bagian dalam. Tidak ada
ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu di pipi. Jika terpapar sinar matahari pada kulit pasien muncul
ruam merah. Pada lengan dan tungkai pasien terdapat beberapa plak kemerahan berbentuk bulat
ditutupi sisik. Badan lemas tidak ada, nafsu makan biasa, dan tidak ada penurunan berat badan. Nyeri
dan ngilu pada sendi tidak ada, BAK biasa, BAB biasa. Pasien pernah berobat ke puskesmas dan
dikatakan demam biasa.
± 1 minggu SMRS pasien mengeluh demam semakin tinggi, pasien berobat ke klinik dikatakan
terkena demam berdarah. Pasien dirawat dan diinfus sebanyak 9 botol. Pasien dirawat di klinik selama
4 hari, keluhan demam berkurang.
± 2 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas, sesak terus menerus tidak dipengaruhi cuaca dan
aktivitas. Batuk tidak ada. Kedua kaki pasien bengkak serta sembab pada kedua kelopak mata pagi
hari ketika baru bangun tidur dan berkurang pada siang hari. BAK jumlah dan frekuensi sedikit,
berbusa, dan warna kuning pekat. BAB tidak ada keluhan. Pasien mengeluh rambut semakin rontok,
sariawan di pipi bagian dalam memberat, tidak ada ruam kemerahan di pipi. Pasien juga mengeluh
sering merasakan nyeri sendi, terutama pada kedua sendi lutut. Pasien dibawa berobat di RSUD
Pantura M.A. Sentot Patrol.

Riwayat pengobatan
Riwayat dirawat di klinik 1 minggu SMRS, dikatakan terkena demam berdarah
Riwayat konsumsi obat-obatan (-)
Riwayat kesehatan/penyakit dahulu
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Keluarga
Riwayat mengidap penyakit SLE dan penyakit autoimun lain (-)
Riwayat sakit ginjal (-)
Riwayat kebiasaan
Riwayat kontak dengan perokok aktif (+)
Pemeriksaan fisik
Status Present
Kondisi Umum: Sesak
Status Vital: Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi: 96x/ menit, regular
Pernapasan: 30x / menit
Suhu: 37.20C, suhu axila
SpO2: 96%
Status General
Kepala: Normocephali, rambut mudah dicabut (+), malar rash (-)
Mata: Konjungtiva palpebra pucat (+/+), edema palpebra superior dan inferior (+/+), sclera
ikterik (-/-),pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), Ø 3mm/3mm.
Telinga: Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-)
Hidung: Sekret (-), perdarahan (-), Nafas Cuping Hidung (-)
Mulut: Bibir kering (-), bibir pucat (+), sianosis (-), atropi papil lidah (-), lidah tremor (-), oral
ulcer (+)
Leher: Kelenjar tiroid tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thorax
Pulmo
 Inspeksi: Statis dinamis simetris, pergerakan dinding dada tidak ada yang tertinggal, retraksi
epigastrium (+)
 Palpasi: Stem fremitus kanan < kiri, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi: Redup di paru kanan bawah, batas paru hepar pada ICS 5, peranjakan 1 sela iga.
 Auskultasi: Vesikular (↓↓/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), pleural friction rub (-).
Jantung
 Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi: Jantung dalam batas normal. Perkusi redup. Batas atas di ICS 2, batas kanan di linea
sternalis dextra, batas kiri di linea midklavikularis sinistra ICS 5.
 Auskultasi: HR=96 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi: distensi (-)
 Auskultasi: peristaltik (+) 8x/i
 Palpasi: Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-).
 Perkusi: timpani (+)
Genetalia
 Tidak dperiksa
Ekstremitas
 Ekstremitas superior : Akral hangat (+) Palmar pucat (+/+),discoid rash (+/+), edema (-/-),
CRT <2’’
 Ekstremitas inferior : Edema pretibial (+/+), discoid rash (+/+), nyeri tekan genu (+/+)

Pemeriksaan Penunjang
 Hb : 7.4 gr/dl Albumin : 1.94 g/dl LDL: 200 mg/dl
 Ht : 21.8% Chol Total : 313 mg/dl Ur/Cr: 223/2.16 mg/dl
 Leukosit : 10.800 TG : 465mg/dl OT/PT: 41/30 U/L
 Trombosit : 647.000 HDL: 19 mg/dl
 Rontgen Thorax: Efusi pleura dextra

