Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini laporan tentang penyakit skabies masih sering ditemukan


terutama pada lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang kurang dan higienis pribadi yang kurang. Rasa gatal yang
ditimbulkan terutama dirasakan pada waktu malam hari, secara tidak langsung
juga ikut mengganggu aktivitas sehari hari sehingga mengganggu waktu tidur..
Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja
menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup
masyarakat2.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var
hominis dan produknya.Secara morfologik Sarcoptes scabei merupakan tungau
kecil berbentuk oval punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna
putih kotor dan tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit
Stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di
dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur
tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan yang
digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel dilapisan kulit itu,
penderita mengalami rasa gatal.3,4 Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4
tanda kardinal yakni :
1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih
tinggi pada malam hari
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh
keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan
3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata –rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.
4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.4

1
Predileksi dari skabies ialah biasanya pada daerah tubuh yang memiliki
lapisan Stratum korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae,
sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volair, sela-sela jari
tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak kaki.3
Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer dikalangan
masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit
ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan
seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologik. Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam
penyakit akibat hubungan seksual (PHS).5

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Hative Besar Kec Baguala Kota Ambon
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Ambon
Status : Belum menikah

B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 16 Juli 2018 pukul 09.20 WIT di
Puskesmas Rumah Tiga Kota Ambon.

Keluhan Utama
Gatal – gatal pada daerah selangkangan, pantat dan sela sela jari.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Puskesmas Rumah Tiga diantar oleh bapaknya dengan
keluhan gatal-gatal pada daerah pantat,selangkanagn dan sela jari.. Keluhan
ini dirasakan sejak 7 hari sebelum pasien berobat ke poli, awalnya bruntus
kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari selangkangan,
kemudian menyebar ke daerah pantat dan sela jari tangan kanan kemudian
semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, punggung ke kedua
tangan, telapak tangan,dada, perut. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat
terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir
setiap malam. Untuk mengurangi keluhan, ibu pasien biasanya menaburi
tubuh pasien dengan bedak bayi. .

3
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah dan 1 orang
kakak. Ukuran rumah kecil dengan lingkungan padat penduduk. Kedua orang
tua pasien dan kakak pasien juga mengalami hal serupa, dan tetangga sekitar
juga ada yang mengalami keluhan yang sama. Pasien biasanya mandi 2 x
dalam sehari, mengganti pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk pakaian
dalam dan menggunakan handuk sendiri. Ibu pasien mencuci pakaian sendiri
dengan sabun biasa dan disetrika. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya
disangkal bapak pasien. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak
ada riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Bapak, ibu, dan kakak pasien Anggota menderita keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat asma, alergi makanan, obat-obatan dan debu
disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
 Nadi : 96 x/m
 Suhu : afebris
 Pernapasan : 22 x/m

Tinggi badan : 105 cm


Berat badan : 12 Kg
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak ada
kelainan kulit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata
hitam, tidak ada madarosis
Telinga : Normotia, tidak ada kelainan kulit
Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit
Mulut : Bibir tidak kering, caries dentis (-),
faring hiperemis (-)
Thoraks : Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat kelainan
kulit (lihat status dermatologikus)

4
Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus)
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat
kelainan kulit (lihat status dermatologikus)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak
terdapat kelainan kulit
Status Dermatologis
Distribusi : Regional
Ad Regio : Simfisis pubis, intergluteal, interdigitalis bilateral, palmar dan
dorsum manus bilateral
Lesi : Multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler diameter 0,3 – 0,7 cm, menimbul dari
permukaan kulit, kering
Efloresensi : Papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
E. RESUME
Seorang anak laki – laki, berusia 5 tahun pelajar SD, beragama Islam
datang diantar oleh bapaknya untuk berobat ke Puskesmas Rumah Tiga
tanggal 16 Juli 2018 dengan keluhan gatal-gatal pada selangkangan, pantat,
sela jari kedua tangan, telapak tangan, punggung tangan. Keluhan ini
dirasakan sejak 7 hari sebelum pasien berobat ke puskesmas, awalnya bruntus
kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari selangkangan,
pantat, sela-sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke
sela jari tangan kiri, dan telapak tangan.
Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan
menyebabkan pasien sering terbangun hampir setiap malam. Kedua orang tua
pasien dan kakak pasien mengalami keluhan yang serupa. Tidak ada riwayat
digigit serangga sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi. Pada pemeriksaan
fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
dermatologis didapatkan lesi regional pada regio simfisis pubis, intergluteal,
abdomen, interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral. Lesi
multiple,diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler diameter 0,3 – 0,7 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering.
efloresensi papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta.

