Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Mallory Weiss

Oleh:
Huzlifatil Jannah
NIM 2130912320140

Pembimbing:

dr. Hasni Hasan Basri, Sp. A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
November, 2022
2

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2

1. Definisi.............................................................................. 3

2. Etiologi.............................................................................. 3

3. Patofisiologi ...................................................................... 4

4. Manifestasi Klinis .............................................................. 11

5. Diagnosis........................................................................... 13

6. Tatalaksana....................................................................... 17

7. Komplikasi ...................................................................... 17

8. Pencegahan .......................................................................... 18

9. Prognosis .......................................................................... 18

BAB III PENUTUP................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 21
3

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kondisi kehilangan

darah dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,

mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.

Mekanisme kehilangan darah dapat berupa perdarahan tersamar intermiten sampai

dengan perdarahan masif yang disertai renjatan. Perdarahan yang tersamar (occult

bleeding) hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau adanya anemia

defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat ringannya perdarahan

dapat dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya kadar haemoglobin,

serta yang paling penting adalah ada tidaknya manifestasi gangguan hemodinamik.1

Sindrom Mallory Weiss telah ditemukan sebagai salah satu penyebab

perdarahan saluran cerna bagian atas pada 10.3% pasien. Prolaps atau kembalinya isi

lambung ke kerongkongan karena refleks muntah menjadi faktor etiologi yang cukup

sering pada sub kelompok kecil pasien.1,2

Sindrom Mallory Weiss merupakan kumpulan gejala dengan kondisi luka

robek (lecet) pada bagian bawah kerongkongan dan bagian atas lambung dan dapat

terjadi selama muntah-muntah atau cegukan yang sangat kuat. Tercatat 5%

perdarahan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh sindrom Mallory weiss.

Umumnya hanya didapatkan pada pecandu alkohol yang  berat, namun dapat pula

didapatkan pada pasien yang bukan pecandu alkohol.3

Pada beberapa kasus dikatakan sindrom Mallory Weiss merupakan penyebab

terjadinya perdarahan gastrointestinal pada 72  dari 1400 pasien (51%). Perdarahan
2

saluran cerna bagian atas (uppper gastrointestinal bleeding) merupakan

masalah medis yang sering menimbulkan kematian yang tinggi. Oleh karena itu harus

dianggap suatu masalah gawat darurat yang serius, dan perlu penanganan yang cepat

dan cermat. Sindrom Mallory-Weiss penyebab 10 sampai dengan 15% setiap

hematemesis pada orang dewasa, meskipun didapatkan juga pada anak-anak dengan

frekuensi lebih kecil (<5% dari seluruh perdarahan gastrointestinal).  Dapat terjadi

pada laki-laki dan perempuan. Biasanya terjadi pada dekade lima dan enam

kehidupan. Namun dapat pula terjadi pada anak-anak dan  remaja dengan penyebab

yang berbeda.5 Pada anak-anak yang dicurigai memiliki sindrom mallory weiss adalah

dari keluhan muntah-muntah.4,5

Komplikasi yang sering terjadi pada muntah yang berkepanjangan antara lain

pada sindroma Mallory Weiss yakni robekan fundus lambung, gangguan nutrisi /

metabolik, dehidrasi dan gangguan elektrolit, esofagitis, esofagitis eosinofilik serta

gangguan laringorespiratori. Penggunaan obat-obat antiemetik pada bayi dan anak

tanpa pemahaman yang jelas penyebab muntah tidak dianjurkan. Hanya pada keadaan

tertentu antiemetik dapat digunakan dan cukup efektif misalnya pada mabuk

kendaraan (motion sickness), nausea dan muntah pasca operasi, terapi kanker,

sindroma siklik vomiting, gastroparesis, atau kelainan motilitas gastrointestinal.5,6


