PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan paru
yang diakibatkan bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia dapat menyerang siapa
saja, baik anak, dewasa muda atau orang tua. Pneumonia menyerang manusia dan sekitar
450 juta kasus tiap tahunnya. Pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu community acquired
pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP)
dan ventilator associated pneumonia (VAP).
Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius adalah pneumonia komunitas,
berkaitan dengan penyebab kematian dan kesakitan terbayak di dunia. Angka kematian
sekitar 1.4 juta pertahunnya secara global (7% penyebab kematian didunia). Angka
kematian terbanyak pada usia anak-anak dan orang tua (> 75 tahun). Angka kejadian
pneumonia lebih sering terjadi negara berkembang dibandingkan negara maju. Di
Indonesia pada tahun 2010, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan proporsi kasus 53.95% untuk laki-laki dan 46.05% untuk perempuan,
dengan crude fatality rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Berhenti merokok
2. Mengurangi atau berhenti konsumsi alkohol
3. Gizi seimbang dan adekuat
4. Memeriksakan kesehatan gigi secara regular
5. Vaksinasi
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Berdasarkan sifatnya
2.5.1.1 Pnumonia primer
Keradangan paru yang menyerang orang yang tidak mempunyai faktor
resiko tertentu. Kuman penyebab utama Staphylococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, juga virus penyebab infeksi pernafasan seperti:
Influenza, Parainfluenza, RSV. Selain itu juga bakteri pneumonia yang
tidak khas (atipikal), yaitu : Mikoplasma, Chlamydia, dan Legionella.
Tabel 1.1 Perbedaan klinik pneumonia atipikal dan tipikal (PDPI, 2014).
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang
harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin
sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan
dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang
maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada
pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang
baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada
hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons
klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi
kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis
memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan
empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian
antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah
mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.
Tabel 1.5 Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor
risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA
2004)
Tabel 1.6 Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat
penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR
(mengacu ATS / IDSA 2004)
Tabel 1.7 Dosis antibiotik intravena awal secara empiric untuk HAP dan VAP pada pasien
dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada
ATS/IDSA 2004)
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,
penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi
resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau
3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan
Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari.
2.5.4.3 Pneumonia aspirasi
2.5.4.4 Pneumonia pada penderita Immunocompromised (PDPI, 2003)
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi Sulih (Switch Theraphy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya pengobatan dan infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral yang
efektifitasnya mampu mengimbangi efektifitas antibiotik IV yang telah
digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,potensi
sama), switch over (obat berbeda,potensi sama) dan step down (obat sama atau
berbeda,potensi lebih rendah)
a. Contoh terapi sekuensial : levofloksasin,moksifloksasin
b. Contoh switch over : seftasidim IV ke ciprofloksasin oral
c. Contoh step down : amoksisilin,sefuroksim,cefotaxime IV ke cefixime oral
2.7 Diagnosis
2.7.1 Gambaran Klinis
2.7.1.1 Anamnesa
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat sampai > 40ᴼC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang kadang disertai darah, sesak nafas, dan nyeri dada.
2.7.1.2 Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal saat bernafas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi meredup, pada auskultasi dapat terdengar
suara nafas (bronkvesikuler) sampai bronkial, dapat disertai ronkhi basah halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
2.7.2.3 Pemeriksaan bakteri penyebab dari dahak (pemeriksaan Gram dan kultur
mikroorganisme)
2.8 Diagnosis Banding
2.8.1 Tuberkulosis Paru (TB)
Suatu penyakit infeksi paru yang menular, disebabkan oleh M.tuberculosis. Jalan
masuknya melalui saluran pernafasan. Gejala klinis TB antara lain: Batuk lama
yang produktif, nyeri dada, hemoptisis, dan gejala sistemik yang meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan (Uyainah, 2014).
2.8.2 Ateletaksis
Pengembangan paru yang tidak sempurna, alveolus pada bagian paru yang
terserang mengalami kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan
pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan
mediastinum kearah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal
space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru paru
yang terserang sehingga tampak thoraks asimetris
2.8.3 Efusi Pleura
Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
bronchogram. Terdapat penambahan volume pada paru sehingga terjadi
pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum. Rongga thoraks akan tampak
membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas
pada efusi pleura (Wibisono, 2010).
2.9 pencegahan
berdasarkan (Pers Release PDPI,2018) Terdapat tiga jenis vaksin untuk pencengahan
pneumonia yaitu pneumococcal polysaccharide vaccine, inactivated influenza
vaccine dan live attenuated influenzavaccine.
1. Pemberian vaksinasi sebagai usaha pencegahan pada orang usia 50 tahun, berisiko
terjadi komplikasi akibat pneumonia, kontak erat dengan pasien risiko tinggi
pneumonia dan petugas kesehatan, terutama yang bekerja di pelayanan rawat jalan,
rawat inap dan fasilitas kesehatan perawatan kronik sebaiknya rutin mendapatkan
vaksinasi influenza tahunan
2. Vaksin pneumococcal polyscchasaride direkomendasikan untuk orang usia 65 tahun,
usia 2-64 tahun dengan risiko tinggi pneumonia dan perokok. Kelompok risiko tinggi
dimaksud adalah penyakit kardiovaskular kronik, penyakit paru kronik, diabetes
mellitus, alkoholisme, aspkenia, kondisi atau status imunokompromais dan penghuni
panti (fasilitas pelayanan jangka Panjang)
4. Vaksin live attenuated influenza direkomendasikan untuk orang usia 5-49 tahun dan
tidak diberikan pada kelompok risiko tinggi
Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan paru yang
diakibatkan bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu community
acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP)
dan ventilator associated pneumonia (VAP). Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius
adalah pneumonia komunitas, berkaitan dengan penyebab kematian dan kesakitan terbayak di
dunia. Penyebab pneumonia komunitas terbanyak di Indonesia adalah kuman Gram negatif
yaitu Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosasedangkan
penyebab pneumonia komunitas di negara lainnya adalah Gram positif yaitu Streptococcus
pneumoniae, Mycoplasma pneumonia, Haemophilus influenza dll.
Apabila seseorang dicurigai sebagai pneumonia maka dilakukan wawancara medis atau
anamnesis, pemeriksaan fisis umum dan paru serta pemeriksaan penunjang yaitu foto ronsen
dada, pemeriksaan darah dan pemeriksaan bakteri penyebab dari dahak (pemeriksaan Gram dan
kultur mikroorganisme). Diagnosis pneumonia komunitas adalah berdasarkan foto ronsen dada
dan berdasarkan gejala klinis yaitu batuk, perubahan warna dahak, suhu tubuh 38 C, nyeri dada,
sesak napas. Dari pemeriksaan fisik paru ditemukan tanda konsolidasi atau perubahan bunyi
napas dan dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah ditemukan jumlah sel darah putih
10.000 uL atau < 4.500 uL. Apabila sseorang didiagnosis sebagai pneumonia maka tindak lanjut
berikutnya adalah menentukan apakah pasien dirawat inap atau dapat rawat jalan.