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea pubis
2. Pedikulosis korporis

6
3. Dermatitis venenata
4. Pruritus ani

G. DIAGNOSIS KERJA
Skabies

H. PENATALAKSANAAN
1. UMUM
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
b. Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
d. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir
dengan menggunakan air panas
e. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi
g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama
h. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang
dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air
harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam
hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan
harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan dapat diulang seminggu
kemudian.

2. KHUSUS
a. Topikal

7
 Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam
hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu

b. Sistemik
 Anti histamin : Klorfeniramin maleat 2 x ½ tablet
I. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad cosmeticam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Pengertian

8
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis.1 Sarcoptes scabiei
ini dapat ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat
predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-
1945), kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini,
penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. 1 Pengetahuan
dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern.
Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian
oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang
dunia II.2
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di
Indonesia.3 Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti
keadaan penduduk dan ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam
Infeksi Menular Seksual (IMS).1

1.2 Sejarah
Kepustakaan tertua mengenai skabies menyatakan bahwa orang pertama
yang menguraikan skabies adalah dokter Aboumezzan Abdel Malek ben Zohar
yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko pada tahun 1162.
Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut “soab” yang hidup pada kulit dan
menimbulkan gatal. Bila kulit digaruk muncul binatang kecil yang sulit dilihat
dengan mata telanjang.3
Pada tahun 1687, Giovan Cosimo Bonomo menulis surat kepada Fransisco
Redi dan menyatakan bahwa seorang wanita miskin dapat mengeluarkan “little
bladder of water” dari lesi skabies anaknya.3
Surat Bonomo ini kemudian dilupakan orang dan pada tahun 1812 Gales
melaporkan telah menemukan Sarcoptes scabiei dan tungau yang ditemukannya

9
dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales ini tidak dapat dibuktikan oleh
ilmuwan lainnya. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang
ditemukan Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai
penipu. Penemuan Gales baru diakui pada tahun 1839 ketika Renucci seorang
mahasiswa dari Corsica berhasil mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau
dari penderita skabies dengan sebuah jarum.6

1.3 Etiologi
Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes
scabiei varian hominis.7 Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. hominis.7 Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus
hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang
lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis menyerang hewan
seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik, kambing, macan, beruang dan
monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut diatas, misalnya peternak,
gembala, dll. Gejalanya ringan, sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-
terowongan, tidak ada infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.5
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor
dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar
berikut.8

10
Gambar 1. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat
saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan kecepatan
2,5 cm – 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi mengenai waktu
kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies namun dikatakan jika ada
riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi peningkatan resiko tertular
penyakit skabies.9
Yang menjadi penyebab utama gejala – gejala pada skabies ini ialah
Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia
membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya. 2
Untuk lebih memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.
Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari
dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus

11
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12
hari tetapi ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.1 Studi lain menunjukkan
bahwa lamanya siklus hidup dari telur sampai dewasa untuk tungau jantan
biasanya sekitar 10 hari dan untuk tungau betina bisa sampai 30 hari. 8 Berikut
dipaparkan gambar siklus hidup skabies.

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies

Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu hingga
lebih dari 30 hari.6 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu yang lembab
dan pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80%) tungau masih
dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.5
Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi bagian-bagian
tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang kulitnya tipis dan
lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa, sekitar payudara, area
sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh kulitnya tipis, telapak
tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat diserang. 2 Tungau biasanya
memakan jaringan dan kelenjar limfe yang disekresi dibawah kulit. Selama
makan, mereka menggali terowongan pada stratum korneum dengan arah
horizontal.8 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli
memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa secara

12
selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia. lipid tersebut
diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length (misalnya pentanoic dan
lauric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic) serta kolesterol dan tipalmitin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia
dan beberapa mamalia dapat mempengaruhi baik insiden infeksi maupun
distribusi terowongan tungau di tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka
tungau dapat meletakkan telur setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur
maupun kotoran pada terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya
enzim pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk menimbulkan
respons imun terhadap tungau skabies.9

1.4 Patogenesis
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem,
papul atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit
disertai perasan gatal.2
Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala
pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi
kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang
dihasilkan terowongan di bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE
dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar
terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau
urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas
tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau
papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa
sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh
pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast. 10
Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung,
dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri. 2 Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.4

