Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

THYFOID FEVER

Oleh:
dr. Pradea Ramadhan dudy. k

Pendamping:
dr. Vivin Ovita

Pembimbing:
dr. Regan Lesmana SpPD

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM TALANG UBI SUMATERA SELATAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Asma Bronchiale

Oleh:
dr. Pradea Ramadhan

Telah diterima sebagai salah satu kegiatan ilmiah dalam menjalani Program
Dokter Internship di Departemen Ilmu Kesehatan Rumah Sakit Umum Talang Ubi
Sumatera Selatan Periode Februari 2017.

Talang Ubi, April 2017

Pendamping
Pembimbing

dr. Nunik Yuniati dr.


Dramora
BAB I
ILUSTRASI KASUS

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Tempat/Tanggal Lahir : Simpang Tais, 6 Juni 1998
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Simpang Tais
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 31 maret 2017
No. RM : 0765xx

Anamnesis (Autoanamnesis )
Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat Perjalanan Penyakit :


+ 1 tahun yang lalu, Os pernah dibawa ke RS Talang Ubi dengan keluhan sesak

nafas, keluhan seperti terikat, rasa berat didada (+), disertai batuk (+), berdahak

(+) warna putih, sesak dipengaruhi suhu (+), biasanya sesak timbul jika suhu

dingin, sesak biasanya bertambah hebat pada malam hari sehingga Os sulit

untuk tidur.pasien kemudian Os di nebulisasi, Os kemudian pulang dan diberi

obat, tetapi Os lupa nama obatnya dan obat merupakan obat oral.

+ 1 minggu SMRS, os mengeluh sesak, sesak semakin lama semakin hebat,


sebelumnya psien mengaku kehujanan dan keluhan muncul biasanya
diperngaruhi suhu dingin. Os biasanya duduk untuk meringankan sesak. Dalam
1 minggu os sudah 2 kali mengalami sesak yang hebat. Batuk (+), berdahak (+),
mengi (+), demam (-), gatal-gatal (-), nyeri dada (-) , riwayat pengobatan (+)
tetapi tidak ada perubahan
+ 1 hari SMRS, Os datang ke IGD RS Talang Ubi dengan keluhan sesak yang
diderita os semakin hebat dan memberat. Keluhan nyeri dada disangkal oleh
pasien. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan
adanya batuk berdahak berwarna putih/Mengi (+). Keluhan batuk lama
disangkal, keluhan pilek disangkal, riwayat cepat capek bisa berjalan disangkal,
Keluhan mual dan muntah juga tidak dirasakan oleh pasien. Keluhan adanya
gangguan buang air besar dan buang air kecil disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak umur ±5 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ayah Os mengaku mempunyai penyakit yang sama. Riwayat penyakit
jantung pada keluarga disangkal.

Sosial, Ekonomi dan Lingkungan :


 Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama 4 orang anggota keluarga lainnya. Pasien, ibu,
ayah, 1 orang adik. Penghasilan dari hasil pekerjaan ayah menetap.
 Lingkungan
Pasien berada di rumah pemberian dari orang tuanya dengan ventilasi
dan sanitasi yang baik dan terdiri dari 3 kamar tidur. Linkungan tempat
tinggal pasien bersih. Sedangkan untuk di rumah pasien sendiri bersih.
Sumber air berasal dari air tanah.

Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 90 x/menit
Frekuensi Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 36,5oC

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut (rontok), tumbuh
teratur
Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor
Hidung : Bentuk normal
Tidak ada deviasi septum nasi
Mulut : Sianosis per oral -
Uvula tidak deviasi
Lidah tidak deviasi ke kiri, permukaan bersih
Leher : Pembesaran  KGB (-), Kelenjar Thyroid (-)
Trakea ditengah (tidak deviasi kanan atau kiri)
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Kedua hemithorax kanan-kiri simetris pada keadaan
statis dan dinamis. Tidak terdapat sikatrix, jejas
ataupun retraksi interkostal
Palpasi : Fremitus vokal simetris kanan-kiri
Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Hemitorak kanan : Sonor di seluruh lapang paru
kanan
Hemitorak kiri : Sonor di seluruh lapang paru
kiri
Auskultasi : Vesikuler +/+
Wheezing +/+
Ronkhi -/-
Cor : Inspeksi : Pulsasi iktus kordis terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1- BJ 2 murni reguler
▫ Murmur (-)
▫ Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar, pelebaran vena (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+) normal, Undulasi (-), Shiffting
Dulness (-)
Palpasi : Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas
Nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas : ▪Akral hangat + +
+ +
▪ Oedema - -
- -

