Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama pasien TBC paru yaitu
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Pada Bulan Maret sekitar 1,3 abad yang lalu tepatnya tanggal 2 Maret
1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumukan bahwa dia telah
menemukan bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian membuka
jalan menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini.
Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara
tahun 2000 dan 2015, namun tuberkulosis masih menepati peringkat ke-10
penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016 berdasarkan laporan
WHO. Oleh sebab itu hingga saat ini TBC masih menjadi prioritas utama di
dunia.
Angka prevalensi TBC Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per
100.000 penduduk. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994
kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin,
jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Eliminasi TBC juga menjadi salah satu dari
3 fokus utama pemerintah di bidang kesehatan selain penurunan stunting dan
peningkatan cakupan dan mutu imunisasi. Visi yang dibangun terkait
penyakit ini yaitu dunia bebas dari tuberkulosis, nol kematian, penyakit, dan
penderitaan yang disebabkan oleh TBC.
Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi dan komplikasi yang dapat
1
terjadi jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat, maka penggunaan obat
yang rasional pada pasien hipertensi merupakan salah satu elemen penting
dalam tercapainya kualitas kesehatan serta perawatan medis bagi pasien
sesuai standar yang diharapkan. Penggunaan obat secara tidak rasional dapat
menyebabkan timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, memperparah
penyakit, hingga kematian. Selain itu biaya yang dikeluarkan menjadi sangat
tinggi1.
Mengingat jumlah penderita hipertensi masih banyak dan dapat
timbulnya komplikasi dan/atau beban fisik maupun psikis terhadap pasien,
maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana upaya penanganan tuberkulosis dengan prinsip pelayanan
kedokteran keluarga di Puskesmas Pakjo?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
untuk memenuhi persyaratan dalam menjalani Kepaniteraan Klinik
bagian Kedokteran Keluarga dan Kedokteran Komunitas Fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami prinsip-prinsip pelayanan kedokteran
keluarga dalam mengatasi masalah hipertensi
2. Memahami cara-cara untuk melakukan home visite

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Untuk Puskesmas
Sebagai bahan evaluasi kegiatan mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muuhammadiyah Palembang dalam
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Pakjo
Palembang.

2
1.4.2 Manfaat Untuk Mahasiswa
Sebagai sarana pembelajaran dan pelatihan dalam
upaya pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-
prinsip kedokteran keluarga di Puskesmas Pakjo Palembang.

3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi dan Gejala Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang
bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam

Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan


pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Mycobacterium tuberculosis
adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. Sebagian besar
bakteri ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman.
Lipid inilah yang menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA)

4
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV
positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga
gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.

2.1.2 Klasifikasi Tuberkulosis


Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

5
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat


diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkan


1. Tuberkulosis Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parinkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang orang tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu


pada TB Paru
1. Tuberkulosis Paru BTA Positif
 Sekurang – kurangnya 2 dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif
 1 Spesimen dahal SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukan gambaran tuberkulosis
6
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif, kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis
 Tidak ada perbaikan setel;ah pemberian antibiotik non OAT
 Ditentukan (dipertimbangan) olah dokter untuk diberi pengobatan

Klasifikasi berdasarkan tingkat ke Parahan penyakit


1. TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan pernyakit, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperhatikan gambar
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced” ) dan atau
keadaan umum pasien buruk
2. TB Ekstra-paru
 TB ekstra paru ringan
Misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali pot disease), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra paru berat
Misalnya: Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.

7
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
2. Kasus Kambuh
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB an
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, diagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur)
3. Kasus Putus Berobat
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebnih dengan BTA positif.
4. Kasus Gagal
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
5. Kasus Pindah
Adalah pasien yang dipindahkan kdari UPK yang memiliki register TB
laiun untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Lain
7. Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan dioatas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.3 Epidemiologi
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasusu insiden TBC
yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara yang
insiden kasus tertinggi yaitu : india, indonesia, china, philipina, dan pakistan.
Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high
burden countries (HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC,
TBC/HIV, dan MDR-TBC. Terdapat 48 negara yang masuk dalam dafar
tersebut. Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau
keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indopnesia bersama 13
8
negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut,l artinya
indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC.

Jumlah kasus baru TB di indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun


2018 (data per 17 mei 2018). Bersadarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
TBC tahun 2017 pada laki – laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Bahkan berdasarkan survei prevalensi Tuberkulosis prebalensi
pada laki – laki 3 kali lebih tinggi dibandingan pada perempuan. Begitu juga
yang terjadi di negara – negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki
– laki lebih terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya
ketidak patuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh
partisipan laki8 – laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 4,7%
partisipan perempuan merokok.

2.1.4 Faktor Resiko


Penyakit TBC paru yang terjadi ketika daya tubuh menurun. Dalam
perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai hasil
interaksi antara tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan

9
lingkungan (enviroment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul – simpul
tersebut, pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium
tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat
itu. Pengidap HIV/AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih
mudah untuk terinfeksi dan terjangkit TBC.

Cara Penularan Tuberkulosis

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.1.5 Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera
diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan
menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar
kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

10
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya
akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB
di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB
menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak
di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional
yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi
TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi
lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104 , yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-
minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman
TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
11
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya
berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi
yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas
seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen,
kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah
dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic
12
spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit
demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh.
Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama
apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler
yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat
terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler,
kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.
Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus
TB ini dapat 5 mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran
hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute
generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized
hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang
dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama.
Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur
padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan
granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah
13
protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus
perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah.
Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan
dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara
berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun
pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3
bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB
endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi
dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia
terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling
banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal
biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer

14
2.1.6 Diagnois
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis.

2.1.7 Tatalaksana
Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk meyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan memutu rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis
(OAT).

