Dokter Pembimbing :
Dr. Andriana Sp, THT, Msi, Med.
Disusun Oleh :
Ellen Seprilia Sujiman
11.2013.251
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT
RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO
SEMARANG
Nama
NIM
: 11.2013.251
Dr. Pembimbing
1.
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Pendidikan: SMU
Pekerjaan : Karyawan
2.
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 09.30 WIB
Keluhan utama : Sakit Tenggorokan 2 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam, pusing, badan lemas, pilek.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):
Sepuluh hari SMRS pasien awalnya merasa badannya demam tinggi. Pasien
sudah berobat ke klinik dan dikasih obat penurun demam.. Pasien juga merasakan
kepala pusing dan badan terasa lemas. Pasien juga megatakan kalau merasa pilek,
dimana pasien mengatakan ingusnya encer dan bening.
Dua hari SMRS pasien merasakan nyeri pada tenggerokannya. pasien
mengatakan sudah berobat lagi, tapi tidak ada perubahan. Pasien juga mengaku kalau
nafsu makannya menurun, karena nyeri pada saat menelan, sehingga membuat berat
badannya turun.
Kerika ditanya lebih lanjut lagi pasien mengaku, kalau setiap pulang kerja
pasien cepat merasa kelelah dan demamnya mulain naik lagi. Pasien mengatakan
sebelumnya bulum pernah seperti ini.
2
PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
4.
Kesadaran
: Compos mentis
Status Gizi
: Cukup
Nadi
: 84 x/menit
Tensi
: Tidak dilakukan
RR
: 20 x/menit
Suhu
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
Kanan
Kiri
Normotia
Normotia
Kelainan congenital
tidak ditemukan
tidak ditemukan
Tumor/tanda
peradangan
tidak ditemukan
tidak ditemukan
- preaurikuler
tidak ditemukan
tidak ditemukan
- retroaurikuler
Nyeri tekan tragus
(-)
(-)
(-)
(-)
Liang Telinga
(-)
Intak,hyperemi(-),
Intak,hyperemi(-),
kesuraman(-),retraksi(-),rel
kesuraman(-),retraksi(-),releks
- Rinne
positif
positif
- Weber
Membran timpani
Tes Penala:
- Swabach
Kesan : Tidak ada kelainan pada kedua telinga ADS dalam batasan normal
HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
Bentuk
hidung
Tanda peradangan
: Hiperemis(-),panas(-),nyeri(-),bengkak(-)
Vestibulum
Cavum nasi
Pasase udara
: sumbatan -/-
:-
:-
:-
Torus rubarius
:-
:-
Dinding posterior
:-
PEMERIKSAAN TRANSMULASI
Sinus frontalis,grade :
Sinus Maxilaris,grade :
Kanan
-
Kiri
-
TENGGOROK
Faring
Dinding faring
Arkus faring
Tonsil
: Ukuran
Hiperemis
: T1/T1
: +/+
: -/-
Detritus
: -/-
Perlengketan
: -/-
Uvula
: letak ditengah,hiperemis(-),oedem(-)
Gigi geligi
: Lengkap,karies (-)
Lain-lain
:-
Plica aryepligotis
:-
Arytenoid
:-
Plika Ventrikularis
:-
:-
Rima Glotis
:5
Cincin Trakea
:-
Sinus piriformis
:-
Leher
Kelenjar submandibular
Kelenjar servikal
Maksilo-Fasial
5.
Deformitas/hematom
: tidak ada
: tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan
6.
RESUME
Nn. NR usian 24 tahun datang ke poli THT dengan keluhan nyeri tenggerokan 2 hari
SMRS. Nyeri dirasakan pada saat menelean dan membuat nafsu makannya menurun.
Sepuluh hari sebelum tenggerokannya sakit pasien awalnya hanya sakit demam dan
pilek. Pasien mengatakan sudah berobat tapi tidak ada perubahan.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan :
Faring
Tonsil
: Ukuran
Hiperemis
: T1/T1
: +/+
Lain-lain
7.
Kripta melebar
: -/-
Detritus
: -/-
:-
DIAGNOSIS BANDING
Rhinofaringitis akut et.causa bakteri
Rhinofaringitis merupakan iritasi pada mukosa hidung, dan dimana terdapat peradanag
pada faring, yang biasa disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus hemolitikus.
Pada pemeriksaan pasien ditemukan mukosa faring hiperemis, tonsil besar, dan terdapat
eksuda. Pasien juga mengalami nyeri kepala hebat, mual, kadang-kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi.
