Anda di halaman 1dari 9

Sindroma Mallory-Weiss

Patofisiologis

Mekanisme pasti terjadinya sindrom Mallory-Weiss masih belum diketahui. Penyebab

umumnya terjadi ketika tekanan intraabdominal tiba-tiba meningkat (seperti dalam kasus muntah

yang kuat), isi lambung mengalir ke proksimal di bawah tekanan ke kerongkongan. Tekanan

berlebih dari isi lambung ini menyebabkan robekan mukosa longitudinal yang dapat mencapai

lapisan arteri dan vena submukosa, mengakibatkan perdarahan saluran cerna bagian atas.

Robekan ini cenderung memanjang, dan tidak melingkar, diduga dikarenakan bentuk silindris

dari esofagus dan lambung.

Faktor pencetus terjadinya robekan Mallory-Weiss termasuk muntah, mengejan saat

buang air besar atau mengangkat, cedera perut tumpul, kejang epilepsi, batuk, cegukan di bawah

anestesi, dan persiapan kolonoskopi dengan larutan lavage elektrolit polietilen glikol.1
Gejala Klinis

Robekan Mallory-Weiss tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Gambaran klinis yang

dapat ditemukan tergantung dari tingkatan atau derajat perdarahan gastrointestinal. Gambaran

klasik yang sering muncul adalah hematemesis setelah mual atau muntah. Graham dan Schwartz

menemukan riwayat semacam ini didapat hanya pada sekitar 30% pasien. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Harris dan Di Palma, hematemesis pada muntah pertama dilaporkan pada 50%

pasien. Gejala klinis lainnya yang dapat terjadi pada sindroma Mallory-Weiss adalah melena,

disfagia, nyeri dada, takikardi, hipotensi, hematochezia, sinkop, nyeri abdomen bisa juga terjadi

syok. Melena adalah feses yang lebih gelap akibat adanya darah yang dicerna sebagian yang

berasal dari robekan pada sindroma Mallory-Weiss. Saat laserasi mengeluarkan darah, darah

masuk ke abdomen, membusuk, dan sebagai akibat dari pembusukan ini, tinja berwarna hitam

seperti tar. Pendarahan yang terus menerus terjadi dapat menyebabkan kondisi anemia atau

kekurangan darah pada pasien sindroma Mallory-Weiss. Gejala sekunder sindroma ini yang

dapat muncul sebagai tanda adanya anemia adalah kelelahan, pusing atau bahkan pingsan, sesak

napas dan pucat.2

Adapun sindroma Mallory-Weiss yang tidak bergejala yang sering disebut Atypical

Mallory-Weiss Syndrome. Hal ini dapat terjadi saat robekan Mallory-Weiss ini ditemukan secara

tidak sengaja pada tindakan endoskopi.3

Diagnosis

Penegakan diagnosis sindroma Mallory-Weiss ini perlu dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada anamnesis, riwayat adanya
muntah darah menjadi hal mendukung kecurigaan ke arah sindroma Mallory-Weiss. Terdapat

85% kasus sindroma ini terjadi diawali oleh adanya riwayat hematemesis. Jumlah darah yang

dikeluarkan sangat bervariasi, dari yang hanya berupa lendir bercampur darah, hingga

perdarahan masif berwarna merah terang. Pada kasus dengan perdarahan masif, perlu digali

adanya gejala melena dan gejala ke arah anemia, seperti pucat, lemas, pusing hingga pingsan.

Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik. Tidak ada tanda khas yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah sindroma Mallory-Weiss ini. Tanda-

tanda yang muncul memiliki kemiripan dengan kondisi perdarahan lain atau kondisi syok. Jalan

napas, pernapasan, dan sirkulasi harus dinilai untuk mengevaluasi stabilitas hemodinamik.

Tanda-tanda vital harus dipantau untuk adanya takikardia, takipnea, hipotensi, hipotensi

ortostatik, dan pengisian kapiler/capillary refill time (CRT). Takikardia adalah indikator paling

sensitif untuk kondisi kehilangan darah pada anak-anak. Abdomen harus dinilai untuk

mengarahkan adanya nyeri epigastrium atau rebound, bekas luka bedah, hepatomegali, nyeri

kuadran kanan atas, atau tanda lain atau gejala sisa dari penyakit hati kronis. Nyeri abdomen

pada regio epigastrium dapat ditemukan pada pasien sindroma Mallory-Weiss yang memiliki

faktor predisposisi seperti gastroesophageal reflux disease (GERD).4,5

Setelah mendapatkan riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik, pemerikssaan penunjang

harus diprioritaskan berdasarkan tingkat keparahan perdarahan melalui beberapa tes

laboratorium. Tes laboratorium meliputi hitung darah lengkap (CBC), hemoglobin dan

hematokrit, profil koagulasi (waktu perdarahan, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,

dan jumlah trombosit). Tidak ada hasil laboratorium yang khas mengarah pada sindroma

Mallory-Weiss. Hasil abnormal dapat ditemukan jika mengarah pada tanda-tanda adanya

perdarahan secara umum.