15
Panduan OAT yang digunakan di-Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3
 Kategori II : 2(RHZE)S/(RHZE)/5(RH)3E3
 Kategoti Anak : 2(RHZ)/4(RH)
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin,
Rthionamide, Sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu: Pirazinamid dan
Ethambutol.
- Panduan OAT kategoti I dan II disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. panduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
- Paket Kombipak adalah obat lepas yangterdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Panduan AOT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

16
Panduan OAT lini pertama
a. Kategori I (2RHZE)/4(R3H3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien baru TB patu BTA Positif
 Pasien TB Paru BTA Negatif foto Thoraks Positif
 Pasien TB Ektra Paru

b. Kategoti II (2RHZE)S/(RHZE)/5(RHE)3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Psitif yang telah di obati
sebelumnya:
 Pasien Kambuh
 Pasien Gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putuh obat

17
Penggunaan obat OAT dalam jangka tertentu dapat menyebabkan ffek
samping obat, berikut adalah efek samping pada setiap obat OAT

18
2.1.8 Pencegahan
Pencegahan kasus TB dilakukan dengan
 Penemuan kasus TB secara dini
 Tatalaksana kasus TB resistan obat yang bermutu
 Pengurangan risiko penularan (dari pasien ke sekitarnya)
 Pencegahan timbulnya TB resisten obat ekstensif
Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:
 Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
 Membudayakan perilaku etika batuk
 Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
lingkungan sesuai dengan standar rumah sehat
 Peningkatkan daya tahan tubuh
 Penanganan penyakit penyerta TB (HIV)
 Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di fasilitas
pelayanan dan diluar fasilitas pelayanan kesehatan

2.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga


2.2.1 Definisi
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan
pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan.
Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang
membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia,
gender, ataupun jenis penyakit.11
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai
suatu unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan
kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien,
juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.10
Adapun ciri – ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut.

19
a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional;
b. Pekerjaannya berlandaskan etik profesi;
c. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan;
d. Pekerjaannya legal melalui perizinan;
e. Anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat;
f. Anggota – anggotanya bergabung dalam suatu organisasi
profesi;
g. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang,
melainkan sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai
anggota masyarakat sekitarnya;
h. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang di
sampaikan;
i. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal serta mengobati sedini mungkin;
j. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan
k. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan
kesehatan lanjutan.

2.2.2 Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga11


Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa
karakteristik salah satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui
Muktamar ke-18 di Surakarta sebagai berikut.
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang,
tetapi sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota
masyarakat sekitarnya.

20
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang
disampaikan.
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya
penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini
mungkin.
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-
baiknya.
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan
kesehatan lanjutan.

Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan


penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang
mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh
provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis
yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis
penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah dokter yang
mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup
komunitas dari individu tersebut.Tanpa membedakan ras, budaya,
dan tingkatan sosial.Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk
menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan
memerhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis
pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi
pasiennya.11

21
Menurut WONCA (1991) dokter keluarga adalah dokter
yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi
semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah
seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan
pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender,
ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga
adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga
dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut.Tanpa
membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial.Secara klinis, dokter
ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memerhatikan latar belakang budaya,
sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab
atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan bagi pasiennya.11

Menurut The American Academy of Family Physician


(1969), pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran
yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga
sebagai suatu unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis
penyakit tertentu saja.11

Pelaksana pelayanan dokter keluarga dikenal dengan dokter


keluarga (family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas
dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita dan keluarganya.11
22
Sedangkan Kolese Dokter Indonesia menterjemahkan secara
kimiawi sebagai berikut:11

1. Dokter keluarga adalah dokter yang dididik secara khusus untuk


bertugas di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas
mengambil langkah awal penyelesaian semua masalah yang
mungkin dipunyai pasien.
2. Melayani individu dalam masyarakat tanpa memandang jenis
penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya dan
memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia dalam sistem
pelayanan kesehatan untuk semaksimal mungkin kepentingan
pasien.
3. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari
pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan
paliatif, menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis,
psikologi medis dan sosiologi medis.11
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi,
digunakan konsep Mandala of Health.Dipahami bahwa dokter tidak
dapat melihat pasien hanya fisiknya saja.Karena setiap manusia juga
terdiri dari fisik, jiwa dan spiritnya. Setiap manusia tinggal bersama
manusia lain dan juga berinteraksi dengan lingkungannya (fisik,
tempat tinggal, pekerjaan, lingkungan sosial, budaya dan
sebagainya). Karena itu pada saat pasien mengeluh gangguan
kesehatan, perlu dikaji faktor-faktor disekitarnya yang mungkin
memicu atau menyebabkan gejala tersebut muncul selain
kemungkinan masalah pada biomediknya.11
Pendekatan penegakan diagnosis berupa pendekatan multi
aspek, yaitu Diagnosis Holistik.Diagnosis holistik, terdiri dari:11
1. Aspek 1 (aspek individu): keluhan utama, harapan,
kekhawatiran pasien ketika datang
2. Aspek 2 (aspek klinik): diagnosis klinis dan diagnosis

23
bandingnya
3. Aspek 3 (aspek internal): faktor internal pasien yg memicu
penyakit/masalah kesehatannya, (misal: usia, perilaku
kesehatan, persepsi kesehatan, dan sebagainya).
4. Aspek 4 (aspek eksternal pasien): dokter menulis (keadaan
keluarga, lingkungan psikososial & ekonomi keluarga, keadaan
lingkungan rumah& pekerjaan yang memicu atau menjadi
hazsard pada penyakit/masalah ini atau kemungkinan dapat
menghambat penatalaksanaan penyakit/masalah kesehatan yang
ada.
5. Aspek 5 (aspek fungsional): dokter menilai derajat fungsional
pasien pada saat ini.11
Begitu pula pada saat perencanaan penatalaksanaan masalah
kesehatan, dengan memperhitungkan faktor-faktor disekitar pasien,
dokter perlu memiliki perencanaan pencegahan mulai dari
pencegahan primer, sekunder, tersier untuk pasien dan
keluarganya.11

Gambar5.The Mandala of Health: A Model of Human Ecosyste11

24
2.2.3 Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia
mengikuti anjuran WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga
merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan kualitas layanan
dokter primer dalam melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip
pelayanan atau pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan
atau mewujudkan sebagai berikut8.
a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b. Pelayanan yang kontinu.
c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.
e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral
dari keluarganya.
f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja,
dan lingkungan tempat tinggalnya.Pelayanan yang menjunjung
tinggi etika dan hukum.
g. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggung
jawabkan.
h. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.