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Sindrom Mallory-Weiss adalah kondisi yang mengacu pada robekan atau

laserasi selaput lendir, paling sering pada titik di mana kerongkongan dan lambung

bertemu (gastroesophageal junction). Robekan seperti itu dapat menyebabkan

perdarahan hebat dari saluran pencernaan. Penyebab langsung dari lesi biasanya

adalah periode muntah yang berkepanjangan. 7

Sindrom Mallory-Weiss adalah merupakan salah satu penyebab umum

perdarahan saluran cerna atas akut dan ditandai dengan adanya laserasi mukosa

superfisial longitudinal (robekan). Robekan ini terjadi terutama pada sambungan

gastroesofageal dan dapat meluas ke proksimal hingga melibatkan esofagus bagian

bawah hingga tengah atau ke distal hingga melibatkan bagian proksimal lambung.8

2. Etiologi

Sindrom Mallory-Weiss umumnya disebabkan oleh peningkatan


tekanan pada saluran cerna bagian atas, misalnya akibat muntah yang terus-
menerus. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh gangguan pada lambung,
konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, dan bulimia.
Usia merupakan salah satu faktor risiko munculnya sindrom Mallory-
Weiss. Individu berusia 40–60 tahun lebih berisiko menderita kondisi ini.
Selain itu, sindrom Mallory-Weiss juga lebih sering dialami oleh wanita
dibandingkan dengan pria.3,4
Beberapa faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko terserang
sindrom Mallory-Weiss adalah:

 Hernia hiatus
 Cedera pada dada atau perut
 Cegukan yang berat atau berlangsung lama
 Gastritis
 Batuk yang kuat dan lama
 Kejang
 Sering mengangkat beban berat
4

 Menerima resusitasi jantung paru


 Hyperemesis gravidarum (muntah-muntah saat hamil)
 Melahirkan
 Menjalani kemoterapi

 Penggunaan aspirin atau obat-obatan golongan antiinflamasi nonsteroid

3. Patofisiologi

Mekanisme pasti terjadinya sindrom Mallory-Weiss masih belum diketahui.

Penyebab umumnya terjadi ketika tekanan intraabdominal tiba-tiba meningkat (seperti

dalam kasus muntah yang kuat), isi lambung mengalir ke proksimal di bawah tekanan

ke kerongkongan. Tekanan berlebih dari isi lambung ini menyebabkan robekan

mukosa longitudinal yang dapat mencapai lapisan arteri dan vena submukosa,

mengakibatkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Robekan ini cenderung

memanjang, dan tidak melingkar, diduga dikarenakan bentuk silindris dari esofagus

dan lambung.9,10

Gambar 2.1 Patofisiologi Mallory weist Syndrome

Faktor pencetus terjadinya robekan Mallory-Weiss termasuk muntah, mengejan

saat buang air besar atau mengangkat, cedera perut tumpul, kejang epilepsi, batuk,
4

cegukan di bawah anestesi, dan persiapan kolonoskopi dengan larutan lavage elektrolit

polietilen glikol.

4. Manifestasi klinis

Robekan Mallory-Weiss tidak menunjukkan gejala yang spesifik.

Gambaran klinis yang dapat ditemukan tergantung dari tingkatan atau derajat

perdarahan gastrointestinal. Gambaran klasik yang sering muncul adalah hematemesis

setelah mual atau muntah. Graham dan Schwartz menemukan riwayat semacam ini

didapat hanya pada sekitar 30% pasien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Harris

dan Di Palma, hematemesis pada muntah pertama dilaporkan pada 50% pasien.

