Pembimbing :
dr. Ahmad Rizky Herda, Sp. U
Disusun oleh :
Flora Ratu Putribunda
03012110
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di
bidang kesehatan seperti penggunaan antibotik sudah cukup maju dan beredar luas di
masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami
ISK selama hidupnya1. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan
ISK di tempat praktik umum2.
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan
menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi,
1,2,3,4.
penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Ilmu kesehatan modern saat ini telah
memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga dengan deteksi dini
faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik yang sesuai maka
pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.
Pada bab selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai infeksi
saluran kemih, dalam hal ini termasuk epidemiologi, penyebab, patogenesis, diagnosis,
terapi, komplikasi, serta prognosis dari infeksi saluran kemih pada orang dewasa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
4
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-
masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis.
Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu
melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya
katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung
kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam
vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
5
c. Vesica urinaria
6
melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan
motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa,
bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa
(distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding
bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
7
Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Laki-laki
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun
tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
8
2.2 Fisiologi
Fungsi ginjal selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan cara
mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam basa ginjal
juga berperan dalam produksi hormon seperti:
Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang. Eritropoietin
disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir semua hormon eritropoietin
yang terdapat dalam darah disekresi oleh ginjal.
1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari vitamin D.
Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol adalah vitamin esensial
untuk meregulasi kalsium deposisi pada tulang dan kalsium reabsorbsi dalam
traktus digestivus. Calcitriol juga mempunyai peran penting dalam refulasi
kalsium dan fosfat.
Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek. Renin bekerja
pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi
aldosteron.
Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam dan air.
1) Filtrasi glomerular
9
filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit
seperti natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah banyak, hingga
kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil filtrasi akan direabsorpsi
sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa. Reabsorbsi terjadi dalam tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal.
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap
kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari
ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam
tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki
elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara teurapeutik.
10
Gambar 2.5 Mekanisme Pembentukan Urine(1)
Sumber : Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6.
2.3 Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme
murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 10 5 colony forming
units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria1,4.
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik1,4
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa
manifestasi klinik1,4.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105, dan
lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik4.
ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh terhadap
invasi mikroorganisme pada urothelium3,8.
11
2.4 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di
praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor
predisposisi1.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif
secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang
belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)3.
Tabel 2.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin
12
Sumber: Smith’s General urology 17th edition, 2008, halaman 194
2.5 Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:1
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
ISK simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK
anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase
negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali
pasca kateterisasi
13
Gambar. 4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
2.6 Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari
patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke
saluran kemih (bacterial entry) 1,3.
14
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri
tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.1,3,7,8.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.
Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika
urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis
memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain
E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi
klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari
sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan
uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi8.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai
virulence determinalis1.
15
Tabel 2.3 Faktor Virulensi E.coli
Penentu virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kelasi besi
Membran protein lainnya
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi1.
16
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat
pada mukosa vesika urinaria3.
17
bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)
bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih
termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan
proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah
satu mekanisme pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap ISK1,3. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,
stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host3,9
Tabel 2.4 Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
18
Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi
jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi
mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors
(TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga menghasilkan
mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan seperti
interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal
juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta untuk
mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini berperan
dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian
ISK3,4
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae
bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis1.
19
invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada
abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan
ISK3.
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi
menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis
lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri
tidak pernah ditemukan di klinik4.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang
jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler
glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan
radiologik3,4. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering
ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai
hipertrofi prostat4.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder
mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri
(immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-
kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif.
Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis
kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal
dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau
bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah
terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut
mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,
nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim1.
20
Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis, uretritis, serta
sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada perempuan biasanya
berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki berupa sistitis,
prostatitis, epidimitis, dan uretritis1.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang
selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya
ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA
(pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type).
Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk
ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam
pengelolaannya4.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari
saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas,
dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi4.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi
mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan
oleh MO anaerobik1,4.
21
Tenesmus
Nokturia Perubahan urinalisis
Enuresis nocturnal Hematuria
Prostatismus Piuria
Inkontinesia Chylusuria
Nyeri uretra Pneumaturia
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih
bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
22
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5°C-40,5°C),
disertai menggigil dan sakit pinggang1. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit
berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi
E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan
streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit
teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness
mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur
dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual,
dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok,
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik
kadang-kadang asidosis metabolik4.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-
keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan
hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila
disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah
melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang
terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis
sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing1.
23
2.9 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
2.9.1 Analisis urin rutin4
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria), dan
pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar
dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan
dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria hanya
ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan
sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik
dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria)
10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna
(CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria.
Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml
>105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk
>50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk
6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram
positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif
palsu sebesar 10%10.
2.9.3 Mikrobiologi4
24
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi
CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian
antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama
kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada
suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >10 5
(2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10
per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU
per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5
(3x) berturut-turut dari UTK..
2.10 Terapi
2.10.1 Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 1
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat
inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau
toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat
jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta
komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan
25
biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin
spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.10.2 Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian
antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan
natrium bikarbonat 16-20 gram per hari1,4
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi
tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid
sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
2.11 Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK
tipe berkomplikasi (complicated).
26
dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering
disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).
Tabel 2.6 Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi Risiko Potensial
BAS tidak diobati Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
2.12 Prognosis4
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan
100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai.
Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40%
pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK)
yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif
hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis
dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi
yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik
bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal
dan diberantas.
27
BAB III
SIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
2. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,
and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th
Edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
3. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. &
McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw
Hill Medical Publishing Division. 2008: 193-195
4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In
Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
5. Smith RD., Urinary Stones in General Urology,. California, Lange Medical
Publications, Los Altes. 94022(10 th ed,): p. 222–31.
6. Ferri FF., Urolithiasis in Clinical Advisor Instant Diagnosis and Treatment, Rhode
Island. Department of Community Health Brown Medical School Providence,
2004: p. 893–95.
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta
8. Ronald A.R & Nicollé L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed.
Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687
9. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In
In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1.
Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826
10. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential
Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
11. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallach’s
Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
a Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-731
29
12. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available from:
http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf (diakses 22 Mei 2012)
30