PENDAHULUAN
II.1. DEFINISI
Skrofuloderma disebut juga dengan Tuberulosis Colliquativa Cutis. Skrofuloderma
berasal dari bahasa latin yaitu Scrofula yang berarti pembengkakan kelenjar.2
Skrofuloderma merupakan akibat dari invasi basil tuberkulosis ke dalam kulit dari
fokus tuberkulosa yang berdekatan. 4
II.2. EPIDEMIOLOGI
II.3 ETIOLOGI
Infeksi oleh Mikobakterium ini dapat terjadi melalui hirupan, tertelan maupun
inokulasi langsung. Setelah terjadi infeksi oleh Mikobakterium, sel limfosit T akan
berinteraksi dengan antigen Mikobakterium yang disajikan pada permukaan Antigen
Presenting Cell (APC) dan kemudian mengeluarkan limfokin, interleukin dan interferon.
Sitokinin-sitokini akan mengaktivasi dan mengekspresikan atigen MHC kelas II dan IL-2
pada limfosit T. Pada daerah terinfeksi akan terdapat akumulasi makrofag dan
2
menghasilkan pembentukan granuloma. Sel T memori yang terbentuk pada fase sensitasi
awal akan menetap dalam sirkulasi dan organ limfoid dalam waktu lama.1
II.4. PATOFISIOLOGI
3
Gambar II.5.1: Skrofuloderma pada Regio Clavicula 4
4
Gambar II.5.3: skrofuloderma. (a) Tuberkulosis dkelenjar aksila yang terjadi pada pria kulit putih
usia 74 tahun sebelum terapi antituberkulosis. (b) Tuberkulosis sternum pada pria Pakistan usia 62
tahun. (c) Melibatkan kelenjar serviks. (d) Tuberkulosis tulang belakang. (gambar a dan b dari
British Journal of Dermatology). 5
II.6 DIAGNOSIS
5
mermacam-macam sesuai dengan tahap yang sedang muncul. Selain itu dapat juga
ditemukan adanya keluhan subjektif seperti adanya rasa lemah, berkeringat pada malam
hari dan menurunnya nafsu makan. Dapat juga ditanyakan adanya tanda-tanda tuberkulosis
paru seperti riwayat batuk lama, dahak, sesak nafas maupun batuk darah.1
Biopsi kulit harus diambil dari tepi sinus atau ulkus. Tuberkulum dari basil
biasanya dapat dengan mudah diidentifikasi pada spesimen biopsi atau sitologi dari
aspirasi dengan jarum, yang digunakan sebagai pemeriksaan penunjang lini pertama.
Kultur mikobakterium harus dilakukan jika memungkinkan. Tes Mantoux biasanya positif.
Infeksi HIV dan penyebab imunosupresi lainnya perlu disingkirkan. 5
Dapat dipertimbangkan:
Sporotrichosis
Mycobacterium scrofulaceum infection
Actinomycosis
Syphilitic gummas
II.8 TERAPI
Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma yaitu obat harus dikonsumsi secara teratur,
menggunakan kombinasi dengan minimal 3 (tiga) macam obat anti-TB dan perbaikan
keadaan umum.
Obat-obat anti-TB yang antara lain:
1. Isoniazid
Efek samping : demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksik dan komplikasi
hematologi ( agranulositosis, eosinofilia, anemia dan trombositopenia).
6
2. Rifampisin
Merupakan salah satu obat anti-TB yang paling efektif namun cepat mengalami
resistensi.
Efek samping : ekskresi saliva dan urin akan berwarna jingga sampai kemerahan,
gangguan hepar (hepatotoksik).
3. Pyrazinamid
4. Ethambutol
5. Streptomycin
7
Disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu
(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan
dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
8
b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Tabel II.8.3: Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
II.9 PROGNOSIS
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki S. Skrofuloderma. In: Sinta M, Suci P, Lita S editors. Intisari Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; 2018. Pp 129-142.
3. Sethi A. Tuberculosis and infections with atypical mycobacteria. In: Kang S, Amagai M,
Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS editors. Fitzpatrick's
Dermatology. 9th ed. New York: Mc Graw Hill Education; 2019. pp. 2858–2875
4. Wolff, K., Johnson, R.A. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, Sixth Edition. New York: McGrawHill; 2009.
5. Yates VM, Walker SL. Mycobacterial infections. In: Barker J, Blelker T, Chalmers R,
Griffiths C, Creamer D editors. Rook's Textbook of Dermatology. 9th ed. London:
Blackwell Science Limited; 2016. pp. 27.1–27.45.
10