Anda di halaman 1dari 16

MANUSKRIP

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN HELM DAN

KEJADIAN KETOMBE PADA PENGEMUDI OJEK

The Relationship Between Duration Of Helmet Use and

Occurrence Dandruff in Motorcycle Taxi Drivers

Noferly Gina Jessica Go1

Poppy Syafnita2

1
Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti;
2
Departemen Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Alamat korespondesi:
1
Apartemen Mediterania 1 Tower Bougenville Lt. 3 EC, Tanjung Duren, Jakarta

Barat, Telp: 081291872477, Email: noverlygo@gmail.com


2
Fakultas Kedokteran Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat
ABSTRAK
Hubungan antara lama penggunaan helm dan kejadian ketombe
pada pengemudi ojek

LATAR BELAKANG
Ketombe merupakan kelainan kulit kepala yang dapat menyerang penduduk dunia
pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan etnis. Berbagai jamur Malassezia
merupakan faktor etiologi utama terjadinya ketombe. Faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya ketombe adalah kadar sebum yang meningkat yang dapat diakibatkan oleh
penutupan permukaan kulit kepala oleh suatu substansi di kepala seperti helm.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara lama
penggunaan helm dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek.

METODE
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional
yang dianalisis dengan uji statistik Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Studi ini meliputi analisis univariat dan bivariat terhadap variabel lama penggunaan
helm dengan kejadian ketombe. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 128 sampel
pengemudi ojek.

HASIL
Hasil analisis bivariat dari 128 sampel dengan uji statistik chi-square dengan tingkat
kemaknaan 5% (α=0,05), variabel usia dan kejadian ketombe didapatkan p=0,398 dan
variabel lama penggunaan helm dan kejadian ketombe didapatkan p=0,004.

KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan antara usia dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek dan
terdapat hubungan antara lama penggunaan helm dan kejadian ketombe pada
pengemudi ojek.

Kata kunci: lama penggunaan helm, ketombe, dermatitis seboroik, pengemudi ojek.
ABSTRACT
Relationship Between Duration Of Helmet Use And
Occurrence Of Dandruff In Motorcycle Taxi Drivers

BACKGROUND
Dandruff is a scalp disorder that infects population in the world on every age, gender,
and ethnicity, which is majorly caused by various Malassezia sp. Other factor that
affects the occurrence of dandruff is the increase of sebum level, which could be
caused by scalp coverage with a substance. One of the substance utilization is helmet.
This study is aimed to determine the relationship between duration of helmet use and
occurrence of dandruff in motorcycle taxi drivers.

METHODS
A cross-sectional observational study was conducted and a total of 128 motorcycle
taxi drivers were included. This study involved univariate analysis and bivariate
analysis toward duration of helmet use and occurrence of dandruff with level of
reliability at 95%.

RESULT
Chi-square analysis with level of significance at 5% (α = 0.05) showed the
relationship between age and occurrence of dandruff by p=0.398 and the relationship
between duration of helmet use and occurrence of dandruff by p=0.004.

CONCLUSION
This study revealed that there is no relationship between age and occurrence of
dandruff in motorcycle taxi drivers and there is a relationship between duration of
helmet use and occurrence of dandruff in motorcycle taxi drivers.

Keyword: duration of helmet use, dandruff, seborrheic dermatitis, motorcycle taxi


drivers.

3
TEKS

PENDAHULUAN

Jasa transportasi adalah sarana yang sangat penting di dalam kehidupan

masyarakat. Masyarakat membutuhkan jasa transportasi yang praktis dan juga cepat,

karena tidak dipungkiri titik-titik rawan kemacetan terparah terdapat di daerah

Ibukota yaitu Jakarta. Karena alasan inilah tidak sedikit masyarakat Jakarta yang

menggunakan ojek sebagai transportasi. Pekerjaan sehari-hari sebagai pengemudi

ojek dan kebutuhan masyarakat yang tinggi akan ojek di Jakarta menuntut para

pengemudi ojek menghabiskan banyak waktu di jalan sehingga sering terpapar

dengan sinar matahari dan polusi udara. Tak jarang hal ini dapat menimbulkan

berbagai masalah kesehatan kulit. Salah satu masalah kulit yang dapat menggangu

dan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang adalah ketombe.