2.2.4 Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)


Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan
APGAR keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara
yang digunakan untuk mengukur sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan Leyton. Lima fungsi
pokok yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga sebagai
berikut.11
1. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.11
2. Kemitraan (Partnership)
25
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi,
turun rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan
suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga
lainnya.11
3. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau
kedewasaan setiap anggota keluarga.11
4. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang
serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.11
5. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan
dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.11

2.2.5 Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga/Dokter Layanan


Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat
kesehatan mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala
sehat maupun di kala sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan
dokter keluarga menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi
mitranya yang sehat, dan program pengobatan atau pemulihan bagi
mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini harus spesifik dan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal ini dapat
dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada
pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga
dalam 4 kegiatan (assessment – targeting – intervention –
monitoring) yang membentuk satu siklus pelayanan terpadu.11
1. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
26
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.11
2. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)
Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada
dokter keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki
mitranya, sehingga dokter keluarga dapat menyusun program
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.11
3. Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak
mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan
kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang
sehat dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat
dikurangi kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang
saat ini menderita suatu penyakit dapat segera pulih, dicegah
terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal
mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis.11
4. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)
Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga
untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya
(monitoring).11

2.2.6 Bentuk dan Fungsi Keluarga


Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau
ibu dengan anak.11
Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam yaitu sebagai berikut.11
1. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
2. Keluarga besar (extended family)
27
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari
pihak suami atau istri.
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta
anak-anak tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah
menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan
masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan
pasangan masing-masing, semuanya mengganggap sebagai satu
keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-
anaknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang
hidup bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
28
2.2.7 Keluarga dan Kesehatan
Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal
berikut:11
1. Kepribadian
2. Gaya hidup
3. Lingkungan fisik
4. Hubungan antar manusia
5.
2.2.8 Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan
a. Penyakit keturunan
 Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan
faktor lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).
 Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus
kehidupan keluarga).
 Perlu marriage counseling dan screening
b. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-
fungsi yang sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan
perilaku.
c. Penyebaran penyakit
1. Penyakit infeksi
2. Penyakit neurosis
d. Pola penyakit dan kematian
Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian.
e. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga
dengan fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada
keluarga dengan fungsi keluarga sakit.11

29
2.3 Rumah Sehat
2.3.1 Definisi
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan,halaman dan area
sekitarnya yang dipakai sebagaitempat tinggal dan sarana pembinaan
keluarga. Rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat
berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan
individu.12

2.3.2 Kriteria Rumah Sehat


Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman
meliputi parameter sebagaiberikut:12
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran
sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah
gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah atau bekas tambang;
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguangas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan
sebagai berikut:
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150
µg/m3;
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
30
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg;
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg;
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg;
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg.
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
dengankonstruksi yang aman dari kecelakaan;
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vektorpenyakit;
c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi
jalan tidakmengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak
membahayakan pejalan kakidan penyandang cacat, jembatan
harus memiliki pagar pengaman, lampupenerangan jalan tidak
menyilaukan mata;
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air
yangmemenuhi persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus
memenuhipersyaratan kesehatan;
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus
memenuhi syaratkesehatan;
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan,
komunikasi, tempatkerja, tempat hiburan, tempat pendidikan,
kesenian, dan lain sebagainya;
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
penghuninya;
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak
terjadikontaminasi makanan yang dapat menimbulkan
keracunan.

31
6. Vektor penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan
pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan
kelestarian alam.12

2.3.3 Kesehatan Rumah Tinggal


Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal adalah sebagai berikut:35
1. Bahan Bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total tidak
lebih dari 150 µg m3, asbestos kurang dari 0,5 fiber/m3 /jam,
timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg bahan;
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis
sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar
cuci kedap airdan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan;
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapidengan penangkal petir;
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang
tamu, ruangkeluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur,
ruang mandi dan ruangbermain anak;
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
32
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat
menerangiseluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan
tidak menyilaukan.
4. Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut:
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C;
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%;
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam;
d. Pertukaran udara;
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam;
f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal
10% dariluas lantai.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7. Penyediaan air bersih
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60
l/orang/hari;
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau airminum
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air,
tidakmenimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak
menyebabkanpencemaran terhadap permukaan tanah dan air
tanah.
33
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih
dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah
umur 5 tahun.

2.4 Home Visite


2.4.1 Definisi
Home visit (kunjungan rumah) adalah Kedatangan petugas
kesehatan ke rumah pasien untuk lebih mengenal kehidupan pasien
dan atau memberikan pertolongan kedokteran sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan pasien. Sedangkan yang dimaksud dengan
home care (perawatan pasien di rumah) adalah Apabila pertolongan
kedokteran yang dilakukan di rumah tersebut tidak termasuk lagi
dalam kelompok pelayanan rawat jalan (ambulatory services), tetapi
dalam kelompok rawat inap (hospital-ization).

2.4.2 Alasan Kunjungan Rumah dan Perawatan di Rumah


1. Untuk lebih mengenal kehidupan pasien Pelayanan dokter
keluarga adalah pelayanan kedokteran menyeluruh, karena itu
diperlukan tersedianya data yang lengkap tentang keadaan
pasien, sehingga dapat mengetahui kehidupan pasien secara
lebih lengkap. Untuk dapat mengumpulkan data ini dapat
dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien.
2. Untuk melakukan pertolongan kedokteran Salah satu
karakteristik pokok pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan
kedokteran yang berkesinambungan. Untuk dapat mewujudkan
pelayanan kedokteran yang seperti ini, pelayanan dokter
keluarga yang baik harus bersifat aktif, dalam arti, jika memang
diperlukan, melakukan kunjungan dan atau merawat pasien di
rumah pasien.

34
Beberapa alasan kenapa pertolongan kedokteran perlu
dilakukan melalui kunjungan rumah dan atau perawatan di
rumah tersebut.
1. Karena keadaan kesehatan pasien tidak memungkinkan
untuk datang ke tempat praktik Keadaan yang tidak
memungkinkan tersebut banyak macamnya, yaitu:
a. Karena menderita penyakit akut yang tidak
memungkinkan pasien untuk dibawa ke tempat praktik
atau kalau dibawa dan kebetulan menderita penyakit
menular dapat membahayakan orang lain
b. Karena menderita penyakit kronis, terutama apabila
dialami oleh orang yang telah lanjut usia
c. Karena menderita penyakit stadium terminal yang telah
tidak ada harapan untuk hidup lagi
2. Sebagai tindak lanjut pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Dokter keluarga yang baik seyogyanya dapat melakukan
pelayanan tindak lanjut ini, sedemikian rupa sehingga
keadaan kesehatan pasien kembali pada keadaan semula
serta dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari. Pada akhir-
akhir ini, pelayanan tindak lanjut rawat inap melalui
kunjungan rumah dan atau perawatan di rumah, tampak
makin bertambah penting. Penyebab utama adalah karena
mahalnya biaya perawatan di rumah sakit, sehingga pasien
karena kesulitan biaya, meskipun belum sembuh sempurna
telah meminta untuk dipulangkan.

