Oleh:
Huzlifatil Jannah
NIM. 2130912320140
Pembimbing:
Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A(K)
BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
November, 2022
PENDAHULUAN
Morbili merupakan penyakit infeksi yang disebabkan karena virus morbili dan bersifat akut serta dapat menular. Penyakit morbili
biasanya muncul pada anak-anak sehingga dapat menjadi sistem kekebalan tubuh seumur hidup. Morbiditas dan mortalitas yang
tercatat di negara berkembang jauh lebih tinggi dari negara maju dikarenakan faktor malnutrisi dan infeksi sekunder.1
Pada dasarnya, terdapat program imunisasi dan sosialisasi untuk pengenalan terhadap penyakit morbili yang dijalankan dengan
baik sehingga penyakit ini jarang muncul. Tujuan pengenalan tersebut adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut yang bisa
terjadi.2
Morbili adalah penyakit infeksi virus yang menular dan biasanya ditandai dengan 3 stadium, yaitu : stadium kataral, stadium erupsi,
dan stadium konvalesensi. Nama lain morbili adalah campak, measles, atau rubella. Morbili disebabkan oleh virus yang tergolong
Famili Paramyxovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai
24 jam setelah timbul bercak-bercak dan bintik merah dikulit.1,2
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1985), ”Infeksi”, dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 624-628.
Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar : 2011.
Marcdante, Karen J, Robert M, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 6th ed. Indonesia: Elsevier Inc.; 2014
PENDAHULUAN
Kejang demam ialah suatu kondisi perubahan pada fungsi otak secara mendadak yang berlangsung singkat atau sementara dimana
terjadi bangkitan kejang saat suhu tubuh meningkat (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang
demam biasa terjadi pada anak terutama usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam terjadi bisa secara sederhana maupun kompleks.
Kejang demam sederhana ialah kejang yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
WHO -> 2017-2018 : Kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan- 5 tahun di negara maju. Di Amerika 4,5% dan Eropa 2-5%.
INDONEISA -> Hingga saat ini data kejang demam pada anak di Indonesia. Tapi tercatat 2019 sekitar 4-5% ankak di mengidap kejang
demam dengan sekitar 7.3% kematian balita disebabkan akibat demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006. Badan Penerbit IDAI.
Ridha, H. N. 2014. Buku ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
PENDAHULUAN
Infeksi respiratori akut menjadi penyebab lebih dari 4 juta kematian yang ada di negara berkembang. Pneumonia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan inflamasi pada paru yang disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur.4 Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah
jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab pneumonia tersering
adalah Streptococcus pneumoniae (50%) dan Haemophilus influenzae (20%).5
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Menurut survei kesehatan
nasional (SKN) 2001, kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia. 6 Indonesia merupakan
negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi keenam di seluruh dunia, Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa
insidens dan prevalensi pneumonia sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Sedangkan menurut laporan UNICEF 2015 terdapat 14% dari
147.000 anak di 7 bawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia.7, 8 Oleh karena tingginya angka kematian akibat pneumonia akan
tetapi sering tidak disadari maka pneumonia mendapat julukan “the forgotten pandemic”.9
World Health Organization. Pneumonia. Fact Sheet N0 331. Diakses dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/.
Dahlan Zul. Pneumonia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III, Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009. h2196
Mani, C. S., & Murray, D. L. (2018). Acute Pneumonia and Its Complications. In: Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. New York: 2018; 238-249
identitas Nama Ayah : Tn. Syahrul
Pekerjaan : Guru
Pendidikan: S1
Nama : Syafina Nor Aulia Nama Ibu : Ny. Syarihin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir : Banjarmasin, 8 Pekerjaan : Guru
Januari 2021
Umur
Pendidikan: S1
: 1 tahun 9 bulan
Alamat : Jl. A. Yani, Komplek Alamat : Jl. A. Yani, Komplek
Bunyamin Residence Bunyamin Residence
MRS : 13 Oktober 2022
Agama : Islam
anamnesis
Keluhan Utama : Kejang
Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin diantar oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
kejang. Kejang sebanyak 1x terjadi kurang lebih 15 menit SMRS. Lamanya kejang kurang lebih 10
menit. Kejang seluruh tubuh dengan mata mendelik keatas dan kaki tangan kaku. Sebelum
kejang, pasien sedang sadar dan setelah kejang pasien sadar kemudian langsung tertidur. Suhu
sebelum kejang yang diukur adalah 39oC.