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab. Tanggal 31 Maret 2017
Laboratorium darah

Hemoglobin : 13,5 g/dl

Hematokrit : 38,1 %

Leukosit : 8.900 /mm3

Trombosit : 439.000 /mm3

Eritrosit : 4,6 juta/mm3

Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Talang Ubi dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan semakin lama semakin hebat
dan memberat. Keluhan sesak nafas sebenarnya sudah dirasakan hilang timbul
sebanyak 3 kali selama 1 minggu ini. Setahun yang lalu pasien mengeluh keluhan
yang sama dan masuk ke iGD. Keluhan sesak nafas sering dirasakan pasien
terutama bila cuaca dingin dan apabila banyak debu. Batuk berdahak (+)/mengi
(+). Keluhan berkurang bila pasien duduk. Riwayat pengobatan (+) tetapi tidak
ada perubahan. Pasien mempunyai riwayat penyakit asma sejak umur 5 tahun dan
ayah pasien mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Diagnosis Kerja
Asma Eksaserbasi Akut Derajat Sedang

Rencana Penatalaksanaan
 O2 2-3 liter/menit
 Nebulisasi Ventolin 1 amp + nacl 4cc
 Salbutamol 2 mg ( 3 x 1 tab )
 Dexamethasone 0,5 mg ( 2 x 1 tab )
 Ambroxol tab 30 mg ( 3 x 1 tab )

Edukasi :
 Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin, makanan, asap rokok,
dll.
 Edukasi kepada pasien tentang tatacara menghindari faktor pencetus
 Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan
penyakit apabila dalam serangan.

Prognosis
 Ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
 Ad Sanactionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para
ahli asma menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran
nafas. Sedangkan definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan
oleh The American Thoracic Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit
dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan
nafas penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap
berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam
rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu
lobus paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat
pada malam hari dibanding dengan siang hari.

I. Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin,
umur, status atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih
tinggi tinggi daripada dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa
lebih tinggi.

III.Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Termasuk klasifikasi ini adalah:

Asma Ekstrinsik (alergik)


 Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan
oleh alergen yang diketahui.

 Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan


riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik seperti demam
jerami, ekzema, dermatitis, dan asma sendiri.

 Disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya


protein, dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus
binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang, terhadap makanan
seperti susu atau coklat.

 Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang


sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan asma.

Asma Intrinsik (idiopatik)


 Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.

 Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau


emosi dapat memicu serangan asma.

 Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan
serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronkial.

b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit


Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:

 Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala,


eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji
faal paru.
 Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.
Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan,
sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan
Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National
Heart Lung and blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi
asma dapat dibagi menjadi 4 golongan:
Berat / Gejala Klinik Fungsi Paru
ringannya
Asma
Asma -Kambuhan < 1x/mgg -APE > 80% prediksi
Intermitent -Gejala asma malam hari < 2x/bln -Variabilitas APE
-Eksaserbasi hanya sebentar <20%
-Tidak ada gejala dan fungsi paru
normal diantara kambuhan
Asam Persisten -Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr -APE > 80% prediksi
Ringan -Gejala asma malam hari > 2x/bln -Variabilitas APE
-Eksaserbasi dapat mengganggu 20%-30%
aktivitas
Asam Persisten -Kambuhan / sesak nafas tiap hari -APE 60%-80%
Sedang -Gejala asma malam hari > 1x/mgg prediksi
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas -Variabilitas APE
dan tidur >30%
Asam Persisten -Kambuhan sering -APE <60% prediksi
Berat -Gejala sesak terus menerus -Variabilitas APE
-Gejala asma malam hari sering >30%
-Aktivitas fisik terbatas karena asma
Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang
d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:

