Morbili+Kejang Demam
Sederhana+Community Acquired Pneumonia
Oleh :
Huzlifatil Jannah
NIM. 2130912320140
Pembimbing:
BANJARMASIN
November, 2022
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Morbili ................................................................................... 4
1. Definisi.............................................................................. 4
2. Etiologi.............................................................................. 4
3. Epidemiologi ..................................................................... 5
5. Diagnosis........................................................................... 7
6. Tatalaksana........................................................................ 7
7. Pencegahan........................................................................ 9
1. Definisi............................................................................. 12
2. Etiologi............................................................................. 13
4. Diagnosis........................................................................... 14
5. Tatalaksana ...................................................................... 16
ii
C. Community Acquired Pneumonia................................................17
1. Definisi...................................................................................17
2. Etiologi...................................................................................17
3. Manifestasi Klinis..................................................................18
4. Diagnosis...............................................................................18
5. Tatalaksana............................................................................19
A. Identitas...........................................................................................21
B. Anamnesis.......................................................................................22
C. Pemeriksaan Fisik...........................................................................26
D. Status Gizi.......................................................................................31
E. Pemeriksaan Penunjang..................................................................33
F. Resume...........................................................................................35
G. Diagnosis Kerja..............................................................................37
H. Prognosis.........................................................................................37
I. Penatalaksanaan..............................................................................38
J. Usulan/saran...................................................................................38
K. Follow up........................................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................43
BAB V PENUTUP...........................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................49
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Morbili merupakan penyakit infeksi yang disebabkan karena virus morbili dan
bersifat akut serta dapat menular. Penyakit morbili biasanya muncul pada anak-anak
sehingga dapat menjadi sistem kekebalan tubuh seumur hidup. Morbiditas dan mortalitas
yang tercatat di negara berkembang jauh lebih tinggi dari negara maju dikarenakan faktor
terhadap penyakit morbili yang dijalankan dengan baik sehingga penyakit ini jarang
muncul. Tujuan pengenalan tersebut adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut yang
bisa terjadi.2
Morbili adalah penyakit infeksi virus yang menular dan biasanya ditandai dengan
3 stadium, yaitu : stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Nama lain
morbili adalah campak, measles, atau rubella. Morbili disebabkan oleh virus yang
tergolong Famili Paramyxovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak
Kejang demam ialah suatu kondisi perubahan pada fungsi otak secara mendadak
yang berlangsung singkat atau sementara dimana terjadi bangkitan kejang saat suhu tubuh
meningkat (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang
demam biasa terjadi pada anak terutama usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam
terjadi bisa secara sederhana maupun kompleks. Kejang demam sederhana ialah kejang
yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Infeksi respiratori akut menjadi penyebab lebih dari 4 juta kematian yang ada di
2
negara berkembang.3 Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan inflamasi pada paru yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur.4 Namun,
penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab
influenzae (20%).5
bawah lima tahun (balita). Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, kematian
merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi keenam di seluruh dunia,
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa insidens dan prevalensi
pneumonia sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Sedangkan menurut laporan UNICEF 2015
terdapat 14% dari 147.000 anak di 7 bawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia.7, 8
Oleh karena tingginya angka kematian akibat pneumonia akan tetapi sering tidak disadari
pada anak balita di negara berkembang. 6 Ada dua faktor yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
merupakan faktor yang ada pada balita meliputi umur balita, jenis kelamin, berat badan
lahir rendah, status imuniasi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, dan status gizi. Faktor
ekstrinsik merupakan faktor yang tidak ada pada balita meliputi tipe rumah, ventilasi,
jenis lantai, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban, jenis bahan bakar, penghasilan
keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu juga pengetahuan ibu dan keberadaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Morbili
1. Definisi
Morbili atau dikenal juga dengan campak atau measles dalam bahasa Inggris.
Morbili merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan
Seseorang yang terkena penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, terjadi
peradangan pada mata (mata merah), serta timbul bercak kemerahan pada kulit.
Penyakit ini dapat menular melalui percikan droplet dari mulut, hidung, maupun dari
tenggorokan penderita. Kelompok paling rentan untuk terkena penyakit ini adalah
2. Etiologi
terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 °C atau bila
maka infektivitasnya akan hilang. Virus berada dalam lendir di hidung dan
udara dan pernapasan (batuk dan bersin). Virus ditularkan secara langsung dari
droplet infeksi.11
3. Epidemiologi
Angka kesakitan morbili di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000
4
dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Campak masih ditemukan di
negara maju. Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat,
terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun. Pada tahun 2005 terdapat
345.000 kematian di dunia akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian
terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000
kematian karena campak atau 27 kematian terjadi setiap jamnya. Kematian campak
di seluruh dunia pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga
267.000 kematian dimana 177.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah
disayangkan meningat campak adalah salah satu penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.13
pada bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan survey kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1985/1986. Kejadian luar biasa (KLB) masih terus dilaporkan.
