ASMA BRONKHIAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara
Oleh :
Mutiara Pratiwi, S.Ked (150611013)
Dwi Novlita Rozi, S.Ked (150611008)
Preseptor :
dr. Hendra Wahyuni, MS, M.Sc
dr. Cut Khairunnisa, M.Kes
Pembimbing:
Dr. Lies Sulyani
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah,
dan kesempatan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
"Asma Bronkhial". Penyusunan tugas ini merupakan salah satu pemenuhan syarat
laporan ini.
Masyarakat Rumah Sakit umum daerah Cut Meutia, yang telah membantu
Penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu,
penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Penulis
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
inflamasi kronis pada saluran pernapasan. Hal ini didefinisikan oleh gejala
pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak di dada, batuk yang yang
7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap brokitis kronik, lebih dari 2 juta
menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk
Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari
seluruh kematian di dunia, masing- masing terdiri dari infeksi paru 7,2%,
jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
1
2
WHO tahun 2020 mengemukakan bahwa saat ini sekitar 235 juta
jumlah pasien asma. Lebih dari 80% kematian akibat asma terjadi di negara
yang memicu terjadinya periode mengi yang berulang, sesak napas dan batuk
yang seringkali terjadi pada waktu malam hari. Gejala-gejala ini berhubungan
dengan luasnya inflamasi, hal ini bisa menyebabkan obstruksi saluran napas
dengan derajat yang bervariasi dan bersifat reversibel, baik secara spontan
3
STATUS PASIEN
Nama : Ny. M
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
B. Keluhan Tambahan
nafas sejak 1 hari sebelum masuk IGD puskesmas, dan memberat dalam 2 jam
sebelum masuk IGD puskesmas. Nafas disertai suara mengi. Sesak nafas
diakui timbul saat pasien menghirup udara dingin saat malam menjelang dini
4
5
hari, dan saat menghirup debu dirumah. Apabila terpajan debu, dan udara
dingin biasanya pasien langsung bersin berulang kali, keluar sekret cair dari
munculnya sesak napas. Serangan sesak napas terakhir kali sebelum ini 2
minggu yang lalu akibat terpajan debu, namun segera membaik setelah minum
obat salbutamol. Pasien juga mengeluhkan terasa nyeri dan berat pada dada
saat serangan sesak nafas datang serta mata merah berair. Pasien juga
mengeluhkan adanya batuk berdahak dan perut terasa kembung. Tidak ada
Riwayat DM (-)
Orang tua dan saudara kandung pasien tidak memiliki gejala yang sama
dengan paien, tetapi anak ketiga pasien juga menderita asma seperti pasien.
Pasien mengaku memakai obat semprot (inhalasi) saat serangan sesak napas
sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2020, lalu pasien tidak pernah kontrol
ulang kembali dan hanya meminum salbutamol tablet jika sesak nafas.
6
Kedudukan Jenis
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan
dalam keluarga Kelamin
belakang rumah
dalam sehari dengan bahan-bahan baku dibeli langsung dari pasar. Pasien
mengatakan terkadang membeli makan yang sudah siap saji. Pasien juga mengatakan
bahwa makanan yang dimakan beragam, terdapat sayur dan buah (hanya sesekali).
Pasien mengaku sering mengkomsumsi roti, biskuit, dan makanan ringan lainnya
pakaian dan peralatan makan di tempat pencucian.. Pasien mengaku sering terpapar
asam rokok didalam rumah. Pasien juga mengaku jarang membersihkan debu-debu
yang ada didalam rumah. Didalam rumah pasien, terlihat pakaian tidak ditempatkan
Status Present :
GCS : E4V5M6
Vital sign:
Pernapasan : 19 kali/menit
Suhu : 36,5oC
TB : 155 cm
BB : 75 kg
Status Generalis :
o Kepala
Bentuk : Normal
o Leher
o Thorax
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-), bentuk
Jantung
Abdomen
Inspeksi : Simetris, perut datar
o Ekstremitas
Sinusitis + dispepsia
dispepsia
2.10 Penatalaksanaan
1. Edukasi pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang diderita oleh
infeksi lain
Puskesmas.
IVFD RL 20 gtt/i
O2 4 l/i
1. Kontrol ulang ke pusat pelayanan kesehatan terdekat dalam hal ini Pukesmas
Syamtalira Bayu
Bekerja sama dengan dinas terkait untuk mengatasi masalah pekerjaan bagi
2.11 Prognosis
2.12 Anjuran
6. Pakai masker mulut jika sedang berada dalam kondisi terpapar debu.
sekitar.