1.5 Epidemiologi

13
Beberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit yang
terdapat diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor
yang belum diketahui sepenuhnya.4 Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti,
penyakit skabies ternyata sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap
30 tahun sekali. Sekitar tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar di
seluruh dunia. Penyakit ini sering terjadi terutama pada daerah beriklim tropis dan
subtropis.5
Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies sekitar
6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta
remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas
di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan ke-
3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan
RSU Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai 2001) skabies menduduki urutan
ke-3 diantara 10 penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%). Jumlah penderita skabies
anak usia 1-14 tahun di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr.
Soetomo tahun 2003 sebanyak 80 penderita.6
Insiden penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus
berfluktuasi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin
berhubungan dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang
tanpa membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih serin ditemukan pada
anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa Negara
berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada beberapa
negara.5 Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan
dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang
memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang
padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan
pada kelompok yang higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%. 3
Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di kabupaten lamongan
menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang dimana
angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya

14
6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari
penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene
yang buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang
tidak menjaga kesehatan.7
Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi
adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit
ditentukan karena periode “inkubasi” yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam
satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka
penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan tidak seperti penyakit menular
seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu
keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak
langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali
pada skabies yang berkrusta/skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies
sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah
jarang didapatkan. Penularan di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa
kasus pernah dilaporkan terutama yang bentuk krusta/skabies Norwegia.5,8

1.6 Beberapa Bentuk Skabies


Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-
macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus
skabies antara lain :
a. Skabies Nodula
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk
hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak
ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat,
terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak yang dapat
menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan dengan limfoma
kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan beberapa
dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi
tidak jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat

15
kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan
khusus untuk skabies.9
b. Skabies Incognito
Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi
respons terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada
kebanyakan kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi
lebih mudah ditegakkan. Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid
membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis
dan meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema generalisata.
Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan
adanya anggota keluarga lainnya.9
c. Skabies Pada Bayi
Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema
generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher,
telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang
menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus yang menyulitkan penemuan terowongan.9

Gambar 3. Skabies pada Bayi (Regio Pedis)

16
Gambar 4. Skabies pada Masa Kanak-Kanak (Regio Palmaris)

d. Skabies Norwegia
Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies)
yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan
infestasi tungau. Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang
pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian diganti dengan
istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan
dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku dan kepala.
Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis
misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan, contohnya seperti
sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan.
Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui
kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau
yang sangat banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain
menunjukkan pula bahwa transmisi tidak langsung seperti lewat handuk
dan pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang
9
dapat diberikan selain skabisid adalah terapi suportif dan antibiotik.
Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.

17
Gambar 5. Skabies Berkrusta pada Regio Abdomen

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS


Gejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu
tidak mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda
dengan penderita yang memiliki status imun yang normal. Meskipun data
yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita
dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted
scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga
menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan pada
penderita status imunologi yang normal.8
Gambaran klinis yang tidak khas ini kadang membingungkan
dengan diagnosis penyakit Darier White atau keratosis folikularis yaitu
suatu penyakit dengan lesi popular yang berskuama pada area seboroik
termasuk badan, wajah, kulit kepala dan daerah lipatan. Skabies juga harus
dipikirkan sebagai diagnosis banding penderita AIDS dengan lesi
psoriasiform, yang terkadang didiagnosis sebagai ekzema. Pada penderita
dengan status imunologi yang normal, pruritus merupakan tanda khas,
sedangkan pada beberapa penderita AIDS, pruritus tidak terlalu dirasakan.
Hal ini mungkin disebabkan status imun yang berkurang dan kondisi ini
berhubungan dengan konversi penyakit menjadi bentuk lesi berkrusta.8
Seperti pada penderita umumnya, lesi skabies berkrusta pada
penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar dan sangat
menular. Beberapa kasus penularan nosokomial kepada penderita lain dan