Dilaporkan terjadi KLB di pulau Bangka pada tahun 1971 dengan angka kematian
sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR= 15%), dan KLB di
Palembang, Lampung, dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di
Semarang masih tercatat terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%. Berdasarkan
data dari Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2003, di Provinsi Bali terdapat 32,5
per 100.000 balita/tahun, dan di Jawa Barat terdapat 45 per 100.000 balita/tahun.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Selatan pada tahun 2005 terdapat 2.189
penyakit Campak, yaitu 42,5% di antaranya terjadi pada anak usia balita.14
4. Manifestasi Klinis
c. Nyeri tenggorokan
e. Batuk
f. Bercak Koplik.
5. Diagnosis
gejala demam, coryza, konjungtivitis, dan koplik spot yang dilanjutkan dengan
ruam makulopapular khas. Periode paling menular dalam infeksi campak adalah
5 hari sebelum dan 4 hari setelah ruam muncul. Alur mendiagnosis dimulai dari
biasa (KLB) campak pada masa inkubasi. Selain itu, tanda dan gejala klinis yang
khas seperti keluhan demam, batuk, pilek, dan ruam harus ditanyakan. Selain itu,
pasien juga dapat mengeluh mual, muntah, dan diare, sehingga pada keadaan ini,
selain menanyakan gejala, tenaga kesehatan juga harus menilai status hidrasi
pasien. Terdapat pula fase atau masa pada campak dengan diikuti beberapa
gejala khas yang dapat membantu menegakkan diagnosis, diantaranya yaitu :16
Fase Inkubasi
Fase inkubasi infeksi campak dimulai dari paparan hingga muncul gejala
prodromal berkisar antara 11 sampai 12 hari dan waktu dari paparan hingga
timbul rash 7 sampai 21 hari, rata-rata 14 hari. Pada fase ini, pasien bisa tidak
6
ruam.16,17
Fase Prodromal
Gejala tersebut meliputi keluhan demam yang semakin tinggi, minimal salah
satu dari 3c, yaitu cough, coryza, conjunctivitis. Muncul koplik spot membran
ditanyakan mengenai gejala yang dirasakan pasien seperti demam, batuk, pilek;
mata merah, berair, dan fotofobia. Adanya koplik spot dapat ditanyakan
mengenai bercak putih seperti garam dengan dasar kemerahan di dalam mulut.17
Fase Exanthema
makulopapular yang muncul 2 sampai 4 hari dari onset demam dan berlangsung
bintik-bintik merah yang bermula pada garis rambut atau belakang telinga
kemudian menyebar ke wajah dan leher bagian atas. Setelah 3 hari, bintik merah
sesuai dengan urutan bagian tubuh yang pertama kali muncul. Hal lain yang
7
perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah adanya penurunan nafsu makan
Fase Inkubasi
Fase inkubasi infeksi campak dimulai dari paparan hingga muncul gejala
prodromal berkisar antara 11 sampai 12 hari dan waktu dari paparan hingga
timbul rash 7 sampai 21 hari, rata-rata 14 hari. Pada fase ini, pasien bisa tidak
ruam.16,17,18
Fase Prodromal
Gejala tersebut meliputi keluhan demam yang semakin tinggi, minimal salah
satu dari 3c, yaitu cough, coryza, conjunctivitis. Muncul koplik spot membran
mukosa terutama di bagian dalam pipi. 21, 22 Identifikasi gejala prodromal infeksi
campak, pada saat anamnesis dapat ditanyakan mengenai gejala yang dirasakan
pasien seperti demam, batuk, pilek; mata merah, berair, dan fotofobia. Adanya
koplik spot dapat ditanyakan mengenai bercak putih seperti garam dengan dasar
Fase Exanthema
makulopapular yang muncul 2 sampai 4 hari dari onset demam dan berlangsung
bintik-bintik merah yang bermula pada garis rambut atau belakang telinga
kemudian menyebar ke wajah dan leher bagian atas. Setelah 3 hari, bintik merah
sesuai dengan urutan bagian tubuh yang pertama kali muncul. 16 Hal lain yang
perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah adanya penurunan nafsu makan
a. Pemeriksaan Fisik
dan konjungtivitis. Selain itu, pada fase exanthema dapat muncul ruam
terutama pada mereka yang datang dengan mual dan muntah serta diare.18
Demam
Koplik Spot
Koplik spot muncul sebagai plak putih kecil kebiruan pada mukosa bukal.