2.4.3 Manfaat Kunjungan Rumah dan Perawatan di Rumah


1. Dapat lebih meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien
Adanya peningkatan pemahaman yang seperti ini mudah
dimengerti, karna memanglah dilakukannya kunjungan dan
atau erawatan pasien dirumah tersebut, dokter akan banyak
35
memperoleh keterangan tentang asien yang dimaksud.
2. Dapat lebih meninggkatkan hubungan dokter-pasien Sama
halnya dengan pemahaman, peningkattan hubungan
dokterpasien ini adalah juga sebagai hasil dari dilakukanya
kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah..
3. Dapat lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan
kesehatan pasien Dengan demikian meningkatnya pemahaman
dokter tentang keadaan pasien, dan atau makin baiknya
hubungan dokter-pasien, berarti sekaligus akan meningkatkan
pula pemahaman dokter tentang kebutuhan serta tuntutan
kesehatan pasien.
4. Dapat lebih meningkatkan kepuasaan pasien Pelayanan
kedokteran yang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
kesehatan pasien, apalagi jika disertai dengan hubungan doter-
pasien yang baik, pasti mempunyai peranan yang amat besar
dalam lebih meningkatkan kepuasaan pasien (patient
satisfaction).

2.4.4 Masalah Kunjungan Rumah dan Perawatan di Rumah


1. Terbatasnya pertolongan kedokteran yang di dapat Masalah
pokok pertama yang sering ditemukan adalah terbatasnya
pertolongan kedokteran yang dapat dilakukan pada waktu
kunjungan rumah. Untuk dapat memberikan pertolongan
kedokteran yang lengkap, diperlukan antara lain peralatan yang
lengkap pula. Tentu mudah dipahami karena karena peralatan
kedokteran yang lengkap tidak mungkin dibawa pada waktu
kunjungan rumah, menyebabkan pertolongan kedokteran yang
dapat dilakukan akan sangat terbatas sekali. Apalagi jika secara
kebetulan berhadapan dengan penyakit yang cukup serius yang
sebelumnya tidak diketahui.