6
8.
DIAGNOSIS KERJA
Rhinofaringitis akut et.causa Virus
Rhinofaringitis adalah merupakan iritasi pada mukosa hidung, dan dimana terdapat
peradangan pada faring, yang biasa disebabkan oleh Coxsachievirus dan Epstain Barr
Virus (EBV). Pada pemeriksaan ditemukan pada hidung terdapat pembengkakan konka
dan banyak seret, dan pada faring terdapat mukosanya hiperemis.
9.
10.
PENATALAKSANAAN
Medika mentosa :
1. Sanmol tablet 500 mg 3x1
2. Flamar 50 mg 3x1
3. Isoprenosine 500 mg 1x1
11.
ANJURAN
1. Istirahat yang cukup
2. Banyank minum air
3. Jangan lupa minum vitamin buat daya tahan tubuh
4. Kontrol ke poliklinik THT
12.
PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Anatomi hidung 1
Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidung bagian luar (nasus
eksterna) dan rongga hidung (nasus interna atau kavum nasi).
Nasus eksterna. Bagian hidung yang paling menonjol ke depan, disebut ujung hidung
(apeks nasi). Pangkal hidung disebut radiks nasi. Bagian hidung mulai dari radiks sampai
apeks nasi disebut dorsum nasi. Lubang hidung (nares anterior) kanan dan kiri dipisahkan
7
oleh sekat yang disebut kolumela. Di sebelah lateral nares dibatasi oleh ala nasi kanan dan
kiri.
Arteri karotis eksterna dan interna memberikan aliran darah ke nasus eskterna. Aliran
darah balik dialirkan melalui vena fasialis anterior yang berjalan bersama arteri maksilaris
eksterna. Aliran getah bening dari nasus eksterna melalui pembuluh getah bening yang
mengikuti jalannya vena fasialis anterior ke limfonoduli submaksila. Kemudian mengadakan
anastomosis dengan pembuluh-pembuluh getah bening dari rongga hidung.
Persarafan nasus eksterna adalah oleh cabang dari n. trigeminus, yaitu n. oftalmikus
yang mempunyai 3 cabang, yaitu n. etmoidalis anterior, n. suprakoklearis, dan n.
infrakoklearis. Cabang lain adalah n. maksilaris, melalui cabang-cabang dari n. infraorbitalis.
Rongga hidung (kavum nasi). Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di
garis median oleh septum nasi sekaligus menjadi dinding medial dari rongga hidung.
Kerangka septum dibentuk oleh lamina perpendikularis tulang etmoid (superior), kartilago
kuadrangularis (anterior), tulang vomer (posterior), dan krista maksila dan krista palatine
(bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar rongga hidung.
Di bagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan
anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan
menyebabkan epistaksis. Di bagian anterokaudal, septum nasi mudah digerakkan.
Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
lubang yang disebut koane berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan kea rah depan rongga
hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nares.
Atap rongga hidung bentuknya kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar
dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh
tulang frontal dan sebelah posterior oleh tulang sphenoid. Melalui lamina kribosa keluar
ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi bagian teratas dari septum nasi
dan permukaan kranial dari konka nasi superior. Bagian ini disebut region olkfaktoria.
Dinding lateral rongga idung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi
merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai
rangka tulang. Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan
bagian dari hidung.
8
Konka nasi. Dalam kavum nasi terdapat 3 pasang konka nasi, yaitu konka nasi
inferior, konka nasi medius dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka
yang terbesar di antara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung
banyak pleksus vena, dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada
tulang palatine, etmoid, maksila, dan lakrimal.
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka inferior. Terletak di antara konka
inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka
nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di
dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi
media yang disebut konka bulosa.
Konka nasi superior merupakan konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya
jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari
tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi
yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian
dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian.
Meatus nasi. Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat di bawah konka
inferior. Dekat ujung anteriornya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini
sering kali dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (plika lakrimalis
Hasner). Meatus nasi media terletak di antara konka inferior dan konka media. Ostium sinus
adalah lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dan
sinus paranasal sebagian besar terletak di meatus media.
