Oleh:
Huzlifatil Jannah
NIM 2130912320140
Pembimbing:
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1. Definisi.............................................................................. 3
2. Etiologi.............................................................................. 3
3. Patofisiologi ...................................................................... 4
5. Diagnosis........................................................................... 13
6. Tatalaksana....................................................................... 17
7. Komplikasi ...................................................................... 17
8. Pencegahan .......................................................................... 18
9. Prognosis .......................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
darah dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.
dengan perdarahan masif yang disertai renjatan. Perdarahan yang tersamar (occult
bleeding) hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau adanya anemia
defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat ringannya perdarahan
dapat dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya kadar haemoglobin,
serta yang paling penting adalah ada tidaknya manifestasi gangguan hemodinamik.1
perdarahan saluran cerna bagian atas pada 10.3% pasien. Prolaps atau kembalinya isi
lambung ke kerongkongan karena refleks muntah menjadi faktor etiologi yang cukup
robek (lecet) pada bagian bawah kerongkongan dan bagian atas lambung dan dapat
perdarahan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh sindrom Mallory weiss.
Umumnya hanya didapatkan pada pecandu alkohol yang berat, namun dapat pula
terjadinya perdarahan gastrointestinal pada 72 dari 1400 pasien (51%). Perdarahan
2
masalah medis yang sering menimbulkan kematian yang tinggi. Oleh karena itu harus
dianggap suatu masalah gawat darurat yang serius, dan perlu penanganan yang cepat
hematemesis pada orang dewasa, meskipun didapatkan juga pada anak-anak dengan
frekuensi lebih kecil (<5% dari seluruh perdarahan gastrointestinal). Dapat terjadi
pada laki-laki dan perempuan. Biasanya terjadi pada dekade lima dan enam
kehidupan. Namun dapat pula terjadi pada anak-anak dan remaja dengan penyebab
yang berbeda.5 Pada anak-anak yang dicurigai memiliki sindrom mallory weiss adalah
Komplikasi yang sering terjadi pada muntah yang berkepanjangan antara lain
pada sindroma Mallory Weiss yakni robekan fundus lambung, gangguan nutrisi /
tanpa pemahaman yang jelas penyebab muntah tidak dianjurkan. Hanya pada keadaan
tertentu antiemetik dapat digunakan dan cukup efektif misalnya pada mabuk
kendaraan (motion sickness), nausea dan muntah pasca operasi, terapi kanker,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindrom Mallory-Weiss adalah kondisi yang mengacu pada robekan atau
laserasi selaput lendir, paling sering pada titik di mana kerongkongan dan lambung
perdarahan hebat dari saluran pencernaan. Penyebab langsung dari lesi biasanya
perdarahan saluran cerna atas akut dan ditandai dengan adanya laserasi mukosa
bawah hingga tengah atau ke distal hingga melibatkan bagian proksimal lambung.8
2. Etiologi
Hernia hiatus
Cedera pada dada atau perut
Cegukan yang berat atau berlangsung lama
Gastritis
Batuk yang kuat dan lama
Kejang
Sering mengangkat beban berat
4
3. Patofisiologi
dalam kasus muntah yang kuat), isi lambung mengalir ke proksimal di bawah tekanan
mukosa longitudinal yang dapat mencapai lapisan arteri dan vena submukosa,
memanjang, dan tidak melingkar, diduga dikarenakan bentuk silindris dari esofagus
dan lambung.9,10
saat buang air besar atau mengangkat, cedera perut tumpul, kejang epilepsi, batuk,
4
cegukan di bawah anestesi, dan persiapan kolonoskopi dengan larutan lavage elektrolit
polietilen glikol.
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang dapat ditemukan tergantung dari tingkatan atau derajat
setelah mual atau muntah. Graham dan Schwartz menemukan riwayat semacam ini
didapat hanya pada sekitar 30% pasien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Harris
dan Di Palma, hematemesis pada muntah pertama dilaporkan pada 50% pasien.
Gejala klinis lainnya yang dapat terjadi pada sindroma Mallory-Weiss adalah melena,
disfagia, nyeri dada, takikardi, hipotensi, hematochezia, sinkop, nyeri abdomen bisa
juga terjadi syok. Melena adalah feses yang lebih gelap akibat adanya darah yang
dicerna sebagian yang berasal dari robekan pada sindroma Mallory-Weiss. Saat
akibat dari pembusukan ini, tinja berwarna hitam seperti tar. Pendarahan yang terus
menerus terjadi dapat menyebabkan kondisi anemia atau kekurangan darah pada
pasien sindroma Mallory-Weiss. Gejala sekunder sindroma ini yang dapat muncul
sebagai tanda adanya anemia adalah kelelahan, pusing atau bahkan pingsan, sesak
Atypical Mallory-Weiss Syndrome. Hal ini dapat terjadi saat robekan Mallory-Weiss
5. Diagnosis
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada anamnesis, riwayat adanya
muntah darah menjadi hal mendukung kecurigaan ke arah sindroma Mallory-Weiss. Terdapat
85% kasus sindroma ini terjadi diawali oleh adanya riwayat hematemesis. Jumlah darah yang
dikeluarkan sangat bervariasi, dari yang hanya berupa lendir bercampur darah, hingga
perdarahan masif berwarna merah terang. Pada kasus dengan perdarahan masif, perlu digali
adanya gejala melena dan gejala ke arah anemia, seperti pucat, lemas, pusing hingga
pingsan.14,15,16
Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik. Tidak ada tanda khas yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah sindroma Mallory-Weiss ini.