Ketombe merupakan kelainan kulit kepala yang dapat menyerang penduduk dunia

pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan etnis.(1) Ketombe umumnya

menyerang 50% pada populasi dewasa normal.(2) Berbagai jamur Malassezia pada

penelitian merupakan faktor etiologi utama terjadinya ketombe.(3) Dengan adanya

infeksi jamur, kulit akan mengalami deskuamasi lebih cepat sehingga terjadi

ketombe.(4) Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketombe adalah kadar sebum

yang meningkat. Kadar sebum yang meningkat dapat dipengaruhi oleh lingkungan

yang panas dan lembab pada kulit kepala.(5) Lingkungan yang panas dan lembab pada

kulit kepala dapat diakibatkan oleh penutupan permukaan kulit kepala oleh suatu

substansi di kepala. Salah satu substansi yang pada penggunaanya dapat menutupi

4
permukaan kulit kepala adalah helm. Penutupan permukaan kulit kepala dapat

meningkatkan temperatur kulit (2-3⸰C) yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

kulit.(6) Peningkatan suhu 1⸰C akan meningkatkan ekskresi sebum sebanyak 10%.(7)

British Association of Dermatologist menyebutkan bahwa salah satu faktor yang

menyebabkan ketombe umumnya terjadi pada lingkungan yang dingin dibandingkan

panas.(8) Pada penelitian yang dilakukan oleh Gaitanis, et al menyatakan bahwa

ketombe lebih umum terjadi pada lingkungan yang memiliki kelembaban yang tinggi

dan panas.(9)

UU Republik Indonesia No 22 Tahun 2009 dalam pasal 106 ayat (8)

menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda motor wajib

menggunakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini

bertujuan untuk menjaga keselamatan para pengendara sepeda motor dari cedera

kepala saat terjadi kecelakaan dan mengalami benturan kepala, dalam batas

kemampuan helm dan kondisi kecelakaan yang dialami.(10) Berdasarkan hasil

penelitian pada tahun 2011 yang dilakukan pada pengemudi kendaraan sepeda motor

di Manado, didapatkan pasien yang mengeluhkan ketombe pada kelompok sampel

yang menggunakan helm seluruhnya berketombe sebanyak 25 orang (100%),

sementara kelompok kontrol (tidak menggunakan helm) yang tidak berketombe

sebanyak 19 orang (76%), diikuti berketombe sebanyak 6 orang (24%).(4)

Berdasarkan latar belakang diatas dimana adanya perbedaan pendapat mengenai

faktor penyebab terjadinya ketombe serta adanya kecenderungan terjadinya ketombe

5
akibat penggunaan helm maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

hubungan antara lama penggunaan helm dan ketombe pada pengemudi ojek.

METODE

Rancangan penelitian ini adalah penelitian survei analitik observasional

dengan desain cross-sectional dan dilaksanakan pada bulan September – Desember

2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling seleksi

sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi terhadap pengemudi ojek laki-laki di

Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat. Jumlah sampel minimal sesuai perhitungan besar

sampel adalah 125 responden.

Setiap subjek memberikan persetujuan mengikuti penelitian dan dilakukan

wawancara terpimpin menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis ketombe.

Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji statistik

Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN

Didapatkan sampel sebanyak 128 responden yang bekerja sebagai pengemudi

ojek laki-laki di Tanjung Duren Raya pada bulan September – Desember 2017.

Sampel penelitian telah menggunakan helm lebih dari 6 bulan dan bersedia mengikuti

penelitian. Sampel yang berusia diatas 60 tahun tidak diikutsertakan dalam penelitian.