Gejala klinis lainnya yang dapat terjadi pada sindroma Mallory-Weiss adalah melena,

disfagia, nyeri dada, takikardi, hipotensi, hematochezia, sinkop, nyeri abdomen bisa

juga terjadi syok. Melena adalah feses yang lebih gelap akibat adanya darah yang

dicerna sebagian yang berasal dari robekan pada sindroma Mallory-Weiss. Saat

laserasi mengeluarkan darah, darah masuk ke abdomen, membusuk, dan sebagai

akibat dari pembusukan ini, tinja berwarna hitam seperti tar. Pendarahan yang terus

menerus terjadi dapat menyebabkan kondisi anemia atau kekurangan darah pada

pasien sindroma Mallory-Weiss. Gejala sekunder sindroma ini yang dapat muncul

sebagai tanda adanya anemia adalah kelelahan, pusing atau bahkan pingsan, sesak

napas dan pucat.11,12,13

Adapun sindroma Mallory-Weiss yang tidak bergejala yang sering disebut

Atypical Mallory-Weiss Syndrome. Hal ini dapat terjadi saat robekan Mallory-Weiss

ini ditemukan secara tidak sengaja pada tindakan endoskopi..12,13


4

5. Diagnosis

Penegakan diagnosis sindroma Mallory-Weiss ini perlu dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada anamnesis, riwayat adanya

muntah darah menjadi hal mendukung kecurigaan ke arah sindroma Mallory-Weiss. Terdapat

85% kasus sindroma ini terjadi diawali oleh adanya riwayat hematemesis. Jumlah darah yang

dikeluarkan sangat bervariasi, dari yang hanya berupa lendir bercampur darah, hingga

perdarahan masif berwarna merah terang. Pada kasus dengan perdarahan masif, perlu digali

adanya gejala melena dan gejala ke arah anemia, seperti pucat, lemas, pusing hingga

pingsan.14,15,16

Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik. Tidak ada tanda khas yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah sindroma Mallory-Weiss ini.

Tanda-tanda yang muncul memiliki kemiripan dengan kondisi perdarahan lain atau kondisi

syok. Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus dinilai untuk mengevaluasi stabilitas

hemodinamik. Tanda-tanda vital harus dipantau untuk adanya takikardia, takipnea, hipotensi,

hipotensi ortostatik, dan pengisian kapiler/capillary refill time (CRT). Takikardia adalah

indikator paling sensitif untuk kondisi kehilangan darah pada anak-anak. Abdomen harus

dinilai untuk mengarahkan adanya nyeri epigastrium atau rebound, bekas luka bedah,

hepatomegali, nyeri kuadran kanan atas, atau tanda lain atau gejala sisa dari penyakit hati

kronis. Nyeri abdomen pada regio epigastrium dapat ditemukan pada pasien sindroma

Mallory-Weiss yang memiliki faktor predisposisi seperti gastroesophageal reflux disease

(GERD).17

Setelah mendapatkan riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik, pemerikssaan

penunjang harus diprioritaskan berdasarkan tingkat keparahan perdarahan melalui beberapa

tes laboratorium. Tes laboratorium meliputi hitung darah lengkap (CBC), hemoglobin dan

hematokrit, profil koagulasi (waktu perdarahan, waktu protrombin, waktu tromboplastin


4

parsial, dan jumlah trombosit). Tidak ada hasil laboratorium yang khas mengarah pada

sindroma Mallory-Weiss. Hasil abnormal dapat ditemukan jika mengarah pada tanda-tanda

adanya perdarahan secara umum.17

Pemeriksaan standar emas (gold standard) pada sindroma Mallory-Weiss ini adalah

endoskopi saluran pencernaan bagian atas. Endoskopi ini merupakan pemeriksaan untuk

mendiagnosis adanya robekan Mallory-Weiss secara definitif, dan menangani perdarahan

esofagus aktif sederhana. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan perdarahan aktif, gumpalan,

atau kerak fibrin di atas robekan. Dalam kebanyakan kasus, robekan linier tunggal yang

ditemukan di bagian proksimal kurvatura minor lambung tepat di bawah kardia, menegaskan

diagnosis.6

Gambar 2.2 Mallory weiss tear

6. Tatalaksana

Penatalaksanaan sindrom Mallory-Weiss didasarkan pada jumlah

hematemesis. Jika jumlah darah minimal dan pasien stabil, mungkin tidak diperlukan

intervensi apa pun, karena dianggap penyakit self-limited dalam situasi ini. Sekitar 80% pada
4

90% kasus, perdarahan pada Sindrom Mallory-Weiss akan berhenti dengan sendirinya.