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai petani. Rumah
pasien tidak memenuhi kriteria rumah sehat. Ventilasi rumah pasien <10% luas
15
rumah. Dirumah pasien juga banyak baju bergantungan yang merupakan salah satu
faktor menjadi sarang nyamuk dan menumpuknya debu. Pada langit-langit rumah
pasien juga banyak terdapat debu. Tempat pembuangan sampah pasien juga berada di
belakang rumah dan sampah dibakar setiap hari sehingga pasien sering terpapar asap
pembakaran sampah. Suami dan anak pasien juga seing merokok didalam rumah
Rendahnya tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang segala hal yang
dijalani oleh pasien jarang sekali dapat terealisasikan. Hal-hal yang harus dihindari
keluarga) juga menjadi faktor resiko terhadap pasien. Pasien mengaku sering
memakan makanan apa adanya dan pola makan yang tidak teratur karena kebutuhan
keluarga yang tinggi dan tidak cukup untuk memenuhi diet yang dianjurkan oleh
dokter terhadap pasien. Pasien juga jarang mengkomsumsi buah sebagai sumber
A. Asma Bronkial
1. Definisi
berbagai sel memainkan perannya, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode berulang bising mengi,
sesak nafas, dada terasa tegang serta batuk khususnya di waktu malam atau dini hari.
Gejala ini berhubungan dengan penyempitan saluran nafas yang sangat luas dan
bervariasi, dan sebagian sedikit reversible baik secara spontan maupun dengan
pencetus antara lain udara dingin, infeksi, makanan, bau bahan kimia, bulu binatang,
dan lain-lain.1
inflamasi kronis pada saluran pernapasan. Hal ini didefinisikan oleh gejala
pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak di dada, batuk yang yang intesditasnya
semakin sering dari waktu ke waktu, dan keterbatasan aliran udara ekspirasi.1
2. Epidemiologi
Prevalensi asma di seluruh dunia mencapai 300 juta, dan diprediksi akan
meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi ini bervariasi di
16
17
maju. Di Amerika, prevalens asma 7,3% pada tahun 2001 dan meningkat menjadi
8,2% pada tahun 2009.1 Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab
kematian, yaitu mencapai 17,4%. Sedangkan di Indonesia, penyakit ini masuk dalam
WHO tahun 2020 mengemukakan bahwa saat ini sekitar 235 juta jumlah
pasien asma. Lebih dari 80% kematian akibat asma terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah ke bawah. Hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
mencapai nilai 2,27%, di Kabupaten Aceh Utara 2,9% serta di Kota Lhokseumawe
2,09%, pada data tersebut juga dilaporkan lebih sering terjadi pada perempuan
dibanding laki-laki.5
18
19
20
3. Patofisiologi
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi: obstruksi saluran respiratorik yang
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada
asma, yakni berupa batuk, sesak, wheezing dan disertai hiperaktivitas saluran
stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi. Obstruksi
saluran napas ini bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau
dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala batuk, rasa
Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi otot polos bronkus yang
kepada sel limfosit T dengan bantuan Major Histocompatibility (MHC) kls II,
dan berproliferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan mempengaruhi dan
21
memproduksi IgE spesifik alergen. Pajanan ulang oleh alergen yang sama akan
sel-sel yang mempunyai reseptor IgE seperti sel mast, basofil, eosinofil, makrofag
dan platelet. Bila alergen berikatan dengan sel tersebut maka sel akan teraktivasi dan
Setelah limfosit T teraktivasi akan mengeluarkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-
bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi sehingga terjadi proses
toksik yang merusak epitel saluran napas dan merupakan salah satu penyebab
Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu imunitas humoral dan selular. Imunitas
humoral ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik oleh sel limfosit B
sedangkan selular diperankan oleh sel limfosit T. Sel limfosit T mengontrol fungsi
differentiation 8 (CD8) dan mensekresi berbagai sitokin. Sel limfosit T helper (CD4)
dibedakan menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3,
22
tumor necrosis factor-α (TNF-α) sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL4, IL-5, IL-9,
IL-13, IL-16 dan GMCSF. Respons imun dimulai dengan aktivasi sel T oleh antigen
melalui sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen primer (primary antigen
presenting cells/APC).1,8
yang secara klinik paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung
jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui
tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi
kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran napas terutama peribronkial dapat
dan hiperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar submukosa timbul
pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan,
respiratorik.
bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat
secara progresif kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau
FEV 1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan
aerosol garam hipertonik, adenosis tidak mempunyai efek langsung terhadap otot
polos (tidak seperti histamin dan metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan
mediator dari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik.