Keluhan disertai demam ini sejak 4 hari SMRS. Demam tidak mendadak tinggi namun perlahan
naik. Demam terus menerus dan tidak menurun dengan pemberian paracetamol. Menggigil (-).
Keluhan lain adalah keluar bercak kemerahan beberapa jam setelah demam, bercak mulai muncul dari belakang telinga kemudian
menyebar ke seluruh wajah dan menjalar ke bagian tubuh lainnya sampai saat ini sudah hampir seluruh tubuh. Bercak tidak gatal dan tidak
nyeri. Keluhan mata merah, berair dan disertai sekret pada mata. Pilek sejak 4 hari SMRS, sekret warna bening tanpa darah.
Riwayat batuk sejak 1 bulan SMRS, batuk sesekali setiap hari, tidak berdahak dan tidak ada darah. Pasien sudah berobat namun tidak tahu
nama obatnya. Pasien mendapatkan obat demam, antibiotik dan obat nyeri tapi belum ada perbaikan.
Ibu pasien mengeluhkan adanya bercak putih pada lidah, langit-langit mulut dan mukosa pipi. Tidak ada keluhan sesak napas, mual
muntah,nyeri tenggorokan, BAB cair, nyeri BAK, dan nyeri perut. Ibu mengatakan ada penurunan berat badan sebanyak kurang lebih 1 kg
dalam 1 bulan ini. Penurunan nafsu makan sejak 3 hari SMRS. Pasien hanya mau makan 1-2x/hari sebanyak 2-4 sendok makan.
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu
Kesimpulan: Riwayat antenatal baik, riwayat natal dan riwayat neonatal baik.
Riwayat perkembangan
Tiarap : 3 bulan
Mengangkat kepala: 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Pasien saat ini dapat mengikuti objek dengan mata, melihat wajah orang lain dengan
tersenyum, dan merespon jika mendengar suara
Pasien tidak tinggal di dekat sungai, dan jauh dari pabrik, tambang, ataupun pembuangan sampah.
Setiap kamar ada ventilasi. Pasien tidur bersama ibu dan ayahnya. Kadang bersama nenek.
Keluarga minum menggunakan air galon isi ulang, untuk mandi dan mencuci menggunakan air PDAM.
Tidak ada di sekitar pasien yang memiliki keluhan serupa atau sakit campak.
Kesimpulan: Tidak Terdapat faktor risiko infeksi
Pemeriksaan fisik
Tanggal : 16 Oktober 2022 15.00 WITA
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 110 x/menit kuat angkat, regular
Suhu : 36.9oC
Respirasi: 23 x/menit, reguler, simetris
SpO2 : 98% RA
Antropometri
Berat badan : 11.6 kg
Panjang badan : 81 cm Kulit
Lingkar lengan atas: 14 cm Warna : kuning langsat, xerosis (-), ruam merah (+)
Lingkar kepala : 46 cm Sianosis : Tidak ada
Hemangioma : Tidak ada T
urgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-Lain : Ruam merah (+) hampir seluruh tubuh
Pemeriksaan fisik
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tipis, alopesia(-)
Kepala : Normosefali, UUB dan UUK terbuka
Mata : Palpebra edema tidak ada, alis dan bulu mata tipis, konjungtiva merah
(+), sklera merah (+), ptosis (-/-), pupil berdiameter 3 mm/3 mm, isokor, reflek cahaya +/+,
produksi air mata baik, sekret pada mata (+).
Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, terdapat pernapasan cuping hidung,
epistaksis tidak ada, sekret minimal(+), deviasi tidak ada.
Telinga : normotia, sekret(-), serumen minimal, nyeri tekan tragus(-)
Mulut : Simetris, bibir pucat(+), sianosis(-) , mukosa bibir lembab, gusi tidak mudah
berdarah, sariawan(+), lidah kotor (+), mukosa oral basah, faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1,
pseudomembran (-), bercak koplik (+)
Lidah : Normal Glossus, warna merah muda, lidah kotor (+)
Leher : Pembesaran tiroid tidak ada, pembesaran KGB leher tidak ada, kaku kuduk
tidak ada
Pemeriksaan fisik
Toraks
Dinding dada/paru
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat retraksi subcostal
dan substernal, pernafasan simetris Abdomen
Palpasi : Pengembangan dada simetris
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru Inspeksi : Tampak cembung, distensi (-), venektasi (-)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronki (---/---), Palpasi : Tidak teraba pembesaran hati maupun limpa, nyeri
tidak terdapat wheezing (---/---) tekan tidak ada, turgor kembali cepat.
Perkusi: Timpani seluruh regio abdomen.
Jantung Auskultasi : Bising usus (+) normal
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak teraba thrill
Perkusi: Batas jantung sulit dievaluasi
Auskultasi : S1 Tunggal S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan fisik
Ekstremitas
Umum: Akral hangat, CRT < 2 detik, lemak subkutis minimal, edema (-)
Neurologis
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks
++/++ ++/++ ++/++ ++/++
Fisiologis
Refleks - - - -
patologis
Sensibilitas + (baik) + (baik) + (baik) + (baik)
Tanda Kaku kuduk (-)
meningeal Brudzinki I (-), Brudzinzki II (-), Kernig (-)
Pemeriksaan fisik
Meningeal sign (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Kernig (-)
Motorik 5555 | 5555 Sensorik (+) Refleks Fisiologis (biceps, triceps,
5555 | 5555 patella, achilles) +2/+2
Nervus kranialis
N. I sulit dievaluasi
Status Neurologis
N. II refleks pupil (+/+)
N III, IV, VI gerak bola mata (+), strabismus (-)
N V refleks kornea (+)
N VII wajah simetris
N VIII sulit di evaluasi
Status Gizi
BB: 11.6 kg
PB: 81 cm
LK: 46 cm (Normal)
LiLA: 14 cm (Normal)
HA: 1 tahun 6 bulan
BBI: 10.2 kg
WA: 1 tahun 11 bulan
BB/U: 0 < Z < +2 (normoweight)
PB/U: -2 < Z < 0 SD (normoheight)
BB/PB: 1 < Z < 2 SD (Gizi baik)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7 12.0-16.0 g/dl
Leukosit 9.1 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.07 4.0-5.30 juta/ul
Hematokrit 34.8 37.0-47.00 vol%
Trombosit 164 150-450 ribu/ul
RDW-CV 13.1 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 85.5 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg Hasil Pemeriksaan Lab
MCHC 33.6 33.0-37.0 % 13/10/2022
HITUNG JENIS
Basofil % 0.1 0.0-1.0 % Kesan :
Eosinofil % 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil % 25.6 50.0-81.0 %
Limfosit % 70.8 20.0-40.0 %
Dalam Batas Normal
Monosit % 3.5 2.0-8.0 %
Basofil # 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil # 0.00 <3.00 ribu/ul
Neutrofil # 2.32 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit # 6.43 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit # 0.32 0.30-1.00 ribu/ul
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
KIMIA
GDS 180 <200.00 mg/dl
De Vries RD, Duprex WP, De Swart RL. Morbillivirus Infections: An Introduction. Viruses. 2015; 7(2):699-706.