Koplik spot terdapat pada 70% kasus campak dan dianggap sebagai tanda
patognomonik campak. Koplik spot muncul 1-2 hari sebelum timbul rash dan
Ruam Makulopapular
lesi memucat dengan tekanan menggunakan ujung jari. Sekitar 3 sampai 4 hari
kemudian sebagian besar lesi tidak memucat dengan tekanan. Ruam akan
b. Pemeriksaan Penunjang
mendeteksi antibodi IgM spesifik virus campak dan melihat gambaran klinis
serologis, namun karena keterbatasan sumber daya dan manifestasi klinis yang
khas pada campak, gambaran klinis saja sudah cukup untuk melakukan
diagnosis.17,18
Serologi
99%. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada hari ke empat setelah muncul
rash.17,19
campak pada urin, darah, cairan oral, sekret orofaring dan nasofaring, cairan
10
Pemeriksaan Radiologi
6. Tatalaksana
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
dari terapi suportif pemberian nutrisi dan cairan untuk mencegah dehidrasi,
pemberian vitamin A dan pemberian nutrisi yang adekuat sangat penting dalam
infeksi campak.16
bakteri seperti pneumonia dan otitis media. Pemberian antibiotik ini oleh WHO
aureus, seperti ampicillin, bila tidak terdapat fasilitas untuk melakukan kultur
campak antara lain pemberian cairan yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
Rekomendasi WHO adalah pemberian ORS sebagai pengganti cairan yang hilang
melalui diare dan muntah. Kecukupan nutrisi, baik dengan makanan dan ASI
yang adekuat juga perlu diperhatikan. Berat badan dan asupan nutrisi anak
dipantau setiap hari. Selain itu, pasien juga dapat dikonsultasikan pada ahli gizi,
dengan rehidrasi oral bila pasien masih dapat makan dan minum, maupun
parenteral. Cairan rehidrasi yang disarankan WHO pada anak dehidrasi adalah
oral rehydration salts (ORS) yang mengandung glukosa 13,5 g/L, natrium
klorida 2,6 g/L, kalium klorida 1,5 g/L, trisodium citrate dihydrate 2.9 g/L,
7. Pencegahan
ini dianggap paling efektif adalah dengan cara imunisasi, dengan tujuan
aktif dapat berlangsung lama daripada kekebalan pasif sehingga seseorang tidak
mudah terkena campak, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa imunisasi adalah
suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,
bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin
yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian
12
dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh
tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan
secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya
memori imunologik.25
pengulangan saat anak berusia 18 bulan, dan diulang pada kelas 1 SD/sederajat.
1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Jika anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, maka dicurigai atau kemungkinan
13
lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 28
2. Etiologi
kejang demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
d. Gangguan metabolisme
kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada
e. Trauma.
f. Neoplasma,toksin.
mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi atau tanda dan gejala kejang demam yaitu:29,30
14
a. Kejang demam menpunyai kejadian yang tinggi pada anak yaitu 34%
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh anak
laki-laki
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan infeksi
disusunan saraf pusat seperti otitis media dan bronkitis
d. Bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik
e. Takikardi: pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 kali permenit
4. Diagnosis
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Selain itu juga dapat
5. Tatalaksana
1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
2) Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
3) Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus kasa
bahaya.
8) Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan dilepaskan
1) Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam untuk
dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, > 20 kg ; 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimal 5 mg pada anak berumur kurang
mg/kg BB/ hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid misalnya
1. Definisi
pneumonia, alveolusnya akan terisi oleh nanah dan cairan, yang dapat menyebabkan
adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi
disertai batuk berdahak, napas cepat, sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
2. Etiologi
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
3. Manifestasi klinis
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
memerlukan perawatan di RS. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
berikut :6
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
4. Diagnosis
keluhan yang dialami penderita, meliputi: demam, batuk, gelisah, rewel dan sesak
nafas. Pada bayi, gejala tidak khas, seringkali tanpa gejala demam dan batuk.