Dikatakan hiperaktif bila dengan cara histamin didapatkan penurunan FEV 1 20%
4. Faktor Resiko
diantaranya yaitu:8
Faktor Pejamu
A. (Host)
Predisposisi genetik
Atopi
Jenis kelamin
Ras
B. Faktor Lingkungan
- Alergen kecoa
- jamur
Alergen luar
-Tepung sari
- Jamur
Pajanan pekerjaan
Asap rokok
- Perokok pasif
- Perokok aktif
Polusi udara
- Higiene
Infeksi parasit
Obesitas
5. Etiologi
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu
diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Faktor humoral membantu
tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang juga turut berperan sebagai etiologi
a. Faktor-faktor imunologis
eksaserbasi terjadi setelah adanya paparan dari faktor lingkungan seperti debu rumah,
serbuksari bunga, dan ketombe. Hal ini seringkali akan meningkatkan kadar
imunoglobulin E ( IgE ) total maupun IgE spesifik pada penderita terhadap antigen-
antigen tersebut. Asma yang tergolong kategori ini, sering dijumpai pada anak-anak
dengan kisaran usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul
26
b. Faktor endokrin
Asma bronkial dapat menjadi lebih buruk pada pasien dengan keadaan hamil
dan menstruasi, terutama pada premenstruasi atau pada wanita yang menopause.
Sedangkan pada anak dengan masa pubertas, keadaan asma cenderung akan lebih
baik. Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor endokrin pada etiologi dan
c. Faktor Psikologis
d. Faktor lain
Faktor lain yang juga dapat menjadi pencetus (trigger) terjadinya asma ialah
infeksi saluran napas, faktor fisik (aktivitas fisik yang berlebih), perubahan cuaca,
6. Klasifikasi
7. Diagnosis
Anamnesis
Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila ditemukan gejala klasik
asma yaitu batuk, sesak napas, dan mengi yang timbul secara tiba-tiba dan dapat
pencetus.
Pemeriksaan Fisik
pernapasan dan denyut nadi meningkat. Mengi (wheezing) sering terdengar tanpa
Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan uji laboratorium darah dan sputum serta uji fungsi fisiologi paru
guna menunjang diagnosis asma bronkial. Eosinofilia di dalam darah dan sputum
akan mengalami peningkatan. Di dalam darah, eosinofilia akan lebih dari dari 250-
400 sel/mm3. Sedangkan pada sputum juga akan dijumpai adanya eosinofilia, akan
tetapi hal ini tidaklah khas pada penderita asma karena beberapa penyakit anak selain
asma mungkin menyebabkan eosinofilia di dalam sputum. Protein serum dan kadar
imunoglobulin biasanya normal pada penderita asma bronkial, kecuali kadar IgE
mungkin bertambah. Uji fisiologi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anak yang
diduga menderita asma bronkial. Pada penderita asma, uji ini bermanfaat untuk
menilai tingkat penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas. Penentuan
gas dan pH darah arterial merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi penderita
stadium awal asma akut. Ketika penyumbatan memburuk, maka PCO2 akan
meningkat. Pada foto toraks akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi
terdapat pada serangan akut dan kronik. Atelektasis kadang-kadang dapat ditemukan.
Pada pasien ini hasil foto toraks didapatkan hasil gambaran infiltrat (-) dan adanya
8. Diagnosis Banding
yaitu:8
a. Rhinitis Alergi
b. Sinusitis
c. Bronkhiolitis
akibat edema basahnya membran mukosa. Selain itu, pada rhenitis alergika
ditemukan bersin-bersin, hidung yang berair, mata yang terasa gatal dan
mengeluarkan air mata yang berlebihan. Sinusitis mempunyai gejala berupa adanya
batuk malam hari, tetapi hal itu jarang karena lebih sering batuk pada siang hari.
Selain itu, juga ditemukan nyeri kepala, nyeri wajah dan bisa ditemukan nanah dalah
meatus media.8
mengi sedangkan pada auskulasi akan ditemukan suara ronkhi. Hal ini mirip dengan
asma bronkial, tetapi pada asma wheezing akan timbul secara periodik atau episode.