Persarafan oleh n, infraorbitalis dan nn. Alveolaris superior anterior, medius dan
posterior. Ketiga saraf alveolaris superior ini juga mmebawa persarafan snesorik gigi geligi
rahang atas. 1,2
Aliran darah rongga hidung. Arteri yang memasok darah ke dinding lateral rongga
hidung adalah A. etmoid anterior, a. etmoid posterior, dan a. sfenopalatina. Arteria yang
memberikan darah pada septum nasi adalah cabang a. etmoid anterior dan posterior, a.
nasopalatina, a. palatine mayor dan cabang septal a. labialis superior. Di bagian depan septum
beberapa arteri membentuk pleksus Kiesselbach. 1,2
Urat saraf rongga hidung. Inervasi dari rongga hidung oleh n. trigeminus yang
memberikan cabang-cabang: n. oftalmikus dan n. maksilaris. Aliran getah bening rongga
9
hidung. Getah bening dari bagian posterior rongga hidung dialirkan ke dalam kelenjar limfe
retrofaring dan servikal profunda, sedangkan dari bagaian anteriornya ke kelenjar submaksila.
1,2
Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori structural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara
(air conditioning), penyaring udara, humudifikasi, penyeimbangan dalam penukaran tekanan
dan mekanisme imunologik local; 2) fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius
(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik
yang berguna untuk resonasi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara
sendiri melalui konduksi tulang; 4) fungsi statistic dan mekanik untuk meringankan beban
kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) reflex nasal. 3
10
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh karena itu
faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan. 3
Palut lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Dibagain
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai
dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel
kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme
yang penting untuk proteksi. 3
Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudianal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.kostriktor faring superior, m.konstrikor
faring media, m.konstriktor faring inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini
berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe
faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot
ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X). 3
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. letak otot-otot ini
disebalah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini berkerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting
pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring
dipersarafi oleh n.X. 3
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari
mukosa yaitu, m.levator veli palatine, m.tensor veli palatine, m.palatoglosus m.palatofaring,
m.azigos uvula.
M.levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi
oleh n.X. 3
11
M.tensor veli palatine membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatume mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.
M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus
faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula
kebelakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X. 3,4
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fasial)
serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatine superior..
Persarafan
Persarafan motoric dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dan n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan
serabut simpais. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motoric. Dari pleksus faring yang
ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.IX). 4
Kelenjar getah bening
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo digastik dan kelenjar servikan dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir
ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah: 3
Berdasarkan letak faring dibagi atas: 1,2
1. Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal.
12
Nasofaring yang relative kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suara refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugelare, yang
dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus, dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis
interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba
eustachius.
2. Orofaing
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya palatum mole, batas bawah
adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum. 4
Tonsil adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya.
Terdapar 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil
lingual yang ketiga-tiga membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatine
yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada katub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Katub
bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya
beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus biasanya ditemukan leukosit. Di
dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang tonsil
a.maksila ekterna, a.faring asendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak didasar
lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, disebelah
anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan perjalan duktus tiroglosus dan
secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual atau kista tiroglosus.
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila
laringofaing diperiksa laring tidak langusng atau dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langusng, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar
lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan lagamentum glosoepiglotika lateral pada tiap
sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets), sebab pada beberapa orang,
kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut dibagian tersebut.
Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega dan
pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantile
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampat menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.
14
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia local di
faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
3,4
Diagnosis 3-5
Rhinitis Vasomotor
Definisi : terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Etiologi : belum diketahui pasti, tapi diduga adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
15
16
Beclomethasone
Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.
Faringitis akut 3
A.
Faringitis viral
17
B.
Faringitis Bakterial 3
Infeksi grup A sterptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada
orang dewasa (15%) dan pada anak-anak (30%)
Gejala dan Tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian
18
tombul bercak petekie pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior
membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
Terapi
a. Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A streptokokus
hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau
amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
b. Kortikosteroid: deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 00.8-0,3 mg/kgBB,
IM, 1 kali.
c. Analgetika
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
Komplikasi
-
Sinusitis
Tonsillitis
19
Daftar Pustaka
1. Herawati S, Rukmini S. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk
mahasiswa fakultas kedokteran gigi. Jakata: EGC, 2003.
2. Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and physiology. Chapter 23: The
McGraw-Hill Companies; 2004. h. 816
3. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225.
4. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed.
Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368.
5. Angeir E, Willingron J, Scadding G, Holmes S. Management of allergic anda nonallergic rhinitis. Department of Immunology and Allergy, Northern General Hospital,
Sheffied, UK. 6 Mei 2010.
20