Pemeriksaan standar emas (gold standard) pada sindroma Mallory-Weiss ini adalah

endoskopi saluran pencernaan bagian atas. Endoskopi ini merupakan pemeriksaan untuk

mendiagnosis adanya robekan Mallory-Weiss secara definitif, dan menangani perdarahan

esofagus aktif sederhana. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan perdarahan aktif, gumpalan, atau

kerak fibrin di atas robekan. Dalam kebanyakan kasus, robekan linier tunggal yang ditemukan di

bagian proksimal kurvatura minor lambung tepat di bawah kardia, menegaskan diagnosis.6

Gambar. Robekan Mallory-Weiss dilihat melalui endoskopi.

Tata laksana

Penatalaksanaan sindrom Mallory-Weiss didasarkan pada jumlah hematemesis. Jika

jumlah darah minimal dan pasien stabil, mungkin tidak diperlukan intervensi apa pun, karena

dianggap penyakit self-limited dalam situasi ini. Sekitar 80% pada 90% kasus, perdarahan pada

Sindrom Mallory-Weiss akan berhenti dengan sendirinya. Manajemen awal bertujuan untuk

menstabilkan kondisi umum pasien. Resusitasi segera pasien dengan perdarahan aktif harus

dimulai pada saat pasien datang ke fasilitas kesehatan. Tenaga kesehatan menilai stabilitas
hemodinamik dengan memeriksa jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi (protokol ABC).

Pemasangan akses intravena (IV) sentral atau perifer yang baik (biasanya 2 jalur) bersamaan

dengan penggantian cairan dapat menyelamatkan nyawa pasien dengan perdarahan hebat. Infus

Packed RBC (sel darah merah) diindikasikan jika kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL atau jika

pasien datang dengan tanda-tanda syok atau perdarahan hebat.

Dekompresi nasogastrik menggunakan selang nasogastrik dapat dilakukan, terutama pada

pasien yang diduga mengalami varises esofagus, sebelum bilas lambung. Ketidakseimbangan

elektrolit, jika ada, harus diperbaiki dengan tepat. Faktor koagulasi perlu dioptimalkan sebelum

melanjutkan dengan endoskopi. Sebagian besar pasien yang dikelola secara konservatif biasanya

dirawat di rumah sakit sampai hemostasis tercapai dan gejala teratasi. Pada pasien dengan

perdarahan aktif atau pada jika perdarahan tidak kunjung berhenti, ada beberapa cara

penanganan yang bisa diperhatikan.1

A. Pengobatan Farmakologis

Inhibitor pompa proton (PPI) dan penghambat H2 diberikan untuk menurunkan

keasaman lambung karena peningkatan keasaman menghambat pemulihan mukosa lambung dan

esofagus. PPI intravena diberikan kepada pasien yang diharapkan untuk menjalani pemeriksaan

endoskopi. Antiemetik seperti ondansetron diberikan untuk mengontrol mual dan muntah.

B. Endoskopi

Endoskopi adalah pemeriksaan pilihan pada semua kasus perdarahan saluran cerna atas.

Jika perdarahan sudah berhenti pada saat endoskopi, biasanya tidak diperlukan intervensi lebih

lanjut. Penanganan dengan endoskopi yang paling umum digunakan untuk perdarahan aktif
robekan Mallory-Weiss adalah terapi injeksi, penanganan dengan termal kontak, koagulasi

plasma argon (APC), penempatan hemoklip, dan ligasi pita.

1. Terapi injeksi endoskopi

Berbagai agen digunakan dalam terapi injeksi endoskopi tetapi epinefrin paling sering

digunakan. Terapi injeksi adalah terapi lini pertama yang sederhana, mudah diterapkan dan

relatif murah. Terapi injeksi epinefrin meningkatkan hasil dalam hal tingkat perdarahan

berulang, durasi tinggal di rumah sakit, dan kebutuhan transfusi dibandingkan dengan langkah-

langkah pendukung saja. Namun, penggunaan epinefrin untuk terapi injeksi dapat menyebabkan

takikardia ventrikel karena diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Terapi injeksi harus dihindari

pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner.