Diagnosis
Lupus Nefritis + Efusi Pleura Dextra + Hipoalbuinemia + Anemia + Hiperkolesterolemia
Terapi
 O2 3 lpm
 Inj. Metilprednisolon 250/12 jam selama 3 hari
 Lisinopril 2.5 mg/ 24 jam
 Channa 3x2 tab
 As Folat 1x1 tab
 Atorvastatin 1x20 mg
 Inf Albumin 25% 1 flsh
 Transfusi PRC sd Hb ≥ 8 g/dl
Daftar Pustaka
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill;2005.
Maidhof W, Hilas O. Lupus: An Overview of the Disease And Management Options. P&T. Vol.37.
No.4. April 2012.
Rahman A, Isenberg DA. Mechanisms of Disease Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med
2008;358:929-39
Ginzler E, and Tayar J. American College of Rheumatology. © 2012 American College of
Rheumatology. (Updated January 2012)
Cervera R, Espinosa G, D’Cruz D. Systemic Lupus Erythematous:Pathogenesis, Clinical
Manifestation and Diagnosis. Eular On-line Course on Rheumatic Diseases – module n°17. 2007-
2009.
Beer MH, Fletcher AJ, Jones TV. The Merck Manual of Medical Information. 2nd ed.
Hasil Pembelajaran
Lupus Eritematosus Sistemik
1. Kasus pasien lupus eritematosus sistemik dengan manifestasi lupus nefritis
2. Manajemen penanganan lupus eritematosus sistemik dengan manifestasi lupus nefritis

RANGKUMAN
Subjektif
Pasien mengeluh sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca. Kedua kaki pasien
bengkak serta sembab pada kedua kelopak mata pagi hari ketika baru bangun tidur dan berkurang pada
siang hari. BAK jumlah dan frekuensi sedikit, berbusa, dan warna kuning pekat. Pasien juga mengeluh
sering merasakan nyeri sendi, terutama pada kedua sendi lutut.
Terdapat riwayat sering demam sejak ± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terlalu
tinggi dan terus-menerus. Keringat malam dan batuk tidak ada. Riwayat sering diare tidak ada.
Penurunan berat badan tidak ada. Pasien juga mengeluh rambut sering rontok lebih dari biasanya.
Pasien sering mengalami sariawan di pipi bagian dalam. Tidak ada ruam kemerahan berbentuk kupu-
kupu di pipi. Jika terpapar sinar matahari pada kulit pasien muncul ruam merah. Pada lengan dan
tungkai pasien terdapat beberapa plak kemerahan berbentuk bulat ditutupi sisik.
Objektif
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosa Lupus Nefritis +
Efusi Pleura Dextra + Hipoalbuinemia + Anemia + Hiperkolesterolemia. Pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan:
 Gejala klinis
Sesak nafas terus-menerus yang tidak dipengaruhi aktivitas, kaki bengkak dan mata sembab.
Sensitif dengan sinar matahari, sariawan di pipi dalam, plak kemerahan pada ekstremitas yang ditutupi
dengan sisik, dan nyeri pada sendi lutut.
 Pemeriksaan fisik
Terlihat sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 96 x/menit isi
cukup dan tegangan kuat, Laju pernafasan 30 x/menit, suhu 37.2°C, SpO2 96%. Rambut mudah
dicabut. Edema palpebra superior et inferior. Di pipi bagian dalam ditemukan oral ulcer. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan stem fremitus kanan < kiri, perkusi redup pada bagian thorax kanan
bawah, suara nafas vesikuler menurun di paru kanan dan didapatkan ronkhi basah halus.
Discoid rash ditemukan pada ekstremitas atas dan bawah. Pada ekstremitas bawah juga terdapat
edema pretibia dan nyeri tekan genu dextra et sinistra.
 Pemeriksaan penunjang
Hb : 7.4 gr/dl Albumin : 1.94 g/dl LDL: 200 mg/dl
Ht : 21.8% Chol Total : 313 mg/dl Ur/Cr: 223/2.16 mg/dl
Leukosit : 10.800 TG : 465mg/dl OT/PT: 41/30 U/L
Trombosit : 647.000 HDL: 19 mg/dl
Rontgen Thorax: Efusi Pleura Dextra
Assesment (Penalaran klinis)
Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien adalah
Lupus Nefritis + Hipoalbuminemia + Anemia + Hiperkolesterolemia. Sistemik Lupus Eritematous
(SLE) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi kronis, merupakan penyakit
multi-sistem dimana banyak manifestasi klinis yang didapat penderita, sehingga setiap penderita akan
mengalami gejala yang berbeda dengan penderita lainnya tergantung dari organ apa yang diserang oleh
antibody tubuhnya sendiri. Multisistem yang diserang pada penderita SLE adalah sistem
mukokutaneus, muskoloskeletal, hematologi, neurologi dan ginjal.
Belum diketahui secara pasti angka prevalensi SLE di Indonesia, tetapi angka kejadiannya
didominasi oleh perempuan dimana perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 10 : 1. SLE
menyerang perempuan pada usia produktif, puncak insidennya usia antara 15-40 tahun.
Patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor
hormonal terhadap respons imun. SLE diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada
kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen
komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2.
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA yang mendukung
konsep bahwa gen MHC mengatur produksi autoantibodi spesifik. Faktor lingkungan dapat menjadi
pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Faktor ketiga
yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal. Pada wanita estrogen mengaktifasi sel B
poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien SLE. Autoantibodi
pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear (ANA dan anti ds-DNA).
Kriteria yang umum digunakan untuk klasifikasi dan diagnosis adalah kriteria American
Rheumatism Association (ARA). Sensitivitas dan spesifisitas kriteria ini ekitar 96% ketika
dihubungkan dengan sindrom rematik lain. Pasien dapat dinyatakan sebagai bukan SLE (tidak
memenuhi kriteria atau hanya memenuhi satu kriteria), possible SLE (hanya memenuhi dua kriteria),
probable SLE (hanya memenuhi 3 kriteria), atau definite SLE (memenuhi setidaknya empat kriteria).
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik

Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar.
Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE
lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari.
Ulkus Mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter
pemeriksa.
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh
nyeri tekan, bengkak atau efusia.
Serositis
Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didengar oleh dokter
pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura
atau
Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat
bukti efusi perikardium.
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan
pemeriksaan kuantitatif
atau
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular
atau campuran.
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
atau
b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal
atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm
atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid.
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan pemeriksaan
positif (ANA) imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu
perjalanan penyakit.
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.

Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi terhadap antigen
nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE,
jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA yang tinggi
hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer yang rendah.
Pengobatan pada pasien SLE berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek samping obat
yang diberikan pada pasien diberikan berdasarkan gambaran tingkat keparahan penyakit. Kriteria untuk
dikatakan SLE ringan adalah secara klinis tenang, tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam
nyawa, fungsi organ normal atau stabil. SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan
nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas I dan II), trombositopenia, dan serositis mayor.
Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan gangguan jantung; endokarditis,
tamponade jantung, atau hipertensi maligna. Gangguan paru-paru berupa hipertensi pulmonal,
perdarahan paru, atau emboli paru. Pada sistem gastrointestinal; pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
Pada ginjal didapati nefritis proliferatif dan atau membranous. Pada kulit vaskulitis berat, ruam difus
disertai ulkus atau blister. Gangguan neurologi berupa kejang, acute confusional state, koma, psikosis,
atau sindroma demielinasi. Kelainan hematologi seperti anemia hemolitik, neutropenia,
trombositopenia, purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
Pada pasien SLE dengan manifestasi lupus nefritis, terdapat beberapa klasifikasi yang telah dibuat
WHO. Klasifikasi kriteria World Health Organization (WHO) untuk lupus nefritis sudah diperbaharui
oleh International Society of Nephrolog dan Renal Pathology Society (ISN/RPS) tahun 2003.
Klasifikasi WHO dinilai berdasarkan pola histologi dan lokasi dari imun kompleks.