Tidak ada sampel yang drop-out pada penelitian ini.

6
Hasil Analisis Univariat

Tabel 1. Analisis univariat

Distribusi Frekuensi Frekuensi (n) Presentase(%)

Karakteristik responden

Usia

19-39 tahun 94 73,4%

40-60 tahun 34 26,6%

Lama penggunaan helm

≤6 Jam 42 32,8 %

>6 Jam 86 67,2 %

Ketombe

Berketombe 75 58,6%

Tidak berketombe 53 41,4 %

Tabel 1 menunjukan terdapat 128 responden yang terlibat dalam penelitian

ini. Berdasarkan usia didapatkan 94 responden berusia 19-39 tahun (73,4%) dan 34

responden berusia 40-60 tahun (26,6%). Berdasarkan lama penggunaan helm

didapatkan 42 responden menggunakan ≤6 jam (32,8%) dan 86 responden

menggunakan >6 jam (67,2%). Kemudian, hasil dari wawancara dan pemeriksaan

klinis ketombe adalah 75 responden berketombe (58,6%) dan 53 responden tidak

berketombe (41,4%).

7
Hasil Analisis Bivariat

Tabel 2. Analisis Bivariat

Ketombe
Variabel Nilai p
Berketombe Tidak berketombe

Usia

19-39 tahun 53 (56,4%) 41 (43,6%)


0,398
40-60 tahun 22 (64,7%) 12 (35,3%)

Lama Penggunaan

Helm

≤6 jam 17 (40,5%) 25 (59,5%) 0,004

>6 jam 58 (67,4%) 28 (32,6%)

Berdasarkan Tabel 2, pada subjek yang berusia 19-39 tahun didapatkan 53

responden yang berketombe (56,4%) sedangkan subjek yang berusia 40-60 tahun

sebesar 22 responden (64,7%). Kemudian pada subjek yang berusia 19-39 tahun

didapatkan 41 responden yang tidak berketombe (43,6%) sedangkan subjek yang

berusia 40-60 tahun sebesar 12 responden (35,3%). Berdasarkan uji Chi-Square, nilai

p tidak bermakna secara statistik (p=0,398) sehingga disimpulkan tidak terdapat

hubungan antara usia dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek.

8
Pada subjek yang menggunakan helm ≤6jam didapatkan 17 responden yang

berketombe (40,5%) lebih kecil secara bermakna dibandingkan subjek yang

menggunakan helm >6 jam sebesar 58 responden (67,4%). Kemudian pada subjek

yang menggunakan helm ≤6 jam didapatkan 25 responden yang tidak berketombe

(59,5%) sedangkan subjek yang menggunakan helm >6 jam sebesar 28 responden

(32,6%). Berdasarkan uji Chi-Square, nilai p bermakna secara statistik (p=0,004)

sehungga disimpulkan terdapat hubungan antara lama penggunaan helm dan kejadian

ketombe pada pengemudi ojek.

PEMBAHASAN

Berdasarkan distribusi frekuensi karakteristik responden, lama penggunaan

helm pada subjek umumnya adalah >6 jam (67,2%). Hal ini disebabkan karena pada

subjek yang diteliti yaitu pengemudi ojek mayoritas menjadikan profesi ini sebagai

mata pencaharian utama.(11) Penghasilan yang didapatkan bukan merupakan

penghasilan yang tetap namun bergantung terhadap banyaknya penumpang dan jarak

yang ditempuh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama menggunakan helm

agar dapat mencapai penghasilan yang diharapkan. Untuk usia pada subjek umumnya

adalah berusia 19-39 tahun (73,4%).