18
juga petugas kesehatan pernah dilaporkan. Pada penderita AIDS, skabies
berkrusta juga berhubungan dengan bakteremia, yang biasanya disebabkan
oleh S. aureus, dan Streptococcus grup A, Streptococcus grup lain bakteri
gram negatif seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas aeroginosa.
Sebagian ahli menyarankan pemberian antibiotika profilaksis pada
penderita AIDS dengan skabies untuk mencegah sepsis sedangkan
sebagian lain menganjurkan tindakan yang tepat ada dengan pengawasan
ketat.9
Pengobatan skabies berkrusta pada penderita AIDS memerlukan
waktu yang lebih lama. Pada beberapa aplikasi lindane selama 6 minggu
dengan dosis seminggu sekali berhasil dengan baik, seperti halnya aplikasi
2 atau 3 kali dengan interval 48 atau 72 jam. Permetrin juga pernah
dipakai pada beberapa kasus. Selain itu, secara bersamaan dianjurkan
penggunaaan keratolitik seperti asam salisilat 6%. Akibat tebalnya krusta,
penetrasi topikal skabisid pada penderita AIDS terkadang tidak begitu
baik. Selain itu, jumlah tungau yang banyak juga membuat obat topikal
kurang efektif. Sehingga dianjurkan untuk penggunaan terapi skabisid
orang yaitu ivermektin.6

1.7 Gejala Klinis


Ada 4 tanda kardinal :
1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.1
Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi
menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu,
tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa
jam.5 Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat
timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah


keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga

19
yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1 Penularan skabies
terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.9

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang


berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).8 Berikut dipaparkan gambaran kelainan kulit pada
skabies.

Gambar 6. Kelainan Kulit pada Sela-Sela Jari dan Penis

Gambar 7. Kelainan Kulit pada Bagian Punggung

20
Gambar 8. Kelainan Kulit pada Mammae
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita),
umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Skabies jarang ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala
dan leher namun pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.1 Berikut dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies.

Gambar 9. Tempat Predileksi Skabies


4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan
gambaran mikroskopik tungau skabies.1

21
Gambar 10. Tungau Skabies pada Stratum Korneum

Gambar 11. Tungau Skabies Dewasa

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk


yang tidak khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa
papul-papul saja pada tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder
akibat garukan dengan kebersihan kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang
kebersihannya kurang baik dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis,
dan furunkulosis.2

1.8 Penegakan Diagnosis


Beberapa sumber menyebutkan bahwa penegakan diagnosis skabies masih
menjadi persoalan dalam dermatologi. Disebutkan bahwa jika gejala klinisnya
khas, diagnosis skabies mudah ditetapkan, tetapi gejala klinis skabies sering
menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga dapat menimbulkan salah diagnosis
dan selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.3
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus
nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi,
distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya

22
penyakit yang sama pada orang-orang sekitar. 3 Terowongan terkadang sulit
ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis
definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal
pellet.5 Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat
lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat
gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah
lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita
skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita. 5 Hal ini yang
terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan diagnosis juga
disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat. 3 Infestasi skabies sering disertai
infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan
pemeriksaan. Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan
diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan
gatal yang menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies
menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya. 10 Diagnosis pasti skabies ditegakkan
dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:5
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek,
diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan
pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.3,5
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali
pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial.
Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.3,5
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15
dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat
superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi.

23
Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan
diperiksa dengan mikroskop.5
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak
papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan
di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.3,5
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang
karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak
sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-
kooperatif.5
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah
dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan
isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum
korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,
sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat
ditemukan.3,5
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas
objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan
diperiksa dengan mikroskop.5
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau
telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada
penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil
dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi
biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya
dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5

24
Selain itu, alat lain yang dapat dipakai untuk diagnostik adalah
dermoskopi. Argenziano melaporkan bahwa alat ini cukup efektif. Pembesaran
gambar menunjukkan struktur triangular kecil berwarna gelap yang berhubungan
dengan bagian anterior tungau yang berpigmen, dan suatu segmen linier haus di
belakang segitiga yang mengandung gelembung udara kecil, dimana kedua
gambaran ini menyerupai “jet with contrail”dan dianggap sebagai bentuk
terowongan beserta telur dan fecal pellet. Dilaporkan juga oleh Bezold bahwa
penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk membuktikan adanya
skabies pada penderita yang secara klinis menunjukkan eczema atipikal. Skuama
epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum terapi dan menjadi
negatif 2 minggu setelah terapi.5
Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari
1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada
hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil
positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi
infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat
dimasuki tinta atau salep.3

1.9 Diagnosis Banding


Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “The
great imitator”.2,3 Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis
dengan keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo,
urtikaria popular, pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-
neurotik, liken planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria,
dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis
pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3