Manajemen awal bertujuan untuk menstabilkan kondisi umum pasien. Resusitasi segera

pasien dengan perdarahan aktif harus dimulai pada saat pasien datang ke fasilitas kesehatan.

Tenaga kesehatan menilai stabilitas hemodinamik dengan memeriksa jalan napas,

pernapasan, dan sirkulasi (protokol ABC). Pemasangan akses intravena (IV) sentral atau

perifer yang baik (biasanya 2 jalur) bersamaan dengan penggantian cairan dapat

menyelamatkan nyawa pasien dengan perdarahan hebat. Infus Packed RBC (sel darah merah)

diindikasikan jika kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL atau jika pasien datang dengan

tanda-tanda syok atau perdarahan hebat.9,10

Dekompresi nasogastrik menggunakan selang nasogastrik dapat dilakukan, terutama

pada pasien yang diduga mengalami varises esofagus, sebelum bilas lambung.

Ketidakseimbangan elektrolit, jika ada, harus diperbaiki dengan tepat. Faktor koagulasi perlu

dioptimalkan sebelum melanjutkan dengan endoskopi. Sebagian besar pasien yang dikelola

secara konservatif biasanya dirawat di rumah sakit sampai hemostasis tercapai dan gejala

teratasi. Pada pasien dengan perdarahan aktif atau pada jika perdarahan tidak kunjung

berhenti, ada beberapa cara penanganan yang bisa diperhatikan.1,2,17

A. Pengobatan Farmakologis

Inhibitor pompa proton (PPI) dan penghambat H2 diberikan untuk menurunkan

keasaman lambung karena peningkatan keasaman menghambat pemulihan mukosa lambung

dan esofagus. PPI intravena diberikan kepada pasien yang diharapkan untuk menjalani

pemeriksaan endoskopi. Antiemetik seperti ondansetron diberikan untuk mengontrol mual

dan muntah.9,10,11

B. Endoskopi
4

Endoskopi adalah pemeriksaan pilihan pada semua kasus perdarahan saluran cerna

atas. Jika perdarahan sudah berhenti pada saat endoskopi, biasanya tidak diperlukan

intervensi lebih lanjut. Penanganan dengan endoskopi yang paling umum digunakan untuk

perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss adalah terapi injeksi, penanganan dengan termal

kontak, koagulasi plasma argon (APC), penempatan hemoklip, dan ligasi pita.

1. Terapi injeksi endoskopi

Berbagai agen digunakan dalam terapi injeksi endoskopi tetapi epinefrin paling sering

digunakan. Terapi injeksi adalah terapi lini pertama yang sederhana, mudah diterapkan dan

relatif murah. Terapi injeksi epinefrin meningkatkan hasil dalam hal tingkat perdarahan

berulang, durasi tinggal di rumah sakit, dan kebutuhan transfusi dibandingkan dengan

langkah-langkah pendukung saja. Namun, penggunaan epinefrin untuk terapi injeksi dapat

menyebabkan takikardia ventrikel karena diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Terapi injeksi

harus dihindari pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner.

2. Elektrokoagulasi endoskopi

Aplikasi panas dan tekanan secara simultan pada lesi perdarahan dimungkinkan dengan

elektrokoagulasi. Efektivitas koagulasi di area basah atau lembab, seperti tempat perdarahan,

dapat menurun karena cairan menghilangkan panas dengan cepat. APC (Argon Plasma

Coagulation) juga digunakan untuk mengobati perdarahan robekan Mallory-Weiss. Probe

ditempatkan agak jauh dari lokasi, dan arus listrik berfrekuensi tinggi menghasilkan

koagulasi lesi perdarahan. Kurangnya kontak antara kateter dan jaringan menghasilkan luka

bakar superfisial, mengurangi kerusakan dan perforasi jaringan yang tidak diinginkan.