36
2. Panggilan kunjungan rumah yang tidak diperlukan Masalah
pokok kedua yang sering dihadapi adalah adanya panggilan
kunjungan rumah dari pasien atau keluarga pasien yang
sebenarnya tidak diperlukan. Terjadinya peristiwa yang seperti
ini tentu saja tidak diinginkan. Jika ditinjau dari sudut pandang
dokter, hanya membuang waktu dan tenaga. Apabila berlanjut
sampai menimbulkan rasa kesal, dapat membuat hubungan
dokter-pasien menjadi buruk, yang tentu saja akan merugikan
pasien sendiri.
3. Ketergantungan pasien atau keluarga yang berlebihan Maksud
dilakukannya kunjungan rumah antara lain untuk memberikan
pertolongan kedokteran sesuai dengan keperluan pasien. Tentu
amat diharapkan dengan pertolongan kedokteran yang dilakukan
tersebut sekaligus dapat ditingkatkan pula kemandirian pasien
memelihara kesehatannya. Sayangnya untuk beberapa pasien
atau keluarga tertentu, kemandirian yang diharapkan ini tidak
pernah muncul sehingga pasien atau keluarga tersebut akhirnya
sangat tergantung dengan dokter, yang tentu saja apabila banyak
ditemukan, akan memberatkan pekerjaan dokter Untuk
menghindari terjadinya masalah pertama dan kedua, sangat
dianjurkan kiranya dokter dapat mengumpulkan data
selengkapnya tentang keadaan pasien sebelum melakukan
kunjungan rumah. Dengan lengkapnya keterangan tersebut.
disatu pihak dokter dapat mempersiapkan diri sebelum
berkunjung ke rumah. Dipihak lain, dapat secara bijaksana
menolak melakukan kunjungan, jika memang keadaan penyakit
pasien tidak memerlukannya. Sedangkan untuk menghindari
terjadinya masalah ketiga, tidak ada upaya lain yang dapat
dilakukan, kecuali melalukan pendidikan kesehatan tentang hak
dan kewajiban pasien terhadap diri dan atau penyakitnya sendiri,
pada setiap kali berkomunikasi dengan pasien.
37
4. Tata Cara Kunjungan Rumah dan Perawatan di Rumah Tata cara
kunjungan dan perawatan pasien di rumah mencakup bidang
yang amat sangat luas. Jika ditinjau dari tenaga pelaksana, dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama, dilakukan sendiri oleh
dokter yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga.
Kedua, dilakukan oleh petugas kesehatan khusus, lazimnya
tenaga paramedis, yang telah mendapatkan pelatihan. Jika
ditinjau dari pihak mengambil inisiatif, juga dibedakan atas dua
macam. Pertama, atas inisiatif dokter keluarga yang
melaksanakan pelayanan dokter keluarga. Kedua, atas inisiatif
pasien yang memerlukan pertolongan kedokteran dari dokter
keluarga. Tata cara kunjungan rumah dibedakan atas tiga
macam, yaitu:
a. Untuk mengumpulkan data tentang pasien Jika tujuan
kunjungan rumah adalah untuk mengumpulkan data tentang
pasien, tata cara yang ditempuh adalah sebagai berikut:
 Mempersiapkan daftar nama keluarga yang akan
dikunjungi Apabila ada kemampuan, seyogianya dokter
keluarga dapat melakukan kunjungan rumah kepada
semua keluarga yang menjadi tanggung jawabnya,
terutama apabila keluarga tersebut merupakan pasien
baru. Tetapi apabila kemampuan tersebut tidak dimiliki,
kunjungan rumah untuk pengumpulan data cukup
dilakukan terhadap keluarga yang sangat membutuhkan
saja, yaitu keluarga yang termasuk dalam kelompok
berisiko tinggi (high risk family).
 Mengatur jadwal kunjungan Untuk menghindari
kunjungan rumah yang sia-sia, perlu dilakukan
pengaturan jadwal kunjungan rumah yang
sebaikbaiknya.
 Mempersiapkan macam data yang akan dikumpulkan
38
Macam data minimal yang patut dikumpulkan adalah
tentang keadaan rumah dan lingkungan pemukiman
pasien, struktur keluarga, fungsi keluarga serta interaksi
anggota keluarga dalam menjalankan fungsi keluarga.
Data minimal ini disebut juga data dasar (data base)
keluarga atau disebut juga sebagai profil keluarga.
 Melakukan pengumpulan data Apabila ketiga persiapan
diatas telah selesai, kegiatan dilanjutkan dengan
kunjungan rumah serta mengumpulkan data sesuai
dengan yang telah direncanakan. Kumpulkanlah data
tersebut selengkap-lengkapnya.
 Melakukan pencatatan data Catatan data dasar pasien ini
biasanya dilakukan dalam rekam medis khusus yang
disebut dengan nama rekam medis keluarga.
 Menyampaikan nasihat dan atau penyuluhan kesehatan
Saat kunjungan rumah dianjurkan untuk menyampaikan
nasihat dan ataupun dilakukan penyuluhan kesehatan
sesuai dengan hasil temuan.
b. Untuk memberikan pertolongan kedokteran atas inisiatif
dokter keluarga Jika tujuan kunjungan rumah adalah untuk
mengumpulkan data tentang pasien, tata cara yang ditempuh
adalah sebagai berikut:
 Mempersiapkan jadwal kunjungan Mempersiapkan
jadwal kunjungan yang berisikan daftar nama pasien
yang akan dikunjungi sesuai dengan tanggal dan jam
kunjungan yang telah ditetapkan dan disepakati oleh
pasien. Ada baiknya jadwal kunjungan tersebut disusun
satu minggu sekali.
 Menyampaikan jadwal kunjungan yang telah disusun
kepada pasien Jika keadaan memungkinkan ada baiknya
jadwal kunjungan tersebut disampaikan kepada pasien
39
yang akan dikunjungi.
 Mempersiapkan keperluan kunjungan Sebelum
berkunjung ke tempat pasien, dokter harus
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, sesuai
dengan pertolongan kedokteran yang akan dilakukan.
Jangan lupa membawa rekam medis keluarga untuk
pasien yang akan dikunjungi tersebut.
 Melakukan kunjungan dan pertolongan kedokteran
Sesuai dengan tanggal dan jam yang telah ditetapkan
dalam jadwal kunjungan, dokter keluarga berkunjung ke
tempat pasien serta melakukan pertolongan kedokteran
sesuai dengan keperluan pasien. Dapat pula diberikan
nasihat atau penyuluhan kesehatan yang ada
hubungannya dengan kesehatan pasien.
 Mengisi rekam medis keluarga Mencatat semua hasil
temuan serta tindakan kedokteran yang dilakukan pada
rekam medis keluarga. Isilah rekam medis keluarga
dengan lengkap.
 Menyusun rencana tindak lanjut Jika memang perlu
pelayanan rawat rawat inap di rumah sakit, bicarakan
kepada pasien dengan sebaik-baiknya.
c. Untuk memberikan pertolongan kedokteran atas inisiatif
pasien atau pihak keluarga Jika pihak yang mengambil
inisiatif adalah pasien atau keluarganya, yang biasanya
terjadi apabila menderita penyakit yang bersifat mendadak
(acute), tata cara yang ditempuh adalah sebagai berikut:
 Menanyakan selengkapnya tentang keadaan pasien Jika
panggilan melalui anggota keluarga, pertanyaan dapat
langsung ditanyakan kepada anggota keluarganya. Jika
panggilan diterima melalui telepon, usahakanlah
berbicara langsung dengan pasien yang memerlukan
40
pertolongan kedokteran di rumah tersebut.
 Mempersiapkan keperluan kunjungan Mempersiapkan
segala sesuatu yang diperlukan, sesuai dengan
pertolongan kedokteran yang diperkirakan akan
dilakukan. Bawalah semua alat dan ataupun obat yang
diperlukan. Jangan lupa membawa rekam medis
keluarga untuk pasien yang akan memperoleh
pertolongan kedokteran tersebut.
 Melakukan kunjungan serta pertolongan kedokteran
Mengunjungi rumah pasien serta melakukan pertolongan
kedokteran sesuai keperluan pasien, termasuk pemberian
nasihat atau penyuluhan kesehatan yang ada
hubungannya dengan kesehatan pasien.
 Mengisi rekam medis keluarga Mencatat semua hasil
temuan serta tindakan kedokteran yang dilakukan pada
rekam medis keluarga. Isilah rekam medis keluarga
dengan lengkap.
 Menyusun rencana tindak lanjut Bersama pasien
menyusun rencana pelayanan tindak lanjut yang perlu
dilakukan. Jika memang perlu pelayanan rawat rawat
inap di rumah sakit, bicarakan kepada pasien dengan
sebaik-baiknya.

41
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Tn. Bayu Wijaya Sukarni
Umur : 37 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 23 Maret 1982
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Driver Online
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Seleko/Akbar RT/RW 2/2 Pakjo Palembang

3.2 Subjektif
Autoanamnesis dengan penderita.

A. Keluhan Utama
Pasien datang ke puskesmas untuk kontrol dan mengambil obat

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluhkan sering batuk sejak 3 bulan yang lalu, menurut
pasien awalnya batuk tidak berdahak, demam (+). Pasien tidak berobat
karena mengira hanya batuk biasa.

Setelah kurang lebih 2 minggu batuk pasien menjadi berdahak, menurut


pasien dahaknya berwarna putih kekuningan dan kental. Demam sudah
jarang, pasien masih belum berobat

Pasien baru kepuskesmas dekat rumahnya karena merasa batuknya


tidak kunjung sembuh dan ia mulai merasa sesak sekitar 3 minggu yang
lalu, batuk yang ia rasakan masih berdahak namun dahak tersebut susah
dikeluarkan. Pasien juga mengeluhkan nafsu makannya menurun dan
42
adanya penurunan berat badannya dari 47 Kg menjadi 43 Kg selama 3
bulan ini.