9
Hubungan antara Usia dan Kejadian Ketombe

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 53 responden yang berusia 19-39

tahun berketombe (56,4%). Pada responden yang berusia 40-60 tahun terdapat 22

responden yang berketombe (64,7%). Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas

p=0,398. Uji statistik Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna

antara usia dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu Z, et al yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara usia dan ketombe.(27)

Hasil penelitian ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa usia merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya ketombe karena pada usia remaja dan dewasa muda

(15-39 tahun) kelenjar sebasea aktif menghasilkan sebum.(28) Hasil yang tidak sesuai

ini dapat disebabkan oleh karena adanya faktor lain yang lebih mempengaruhi untuk

terjadinya ketombe yaitu seperti lama penggunaan helm yang berbeda walaupun

berusia di kategori yang sama.(29)

Hubungan antara Lama Penggunaan Helm dan Kejadian Ketombe

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 17 responden yang menggunakan

helm ≤6 jam berketombe (40,5%). Hasil ini lebih kecil secara bermakna

dibandingkan subjek yang menggunakan helm >6 jam didapatkan sebesar 58

responden yang berketombe (67,4%). Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas

p=0,004. Uji statistik Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara

lama penggunaan helm dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek.

10
Riwayat lama penggunaan helm mengakibatkan kondisi kepala menjadi

lembab akibat produksi sebum yang berlebihan yang kemudian memicu untuk

terjadinya ketombe.(30) Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu Z, et

al yang menyatakan terdapat hubungan antara produksi sebum dan kejadian

ketombe.(27)

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kelembaban

pada kulit kepala akibat oklusi menyebabkan seseorang beresiko mengalami

ketombe.(23) Terjadinya ketombe dipengaruhi kelembaban yang kemudian memicu

peningkatan produksi kelenjar sebasea sehingga flora normal yaitu jamur Malassezia

berkembang biak secara berlebihan pada kulit kepala.(19) Infiltrasi Jamur Malassezia

pada stratum korneum mengakibatkan proses kerusakan, proliferasi dan diferensiasi

pada epidermis sehingga terbentuklah serpihan kulit halus di permukaan kulit kepala

yang disebut ketombe.(31) Penutupan permukaan kulit kepala akibat penggunaan helm

selama 15 menit dapat meningkatkan suhu kulit kepala 3% dengan penyebaran panas

utama di bagian puncak kepala.(32) Angka ini akan lebih tinggi lagi jika seseorang

berada di luar ruangan dengan waktu yang lebih lama.(33) Semakin tinggi suhu kulit

kepala menyebabkan produksi sebum meningkat yang menjadi faktor resiko untuk

terjadinya ketombe.

11
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara usia dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek sedangkan

antara lama penggunaan helm dan kejadian ketombe pada pengemudi ojek terdapat

hubungan yang bermakna. Oleh karena itu populasi yang menggunakan helm dalam

pekerjaan sehari-harinya disarankan untuk menjaga kebersihan rambut dan kulit

kepala dengan keramas lebih sering, membuka helm ketika tidak sedang mengendarai

motor dan mencuci helm secara rutin. Selain itu mengingat adanya keterbatasan

dalam penelitian ini dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan

karakteristik sosiodemografi yang lebih variatif (jenis kelamin dan tingkat

pendidikan), jenis helm dan lama bekerja (part time atau full time). Penelitian

selanjutnya juga diharapkan mempertimbangkan faktor lain penyebab ketombe

seperti cara menjaga kesehatan rambut dan kulit kepala responden.

12
UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada subjek penelitian yang bersedia

berpartisipasi dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan orang tua

yang telah memberikan bantuan dana. Tidak lupa peneliti sampaikan juga rasa terima

kasih kepada Prof. Dr. Adi Hidayat, MS dan dr. Triseno Dirasutisna, Sp.An selaku

penguji I dan II yang telah memberikan masukan dan saran bagi peneliti dalam ujian

proposal dan akhir skripsi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ranganathan S, Mukhopadhyay T. Dandruff: The most commercially exploited

skin disease. India: Indian J Dermatol. 2010; 55: 130-4.

2. Schwartz JR, Yvonne MD, Thomas L, Dawson. Dandruff and seborrheic

dermatitis: A head Scratcher. J Clin Investig Dermatol. 2015; 3: 10.13188/2373-

1044.1000019.