Anak besar, kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen, muntah. Manifestasi
klinis yang terjadi akan berbeda-beda, tergantung pada beratnya penyakit dan usia
penderita. Pada bayi jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat pada
bayi adalah: batuk, panas, iritabel. Pada anak balita, dapat ditemukan batuk
produktif atau non produktif dan dipsnea. Sebaliknya, pada anak sekolah dan
remaja: gejala lain yang sering dijumpai adalah: nyeri kepala, nyeri dada, dan
lethargi.33,34
terutama adanya nafas cepat (takipnea) dan kesulitan bernafas (dyspnea). Demam
dapat mencapai suhu 38,50 C sampai menggigil.33, Gejala paru muncul beberapa
hari setelah proses infeksi tidak terkompensasi dengan baik. Gejala distress
subkosta), grunting, napas cuping hidung, apneu dan saturasi oksigen < 90% dapat
menunjukkan beratnya penyakit pada pasien dengan kategori usia sebagai berikut :
> 60x/ menit pada 0-2 bulan, > 50x/menit pada 2-12 bulan, > 40x/menit pada 1-5
meliputi pemeriksaan darah rutin, Analisa Gas Darah (AGD), C-Reaktif Protein
kasus didapatkan anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Pada anak
pada jaringan paru. Gambaran infiltrat di bagian lobar, interstisial, unilateral atau
bilateral memberikan petunjuk organ paru yang terlibat. Pada umumnya, infiltrat
alveolar menunjukkan gambaran kuat adanya pneumonia pada anak.37, 38,39 Hasil
foto torak adanya infiltrat alveolar yang disertai konsolidasi lobar dengan efusi
bilateral dan adanya hiperinflasi dapat terlihat pada pneumonia akibat virus.
terkadang dapat menyerupai pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan
Manifestasi klinis dan laboratorium yang mengarah disertai hasil foto torak positif
Pengukuran saturasi oksigen (SpO2) harus selalu dilakukan pada anak yang
mengalami distress pernapasan terutama anak dengan retraksi dinding dada atau
19
hipoksemia pada jaringan dan juga dapat menunjukkan beratnya pneumonia pada
anak. Pembacaan saturasi anak diperoleh minimal 30 detik setelah bacaan yang
5. Tatalaksana
pemberian cairan intravena dan koreksi gangguan elektrolit pada dehidrasi serta
- Eliminasi mikroorganisme
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat
antipiretik diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
umumnya tidak dilakukan, oleh karena itu terapi antibiotik ditargetkan pada
dan Pediatric Infectious Diseases Society (PIDS) pada tahun 2011 menerbitkan
kelompok usia. Pada bayi dan anak yang sudah diimunisasi, amoksisilin
20
streptococcus pneumonia sebagai penyebabnya selama 7-10 hari. Untuk anak yang
Pada kasus rawat inap, neonatus dengan gangguan pernapasan harus selalu
antibiotik ampisilin dan gentamisin dengan atau tanpa sefotaxim harus dimulai
hari.35,39 Ampisilin juga merupakan antibiotik lini pertama yang diberikan pada
anak usia > 3 bulan yang sudah diimunisasi dengan pneumonia tanpa komplikasi.
Untuk anak-anak yang mengalami infeksi berat (mereka yang dirawat di ruang
cefotaxime) harus diberikan. Apabila ada kecurigaan patogen atipikal atau tidak
Antibiotik non β laktam tidak terbukti lebih efektif daripada sefalosporin generasi
ketiga.39,40
-Tatalaksana suportif
Anak dengan saturasi oksigen ≤ 92% harus diberikan terapi oksigen 2-4 liter/menit
21
di Rumah Sakit dengan nasal kanul, head box atau sungkup guna mempertahankan
saturasi oksigen > 92%. Sebuah studi menyimpulkan bahwa pemberian oksigen
pada anak usia < 5 tahun dengan gangguan pernapasan akut dengan nasal kanul
dan oksigen kotak kepala sama efektifnya untuk aliran oksigen yang diterima.
Apabila hidung anak tersumbat dengan sekret, maka dapat dilakukan penyedotan
(suction) guna membuka jalan nafas.40,41 Terapi cairan diperlukan karena kondisi
anak yang lemas. Hal ini terjadi karena banyaknya energi yang digunakan anak
bantu pernapasan pada pneumonia sedang sampai berat. Selain itu, pasien dengan
dehidrasi dan asupan oral tidak adekuat harus dikoreksi dengan cairan dan
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
I. Penderita
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : S1
Agama : Islam
23
B. Anamnesis
Kiriman dari :-
Dengan diagnosis :-
WITA
Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin diantar oleh kedua orang
tuanya dengan keluhan kejang. Kejang sebanyak 1x terjadi kurang lebih 15 menit
SMRS. Lamanya kejang kurang lebih 10 menit. Kejang seluruh tubuh dengan
mata menedelik keatas dan kaki tangan kaku. Sebelum kejang, pasien sedang
sadar dan setelah kejang pasien sadar kemudian langsung tertidur. Suhu sebelum
Keluhan disertai demam ini sejak 4 hari SMRS. Demam tidak mendadak
tinggi namun perlahan naik. Demam terus menerus dan tidak menurun dengan
seluruh wajah dan menjalar ke bagian tubuh lainnya sampai saat ini sudah hampir
seluruh tubuh. Bercak tidak gatal dan tidak nyeri. Keluhan mata merah, berair dan
disertai sekret pada mata. Pilek sejak 4 hari SMRS, sekret warna bening tanpa
darah.