Setelah menceritakan keluhannya dipuskesmas, pasien diminta untuk


memeriksakan dahaknya, namun dahak pasien tidak keluar meskipun
sudah di berikan obat untuk mengeluarkan dahaknya. Pasien selanjutnya
di foto dada, dan dokter saat itu mendiagnosa pasien dengan tuberkulosis
dan pasien sekarang sedang menjalani pengobatan tuberkulosis, menurut
pasien ia saat ini sudah menjalani 12 hari pengobatan.

Menurut keterangan pasien ia tidak pernah berkontak dengan penderita


tuberkulosis atau orang dengan keluhan batuk lama sebelumnya, namun
menurut ibu pasien disekitar rumah pasien memang ada 2 orang yang
menderita tuberkulosis, salah satunya sudah sembuh dan satu lagi sedang
menjalani pengobatan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi :-
Riwayat Diabetes Melitus :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat asma :-
Riwayat Tuberkulosis :-

D. Riwayat Penyakit Keluarga/ Lingkungan


Riwayat Hipertensi :-
Riwayat Diabetes Melitus :-
Riwayat asma :-
Riwayat Tuberkulosis : + disekitar pasien ada 2 penderita, 1 sudah
sembuh setelah menjalani pengobatan, 1 lagi
masih dalam tahap pengobatan.

43
E. Riwayat Keluarga
Genogram Keluarga

Keterangan :
: Laki – laki Cerai

: Perempuan ---- Serumah

: Pasien Tuberkulosis

F. Riwayat Higiene
 Pasien mandi satu hingga dua kali sehari, kamar mandi yang di gunakan
pasien adalah kamar mandi umum yang ia gunakan bersama dengan
saudara – saudara yang tinggal di dekat rumahnya.
 Pasien mengganti pakaian setiap hari
 Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak bercampur
dengan orang lain

G. Riwayat Nutrisi
Pasien biasa makan 2 hingga 3x sehari sebanyak ± 1 piring setiap kali
makan. Ikan, tahu, tempe, telur dan sayur merupakan lauk pauk yang
paling sering dikonsumsi oleh pasien. Pasien makan masakan bibi-nya
yang tinggal di dekat rumahnya atau terkadang pasien membeli makanan
diluar ketika sedang bekerja

44
H. Riwayat Sosioekonomi
Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pasien memiliki 1
adik perempuan. Kedua orang tua pasien bercerai dan pasien ikut tinggal
bersama ibunya. Ibu pasien menikah lagi. Sekarang pasien tinggal
sendirian dirumah yang tidak terlalu besar, namun terkadang ia tinggal
ditemani ibunya walaupun tidak terlalu sering. Ibu pasien tinggal bersama
suami barunya dengan adik perempuan pasien.

Pasien tinggal di daerah yang tidak terlalu kumuh, dan tidak padat
penduduk. Rumah pasien menempel dengan rumah – rumah saudaranya
yang tinggal di dekat rumahnya, untuk rumah pasien sendiri merupakan
rumah dengan luas kurang lebih 3m x 10m. Terbuat dari dinding kayu dan
lantai semen, atap terbuat dari papan kayu, terdapat satu ruang tidur
sekaligus ruang utama pasien, dan satu ruang penyimpanan. Kamar mandi
pasien merupakan kamar mandi umum yang terdapat diluar rumah, kamar
mandi tersebut memiliki jamban jongkok dan air yang berasal dari PDAM.

Ventilasi udara rumah pasien tidak baik, tidak terdapat jendela pada
rumah pasien, sehingga udara hanya masuk dari pintu depan rumah pasien.
dan tidak ada jarak antara rumah pasien dan tetangganya. Kebersihan
rumah pasien tidak baik sebab pasien jarang membersihkan rumahnya.
Biasanya rumah pasien dibersihkan sesekali oleh pasien atau oleh ibu
pasien saat berada dirumah pasien.

Pasien bekerja sebagai driver online, nemun sudah sejak sakit ini ia
tidak menjalani pekerjaanya tersebut. Pasien bekerja biasanya dari jam 6
pagi hingga 9 malam, dan satu bulan mendapat uang yang tidak menentu,
menurut pasien sehari jika sedang baik ia bisa mendapat uang sekitar
200.000 Rupiah. Namun dengan keadaannya yang sekarang pasien
mendapat uang yang ia dapat dari membantu ibunya berjualan di sekitar
rumahnya, dan untuk keseharian pasien sedang sering diurus oleh bibi
pasien yang tinggal dekat rumah pasien.

45
I. Persepsi tentang Diri dan Kehidupan
Pasien cukup yakin penyakitnya dapat segera membaik dan sembuh,
Pasien berharap obat yang diberikan dapat menyembuhkan penyakitnya,
sehingga ia bisa bekerja kembali.

3.3 Objektif
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 37,0 °C
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 164 cm
IMT : 16 (Underweight)

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), striae (-), sianosis (-),ikterus
pada kulit (-), spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), eritema
palmar (-), purpura (-), pertumbuhan rambut normal, turgor baik .

KGB
Ada pembesaran KGB pada daerah leher, nemun tidak ditemukan pada
daerah subclavicula, axilla, dan inguinal.

Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit ringan, deformitas (-), rambut hitam
tidak mudah dicabut.

46
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva
palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping
hidung (-).

Telinga
Deformitas (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran berkurang.

Mulut
Thypoid tongue (-), tonsil tidak ada pembesaran, atrofi papil (-), gusi berdarah
(-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.

Leher
JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada.

Dada
Bentuk dada simetris, spider nevi (-), venektasi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok
(-), krepitasi (-)

Paru-paru
Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri saat statis dan dinamis, sela iga
melebar, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, melemah pada bagian
apex
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri, batas paru hepar pada
ICS VI
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi basah kasar (+/+) di apeks kedua
paru dan paru sebelah kiri pasien wheezing (-/-)

47
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan atas ICS II linea sternalis dextra
Batas jantung kiri bawah ICS V linea mid klavikula sinistra
Batas jantung kanan bawah ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi: HR = 82 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusa (-), striae (-)
Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
undulasi (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), palmar pucat (-),kuku tampak pucat (-), clubbing finger (-)
koilonychia (-), purpura (-), akral hangat.

3.4 Pemeriksaan Penunjang tanggal 30/12/19


Hasil Laboratorium Nilai Normal Interpretasi
BSS : 153 mg/dL 70 - 180 mg/dl Normal
HIV : Negarif Negarif Normal

BTA SPS : (-) (-) (-)


Ro-Thorak : Kesan : Minimal Pleural effusi kanan dan kiri, dengan lesi
millier kedua paru curiga TB millier.