2. Elektrokoagulasi endoskopi

Aplikasi panas dan tekanan secara simultan pada lesi perdarahan dimungkinkan dengan

elektrokoagulasi. Efektivitas koagulasi di area basah atau lembab, seperti tempat perdarahan,

dapat menurun karena cairan menghilangkan panas dengan cepat. APC (Argon Plasma

Coagulation) juga digunakan untuk mengobati perdarahan robekan Mallory-Weiss. Probe

ditempatkan agak jauh dari lokasi, dan arus listrik berfrekuensi tinggi menghasilkan koagulasi

lesi perdarahan. Kurangnya kontak antara kateter dan jaringan menghasilkan luka bakar

superfisial, mengurangi kerusakan dan perforasi jaringan yang tidak diinginkan.

3. Penempatan hemoklip endoskopi

Penempatan hemoklip endoskopi adalah prosedur yang mudah digunakan untuk mengobati

lesi perdarahan pada jaringan nonfibrotik seperti robekan Mallory-Weiss atau ulkus Dieulafoy.
Namun, karena lokasi perdarahan berada di persimpangan gastroesophageal, penempatan

hemoklip menjadi prosedur yang menantang dan mungkin lebih sulit secara teknis.

4. Ligasi pita endoskopi/ Endoscopic band ligation (EBL)

Keuntungan utama ligasi pita endoskopi (EBL) adalah kemudahan teknisnya

dibandingkan dengan prosedur hemostatik lainnya. Pada EBL, lesi terlihat baik secara tangensial

di bawah tekanan langsung dari tutup ligasi transparan. EBL sangat berguna untuk lesi

perdarahan pada jaringan nonfibrotik, dan perforasi esofagus. Dalam sebuah studi Perancis, EBL

aman dan efisien untuk hemostasis primer perdarahan sindroma Mallory-Weiss. Selain itu,

perdarahan berulang secara signifikan lebih sedikit terjadi pada pasien yang diobati dengan EBL

dibandingkan dengan hemoklip yang dikombinasikan dengan epinefrin.7

C. Angioterapi

Angiografi dengan injeksi agen vasokonstriksi seperti vasopresin atau embolisasi

transkateter dengan busa gel untuk menghilangkan arteri mesenterika superior, dipertimbangkan

ketika endoskopi tidak tersedia atau gagal.

D. Pembedahan

Pembedahan jarang diperlukan dan dianggap perlu setelah kegagalan prosedur endoskopi

atau angioterapi dalam menghentikan pendarahan.8

Komplikasi

Komplikasi berhubungan dengan tingkat jumlah kehilangan darah, seperti syok

hipovolemik, dan gangguan metabolisme. Kematian terjadi jika perdarahan tidak terkontrol.

Perforasi esofagus dan kekambuhan pada sindroma Mallory-Weiss merupakan komplikasi yang
jarang terjadi. Perforasi atau peningkatan perdarahan selama terapi endoskopi merupakan

komplikasi yang potensial Iskemia organ dan infark merupakan komplikasi potensial dari

angioterapi.9

Daftar Pustaka

1. Rawla P, Devasahayam J. Mallory Weiss Syndrome. StatPearls Publishing LLC. 2022.

Tersedia di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538190/#!po=79.5455 diakses pada

20 November 2022

2. Azhar Hussain., et al. “The Presentation of Mallory-Weiss Syndrome Secondary to

Underlying Pathologies”. EC Gastroenterology and Digestive System 7.11 (2020): 26-41.

3. Rees CJ, Cantor RM, Pollack Jr, Riese, VG. Mallory-Weiss Syndrome. In: Differential

Diagnosis of Cardiopulmonary Disease. Springer. 2019; 653-660.

4. Prashar A, Dudek W, Cywka T, Prystupa A, Mosiewicz J. Recurrent Hemorrhage in the

course of Mallory-Weiss Syndrome – case report. Journal of Pre-Clinical and Clinical

Research.2011; 5(2) : 77-79

5. Owensby S, Taylor K, Wilkins T. Diagnosis and management of upper gastrointestinal

bleeding in children. The Journal of the American Board of Family Medicine.

2015;28(1):134–45.
6. Kim H-S. Endoscopic management of Mallory-Weiss tearing. Clinical Endoscopy.

2015;48(2):102.

7. Kim JW, Shim C-S, Lee TY, Cheon YK. Mallory-Weiss tear during

esophagogastroduodenoscopy. Case Reports in Gastroenterology. 2015;9(1):62–7.

8. Yin A, Li Y, Jiang Y, Liu J, Luo H. Mallory–Weiss syndrome: Clinical and endoscopic

characteristics. European Journal of Internal Medicine. 2012;23(4).

9. Song LM. Mallory-Weiss Tear Overview of Mallory-Weiss Syndrome. Gastroenterology,

Medscape. 2019.[Internet] Tersedia di: https://emedicine.medscape.com/article/187134-

overview#a1. Diakses pada: 20 November 2022

Anda mungkin juga menyukai