Tabel 2. Klasifikasi lupus nefritis menurut World Health Organization


Kelas Pola Tempat deposit Gambaran Klinis
komplek imun
Sedimen Proteinuria (24 Kreatinin Tekanan Anti ds- C3/C4
jam) Serum darah DNA
I Normal Tidak ada Tidak ada <200 mg Normal Normal - Normal

II Mesangial Mesangial saja Eritrosit/tidak 200-500 mg Normal Normal - Normal


ada
III Fokal dan Mesangial, Eritrosit, 500-3500 mg Normal Normal + Menurun
segmental subendotelial + leukosit sampai sampai
proliferatif subepitelial ↑ringan ↑sedikit

IV Difus Mesangial, Eritrosit, 1000-3500 mg Normal Tinggi + sampai Menurun


proliferatif subendotelial + leukosit, titer tinggi
subepitelial silinder
eritrosit
V Membranosa Mesangial, Tidak ada >3000 mg Normal Normal + sampai Normal
subepitelial sampai titer
meningkat sedang

Plan
a. Saran pemeriksaan
 Urin rutin
 SADT
 Coomb Test
 Hitung retikulosit
 ANA test
 Anti ds-DNA
 Protein total, albumin, globulin
 Imunologis C3 dan C4
b. Tatalaksana yang diberikan pada pasien :
 O2 3 lpm
 Inj. Metilprednisolon 250/12 jam selama 3 hari
 Lisinopril 2.5 mg/ 24 jam
 Channa 3x2 tab
 As Folat 1x1 tab
 Atorvastatin 1x20 mg
 Inf Albumin 25% 1 flsh
 Transfusi PRC sd Hb ≥ 8 g/dl c.
Prinsip pengobatan pasien Lupus Nefritis + Efusi Pleura Dextra + Hipoalbuinemia + Anemia +
Hiperkolesterolemia menggunakan pilar pengobatan SLE, berupa:
1. Edukasi dan konseling
2. Program rehabilitasi
3. Pengobatan medikamentosa
a. OAINS
b. Anti malaria
c. Steroid
d. Imunosupresan / Sitotoksik
e. Terapi lain
Edukasi dan Konseling
Perlu dijelaskan akan perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Poin-poin yang perlu
disampaikan pada pasien antara lain Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya. Tipe dari
penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut. Masalah yang terkait dengan fisik:
kegunaan latihan terutama yang terkait dengan pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat,
pemakaian alat bantu maupun diet, mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.
Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien SLE, mengatasi rasa lelah,
stres emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu
sendiri, mengatasi rasa nyeri. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya.
Perlu tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai jangka panjang contohnya
obat anti tuberkulosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotika.
Program Rehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE tergantung maksud
dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah pemahaman akan turunnya masa otot hingga
30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu.
Modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin dan TENS diperlukan untuk mengurangi rasa
nyeri, menghilangkan kekakuan atau spasme otot.
Pengobatan Medikamentosa
Berikut ini adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada SLE serta pemantauannya.
Tabel 3. Jenis dan Dosis Obat yang Dapat Dipakai pada SLE
Jenis Obat Dosis Jenis Toksisitas Evaluasi Pemantauan
Awal
Klinis Laboratorik

OAINS Tergantung Perdarahan saluran Darah rutin, Gejala Darah rutin,


OAINS cerna, hepatotoksik, kreatinin, gastrointestinal kreatinin,
sakit kepala, urin rutin, AST/ALT
hipertensi, aseptik AST/ALT setiap 6 bulan
meningitis,
nefrotoksik
Kortiko-steroid Tergantung Cushingoid, Gula darah, Tekanan darah Glukosa
derajat SLE hipertensi, profil lipid,
dislipidemi, DXA,
osteonekrosis, tekanan
hiperglisemia, darah
katarak,
osteoporosis
Klorokuin 250 mg/hari Retinopati, keluhan Evaluasi Funduskopi dan
(3,5-4 GIT, rash, mialgia, mata G6PD lapangan pandang
mg/kgBB/hari) sakit kepala, anemi pada pasien mata setiap 3-6
hemolitik pada berisiko bulan
pasien dengan
defisiensi G6PD

200-400 mg/hari
Hidroksiklorokuin
Azatioprin 50-150 mg/hari, Mielosupresif, Darah tepi Gejala Darah tepi
dosis terbagi 1- hepatotoksik, lengkap, mielosupresif lengkap tiap 1-
3, tergantung gangguan kreatinin, 2 minggu dan
berat badan limfoproliferatif AST/ALT selanjutnya 1-3
bulan interval.
AST tiap tahun
dan pap smear
secara teratur.
Siklofos-famid Per oral: 50-150 Mielosupresif, Darah tepi Gejala Darah tepi
mg/hari gangguan lengkap, mielosupresif, lengkap dan
IV: 500-750 limfoproliferatif, hitung jenis hematuria dan urin lengkap
mg/m2 dalam keganasan, leukosit, infertilitas tiap bulan,
dekstrose 250 imunosupresi, urin lengkap sitologi urin
ml, infus selama sistitis, hemoragik, dan pap smear
1 jam infertilitas sekunder tiap tahun
seumur hidup