Riwayat batuk sejak 1 bulan SMRS, batuk sesekali setiap hari, tidak
berdahak dan tidak ada darah. Pasien sudah berobat namun tidak tahu nama
24
obatnya. Pasien mendapatkan obat demam, antibiotik dan oobat nyeri tapi belum
ada perbaikan.
mulut dan mukosa pipi. Tidak ada keluhan sesak napas, mual muntah,nyeri
tenggorokan, BAB cair, nyeri BAK, dan nyeri perut. Ibu mengatakan ada
penurunan berat badan sebanyak kurang lebih 1 kg dalam 1 bulan ini. Penurunan
napsu makan sejak 3 hari SMRS. Pasien hanya mau makan 1-2x/hari sebanyak 2-
4 sendok makan.
Keluarga tidak pernah mempunyai keluhan yang sama. Tidak ada yang
mengalami keluhan serupa seperti batuk, ruam merah ataupun demam. Riwayat
TB paru disangkal.Tidak ada yang sedang campak dikeluarga. Tidak ada riwayat
alergi atau atopi. Teman teman tidak ada yang sedang campak. Tante memiliki
Riwayat antenatal :
ke dokter kandungan. Selama hamil ibu meminum tablet zat besi. Riwayat
Riwayat natal :
Nilai APGAR : Bayi langsung menangis, kulit kemerahan, dan gerakan aktif.
25
riwayatneonatal baik.
6. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Pasien saat ini dapat mengikuti objek dengan mata, melihat wajah orang lain
7. Riwayat Imunisasi
Dasar Ulangan
Nama
(Umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan )
BCG 1 -
Polio - - - - -
Hepatitis B 1 - - -
DPT - - - -
HiB - - - -
MR - -
Kesimpulan : Imunisasi anak tidak lengkap menurut rekomendasi
KEMENKES 2020
26
8. Riwayat Makanan
ASI : diberikan usia 0-1 minggu. Pemberian ASI dihentikan sejak usia 1
Kesimpulan : Intake nutrisi secara kuantitas baik, tetapi secara kualitas kurang baik
9. Riwayat Keluarga
Iktisar keturunan
: Laki-laki : Perempuan
: Sakit
Jelaskan : Sehat,
No. Nama Umur L/P
sakit
Sehat
2. Ny. S 22 tahun P
27
rumah ada 5, yaitu pasien dengan ayah, ibu, dan kakek nenek.
• Pasien tidak tinggal di dekat sungai, dan jauh dari pabrik, tambang, ataupun
pembuangan sampah.
• Setiap kamar ada ventilasi. Pasien tidur bersama ibu dan ayahnya. Kadang
bersama nenek
• Keluarga minum menggunakan air galon isi ulang, untuk mandi dan mencuci
C. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda vital
Suhu : 36.9oC
SpO2 : 98% RA
4. Antropometri
Panjang badan : 81 cm
Lingkar kepala : 46 cm
5. Kulit
Kelembaban : Cukup
6. Kepala/leher
Mata : Palpebra edema tidak ada, alis dan bulu mata tipis,
Leher : Pembesaran tiroid tidak ada, pembesaran KGB leher tidak ada,
7. Toraks
a. Dinding dada/paru
b. Jantung
8. Abdomen
9. Ekstremitas
edema (-)
b. Neurologis :
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks Fisiologis ++/++ ++/++ ++/++ ++/++
Refleks patologis - - - -
Sensibilitas + (baik) + (baik) + (baik) + (baik)
Kaku kuduk (-)
Tanda meningeal
Brudzinki I (-), Brudzinzki II (-), Kernig (-)
31
D. Status Gizi
33
BB: 11.6 kg
PB: 81 cm
LK: 46 cm (Normal)
LiLA: 14 cm (Normal)
BBI: 10.2 kg
E. Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7 12.0-16.0 g/dl
Leukosit 9.1 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.07 4.0-5.30 juta/ul
Hematokrit 34.8 37.0-47.00 vol%
Trombosit 164 150-450 ribu/ul
RDW-CV 13.1 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 85.5 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg
MCHC 33.6 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.1 0.0-1.0 %
Eosinofil % 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil % 25.6 50.0-81.0 %
Limfosit % 70.8 20.0-40.0 %
Monosit % 3.5 2.0-8.0 %
Basofil # 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil # 0.00 <3.00 ribu/ul
Neutrofil # 2.32 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit # 6.43 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit # 0.32 0.30-1.00 ribu/ul
Kesan :
KIMIA
GDS 180 <200.00 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 132 136-145 Meq/l
Kalium 3.9 3.5-5.1 Meq/l
Chlorida 103 98-107 Meq/l
IMUNO SEROLOGI
CRP 0.6 <=5.00 mg/l
Kesan :
Mild Hiponatemi
36
Tulang-tulang intak
Kesan : Pneumoni
F. Resume
Panjang Badan : 81 cm
Uraian
Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin (13 Oktober2022) dengan keluhan kejang.