3.5 Diagnosis Kerja


Tuberkulosis Paru BTA (-) Foto Thorak (+) Kasus Baru

3.6 Terapi Farmakologis


OAT Kategori 1, OAT-KDT 3 Tablet.
48
3.7 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

49
BAB IV
PEMBAHASAN PEMBINAAN KELUARGA

4.1 Analisis Kunjungan Rumah


Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Rama Bastia
Alamat : Jl. Seleko/Akbar RT/RW 2/2 Pakjo,
Palembang, Sumatra Selatan
Bentuk Keluarga : Keluarga Serial (Seial Family)

Tabel 4.1. Daftar nama anggota keluarga pasien


No. Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.
1. Amri Kepala keluarga L 57 Tahun SMP Wiraswasta -
2. Nani Misni Istri P 54 tahun SMP Wirausaha -
3. Bayu Wijaya Anak I L 37 Tahun SMP Wiraswasta -
4. Dwi Lestari Anak II P 36 Tahun SMA Wiraswasta -

Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga


Tabel 4.2. APGAR Score Bayu Wijaya

APGAR Score Bayu Wijaya terhadap keluarga Sering/ Kadang- Jarang/


selalu kadang tidak
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
A anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 

dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu
P memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya  
hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya
G untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki. 
Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan
A keluarga saya.  
Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga
R
untuk menjalin kebersamaan  

Total 5

50
Tabel 4.2. APGAR Score Nani Misni

APGAR Score Ny.Nani Misni terhadap keluarga Sering/ Kadang- Jarang/


selalu kadang tidak
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
A anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 
dengan seharusnya.
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu
P memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 
hadapi.
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya
G untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki. 
Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan
A keluarga saya. 
Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga
R
untuk menjalin kebersamaan 

Total 5

APGAR Score keluarga Bayu Wijaya dinilai berdasarkan 2 dari 5 anggota


keluarga.
APGAR Score Keluarga Tn. Bayu berdasarkan 2 dari 5 anggota
keluarga (5+5/2)=(5)
Kesimpulan: Keluarga dapat dinilai tidak baik.
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan tidak sehat. Waktu untuk
berkumpul dengan anggota keluarga sangat minim, sehingga komunikasi
di keluarga ini sangat minimal.

51
Fungsi patologis
Tabel 4.5. SCREEM Keluarga Tn. Bayu
Sumber Patologis
Interaksi sosial yang kurang jelas antara seluruh anggota keluarga
Social Anggota keluar tidak seluruhnya aktif dalam kegiatan kemasyarakatan +
seperti kerja bakti, dll.

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari
Culture pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak -
tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat kondangan, sunatan, dan lain-lain.
Dalam keluarga ini pemahaman agama cukup baik. Namun keluarga
Religious ini jarang melukan sholat 5 waktu dan jarang mengikuti sholat +
berjamaah ke mesjid

Economic Status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah. Tetapi -


Kebutuhan primer tercukupi namun kebutuhan sekunder belum semuanya
tercukupi.
Educational Latar belakang pendidikan tergolong rendah. Rata – rata hanya lulusan
+
SMA.
Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera dibawa ke puskesmas.
Medical -
Keluarga menggunakan BPJS untuk pembiayaan kesehatan.

Kesan : Berdasarkan penilaian tersebut, terlihat beberapa nilai patologis


pada status Sosial (+), religius (+), dan education (+) artinya keluarga ini
termasuk kurang bisa saling bersosialisasi khususnya untuk sesama
keluarga inti, keluarga ini juga kurang beribadah, dan kurangnya ilmu
pengetahuan.
Kesimpulan :
Keluarga Tn. Bayu memiliki permasalahan dalam bidang Sosial, Religious, dan
Edukasi

52
4.1.1 Riwayat Sosioekonomi
Pasien merupakan anak pertama dari keluarga yang sudah bercerai,
pasien tinggal sendirian namun terkadang ditemani ibunya. Pasien
merupakan seorang driver online dengan gaji +/- Rp. 200.000/hari
sekitar Rp. 3.000.000 – 6.000.000/bulan. Ibu pasien bekerja menjual
gorengan dan beberapa snack didepan rumah pasien di pagi hari.
Dengan keuntungan yang tidak menentu +/- Rp. 200.000 –
500.000/bulan.
Pasien hidup di rumah sendiri dan keluarga memiliki perlengkapan
rumah tangga, peralatan elektronik seperti televisi, , magic com dan
kipas angin, mempunyai alat komunikasi seperti telfon, dan satu buah
kendaraan bermotor roda dua.
Sosial : Kurang harmonis
Ekonomi : Menengah ke bawah yang mana tergolong dalam keluarga
sejahtera II

4.1.2 Identifikasi Lingkungan Rumah


 Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah Tn. Bayu berukuran 3x10m2. Rumah tersebut berada di
suatu pemukiman yang cukup luas, rumah tersebut memiliki
pembatas ruangan tergadap ruang. Lantai rumah dilapisi semen, dan
dinding rumah dilapisi dengan kayu. Ventilasi udara rumah berasal
dari pintu Kebersihan di dalam rumah baik tetap

53
susunan perabotan rumah tidak rapi dan terkesan sedikit
berantakan. Bagian luar rumah sedikit kotor karena ada beberapa
sampah dan genangan air dari got. Sirkulasi udara didalam rumah
cukup berjalan baik. Tidak terdapat tempat sampah diluar rumah,
untuk sampah biasanya keluarga membuang sampah diluar rumah
yang kemudian diambil oleh petugas kebersihan setiap harinya.