Tanda-tanda yang muncul memiliki kemiripan dengan kondisi perdarahan lain atau kondisi
syok. Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus dinilai untuk mengevaluasi stabilitas
hemodinamik. Tanda-tanda vital harus dipantau untuk adanya takikardia, takipnea, hipotensi,
hipotensi ortostatik, dan pengisian kapiler/capillary refill time (CRT). Takikardia adalah
indikator paling sensitif untuk kondisi kehilangan darah pada anak-anak. Abdomen harus
dinilai untuk mengarahkan adanya nyeri epigastrium atau rebound, bekas luka bedah,
hepatomegali, nyeri kuadran kanan atas, atau tanda lain atau gejala sisa dari penyakit hati
kronis. Nyeri abdomen pada regio epigastrium dapat ditemukan pada pasien sindroma
(GERD).17
tes laboratorium. Tes laboratorium meliputi hitung darah lengkap (CBC), hemoglobin dan
parsial, dan jumlah trombosit). Tidak ada hasil laboratorium yang khas mengarah pada
sindroma Mallory-Weiss. Hasil abnormal dapat ditemukan jika mengarah pada tanda-tanda
Pemeriksaan standar emas (gold standard) pada sindroma Mallory-Weiss ini adalah
endoskopi saluran pencernaan bagian atas. Endoskopi ini merupakan pemeriksaan untuk
esofagus aktif sederhana. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan perdarahan aktif, gumpalan,
atau kerak fibrin di atas robekan. Dalam kebanyakan kasus, robekan linier tunggal yang
ditemukan di bagian proksimal kurvatura minor lambung tepat di bawah kardia, menegaskan
diagnosis.6
6. Tatalaksana
hematemesis. Jika jumlah darah minimal dan pasien stabil, mungkin tidak diperlukan
intervensi apa pun, karena dianggap penyakit self-limited dalam situasi ini. Sekitar 80% pada
4
90% kasus, perdarahan pada Sindrom Mallory-Weiss akan berhenti dengan sendirinya.
Manajemen awal bertujuan untuk menstabilkan kondisi umum pasien. Resusitasi segera
pasien dengan perdarahan aktif harus dimulai pada saat pasien datang ke fasilitas kesehatan.
pernapasan, dan sirkulasi (protokol ABC). Pemasangan akses intravena (IV) sentral atau
perifer yang baik (biasanya 2 jalur) bersamaan dengan penggantian cairan dapat
menyelamatkan nyawa pasien dengan perdarahan hebat. Infus Packed RBC (sel darah merah)
diindikasikan jika kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL atau jika pasien datang dengan
pada pasien yang diduga mengalami varises esofagus, sebelum bilas lambung.
Ketidakseimbangan elektrolit, jika ada, harus diperbaiki dengan tepat. Faktor koagulasi perlu
dioptimalkan sebelum melanjutkan dengan endoskopi. Sebagian besar pasien yang dikelola
secara konservatif biasanya dirawat di rumah sakit sampai hemostasis tercapai dan gejala
teratasi. Pada pasien dengan perdarahan aktif atau pada jika perdarahan tidak kunjung
A. Pengobatan Farmakologis
dan esofagus. PPI intravena diberikan kepada pasien yang diharapkan untuk menjalani
dan muntah.9,10,11
B. Endoskopi
4
Endoskopi adalah pemeriksaan pilihan pada semua kasus perdarahan saluran cerna
atas. Jika perdarahan sudah berhenti pada saat endoskopi, biasanya tidak diperlukan
intervensi lebih lanjut. Penanganan dengan endoskopi yang paling umum digunakan untuk
perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss adalah terapi injeksi, penanganan dengan termal
kontak, koagulasi plasma argon (APC), penempatan hemoklip, dan ligasi pita.