Ringan Sedang Berat

Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan


Aktivitas Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa Kalimat terbatas Kata demi kata
kalimat
Mungkin Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Kesadaran
terganggu
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering > 30 menit
Retraksi otot-otot Umumnya tidak Kadang ada Ada
bantu nafas ada
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi < 100 100-120 > 120
Tidak ada Mungkin ada Sering ada
Pulsus paradoksus
(< 10 mmHg) ( 10-25 mmHg) ( 25 mmHg)
APE sesudah > 80 % 60-80% < 60 %
bronkodilator
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 %
IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama
ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak
faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor
genetik, biokimia, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan
lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma.
Karena itu asma disebut penyakit yang multifaktorial.

Faktor-faktor pencetus asma :


 Infeksi virus saluran nafas : influenza
 Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
 Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
 Kegiatan jasmani
 Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.
 Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non-steroid.
 Lingkungan kerja : uap zat kimia.
 Polusi udara : asap rokok.
 Pengawet makanan : sulfit.
 Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.

V. Patogenesa

Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu


bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang
berada di jalan nafas.(Ilmu Kesehatan Anak)

Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada


mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta
sekresi lendir yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan
baik, walaupun sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu
bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang
dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE. Antibodi ini melekat
pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE yang
terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast
tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang
menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan
prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor β-2 adrenergik,
yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol β-2 mimetik akan
menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi pembebasan
histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini
diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang
menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan
perlindungan terhadap asma. Dengan demikian jelaslah bahwa kadar IgE akan
meninggi dalam darah tepi.

Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik.


Mungkin diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-
serabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus
sehingga timbul refleks batuk dan sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini
demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus.
Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada kasus-kasus
berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang
paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common
cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain
itu, polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, dan udara dingin juga dapat
berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran penting pada semua jenis asma.

VI. Diagnosis

Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:

1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan
riwayat pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan
berulang terutama sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan
emosi, dan infeksi virus. Batuk pada asma menjadi lebih berat pada malam
hari. Namun kadang-kadang gejala asma hanya berupa batuk-batuk kronik.
Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-gejala yang membaik
secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan faktor-faktor
yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.

2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta
jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan
fisik di luar serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai
penyakit penyerta berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung,
sinusitis atau hiperplasia tonsil.

Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-
batuk paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi
daerah supra klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma
kronik, terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga
melebar, dan diameter anteroposterior toraks bertambah. Saat serangan berat
terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan kesadaran, kesukaran
berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis, hiperinflasi, dan
pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila


penyakit makin berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun
inspirasi. Dalam keadaan normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi.
Saat serangan, fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronki kering dan
ronki basah serta suara lendir bila banyak sekresi bronkus.

Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada


saat pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat.
Hal yang lebih baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan
hiperinflasi dada, seperti hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan
tegangnya otot-otot skalenus.

3. Uji faal paru


Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak
ekspirasi (APE) dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini
memiliki arti bila dilakukan secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20%
atau lebih antara pagi dan sore merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru
yang lebih akurat adalah dengan spirometri, yaitu menentukan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume Ekspirasi Paksa detik pertama)
dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP). Reversibilitas asma
dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis β-2. Peningkatan
APE atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator
menunjukkan adanya reversibilitas penyakit.

4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE
spesifik dalam serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.

5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma.
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai
gejala mirip asma atau untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan fraktur iga.

6. Uji provokasi bronkus


Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga
dilakukan bila ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik dan faal paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan
beban kerja, hiperventilasi isokapnik, udara dingin, maupun dengan inhalasi
spesifik atau nonspesifik.

7. Analisa gas darah


Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.

