Anda di halaman 1dari 11

STATUS UJIAN KASUS KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Disusun Oleh:
Pradea Ramadhan
1102008298
Pembimbing:
Dr. Herlien Koestriana, Sp. KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
RS BHAYANGKARA tk I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 3 AGUSTUS 4 SEPTEMBER 2014

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. T

Umur

: 24 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Belum menikah

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Jakarta Timur

No. Rekam Medis

: 582xxx

Tanggal pemeriksaan

: 24 Agustus 2014

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal pada tungkai kanan bagian belakang sejak 2 bulan SMRS
Keluhan tambahan
Bercak merah pada perut bagian bawah sejak 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Os laki - laki datang ke poli kulit dan kelamin RS POLRI dengan keluhan gatal
pada tungkai kiri bagian belakang sejak 2 bulan SMRS.awalnya keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu.keluhan diawali dengan bercak
kecil yang sangat gatal dan digaruk kemudian semakin lama semakin
membesar.gatal dirasakan bila os beraktfitas dan berkeringat.pasien mengaku rasa
gatalnya menganggu aktifitas pasien sehari hari.pasien mengaku meminum obat
warung untuk mengurangi rasa gatalnya tetapi tidak ada perubahan
Keluhan juga disertai bercak merah pada perut bagian bawah yang terasa gatal
sejak 2 bulan SMRS.awalnya terdapat becak merah kecil yang semakin lama
semakin membesar.riwayat alergi obat,makanan,asma,debu,riwayat pemakaian
obat lama disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


1 tahun yang lalu pasien mengeluh rasa gatal dan bercak merah yang sama
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital

Keadaan umum
Kesadaran
Tanda Vital
o TD
o Nadi
o Respirasi
o Suhu

: Tampak sakit ringan


: Compos Mentis
:
:
:
:

/ mmHg
x/menit
x/menit
C

Status Generalis

Kepala
: Normocephal
Mata
: CA (-/-), SI (-/-)
Leher
: KGB tidak teraba membesar, trakea terletak ditengah.
Thorak
: Bentuk dan Gerak simetris
Abdomen : Datar BU (+) NT (-)
Ekstremitas
Atas
: Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral hangat
Bawah
: Edema (-/-), Sianosis (-/-), akral hanga

Kulit (status dermatologi)


1. Pada tungkai kanan bawah bagian belakang terdapat lesi plak eritema
berbentuk bulat,batas tegas,ukuran 5cm,tepi aktif dan terdapat papul dan
didaerah tengah lebih tenang disertai skuama halus dan ekskoriasi

(Gambar 1 )
2. Pada perut bagian bawah terdapat lesi berbentuk lonjong,eritem,ukuran
plakat,batas tegas,tepi aktif dan terdapat papul,daerah tengah lebih tenang

( Gambar 2 )

IV.

RINGKASAN
Os laki - laki datang ke poli kulit dan kelamin RS POLRI dengan keluhan gatal
pada tungkai kiri bagian belakang sejak 2 bulan SMRS.diawali dengan bercak
kecil yang sangat gatal dan digaruk kemudian semakin lama semakin
4

membesar.gatal dirasakan bila beraktfitas dan berkeringat.pasien mengaku


meminum obat warung untuk mengurangi rasa gatalnya tetapi tidak ada
perubahan
Keluhan juga disertai bercak merah pada perut bagian bawah yang terasa gatal
sejak 2 bulan SMRS.riwayat alergi obat,makanan,asma,debu,riwayat pemakaian
obat lama disangkal
V.
VI.
VII.
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Numularis
Ptiriasis Rosea
DIAGNOSIS KERJA
Tinea Corporis et Cruris
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH 10%
PENATALAKSANAAN
a) Non Medikamentosa
1.Menjelaskan kepada tentang penyakit dan
pengobatannya
2.Menyarankan agar pasien segera mengganti pakaian

IX.

setelah berkeringat banyak atau segara mengelap keringat


b) Medikamentosa
Sistemik : Ketokonazol 200mg/hari selama 2 minggu
Topikal : ketokonazol cream ( 2x1 )
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Tinea corporis et cruris

I.

SINONIM
Tinea corporis disebut juga tinea sirsinata, tinea globrosa, atau kurap.

Sedangkan tinea cruris disebut juga exzema marginatum, dhobie icth, jockey itch,
ringworm of the groin.1

II.

DEFINISI
Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak

berambut (glabrous skin) di daerah muka, lengan, badan, gan glutea.2 Kelainan ini
dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada paha.
Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.
Sedangkan tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah
lipat paha, genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah.2
III.

EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis dan kruris terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah

tropis dan insiden meningkat pada kelembaban udara yang tinggi. Penyakit ini masih
banyak terdapat di Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat.4
Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis.
Di daerah lain, seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Menado,
keadaanya kurang lebih sama, yakni menempati urutan kedua sapai keempat
terbanyak dibandingkan golongan penyakit lainnya.2
Tinea korporis dan cruris dapat menyerang semua umur. Pada tinea korporis
dapat menyerang pria dan wanita, sedangkan tinea kruris lebih banyak terjadi pada
laki-laki. Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembagan penyakit ini.
Cara penularannya dapat langsung dari tanah, hewan dan manusia ke manusia
dan secara tidak langsung, yaitu kontak dengan benda yang sudah terkontaminasi,
misalnya dari tanaman yang terkena jamur, kateter, pakaian yang lembab, dan air.3,4
IV.

ETIOLOGI
Tinea korporis dan kruris disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang

meneyrang jaringan berkeratin. Jamur ini bersifat keratinofilik dan keartinolisis.


Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporon, Epidermofiton, dan
Trikofiton.4

Penyebab tersering tinea korporis adalah T rubrum dan T. mentagrophytes,


sedangkan tinea kruris biasanya disebabkan oleh E. floccosum, namun dapat pula oleh
T. rubrum dan T. mentagrophytes, yang ditulaskan secara langsung atau tidak
langsung.2, 3
V.

PATOGENESIS
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi

pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Pada waktu menginvasi pejamu, jamur
harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa, serta menembus
jaringan pejamu. Selanjutnya jamur harus mampu bertahan di dalam lingkungan dan
dapat menyesuaiakn diri dengan suhu serta keadaan biokimia pejamu untuk dapat
berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Dari berbagai
kemampuan tersebut, kemampuan jamur untuk menyesuaikan diri di dalam
lingkungan pejamu, dan kemampuan mengatasi pertahanan seluler, merupakan dua
mekanisme terpenting dalam patogenesis penyakit jamur.
Mekanisme imun non spesifik merupakan pertahanan lini pertama melawan
infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum, seperti gizi, keadaan
hormonal, usia dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari kulit dan mukosa,
sekresi permukaan, dan respon radang.
Produksi keringat dan sekresi kelenjar merupakan pertahanan spesifik
termasuk asam laktat dan asam lemak yang mempunyai pH yang rendah untuk
menambah potensi anti jamur.

VI.

GEJALA KLINIS
Mula-mula timbul lesi kulit berupa bercak eritematosa yang gatal, terutama

bila berkeringat. Olah karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas, terutama
pada daerah kulit yang lembab.2
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat
7

garukan. Lesi-lesi pada umumnyamer bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.1
Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak
menunjukkan tanda-tanda radang yang akut, kelainan ini biasanya terjadi pada bagian
tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris.2
Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, dapat menyebar luas dan
kadang berbentuk lingkaran yang dapat diasumsikan sebagai penampakan
granulomatosa.5
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis tinea korporis dan kruris ditegakkan berdasarkan klinik dan
lokalisasinya, serta pemeriksaan kerokan kulit dari tepi lesi dengan mikroskop
langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur. 2 Untuk
melihat elemen jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH,
misalnya tinta parker superchroom blue black.1
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.1
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1.

Pitiriasis rosea: gambaran makula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada
papula, skuama, diameter panjang lesi menuruti garis kulit

2. Kandidiasis: lesi relatif lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
3. Psoriasis: skuama lebih tebal dan berlapis-lapis
4.

Neurodermatitis sirkumskripta: makula eritematosa berbatas tegas terutama pada


daerah tengkuk, lipat lutut dan lipat siku.3
IX.

TERAPI

Terapi anti jamur topikal efektif untuk infeksi pada kulit tubuh yang tidak
berambut dan membran mukosa untuk penyakit yang belum luas dan tidak ada
komplikasi.5
Biasanya dipakai salep atau krim antimikotik, seperti salep whitfield,
campuran asam salisilat 5% dengan asam benzoat 10% dan resorsinol 5% dalam
spirtus, Castellanis paint, imidazol, ketokonazol, dan piroksolamin siklik, yang
digunakan selama 2-3 minggu. Pada tinea kruris, karena lokasinya sangat peka nyeri,
maka konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi yang lain.3
Terapi sistemik diindikasikan untuk kasus tinea korporis dan kruris yang berat
yang melibatkan penderita immunocompromised, dengan lesi inflamasi atau pada
kasus yang tidak responsif dengan terapi topikal.5
Griseofulvin, terbinafin, ketokonazol, sering digunakan untuk terapi sistemik.
Griseofulvin oral meningkatkan efisiensi dari medikasi topikal. Griseofulvin bersifat
fungsistatik. Secara umum, griseofulvin dapat dibeirkan 0,5 1g untuk orang dewasa
dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10 25 mg per kg berat badan. Lama
pengobatan bergantung pada beratnya penyakit. Setelah sembuh klinis, dilanjutkan 2
minggu agar tidak residif. Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan
dengan dosis 250 mg sehari selama 1 minggu. Obat peroral lain yang dapat diberikan
adalah ketokonazol yang bersifat fungisitatik, dengan dosis 100-200 mg sehari selama
10 hari 2 minggu.1, 7
Selain dengan terapi dan sistemik, perlu diberikan edukasi pada pasien untuk
menjaga kebersihan kulit dan lingkungan, memakai pakaian dari katun dan tidak
ketat, menggunakan sabun ringan dan menjaga agar kulit yang sakit tetap kering.8
X.

PROGNOSIS
Dengan terapi yang benar dan menjaga kebersihan kulit, pakaian dan

lingkungan. Prognosis tinea korporis dan kruris adalah baik. Penting juga untuk
menghilangkan sumber penularan untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih
lanjut.6

DAFTAR PUSTAKA
1.

Budimulja, U., (2000). Mikosis. Dalam: Djuana, A., (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 90-7

10

2. Harahap Marwali, (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Hal: 778
3. Siregar RS., (1996). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. hal:19-21.
4.

Hartadi, Hardjono, Naoryda. (1991). Dermatomikologi. Semarang: Badan Penerbit


UNDIP. hal:9-11

5.

Harahap Marwali. (1997). Diagnosis and Treatment of Skin Infection. London:


Blackwell Science Ltd. p:339-43.

6. Budimulja, U., (2001). Dermatomikosis Superficialis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


hal: 7-16, 29-43
7.

Arnold, Harry, L., et al. (1990). Andrews Diseases of The Skin: Clinical
Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Company. p:331-353.

8.

Pendit, Brahm, U., (2001). Dermatologi Praktis. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Hal:
102-6.

11

Anda mungkin juga menyukai