3. Penempatan hemoklip endoskopi


4

Penempatan hemoklip endoskopi adalah prosedur yang mudah digunakan untuk

mengobati lesi perdarahan pada jaringan nonfibrotik seperti robekan Mallory-Weiss atau

ulkus Dieulafoy. Namun, karena lokasi perdarahan berada di persimpangan gastroesophageal,

penempatan hemoklip menjadi prosedur yang menantang dan mungkin lebih sulit secara

teknis.

4. Ligasi pita endoskopi/ Endoscopic band ligation (EBL)

Keuntungan utama ligasi pita endoskopi (EBL) adalah kemudahan teknisnya

dibandingkan dengan prosedur hemostatik lainnya. Pada EBL, lesi terlihat baik secara

tangensial di bawah tekanan langsung dari tutup ligasi transparan. EBL sangat berguna untuk

lesi perdarahan pada jaringan nonfibrotik, dan perforasi esofagus. Dalam sebuah studi

Perancis, EBL aman dan efisien untuk hemostasis primer perdarahan sindroma Mallory-

Weiss. Selain itu, perdarahan berulang secara signifikan lebih sedikit terjadi pada pasien yang

diobati dengan EBL dibandingkan dengan hemoklip yang dikombinasikan dengan epinefrin.7

C. Angioterapi

Angiografi dengan injeksi agen vasokonstriksi seperti vasopresin atau embolisasi

transkateter dengan busa gel untuk menghilangkan arteri mesenterika superior,

dipertimbangkan ketika endoskopi tidak tersedia atau gagal.

D. Pembedahan

Pembedahan jarang diperlukan dan dianggap perlu setelah kegagalan prosedur

endoskopi atau angioterapi dalam menghentikan pendarahan.16,17

7. Komplikasi

Komplikasi berhubungan dengan tingkat jumlah kehilangan darah, seperti

syok hipovolemik, dan gangguan metabolisme. Kematian terjadi jika perdarahan tidak
4

terkontrol. Perforasi esofagus dan kekambuhan pada sindroma Mallory-Weiss merupakan

komplikasi yang jarang terjadi. Perforasi atau peningkatan perdarahan selama terapi

endoskopi merupakan komplikasi yang potensial Iskemia organ dan infark merupakan

komplikasi potensial dari angioterapi.

8. Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan pada
kerongkongan adalah:

 Jaga kebersihan makanan untuk menghindari infeksi saluran cerna yang


dapat menyebabkan muntah-muntah.
 Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan batuk hebat, seperti kebiasaan
merokok.
 Hindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
 Hindari mengejan berlebihan atau mengangkat beban yang terlalu berat
seorang diri.
 Konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan obat-obatan dengan
efek samping perdarahan lambung, seperti aspirin atau obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS).
 Hindari makanan yang berpotensi melukai saluran cerna bagian atas, seperti
kacang, makanan asam, dan makanan pedas, terutama jika menderita
gastritis atau penyakit asam lambung.

9. Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebabnya. Bagi kebanyakan orang yang menjalani

pengobatan, gejalanya memang berkurang tetapi kekambuhan sering terjadi.


BAB III

PENUTUP

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kondisi

kehilangan darah dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal

ligamentum treitz, mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas

dari jejunum. Mekanisme kehilangan darah dapat berupa perdarahan tersamar

intermiten sampai dengan perdarahan masif yang disertai renjatan. Perdarahan yang

tersamar (occult bleeding) hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau

adanya anemia defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat

ringannya perdarahan dapat dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya

kadar haemoglobin, serta yang paling penting adalah ada tidaknya manifestasi

gangguan hemodinamik.1

Sindrom Mallory Weiss telah ditemukan sebagai salah satu penyebab

perdarahan saluran cerna bagian atas pada 10.3% pasien. Prolaps atau kembalinya isi

lambung ke kerongkongan karena refleks muntah menjadi faktor etiologi yang cukup

sering pada sub kelompok kecil pasien.1,2

Prognosis tergantung pada penyebabnya. Bagi kebanyakan orang yang

menjalani pengobatan, gejalanya memang berkurang tetapi kekambuhan sering terjadi