TEORI KASUS
Keluhan selanjutnya yaitu kejang, dimana kejang demam ialah suatu
kondisi perubahan pada fungsi otak secara mendadak yang berlangsung Pada pasien didapatkan kejang karena
singkat atau sementara dimana terjadi bangkitan kejang saat suhu demam yang didapatkan karena infeksi
tubuh meningkat (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses virus dari campak. Suhu tubuh yang terukur
ekstrakranium. Kejang demam biasa terjadi pada anak terutama usia 6
bulan sampai 5 tahun. diatas 38oC yaitu 39oC.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006. Badan Penerbit IDAI.
TEORI KASUS
Pneumonia komunitas adalah infeksi paru- Pada pasien ini, diagnosa pneumonia sudah
paru yang dimulai dari luar rumah muncul kurang dari 48 jam setelah di rawat
sakit/didiagnosis kurang dari 48 jam setelah di rumah sakit. Berdasarkan hasil
masuk rumah sakit pada pasien yang tidak anamnesis, pemeriksaan fisik dan
menempati fasilitas kesehatan selama > 14 penunjang, maka pasien ini didiagnosis
hari sebelum gejala muncul, dan disertai Pneumonia (Community Acquaired
gambaran infiltrate pada radiologi Pneumonia)
Gereige RS, Laufer PM. Pneumonia. Pediatrics in Review. 2013. 34(10); 438-456.
TEORI KASUS
Manifestasi klinis pneumonia menurut Pada pasien mengeluhkan pilek dengan
kriteria WHO batuk, demam, takipnu, batuk berdahak yang sulit dikeluarkan.
peningkatan usaha napas, napas cuping Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4
hidung, dan hipoksia didukung dengan hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik tampak
pemeriksaan penunjang foto toraks. sekret minimal pada hidung dan napas agak
cepat. Pada pemeriksaan foto rontgen thorax
didapatkan kesan pneumonia.
Gessman LM, Rappaport DI. Approach to communityacquired pneumonia in children. Hosp Physician 2009;1-5
TEORI KASUS
80 % anak yang tidak menerima ASI Pada riwayat nutrisi, pasien hanya diberikan
eksklusif menderita pneumonia dan morbili. susu formula dan sudah tidak diberikan ASI.
ASI mempengaruhi sistem imun sistemik Pasien menjadi lebih rentan menderita
anak sebagai imunomodulator, pneumonia dan anemia defisensi besi karena
maturasional, anti inflamasi dan anti sudah berhenti mengkonsumsi ASI sejak
mikroba sehingga anak yang tidak usia 1 minggu.
mendapatkan ASI eksklusif lebih mudah
mendapatkan infeksi saluran pernapasan.
Bayi yang mengkonsumsi ASI jarang
menderita defisiensi besi sebelum usia 6
bulan
Kasundriya SK, Dhaneria M, Mathur A, Pathak A. Incidence and risk factors for severe pneumonia in children hospitalized with pneumonia in Ujjain, India. Int J
Environ Res Public Health. 2020 27;17(13):4637
PENUTUP
- Telah dilaporkan sebuah kasus an. SNA perempuan berusia 1 tahun 9 bulan
yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis morbili, kejang
demam sederhana, dan pneumonia komunitas atau CAP. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan terakhir yang diberikan adalah O2 dengan
nasal kanul 1-2 lpm, IVFD D5 ½ NS 1000 ml, venflon, IV Ampicillin-
sulbactam 3x600 mg, IV Gentamisin 1x90 mg, IV paracetamol 4x15 mg
(k/p demam), IV Diazepam 3mg (k/p kejang), PO. Ambroxol 4 mg , PO.
Salbutamol 1 mg. Pasien telah di rawat di ruang anak RSUD Ulin sejak
tanggal 13 Oktober 2022 dan pulang pada tanggal 19 Oktober 2022 dengan
keadaan membaik
Terima kasih