Kejang sebanyak 1x terjadi kurang lebih 15 menit SMRS. Lamanya kejang kurang lebih
10 menit. Kejang seluruh tubuh dengan mata menedelik keatas dan kaki tangan kaku.
Sebelum kejang, pasien sedang sadar dan setelah kejang pasien sadar kemudian langsung
tertidur. Suhu sebelum kejang yang diukur adalah 39 oC. Keluhan disertai demam ini sejak
4 hari SMRS. Demam tidak mendadak tinggi namun perlahan naik. Demam terus
Keluhan lain adalah keluar bercak kemerahan beberapa jam setelah demam,
bercak mulai muncul dari belakang telinga kemudian menyebar ke seluruh wajah dan
menjalar ke bagian tubuh lainnya sampai saat ini sudah hampir seluruh tubuh. Bercak
Keluhan mata merah, berair dan disertai sekret pada mata. Pilek sejak 4 hari
Riwayat batuk sejak 1 bulan SMRS, batuk sesekali setiap hari, tidak berdahak dan
tidak ada darah. Pasien sudah berobat namun tidak tahu nama obatnya. Pasien
mendapatkan obat demam, antibiotik dan oobat nyeri tapi belum ada perbaikan.
Ibu pasien mengeluhkan adanya bercak putih pada lidah, langit-langit mulut dan
mukosa pipi.
Suhu : 36.9oC
Respirasi : 23 x/menit
38
SpO2 : 98% RA
Mulut : Bibir pucat (+), sianosis (-), faring hiperems (-), Tonsil
Susunan saraf : Meningeal sign (-), kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski
Genitalia : Perempuan
G. Diagnosis Kerja
H. Prognosis
I. Penatalaksanaan
IVFD D5 ½ NS 1000 ml
Venflon
IV Ampisilin-sulbactam 3x600 mg
IV Gentamisin 1x90 mg
PO. Ambroxol 4 mg
PO. Salbutamol 1 mg
J. Usulan/saran
Rontgen Thorax
Edukasi ibu dan keluarga pentingnya imunisasi dan catch up imunisasi pada
anak
41
K. Follow Up
S O A P
- Batuk (+) - Kesadaran : CM • Morbili - O2 dengan nasal
- demam (+) - TD : - • Kejang canul 1-2 lpm
- muntah(-) - N : 137 x/menit demam
- diare(-) - RR : 22 x/menit sederhana - Venflon
- T : 36,8OC • CAP
- SpO2 : 97% room air - IVFD D5 ½ NS
- K/L : Konj. dan sklera 1000ml/ hari
merah (+), sklera ikterik (-),
sekret hidung (-), faring - IV Ampisilin-
hiperemis (-), koplik spot sulbactam 3x600
(+) dilidah dan mukosa mg (H4)
mulut.
-Thoraks:Simetris, retraksi - IV Gentamisin
(-) 1x90 mg (H4)
- Paru :Vesikuler, rhonki(- - IV paracetamol
), wheezing(-) 4x15 mg (k/p
- Jantung : S1-S2 reguler, demam)
murmur (-), gallop (-)
- Abd : Cembung, supel, - PO. Ambroxol 3
BU(+)8x/menit, mg
hepatosplenomegali (-),
ruam merah (+) - PO. Salbutamol 1
- Ekstr : Akral hangat, CRT mg
< 2”, lemak subkutis
minimal, ruam merah
ekstremitas atas dan -Observasi
bawah (+) tanda vital
-Edukasi ibu
- Status neurologis : dan keluarga
Meningeal sign (-), kaku
tentang
kuduk (-), Brudzinski I (-),
Brudzinski II (-), Kernig (-
pentingnya
), pupil isokor 3mm/3mm, pemberian ASI
RC +/+, parese n. kranialis -Edukasi ibu
(-) Refleks palmar grasp (+) dan keluarga
,Refleks moro (+), Rooting pentingnya
refleks (+), Sucking refleks imunisasi dan
(+), refleks patologis (-), catch up
klonus (-), spastik (-), imunisasi pada
flaccid (-) anak
42
S O A P
- Batuk (+) kurang - Kesadaran : CM • Morbili - O2 dengan nasal
- demam (-) - TD : - • Kejang canul 1-2 lpm
- muntah(-) - N : 124 x/menit demam
- diare(-) - RR : 28 x/menit sederhana - Venflon
- T : 36,6oC • CAP
- SpO2 : 97% room air - IVFD D5 ½ NS
- K/L : Konj. dan sklera 1000ml/ hari
merah (+), sklera ikterik (-),
sekret hidung (-), faring - IV Ampisilin-
hiperemis (-), koplik spot sulbactam 3x600
(+) dilidah dan mukosa mg (H5)
mulut.