Selain itu, asma dicetuskan oleh adanya alergen baik dari lingkungan maupun yang
nonspesifik sedangkan pada bronkholitis tidak demikian. Benda asing pada saluran
napas juga dapat menyebabkan sesak pada penderita. Tetapi diagnosis ini dapat
30
disingkirkan karena pada aloanamnesa dan pemeriksaan fisik akan ditemukan riwayat
dari pasien dengan sengaja atau tidak memasukkan benda asing ke saluran nafasnya.8
9. Komplikasi
Penyakit asma bila tidak mendapatkan terapi atau penangan secara benar, bisa
a. Pneumotoraks spontan
Walaupun ini jarang sekali dijumpai, akan tetapi kadang dapat ditemukan
b. Pneumomediastinum
Penyakit ini kadang ditemukan pada penderita dengan usia yang cukup muda.
Penyakit ini timbul sebagai suatu proses yang berlangsung secara alamiah, seperti
yang dilaporkan oleh Jamadar yang telah melakukan penelitian terhadap hewan
limited disease)
c. Empisema
Penyakit ini sering ditemukan terjadi di subdural dan paling sering terjadi
pada anak-anak. Pergerakan udara terjadi dengan mengarah ke posterior, yakni dari
d. Pneumoperikardium
Penyakit ini jarang ditemukan sebagai komplikasi asma. Akan tetapi bila
terjadi, maka akan lebih sering terjadi pada anak-anak. Hal ini disebabkan selaput
pericardial pada anak-anak cenderung lebih rapuh dibndingkan dengan orang dewasa.
Kasus ini bisa ditemui pada pasien status asmatikus dengan perawatan yang
menggunakan ventilator. Pasien dengan keadaan seperti ini rentan terhadap timbulnya
Keadaan ini dapat diperparah dengan adanya batuk-batuk pada pasien sehingga
terjadinya edema serebral dan terbatasnya aliran darah vena pada serebral.
10. Penatalaksanaan
Jika pasien menunjukkan tanda- tanda eksaserbasi akut atau mengancam jiwa,
fasilitas yang lebih memadai jika dibutuhkan monitoring yang ketat dan spesialisasi
paru. Eksaserbasi ringan dapat diobati di Puskesmas, tapi tergantung ketersediaan alat
32
aliran oksigen. Tujuannya adalah agar cepat meringankan obstruksi aliran udara dan
mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal 50 mg/hari dan 1-2 mg/kgbb/hari pada anak-
anak 4-6 tahun dengan dosis maksismal 40 mg/hari. Pemberian selama 5-7 hari.1
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan di Unit Gawat Darurat,
langsung dinilai derajat serangannya sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Dalam
panduan GINA ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau fleak
penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua
kali dengan selang waktu 20 menit. Pada pemberian ketiga, nebulisasi ditambahkan
obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis
yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis dapat
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam serangan yang berat,
dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolic, mungkin akan
mengalami takifilasis atau refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap
nebulisasi ß-agonis. Pasien seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya
dirawat untuk mendapat obat intravena selain dibatasi masalah dehidrasi dan
asidosisnya.1
ringan. Pasien diobservasi selama 1 jam, jika tetap baik, maka pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali dengan obat ß-agonis (obat hirup atau oral) yang
diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat
ditambahkan steroid oral, namun hanya diberikan untuk jangka waktu yang pendek
(3-5 hari).1
dengan dosis 0,5-1 mg/kg/BB/hari selama 3-5 hari. Steroid lain yang dapat diberikan
respons (poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada maka pasien
harus dirawat di ruang rawat inap. Bila sejak awal dinilai sebagai serangan berat,
Oksigen 2-4 liter/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur
Jika pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus
langsung dirawat di ruang rawat intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan
ancaman henti napas, langsung dibuat foto Rontgen thoraks guna komplikasi
metilprednisolon atau prednisone. Pemberian steroid ini dilanjutkan sampai 3-5 hari.
Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat
seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/ UGD. Bila dalam 12 jam
responnya tetap tidak baik, maka pasien dialih rawat ke ruang rawat inap dengan
Pada penatalaksaan di ruang inap, ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu:
2. Jika ada dehidrasi dan asidosis, maka diatasi dengan pemberian cairan
3. Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam. Dosis steroid
2 jam, jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis,
0,5-1 mg/kgBB/jam.
dengan dibekali obat ß-agonis (hirup atau oral) yang diberikan tiap 4-6
jam selama 24-48 jam. Steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol
napas dapat terjadi dalam kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih
rendah).