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Chung IK, Kim EJ, Hwang KY, et al. Evaluation of endoscopic hemostasis
in upper gastrointestinal bleeding related to Mallory-Weiss syndrome.
Endoscopy. 2002;34:474-79.
2. Huang SP, Wang HP, Lee YC, et al. Endoscopic hemoclip placement and
epinephrine injection for Mallory-Weiss syndrome with active bleeding.
Gastrointest Endosc. 2002;55:842-46.
3. Fujii H, Suehiro S, Shibata T, et al. Mallory – weiss tear complicating
intraoperative transesophageal echocardiography. Circ J. 2003;32:233-34.
4. Morales P, Baum AE. Therapeutic Alternatives for the Mallory-Weiss Tear.
Curr Treat Options Gastroenterol. 2003;6:75-83.
5. Lindley KJ, Andrew PL, 2005; Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. J
Pediatr Gastroenterol and Nutr; 41:S38-S40
6. Sondheimer JM, 2004; Vomiting. In Walker, Goulet, Kleinman, Sherman,
Shneider, Sanderson. Pediatric Gastrointestinal Disease. Pathophysiology,
Diagnosis, Management. BC Decker fourth ed. p 203-209.
7. Yamamoto N, Nakamura M, Tachibana S, et al. Evaluation of endoscopic
hemostais in upper gastrointestinal bleeding related Mallory-Weiss syndrome.
Surg Today. 2002;32:519-22.
8. Yunes Z, Johnson DA. The spectrum of spontaneous and iatrogenic esophageal
injury: perforations, Mallory-Weiss tears, and hematomas. J Clin Gastroenterol.
1999;29:306-17
9. Rawla P, Devasahayam J. Mallory Weiss Syndrome. StatPearls Publishing LLC.

2022. Tersedia di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538190/#!

po=79.5455 diakses pada 20 November 2022

10. Azhar Hussain., et al. “The Presentation of Mallory-Weiss Syndrome Secondary to

Underlying Pathologies”. EC Gastroenterology and Digestive System 7.11 (2020):

26-41.

11. Rees CJ, Cantor RM, Pollack Jr, Riese, VG. Mallory-Weiss Syndrome. In:

Differential Diagnosis of Cardiopulmonary Disease. Springer. 2019; 653-660.

12. Prashar A, Dudek W, Cywka T, Prystupa A, Mosiewicz J. Recurrent Hemorrhage

in the course of Mallory-Weiss Syndrome – case report. Journal of Pre-Clinical and

Clinical Research.2011; 5(2) : 77-79

21
13. Owensby S, Taylor K, Wilkins T. Diagnosis and management of upper

gastrointestinal bleeding in children. The Journal of the American Board of Family

Medicine. 2015;28(1):134–45.

14. Kim H-S. Endoscopic management of Mallory-Weiss tearing. Clinical Endoscopy.

2015;48(2):102.

15. Kim JW, Shim C-S, Lee TY, Cheon YK. Mallory-Weiss tear during

esophagogastroduodenoscopy. Case Reports in Gastroenterology. 2015;9(1):62–7.

16. Yin A, Li Y, Jiang Y, Liu J, Luo H. Mallory–Weiss syndrome: Clinical and

endoscopic characteristics. European Journal of Internal Medicine. 2012;23(4).

17. Song LM. Mallory-Weiss Tear Overview of Mallory-Weiss Syndrome.

Gastroenterology, Medscape. 2019.[Internet] Tersedia di:

https://emedicine.medscape.com/article/187134-overview#a1. Diakses pada: 20

November 2022

21

Anda mungkin juga menyukai