• Denah Rumah
10 m

3m
2 1
3

1
Keterangan:
1. Ruang tidur pasien sekaligus Ruang Utama dirumah ini
2. Ruang penyimpanan
3. Ruang memasak dan kedai kecil didepan rumah pasien

54
4.1.3 Masalah Keluarga
 Masalah organobiologik
Ditemukan adanya Tuberkulosis pada keluarga
 Masalah psikologik
Tinggal sendirian,
 Masalah dalam keluarga
Perceraian Orang tua

4.1.4 Konseling Keluarga


1. Promotif

Memberikan edukasi kepada pasien dan semua anggota keluarga tentang:


• Penyakitnya dan komplikasi. Penyakit ini adalah penyakit yang
sangat berbahaya apabila tidak di tatalaksana secara
komprehensif dan sangat mudah menular
• Upaya-upaya pencegahan penularan dan perbaikan hidup pasien
yang harus dilakukan.
• Pengobatan terhadap penyakitnya (terutama mengenai cara
penggunaan obat dengan cara yang benar dan lama
pengobatannya) juga edukasi untuk tidak putus obat dan
komplikasinya.
• Pentingnya ketaatan menggunakan obat karena penyakit ini tidak
dapat sembuh dengan sendirinya

55
2. Preventif
Tidak membuang dahak sembarang tempat

• Memakai masker setiap hari


• Sementara tidak berbagi peralatan makan dan minum dengan
orang lain
• Bila obat habis ambil Puskesmas dempo (kontrol)
• Bila dikeluarga dan lingkungan ada yang menderita keluhan yang
sama cepat berobat ke faskes terdekat
3. Kuratif
Terapi non-farmakologis
(-)
Terapi farmakologis
OAT Kategori I

4. Rehabilitatif
• menjaga pola makan

4.1.5 Pemantauan dan Evaluasi


Home visite pertama dilakukan pada tanggal 13 Januari 2020,
dilakukan pemantauan, pemantau melakukan pendataan identitas dari
pasien beserta pengisian well check up anggota keluarganya (well check
up dapat dilihat pada family folder).

home visite kedua dilakukan pada tanggal 15 Januari 2020


dilakukan pemeriksaan terhadap pasien berupa tekanan darah dan
diapatkan tekanan darah 110/80, pasien sudah ada peningkatan nafsu
makan

Dan home visite ketiga dilakukan pada tanggal 17 Januari 2020


bertempat di rumah penderita, pasien mengatakan bahwa keluhan sudah
berkurang.

56
4.2 Diagnosis Holistik
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan
konsep Mandala of Health. Diagnosis holistik yang ditegakan pada pasien
adalah sebagai berikut:

GAYA HIDUP

pemenuhan kebutuhan primer baik


jarang berolah raga
tidak merokok dan alkohol

LINKUNGAN PSIKO-
PERILAKU SOSIAL- EKONOMI
KESEHATAN
Berobat Dapat memenuhi
kepuskesmas kebutuhan primer,
ketika sakit sosialisasi dengan
anggota keluarga inti
kurang

PELAYANAN LINGKUNGAN KERJA


KESEHATAN Pasien, Laki – laki
Driver Online, sering
37 tahun,
Jarak rumah- berkontak dengan
mengalami
Puskesmas masih orang asing
dapat dijangkau tuberkulosis paru

LINGKUNGAN FISIK
FAKTOR BIOLOGI
dikeluarga pasien Rumah sempit,ventilasi
tidak ada yang yang sangat buruk dan
menderita keluhan tidak rapi
yang sama

Komunitas -- Pemukiman
padat dengan sanitasi kurang

Gambar 4. Mandala of Health

57
Berdasarkan diagnostic holistik yang ditegakan pada pasien yaitu pasien menderita
tuberkulosis paru. Pasien berusia 37 tahun, jarang berolahraga. Saat ini pasien rutin
berobat ke puskesmas. Kedua orang tua pasien sudah bercerai, lingkungan
psikososial dan ekonomi pasien cukup baik sebab apsien masih dapat memenuhi
kebutuhan primer, namun lingkungan rumah pasien sangat buruk seperti ventilasi
pasien yang tidak baik. Derajat fungsional pasien saat ini 2 yaitu mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri namun sudah mulai mengurahi aktivitas diluar
rumah.

58
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan
Pasien adalah peserta BPJS. Pasien menderita tuberkulosis paru setelah +/- 3
bulan batuk tidak kunjung berhenti, dan sesak nafas sehingga pasien datang
berobat ke puskesmas Dempo Palembang untuk berobat. Pasien didiagnosis
dengan TB dengan Sputum SPS (-) dan Roentgen Thorak (+). Pasien telah
rutin mengkonsumsi OAT kategori I selama lebih dari 10 hari, dan selama
pengobatan telah ada perbaikan dari pasien. nafsu makan pasien meningkat
dan batuk sesak pasien telah berkurang.
Pada hari senin tanggal 13 Januari 2020 pukul 10.00 WIB, 15 Januari 2020
pukul 12.00 WIB, 17 Januari 2020 pukul 13.15 WIB dilakukan homevisite ke
rumah pasien di Jl. Seleko/Akbar RT/RW 2/2 Pakjo Palembang.

5.2 Saran
1. Untuk Institusi

- Diharapkan mahasiswa mengetahui dokter penguji lebih


awal
2. Puskesmas
- Diharapkan pada saat home visit/Kunjungan rumah, ada
tenaga kesehatan Puskesmas Dempo Palembang yang dapat
menemani mahasiswa.
- Diharapkan dokter pembimbing Puskesmas Dempo
Palembang dapat membimbing mahasiswa cara home visite

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, TY,. Chairil, AS,. 2002. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :


Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
2. Amirudin, Rifai. 2007. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 415-419
3. Arsyad, Zulkarnain. 1996. Evaluasi FaaI Hati pada Penderita Tuberkulosis
Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis dalam Cermin Dunia
Kedokteran No. 110, 1996 15.
4. Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.
5. Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-
1000.
6. Bayupurnama, Putut. 2007. Hepatoksisitas karena Obat dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI;471-474.
7. Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2004. “Jawetz, Melnick &
Adelbergh’s: Mikrobiologi Kedokteran”. Buku I, Edisi I, Alih bahasa:
Bagian Mikrobiologi FKU Unair, Jakarta : Salemba Medika.
8. Crofton, John. 2002. Tuberkulosis Klinis Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.
9. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam
Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta.
11. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit,
Huriawati Hartanto, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.
12. Thomson, A.D dan Cotton, R.E. 1997. Catatan Kuliah Patologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

60
13. Widmann. 1995. Tinjauan Klinis Atas Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :
penerbit Buku Kedokteran EGC.
14. World Health Organization. 1993. Treatment of Tuberculosis : Guidelines
for National programmes. Geneva : 3-15
15. World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia
diakses pada 23 Maret 2010 pukul 14:39 WIB

61
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi Ruang Tamu Pasien

Lampiran 2. Kondisi Kamar Tidur

62
Lampiran 3. Kondisi Dapur

Lampiran 4. Kondisi Kamar Mandi

47

Anda mungkin juga menyukai