Berbagai agen digunakan dalam terapi injeksi endoskopi tetapi epinefrin paling sering
digunakan. Terapi injeksi adalah terapi lini pertama yang sederhana, mudah diterapkan dan
relatif murah. Terapi injeksi epinefrin meningkatkan hasil dalam hal tingkat perdarahan
berulang, durasi tinggal di rumah sakit, dan kebutuhan transfusi dibandingkan dengan
langkah-langkah pendukung saja. Namun, penggunaan epinefrin untuk terapi injeksi dapat
menyebabkan takikardia ventrikel karena diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Terapi injeksi
2. Elektrokoagulasi endoskopi
Aplikasi panas dan tekanan secara simultan pada lesi perdarahan dimungkinkan dengan
elektrokoagulasi. Efektivitas koagulasi di area basah atau lembab, seperti tempat perdarahan,
dapat menurun karena cairan menghilangkan panas dengan cepat. APC (Argon Plasma
ditempatkan agak jauh dari lokasi, dan arus listrik berfrekuensi tinggi menghasilkan
koagulasi lesi perdarahan. Kurangnya kontak antara kateter dan jaringan menghasilkan luka
bakar superfisial, mengurangi kerusakan dan perforasi jaringan yang tidak diinginkan.
mengobati lesi perdarahan pada jaringan nonfibrotik seperti robekan Mallory-Weiss atau
penempatan hemoklip menjadi prosedur yang menantang dan mungkin lebih sulit secara
teknis.
dibandingkan dengan prosedur hemostatik lainnya. Pada EBL, lesi terlihat baik secara
tangensial di bawah tekanan langsung dari tutup ligasi transparan. EBL sangat berguna untuk
lesi perdarahan pada jaringan nonfibrotik, dan perforasi esofagus. Dalam sebuah studi
Perancis, EBL aman dan efisien untuk hemostasis primer perdarahan sindroma Mallory-
Weiss. Selain itu, perdarahan berulang secara signifikan lebih sedikit terjadi pada pasien yang
diobati dengan EBL dibandingkan dengan hemoklip yang dikombinasikan dengan epinefrin.7
C. Angioterapi
D. Pembedahan
7. Komplikasi
syok hipovolemik, dan gangguan metabolisme. Kematian terjadi jika perdarahan tidak
4
komplikasi yang jarang terjadi. Perforasi atau peningkatan perdarahan selama terapi
endoskopi merupakan komplikasi yang potensial Iskemia organ dan infark merupakan
8. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan pada
kerongkongan adalah:
9. Prognosis
PENUTUP
kehilangan darah dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal
ligamentum treitz, mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas
intermiten sampai dengan perdarahan masif yang disertai renjatan. Perdarahan yang
tersamar (occult bleeding) hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau
adanya anemia defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat
ringannya perdarahan dapat dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya
kadar haemoglobin, serta yang paling penting adalah ada tidaknya manifestasi
gangguan hemodinamik.1
perdarahan saluran cerna bagian atas pada 10.3% pasien. Prolaps atau kembalinya isi
lambung ke kerongkongan karena refleks muntah menjadi faktor etiologi yang cukup
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Chung IK, Kim EJ, Hwang KY, et al. Evaluation of endoscopic hemostasis
in upper gastrointestinal bleeding related to Mallory-Weiss syndrome.
Endoscopy. 2002;34:474-79.
2. Huang SP, Wang HP, Lee YC, et al. Endoscopic hemoclip placement and
epinephrine injection for Mallory-Weiss syndrome with active bleeding.
Gastrointest Endosc. 2002;55:842-46.
3. Fujii H, Suehiro S, Shibata T, et al. Mallory – weiss tear complicating
intraoperative transesophageal echocardiography. Circ J. 2003;32:233-34.
4. Morales P, Baum AE. Therapeutic Alternatives for the Mallory-Weiss Tear.
Curr Treat Options Gastroenterol. 2003;6:75-83.
5. Lindley KJ, Andrew PL, 2005; Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. J
Pediatr Gastroenterol and Nutr; 41:S38-S40
6. Sondheimer JM, 2004; Vomiting. In Walker, Goulet, Kleinman, Sherman,
Shneider, Sanderson. Pediatric Gastrointestinal Disease. Pathophysiology,
Diagnosis, Management. BC Decker fourth ed. p 203-209.
7. Yamamoto N, Nakamura M, Tachibana S, et al. Evaluation of endoscopic
hemostais in upper gastrointestinal bleeding related Mallory-Weiss syndrome.
Surg Today. 2002;32:519-22.
8. Yunes Z, Johnson DA. The spectrum of spontaneous and iatrogenic esophageal
injury: perforations, Mallory-Weiss tears, and hematomas. J Clin Gastroenterol.
1999;29:306-17
9. Rawla P, Devasahayam J. Mallory Weiss Syndrome. StatPearls Publishing LLC.
26-41.
11. Rees CJ, Cantor RM, Pollack Jr, Riese, VG. Mallory-Weiss Syndrome. In:
21
13. Owensby S, Taylor K, Wilkins T. Diagnosis and management of upper
Medicine. 2015;28(1):134–45.
2015;48(2):102.
15. Kim JW, Shim C-S, Lee TY, Cheon YK. Mallory-Weiss tear during
November 2022
21