THYFOID FEVER
Oleh:
dr. Pradea Ramadhan dudy. k
Pendamping:
dr. Vivin Ovita
Pembimbing:
dr. Regan Lesmana SpPD
Laporan Kasus
Asma Bronchiale
Oleh:
dr. Pradea Ramadhan
Telah diterima sebagai salah satu kegiatan ilmiah dalam menjalani Program
Dokter Internship di Departemen Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Umum Talang Ubi
Sumatera Selatan Periode Februari 2017.
Pendamping
Pembimbing
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Tempat/Tanggal Lahir : Simpang Tais, 6 Juni 1998
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Simpang Tais
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 31 maret 2017
No. RM : 0765xx
Anamnesis (Autoanamnesis )
Keluhan utama : Sesak nafas
nafas, keluhan seperti terikat, rasa berat didada (+), disertai batuk (+), berdahak
(+) warna putih, sesak dipengaruhi suhu (+), biasanya sesak timbul jika suhu
dingin, sesak biasanya bertambah hebat pada malam hari sehingga Os sulit
obat, tetapi Os lupa nama obatnya dan obat merupakan obat oral.
Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 90 x/menit
Frekuensi Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut (rontok), tumbuh
teratur
Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor
Hidung : Bentuk normal
Tidak ada deviasi septum nasi
Mulut : Sianosis per oral -
Uvula tidak deviasi
Lidah tidak deviasi ke kiri, permukaan bersih
Leher : Pembesaran KGB (-), Kelenjar Thyroid (-)
Trakea ditengah (tidak deviasi kanan atau kiri)
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Kedua hemithorax kanan-kiri simetris pada keadaan
statis dan dinamis. Tidak terdapat sikatrix, jejas
ataupun retraksi interkostal
Palpasi : Fremitus vokal simetris kanan-kiri
Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Hemitorak kanan : Sonor di seluruh lapang paru
kanan
Hemitorak kiri : Sonor di seluruh lapang paru
kiri
Auskultasi : Vesikuler +/+
Wheezing +/+
Ronkhi -/-
Cor : Inspeksi : Pulsasi iktus kordis terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1- BJ 2 murni reguler
▫ Murmur (-)
▫ Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar, pelebaran vena (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+) normal, Undulasi (-), Shiffting
Dulness (-)
Palpasi : Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas
Nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas : ▪Akral hangat + +
+ +
▪ Oedema - -
- -
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab. Tanggal 31 Maret 2017
Laboratorium darah
Hemoglobin : 13,5 g/dl
Hematokrit : 38,1 %
Leukosit : 8.900 /mm3
Trombosit : 439.000 /mm3
Eritrosit : 4,6 juta/mm3
Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Talang Ubi dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan semakin lama semakin hebat
dan memberat. Keluhan sesak nafas sebenarnya sudah dirasakan hilang timbul
sebanyak 3 kali selama 1 minggu ini. Setahun yang lalu pasien mengeluh keluhan
yang sama dan masuk ke iGD. Keluhan sesak nafas sering dirasakan pasien
terutama bila cuaca dingin dan apabila banyak debu. Batuk berdahak (+)/mengi
(+). Keluhan berkurang bila pasien duduk. Riwayat pengobatan (+) tetapi tidak
ada perubahan. Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak umur 5 tahun dan
ayah pasien mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Diagnosis Kerja
Asma Eksaserbasi Akut Derajat Sedang
Rencana Penatalaksanaan
O2 2-3 liter/menit
Nebulisasi Ventolin 1 amp + nacl 4cc
Salbutamol 2 mg ( 3 x 1 tab )
Dexamethasone 0,5 mg ( 2 x 1 tab )
Ambroxol tab 30 mg ( 3 x 1 tab )
Edukasi :
Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin, makanan, asap rokok,
dll.
Edukasi kepada pasien tentang tatacara menghindari faktor pencetus
Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.
Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para
ahli asma menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran
nafas. Sedangkan definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan
oleh The American Thoracic Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit
dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan
nafas penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap
berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam
rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu
lobus paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat
pada malam hari dibanding dengan siang hari.
I. Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin,
umur, status atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih
tinggi tinggi daripada dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa
lebih tinggi.
III.Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Termasuk klasifikasi ini adalah:
Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan
serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronkial.
V. Patogenesa
VI. Diagnosis
1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan
riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan
berulang terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan
emosi, dan infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam
hari. Namun kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik.
Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik
secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor
yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta
jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan
fisik di luar serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai
penyakit penyerta berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung,
sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-
batuk paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi
daerah supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma
kronik, terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga
melebar, dan diameter anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat
terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran
berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan
pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE
spesifik dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma.
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai
gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga.
Bronkitis kronis
Emfisema paru
Gagal jantung
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi / serangan akut
Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan
keadaan tersebut
Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping karena obat
Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari
pengobatan pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta
pengobatan yang bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu
bekerjanya singkat dikenal sebagai bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan
modifikasi dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level
maksimal sesuai berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan
secara bertahap. Atau sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat
penyakit dan dinaikkan bila dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan
asma menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling
tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level
serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI,
GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini
berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma
yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat,
walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis
dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai
diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Penilaian awal
Pengobatan awal :
- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90%
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika
akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau
bronkodilator oral
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 88-95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru:
FK UNRI, 2006.
Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 9 Juni 2016].
13.Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14.Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
1