25
1.10 Terapi
Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis.
Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan
kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies ini juga harus tuntas
bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala
yang sama karena skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan
peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10 Terdapat sejumlah
terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan potensi
toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu yang
dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan
dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang
pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya
dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara
menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan. Pagi hari setelah terapi,
pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan mati pada
suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan
lingkungan dan perorangan.5
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah
diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh
anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual.
Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan,
karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5 Terapi topikal untuk
skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid
sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan
dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah
dipergunakan lebih dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan
baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi
dengan cepat.5,10 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh. 12 Penggunaan obat ini
biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada

26
kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan
Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari
lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik. 11 Cara
pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. 11 Bila diperlukan, pengobatan dapat
diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi
yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi
permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan
pemberian permethrin 5%.11 Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada
anak berumur kurang dari 2 tahun atau pada wanita hamil dan menyusui
namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice
untuk wanita hamil.10 Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka
kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan
ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2
dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan
permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan
yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai
sedang.10
2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini
kedua rekomendasi CDC.11 Dalam beberapa studi memperlihatkan
keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane
kurang unggul dibanding permetrin. Lindane memiliki angka
penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada
penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini
biasanya sebanyak 60 mg. Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan
dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang
diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu
kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi,
anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane
memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan
keluhan utama kejang.10 Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi,

27
anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau
menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit
neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah
meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi
yang signifikan terhadap pemakaian lindane.10
3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam
petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan
dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah
sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi,
membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat
untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau
menyusui.10
4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam
Peru dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan
skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak
dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam
selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-
kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan
yang sama dengan lindane.10
5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati
skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara
dengan benzyl benzoat atau sulfur. 10
Selain itu juga terdapat terapi sistemik, khususnya untuk penderita AIDS.
Ivermektin adalah suatu antiparasit yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis
dan strongilodiasis pada manusia.5 Ivermectin dikatakan merupakan pilihan terapi
lini ketiga rekomendasi dari CDC.12 Ivermectin memiliki aktivitas spectrum luas
pada nematoda dan arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia
serta obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis. 10 Jika dibandingkan dengan
permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan ivermectin masih lebih
rendah dibandingkan permethrin tetapi jika dibandingkan dengan lindane, pada
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami

28
perbaikan gejala klinis lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane
yang hanya 44%.10 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin yang diberikan
1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi skabies yang efektif pada
penderita AIDS. Diperlukan studi control lebih lanjut dengan menentukan dosis
dan cara pemberian obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status
imun normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta
10
keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin. Penggunaan
Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui. Sediaan ivermektin
topikal, yaitu larutan ivermektin 1% dalam propilen-glikol juga sedang diteliti
penggunaannya sebagai terapi alternatif.5 Walaupun demikian, ivermectin topikal
dilarang penggunaannya di UK. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa sediaan
crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur, dan ivermectin masih belum
disetujui penggunaannya oleh FDA untuk indikasi terapi skabies namun sumber
lainnya mengatakan penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar
namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang.11
Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan
penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat
menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet
terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini
memerlukan pemberian antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat
diberikan steroid oral dalam waktu yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi
oleh bakteri, antibiotic harus diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita
dengan delusi. Penderita mulai merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat
tungau meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan
pertolongan psikiater.5

1.11 Pencegahan Penyakit Skabies


Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya
dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk
mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara:

29
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi skabies
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. 4
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun
penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.3

1.12 Gejala Persisten


Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal
karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi
selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu, terdapat
beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi,
kegagalan terapi, re-infeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi
obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari
penderita skabies lainnya.9
Respon yang buruk dan dugaan resistensi terhadap lindane pernah
dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak berhubungan dengan
resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan penggunaan terapi skabisid
topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat
skabisid yang buruk kedalam lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin
karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di penetrasi.7
Yang pasti, untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar
seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi. Seluruh kain, selimur,
pakaian harus dicuci jika memungkinkan selama penggunaan skabisid topikal.