VII. Diagnosis Banding

 Bronkitis kronis
 Emfisema paru
 Gagal jantung

VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi / serangan akut
 Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan
keadaan tersebut
 Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping karena obat
 Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
 Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari
pengobatan pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta
pengobatan yang bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu
bekerjanya singkat dikenal sebagai bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan
modifikasi dapat dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level
maksimal sesuai berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan
secara bertahap. Atau sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat
penyakit dan dinaikkan bila dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan
asma menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling
tidak 3 bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level
serendah mungkin yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI,
GINA dan WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini
berdasarkan data yang menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma
yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau pertolongan gawat darurat,
walaupun telah terjadi perkembangan dalam pengetahuan patogenesis, diagnosis
dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai
diseluruh negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:

Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi


serangan
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
berat Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer >1mg/hr atau Agonis beta-2 atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr ipratropium bromida atao
Bila perlu steroid oral, dosis oral agonis beta-2 3-4x/hr
kecil, selang sehari,pagi hari
Asma Persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Sedang Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 400-800mcg/hr Agonis beta-2 atau
atao Steroid nebulisasi <1mg/hr ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma persisten Pengobatan setiap hari Inhalasi bronkodilator
Ringan Inhalasi steroid kerja singkat
MDI+spacer 200-400mcg/hr Agonis beta-2 atau
Kromoglikat (gunakan ipratropium bromida
MDI+spacer atau secara Agonis beta-2 atau
nebulisasi ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Asma Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator
Intermitten kerja singkat.
Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.

Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan


di Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik
kemampuan pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta
kemampuan pemberi jasa dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka
dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut dengan mengindahkan kondisi di
Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang
bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor
pencetus bersifat individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu
inciter, yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan
hipereaktivitas bronkus (HBR), contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang,
exercise dan inducer, yang dapat menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan
HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan, bahan kimia.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga
penderita dengan bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan
uji kulit (prick test). Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah serangan dan mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan
penatalaksanaan asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita
seoptimal mungkin sehingga penderita dapat hidup normal dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari.
Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit

Penilaian awal

Serangan asma ringan Serangan asma sedang Serangan asma


/berat mengancam Jiwa

Pengobatan awal :
- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90%
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika
akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat

Penilaian ulang setelah 1 jam

Respon baik : Respon tidak sempurna : Respon buruk dalam 1


Respon baik dan stabil Resiko tinggi distress jam :
dalam 60 menit. Pem Fisis :gjl ringan- Resiko tinggi distress
Pemeriksaan fisis normal. sedang Pem fisis : berat, gelisah
APE > 70% prediksi. APE > 50% tetapi tidak < dan kesadaran menurun
Saturasi O2 > 90% (95% 70% APE < 30%
pada anak-anak ). Saturasi O2 tidak PaCO2 > 45mmHg
perbaikan PaO2 < 60 mmHg

Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU


Pengobatan : dilanjutkan Inhalasi Agonis beta-2 Inhalasi agonis beta-2 ±
inhalasi agonis beta-2. ± anti kolinergik antikolinergik
Membutuhkan Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV
kortikosteroid oral Aminofilin drip Pertimbangkan agonis
Edukasi penderita Terapui oksigen beta-2 injeksi SC/IM/IV
Pantau APE, Sat O2, Okigen
nadi, kadar teofilin Aminofilin Drip
Intubasi dan ventilasi
mekanik bila perlu

Perbaikan Tidak ada


perbaikan
dalam 6-12 jam
Penatalaksanaan serangan asma di rumah

Penilaian berat serangan

Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau
bronkodilator oral

Respon baik Respon buruk


Gejala ( batuk/berdahak sesak/mengi ) Gejala menetap atau
membaik. Perbaikan dengan agonis bertambah berat. APE <
beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE 60% prediksi : tambahkan
> 80% prediksi/nilai terbaik kortikosteroid oral, agonis
beta-2 diulang

- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-


4 jam untuk 24-48 jam. Segera ke
Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 dokter/IGD/RS
jam
- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis
tinggi ( bila sedang menggunakan steroid
inhalasi ) selama 2 mgg, kmdn kembali ke
dosis sebelumnya

Hubungi dokter untuk instruksi


selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 88-95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru:
FK UNRI, 2006.
Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 9 Juni 2016].

6. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
7. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi.
Jakarta: Erlangga. 54-57
8. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11.
10.Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
11.Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
12.Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.

13.Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14.Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
1

Anda mungkin juga menyukai