-Thoraks:Simetris, retraksi - IV Gentamisin
(-) 1x90 mg (H5)
- Paru :Vesikuler, rhonki(- - IV paracetamol
), wheezing(-) 4x15 mg (k/p
- Jantung : S1-S2 reguler, demam)
murmur (-), gallop (-)
- Abd : Cembung, supel, - PO. Ambroxol 3
BU(+)8x/menit, mg
hepatosplenomegali (-),
ruam merah (+) - PO. Salbutamol 1
- Ekstr : Akral hangat, CRT mg
< 2”, lemak subkutis
minimal, ruam merah
ekstremitas atas dan -Observasi
bawah (+) tanda vital
-Edukasi ibu
- Status neurologis : dan keluarga
Meningeal sign (-), kaku
tentang
kuduk (-), Brudzinski I (-),
Brudzinski II (-), Kernig (-
pentingnya
), pupil isokor 3mm/3mm, pemberian ASI
RC +/+, parese n. kranialis -Edukasi ibu
(-) Refleks palmar grasp (+) dan keluarga
,Refleks moro (+), Rooting pentingnya
refleks (+), Sucking refleks imunisasi dan
(+), refleks patologis (-), catch up
klonus (-), spastik (-), imunisasi pada
flaccid (-) anak
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dibahas seorang anak perempuan usia 1 tahun 9 bulan
dengan diagnosis morbili, kejang demam sederhana, dan pneumonia komunitas atau
CAP. Morbili atau dikenal juga dengan campak atau measles dalam bahasa Inggris.
Morbili merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular yang
dewasa. Seseorang yang terkena penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, terjadi
peradangan pada mata (mata merah), serta timbul bercak kemerahan pada kulit.
Penyakit ini dapat menular melalui percikan droplet dari mulut, hidung, maupun
dari tenggorokan penderita. Kelompok paling rentan untuk terkena penyakit ini
adalah bayi dan anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi campak.11,12
ruam merah mulai dari belakang telinga hingga kemudian menyebar ke wajah, dan
bagian tubuh lain seperti badan tang tangan serta kaki. Bercak merah tidak dirasa
dan pemeriksaan fisik, penegakkan diagnosis pada pasien ini juga dilakukan
darah dalam batas normal tetapi limfosit yang meninggi menggambarkan adanya
meningkatnya frekuensi napas. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya
vaksin MR tepat waktu, namun masih dapat menderita penyakit campak. Hal ini
perlindungan yang dimiliki tubuh saat terpajan virus penyebab infeksi semakin kuat.
Efikasi vaksin MR sendiri adalah 90-100%. Karena itu, potensi komplikasi penyakit
karena nenek pasien melarang. Atas alasan inilah imunitas pasien belum terbentuk
sempurna. Imunisasi campak bisa juga diberikan dalam bentuk lain bersamaan
menggantikan cairan tubuh yang hilang. Untuk paracetamol diberikan pada saat pasien
mengalami demam. Ambroxol diberikan untuk mengatasi batuk. Dan salbutamol diberikan
Keluhan selanjutnya yaitu kejang, dimana kejang demam ialah suatu kondisi
perubahan pada fungsi otak secara mendadak yang berlangsung singkat atau
sementara dimana terjadi bangkitan kejang saat suhu tubuh meningkat (suhu rektal
di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasa
terjadi pada anak terutama usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pada pasien didapatkan
kejang karena demam yang didapatkan karena infeksi virus dri campak. Suhu tubuh
pernapasan akut pada paru-paru yang menjadi penyebab utama morbiditas dan
45
mortalitas pada anak berusia di bawah lima tahun.39 Manifestasi klinis sesuai
dengan kriteria WHO untuk pneumonia yaitu batuk, demam, takipnu, peningkatan
usaha napas, napas cuping hidung, dan hipoksia didukung dengan pemeriksaan
penunjang foto toraks.37 Pada infeksi yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal
napas. Pada pemeriksaan fisik masih dalam batas normal dan tidak didapatkan ronki
dan mengi.37 Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di
bawah ini:46,47
a. Batuk-batuk bertambah
ronki
BAB V
PENUTUP
bulan yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis morbili, kejang
Penatalaksanaan terakhir yang diberikan adalah O2 dengan nasal canul 1-2 lpm,
(k/p kejang), PO. Ambroxol 4 mg , PO. Salbutamol 1 mg. Pasien telah di rawat di
ruang anak RSUD Ulin sejak tanggal 13 Oktober 2022 dan pulang pada tanggal
DAFTAR PUSTAKA
And Human Services Centers For Desease Control And Prevention. 2015.