30
Bahkan setelah terapi berhasil dan infeksi berulang telah dicegah, gejala mungkin
dapat memburuk karena terjadi dermatitis alergi. Komplikasi ini telah terlihat
pada penggunaan beberapa jenis skabisid topikal. Dan pada akhirnya, tungau
rumah tangga biasa mungkin masih dapat menyebabkan gejala yang menetap
sebagai akibat dari reaktivitas silang antara antigennya.7

1.13 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena
manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati
dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan


pemerksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bruntus – bruntus
kemerahan yang gatal timbul pada selangkangan, pantat, sela kedua tangan dan
punggung tangan. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam
hari. Pasien tinggal bersama orang tua dan kakaknya di rumah dan semuanya
mengalami kondisi yang sama dengan pasien. Pasien dapat didiagnosis menderita
penyakit skabies, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan

31
ditemukannya 2 dari tanda 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis dapat
ditegakkan.1 Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :
- Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih
tinggi pada malam hari
- Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh
keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan
- Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata –rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.
- Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.
Dimana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nokturna, adanya orang di
sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama dan ditemukannya kanalikuli
pada tempat predileksi..
Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi . Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi regional pada regio simfisis pubis,
anus, intergluteal, palmar dan dorsum manus bilateral. Lesi multiple, diskret,
bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikuler diameter 0,3 –
0,7 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering. Efloresensi papul eritematosa,
pustule. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam teori dikatakan
bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis,
namun karena pada anak-anak lapisan stratum korneum tubuhnya sebagian besar
masih tipis maka penyebarannya dapat bersifat atipikal. Selain itu pada pasien ini
pada daerah sela jari kedua tangan juga didapatkan effloresensi berupa pustula,
bentuk bulat, berbatas tegas, penyebaran diskrit dan multiple, maka sesuai dengan
teori yang ada maka diduga pada pasien ini telah timbul infeksi sekunder yang
sebelumnya didahului oleh timbulnya demam.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu dermatitis venenata
yaitu penyakit radang kulit yang disebabkan oleh gigitan serangga. Tanda khasnya
adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal.
Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien mengaku merasa tidak digigit oleh
serangga..

32
Sedangkan pada pedikulosis korporis kelainan kulitnya berupa papul
milier disertai bekas garukan yang menyeluruh pada tubuh pasien. Pada
dermatitis, meskipun memberikan kelainan kulit yang hampir sama namun pada
dermatitis tidak akan ditemukan kanalikuli, dan pada anamnesa tidak didapatkan
adanya anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Penatalaksanaan pada kasus scabies dapat dilakukan baik dengan non-
medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu
dengan memberikan eduksai seperti Rajin melakukan pengobatan dan seluruh
keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh pakaian
di rumah dicuci dengan menggunakan air hangat, kasur, bantal, dan benda-benda
lain yang tidak bisa dicuci dapat dijemur, kontrol seminggu lagi untuk melihat
hasil terapi dan perkembangan penyakit .
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan
memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah
Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam,
satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal
yang paling baik diberikan pada anak-anak berupa permetrin 5 % mengingat
efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya yang rendah .. Serta
penggunannya yang mudah dan dapat diperoleh dengan mudah di apotek. Dan
obat sistemik yang diberikan adalah obat antihistamin yaitu Klorfeniramin maleat
2 x1/2 tablet. Obat ini berguna dalam mengurangi rasa gatal dan mudah didapat
namun memiliki efek mengantuk karena efek sedatif.
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila
diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi,
demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada
keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya
skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap
hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari
Sarcoptes scabiei.

33
BAB V
PENUTUP

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini
terdapat di seluruh dunia dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit
tersering di Indonesia.
Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit
dengan siklus hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12
hari. Tungau dapat menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan,

34
tidur bersama dan hubungan seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk).
Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau
vesikel pada kulit. Selain bentuk tersebut, terdapat pula bentuk skabies lainnya
antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa nodul berpigmen yang
terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan meluas karena
penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema generalisata),
skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh dengan
infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies
berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku).
Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu :
1) Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari.
2) Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga.
3) Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna
pada pria, dan perut bagian bawah.
4) Menemukan tungau.
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda
kardinal. Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil
tungau dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta
Burowi, tetrasiklin topikal, apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).
Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain:
1) Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada
kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh
dan dibilas setelah 8-14 jam.
2) Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan
dibiarkan selama 8 jam.
3) Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan
dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir.

35
4) Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali.
5) Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak
cukup efektif.
6) Ivermectin 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB untuk terapi skabies pada
penderita AIDS.
Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan
pemberian antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus
diberikan antibiotik. Untuk menghindari infeksi berulang, seluruh kontak dekat
dengan pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut, handuk dan pakaian harus
dicuci dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan keluarga penderita
yang memiliki gejala yang sama.

36

Anda mungkin juga menyukai