11. Prognosis
berlanjut menjadi asma pada masa anak-anak dan remajanya. Proporsi kelompok
tersebut berkisar antara 45% hingga 85%, tergantung besarnya sampel studi, tipe
studi, dan lamanya pementauan. Adanya asma pada orang tua dan dermatitis atopik
pada anak dengan wheezing merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya
37
asma dikemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut, maka kemungkinan
menjadi asma lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 dari 3
keadaan berikut yaitu eosinofia, rinitis alergika, dan wheezing yang menetap pada
fisik. Pasien datang ke IGD puskesmas Syamtalira Bayu dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 hari sebelum masuk IGD puskesmas, dan memberat dalam 2 jam sebelum
masuk IGD puskesmas. Nafas disertai suara mengi. Inflamasi saluran respiratorik
yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan
yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional
yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yakni berupa batuk, sesak,
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada
Sesak nafas diakui timbul saat pasien menghirup udara dingin saat malam
menjelang dini hari, dan saat menghirup debu dirumah. Apabila terpajan debu, dan
udara dingin biasanya pasien langsung bersin berulang kali, keluar sekret cair dari
hidung, hidung gatal dan mata berair kemudian dilanjutkan dengan munculnya sesak
napas. Hal tersebut disebabkan karena pasien terpapar faktor pemicu terjadinya
penyakit asma. Adapun beberapa faktor yang bisa menimbulkan terjadinya penyakit
asma diantaranya yaitu: atopi, allergen dalam rumah (debu), dan asap rokok.
38
39
Ventolin 1 amp/12 jam, Amoxicillin tab 3x1, Hustab tab 3x1, CTM tab 3x1,
Antasida Syr 3x2 C. O2 4l/i diberikan karena sesak yang dialami pasien. Nebul
ventolin untuk mengatasi sesak yang dirasakan pasien mengandung zat aktif
salbutamol yaitu obat sistem saluran nafas yang ter masuk agonis adrenoreseptor
beta-2 selektif kerja pendek, obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif
diberikan karena batuk yang dialami pasien yang dicurigai disebabkan karena bakteri.
organ paru-paru, saluran kemih, kulit, serta di bagian telinga, hidung, dan
ini bekerja dengan cara menghambat kerja sel yang memprodusi dahak atau mukus,
sehingga menghasilkan dahak yang tidak kental dan mudah untuk dikeluarkan.
Diphenhydramine adalah obat untuk meredakan gejala akibat reaksi alergi, rhinitis
gejala alergi, seperti bersin-bersin, ruam, gatal pada kulit, mata merah dan berair,
hidung meler, karena rhinitis alergi atau common cold, akan mereda. Paracetamol
40
adalah obat untuk meredakan gejala alergi yang bisa dipicu oleh makanan, obat-
sari. Obat ini juga digunakan untuk meringankan gejala batuk pilek (common cold).
yang bisa menyebabkan munculnya gejala alergi saat seseorang terpapar zat atau
bahan pemicu alergi (alergen). Antasida (antacid) adalah obat untuk meredakan
gejala akibat sakit maag atau penyakit asam lambung. Antasida bekerja dengan cara
Fish Bone
PHBS
Kontrol kesehatan
tidak teratur
41
NO Masalah U S G Total
1 Faktor Lingkungan 5 5 5 15
sesuai)
2 PHBS yang kurang baik 5 5 4 14
3 Pengetahuan yang kurang 5 4 4 14
4 Kontrol kesehatan tidak teratur 4 4 3 11
Keterangan : berdasarkan skala likert 1-5 (5=sangat besar, 4=besar, 3=sedang,
.
1. Faktor Lingkungan Membersihkan debu rumah secara berkala dan
(paparan debu rumah dan memenuhi salah satu kriteria rumah sehat yaitu
(asap rokok dalam rumah merokok didalam rumah dan tidak membakar
Upayapreventif
infeksi lain
Puskesmas.
UpayaKuratif
penyempitan ini bersifat reversible. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu
stimulasi refleks saraf. Faktor Resiko Asma : faktor genetik, lingkungan, dan faktor
lain. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena pekerjaan.
Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan gejala.
Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut, emboli
menurut GINA
43