Metotreksat 7,5-20 Mielosupresif, Darahtepi Gejala Darah tepi


mg/minggu, fibrosis hepatik, lengkap, mielosupresif, lengkap
dosis tunggal sirosis, infiltrat foto toraks, sesak napas, mual terutama hitung
atau terbagi 3. pulmonal dan serologi dan muntah, ulkus trombosit tiap
Dapat diberikan fibrosis hepatitis B mulut 4-8 minggu,
pula melalui dan C pada AST/ALT dan
injeksi. pasien risiko albumin tiap 4-
tinggi, AST, 8 minggu, urin
fungsi hati, lengkap dan
kreatinin kreatinin

Siklosporin A 2,5-5 mg/kgBB Pembengkakan, Darah tepi Gejala Kreatinin, LFT,


atau sekitar 100- nyeri gusi, lengkap, hipersensitivitas darah tepi
400 mg per hari peningkatan tekanan kreatinin, terhadap castor oil lengkap
dalam 2 dosis, darah, peningkatan urin (bila obat
tergantung berat pertumbuhan lengkap, diberikan injeksi),
badan rambut, gangguan LFT tekanan darah,
fungsi ginjal, nafsu fungsi hati dan
makan menurun, ginjal
tremor
Mikofenolat mofetil 1000-2000 mg Mual, diare, Darah tepi Gejala Darah tepi
dalam 2 dosis leukopenia lengkap, gastrointestinal, lengkap
feses seperti mual, terutama
lengkap muntah leukosit dan
hitung
jenisnya.

Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE. Dosis rendah sampai
sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang
aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada
vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus cerebral. Pulse terapi kortikosteroid biasanya diberikan
intravena dengan dosis 0,5-1 gram metilprednisolon (MP). Diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Dosis kortikosteroid mulai dikurangi segera setelah penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol.
Pada pasien dengan lupus nefritis dianjurkan untuk dilakukan biopsi ginjal untuk konfirmasi diagnosis
apabila fasilitas memadai dan tidak terdapat kontraindikasi pada pasien, karena terapi akan sangat
berbeda pada kelas histopatologi yang berbeda.
Obati hipertensi seagresif mungkin. Target tekanan darah pada pasien dengan riwayat
glomerulonefritis adalah < 120/80 mmHg. Beberapa obat antihipertensi banyak digunakan untuk
pasien lupus, tetapi pemilihan ACE inhibitor lebih diutamakan terutama untuk pasien dengan
proteinuria menetap. Pemberian ACE inhibitor saja atau dengan kombinasi. Diet rendah garam
direkomendasikan pada seluruh pasien hipertensi dengan lupus nefritis aktif. Loop diuretik dipakai
untuk mengurangi edema dan mengontrol hipertensi dengan monitor elektrolit yang baik.
Hiperkolesterolemia harus dikontrol untuk mengurangi risiko prematur aterosklerosis dan mencegah
penurunan fungsi ginjal. Asupan lemak juga harus dikurangi bila terdapat hiperlipidemia atau pasien
nefrotik. Target terapi menurut Guidelines American Heart Association (AHA) adalah kolesterol
serum < 180 mg/dL, risiko kardiovaskular pada pasien dengan SLE masih meningkat pada kolesterol
serum 200 mg/dL. Pasien lupus dengan hiperlipidemia yang menetap diobati dengan obat penurun
lemak seperti HMG Co-A reductase inhibitors.
Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid, diperlukan penilaian risiko osteoporosis. Pemberian
kalsium bila memakai kortikosteroid dalam dosis lebih dari 7,5 mg/hari dan diberikan dalam jangka
panjang (lebih dari 3 bulan). Suplemen vitamin D, latihan pembebanan yang ditoleransi, obat-obatan
seperti calcitonin bila terdapat gangguan ginjal, bisfosfonat (kecuali terdapat kontraindikasi) atau
rekombinan PTH perlu diberikan.

Peserta Pembimbing

dr. Shabrina Yunita Adzani dr. Andreis Kia Tolok, SpPD

Pembimbing Pembimbing

dr. Bariani Anwar dr. Abdul Jaelani

Anda mungkin juga menyukai