3. Jourdain R, Moga A, Vingler P, Rawadi C, Pouradier F, Souverain L, et al.

Exploration of scalp surface lipids reveals squalene peroxide as a potential actor

in dandruff condition. Arch Dermatol Res. 2016; 308: 153-63.

4. Tan S, Marlyn GK, Winsy FTW. Hubungan antara penggunaan helm dengan

jumlah koloni Malassezia pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor roda

dua di manado. Manado: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK

Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. MDVI. 2011;

38: 160-5.

5. Rubenstein RM, Sarah AM. Malassezia (pityrosporum) folliculitis. J Clin Aesthet

Dermatol. 2014; 7: 37–41.

6. Remington JP, Gennaro AR. The science and practice of pharmacy. Edisi ke-21.

USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

7. Olina R, Soenarto, Thaha A, Suryadi RM. Hubungan kepadatan spesies

Malassezia dan keparahan klinis dermatitis seboroik di kepala. J Kedokteran dan

Kesehatan. 2015; 2: 124-9.

14
8. British Association of Dermatologist. Seborrheic Dermatitis. London: BAD.

2015.

9. Gaitanis G, Prokopios M, Markus H, Loannis DB, Aristea V. The Malassezia

genus in skin and systemic diseases. Clin Microbiol Rev. 2012; 25: 106–41.

10. Parwanto EH. Signifikasi helm SNI sebagai alat pelindung pengendara sepeda

motor dari cedera kepala. J Standardisasi. 2015; 17: 31-46.

11. Septiana TC. Lesson learned peralihan mata pencaharian masyarakat sebagai

ketahanan terhadap perubahan iklim kelurahan mangunharjo. Kudus: PT Bank

Negara Indonesia Syariah. 2013; 1(2): 123-40.

12. Xu Z, Wang Z, Yuan C, Liu X, Yang F, Wang T, et al. Dandruff is associated

with the conjoined interactions between host and microorganisms. Us Med. 2016;

6: doi:10.1038/srep24877.

13. Tumer GA, Hoptroff M, Harding CR. Review stratum corneum dysfunction in

dandruff. Int J Cosmet Sci. 2012; 34(4): 298-306.

14. Rohmani A, Indrastiti R, Farida D. Pemakaian jilbab tidak berhubungan dengan

terjadinya dermatitis seboroik: studi crossectional. Semarang: FK Universitas

Muhammadiyah. 2016; 5(1).

15. Kindo Aj, Sophia SKC. Seborrheic dermatitis due to Malassezia species in

Ahvaz, Iran. Iran J Microbiol. 2013; 5(3): 268-271.

16. Schwartz JR, Andrew G, Antonella, Gail T, Maria H, Roderick JH, et al. A

comprehensive pathophysiology of dandruff and seborrheic dermatitis – Towards

a more precise definition of scalp health. Acta Derm Venereol 2013; 93: 131–137.

15
17. Zisova LG. Malassezia species and seborrheic dermatitis. Plovdiv. 2009; 51: 23-

33.

18. Xu J, Boekhout T, DeAngelis Y, Dawson T, Saunders CW. Genomics and

pathophysiology: dandruff as a paradigm. Jerman: Springer Verlag Berlin

Heidelberg. 2010. DOI: 10.1007/978-3-642-03616-3_9.

19. Harding C, Moore A, Rogers J, Meldrum H, Scott A, McGlone F. Dandruff: a

condition characterized by decreased levels of intercellular lipids in scalp stratum

corneum and impaired barrier function. Arch Dermatol Res. 2002; 294: 221-30.

20. Park HK, Ha MH, Park SG, Kim MN, Kim BJ, Kim W. Characterization of the

fungal microbiota (mycobiome) in healthy and dandruff-afflicted human scalps.

2012. PloS ONE 7(2): e 32847.

16

Anda mungkin juga menyukai