15. Nelson, Behrman, Kiegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Ke 15. Jakarta:
EGC; 2012.
16. Gans H, Maldonado YA. Measles: Clinical Manifestations, Diagnosis, Treatment,
And Prevention. Uptodate. May 2022.
17. Strebel PM, Orenstein WA. Measles. The New England Journal of Medicine.
2019;381(4):349-357.
18. Husada D, Kusdwijono, Puspitasari D, Kartina L, Basuki PS, Ismoedijanto. An
Evaluation Of The Clinical Features Of Measles Virus Infection For Diagnosis In
Children Witjin A Limited Resources Setting. BMC Pediatrics. 2020;20(5):1-10
19. Xavier AR, Rodrigues TS, Santos LS, Lacerda GS, Kanaan S. Clinical,
Laboratorial Diagnosis and Prophylaxis of Measles in Brazil. J Bras Patol Med
Lab. 2019;55(4):390-401.
20. Garna H, Chaerulfatah A, Azhali MS, Setiabudi D. Morbili (campak, rubeola,
measles). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-
3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD; 2005. hlm 234-6.
21. Pedoman Penatalaksanaan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
22. WHO. Measles. December 2019.
23. Stinchfield PA, Orenstein WA. Vitamin A for the management of measles in the
United States. Infectious Disease in Clinical Practice. 2020;28(4):181-187.
24. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2017.
25. Ma SJ, Li X, Xiong YQ, Yao AL, Chen Q. Combination Measles-Mumps-
Rubella-Varicella Vaccine In Healthy Children: A Systematic Review And Meta-
Analysis Of Immunogenicity And Safety. Medicine (Baltimore). 2015;
94(44):e1721.
26. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Kampanye Imunisasi
Campak dan Rubella Untuk Guru dan Kader. Promosi Kesehatan. DepKes RI.
27. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Kampanye
Imunisasi Measles Rubella (MR). DepKes RI. 2017.
28. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006. Badan Penerbit IDAI.
29. Ridha, H. N. 2014. Buku ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
49
30. Wulandari,D & Erawati M. (2016). Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
31. World Health Organization. Pneumonia. Fact Sheet N0 331. Diakses dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/.
32. Dahlan Zul. Pneumonia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III, Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009. h2196
33. Mani, C. S., & Murray, D. L. (2018). Acute Pneumonia and Its Complications. In:
Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. New York: 2018; 238-249
34. Opovsky, E. Y., & Florin, T. A. Community-Acquired Pneumonia in Childhood.
Reference Module in Biomedical Sciences. 2020.
35. Bradle JS, Carrie L. Byington, Samir S. Shah, et al. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of
Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
the Infectious Diseases Society of America, Clinical Infectious Diseases
2011;53(7):e25–e76.
36. Word Healt Organization. Pneumonia. 2019. Diunduh tanggal: 18 agustus 2022.
37. Jannah, M., Abdullah, A., & Melania, H. Analisis Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh Tahun 2019. JUKEMA 2019;6(1).h.
20-28
38. Sidiq, R., Ritawati, & Sitio, R. (2016). The Risk of Pneumonia among Toddlers in
Lambatee, Aceh. National Public Health 2016; 69-73.
39. Howie S, Murdoch D. Global childhood pneumonia: the good news, the bad news
and the ways ahead. Lancet Global Health. 2019;7(1):e4- 5
40. Setyanto, D. B., Suardi, A. U., Setiawati, L., Triasih, R., & Yani, F. F. Pneumonia.
Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia 2019; 250-255.
41. Mantero, M., Tarsia, P., Gramegna, A. et al. Antibiotic Therapy, Supportive
Treatment and Management of ImmunomodulationInflammation Response in
Community Acquired Pneumonia: review of recommendations. Multidiscip Respir
Med 2017;12(26)