Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.


Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar
atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal
dari Ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus
halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.1

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu


penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian
perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi di luar rumah sakit saja
namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup
tinggi.2

Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 %


hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah
menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih
berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selama 50 tahun terakhir.2

Sindrom Mallory Weiss adalah suatu kondisi klinis dimana terjadi laserasi
pada mukosa longitudinal pada distal esophagus dan proksimal lambung, yang
pertama kali didefinisikan pada tahun 1929 sebagai sindroma perdarahan saluran
gastrointestinal bagian atas dengan manifestasi mual dan muntah oleh G. Kenneth
Mallory dan Soma Weiss pada 15 pasien alkoholik.3

1
Sindrom Mallory Weiss adalah laserasi linier pada mukosa perbatasan
esofagus dan lambung. Hal ini biasanya terjadi karena muntah hebat berlangsung
lama. Pada pemeriksaan endoskopi akan ditemukan kemerahan pada mukosa
esofagus bagian bawah daerah gastroesophageal junction yang kemudian sering
disebut sebagai Mallory Weiss Tear. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila
anemia terjadi oleh karena perdarahan yang hebat perlu dilakukan transfusi
darah.4

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan


proksimal mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal (batas
anatomik di Ligamentum Treitz). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian
atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease)
yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-
steroid (OAINS) atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan
gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang.5

Sindrom Mallory Weiss adalah manifestasi dari perdarahan saluran cerna


bagian atas. Sindrom Mallory Weiss yaitu perdarahan yang diakibatkan karena
terjadi laserasi pada mukosa longitudinal gastroesophageal junction dan gastric
cardia. Muntah yang berulang adalah penyebab utama terjadinya Sindrom
Mallory Weiss.6

2.2 Epidemiologi

Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal


perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80
% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun,
tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 %
hingga 10%, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya
angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia
pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya
kondisi comorbid.6

Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada
lesi mukosal kecil seperti robekan Mallory Weiss. Perdarahan ulkus peptikum
merupakan penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31 – 67 % dari semua

3
kasus, diikuti oleh gastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan
robekan. Di Indonesia 70% penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises
esofagus yang pecah. Namun demikian, diperkirakan oleh karena semakin
meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya
populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.7

Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per


100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang
sebenarnya di populasi tidak diketahui. Pada anak Sindrom Mallory Weiss dapat
terjadi pada bayi, anak usia pra sekolah maupun usia sekolah.7

2.3 Etiologi

Sindroma Mallory Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di


bagian distal esophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang
dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga
menyebabkan perdarahan arteri submukosa. Perdarahan muncul ketika luka
sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan
hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan dibandingkan
dengan pasien hipertensi non-portal. Sindrom Mallory Weiss biasanya sekunder
terhadap peningkatan mendadak tekanan intraabdominal. Faktor pencetus meliputi
muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk,
kejang epilepsi, cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen,
preparat kolonoskopi dan gastroskopi.8

4
Gambar 1. Perdarahan pada Sindrom Mallory Weiss

2.4 Manifestasi Klinik

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami


perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan duodenum.8

Manifestasi klinis pasien dapat berupa :

 Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan


saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
 Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran
bercampur asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran
cerna bagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.
 Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope,
instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari
komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung,
penyakit ginjal.

5
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan
sering kali merupakan gejala awal dari penyakit infeksi didalam atau luar
gastrointestinal, dan kelainan anatomi gastrointestinal. Penatalaksanan ditujukan
pada penyebab muntah. Penggunaan obat antiemetik hanya untuk gangguan
fungsional gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi pada kelainan mekanik
gastrointestinal. Sifat dan ciri muntah akan sangat membantu untuk mengetahui
penyebab mutah misalnya bahan muntahan yang berwarna merah atau kehitaman
(coffee ground vomiting) menunjukan adanya lesi di mukosa lambung. Muntah
yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter
bagian bawah esofagus yang menyebabkan mutah berwarna merah kehitaman
(Mallory Weiss syndrome).9

2.5 Diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana


dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis
yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C (Airway – Breathing – Circulation)
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.10

a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati
kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi NSAID, obat rematik,
alkohol, jamu-jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke. Kemudian
ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan
ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis
sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.10

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:10

6
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan
antikoagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah,
demam tifoid, DM, hipertensi, dan alergi obat-obatan.
8. Riwayat transfusi sebelumnya.10

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna:
Adanya stigmata penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di
tempat lain, tanda – tanda langkah awal menentukan beratnya perdarahan
dengan memfokuskan status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi:10
 Tekanan darah dan nadi posisi baring
 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
 Kelayakan nafas
 Tingkat kesadaran
 Produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular


akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda – tanda
sebagai berikut:10

 Hipotensi (tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi > 100x/menit)
 Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20
mmHg
 Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit

7
 Akral dingin
 Kesadaran menurun
 Anuria atau oliguria

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi


hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematochezia,
darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dengan, hipotensi persisten, 24 jam
menghabiskan transfusi darah melebihi 800 – 1000 mL.10

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit


sistematik. Perlu juga dicari stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada
pasien sirosis hati dapat disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
atau melena.10

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen, nyeri


abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit
rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.
Warna feses ini mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini
penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih
keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun
menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti
halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas
pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak
duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.10

c. Pemeriksaan penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan:10
1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)
2. BUN, kreatinin serum
3. Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Pemeriksaan lainnya :
a) Endoskopi

8
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan
gold standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat
dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera
(bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 -
24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak
ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan
darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-
pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.10
Lokasi dan sumber perdarahan:
 Esofagus :Varises, erosi, ulkus, tumor
 Gaster: Erosi, ulkus, Mallory Weiss, tumor, polip, angiodisplasia,
varises, gastropati kongestif.
 Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis.

Gambar 2. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear

b) Angiography
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan
menatalaksana perdarahan berat, khususnya ketika penyebab
perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan endoskopi
atas maupun bawah.10
c) Conventional Radiographic Imaging

9
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu
dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi
adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya
pada CT scan; CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa,
seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang
mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.10
Tabel 1. Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB


Manifestasi klinik pada Hematemesis dan atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogatrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi Usus Hiperaktif Normal

2.6 Diferensial Diagnosis


Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
yaitu:11
a. Duodenal ulcer
b. Gastric atau duodenal erosions
c. Varices esofagus
d. Gastric ulcer
e. Erosive esophagitis
f. Angioma
g. Arteriovenous malformation
h. Gastrointestinal stromal tumors

2.7 Penatalaksanaan

10
Adapun penatalaksaan pada kasus Sindrom Mallory Weiss adalah sebagai
berikut:11

a. Hemodinamik pada perdarahan saluran cerna

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid


(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan
dua jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central
venous pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan
mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid
(misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya
kirim pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah, kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis
hemoragik pelu ditindaklanjuti dengan melakukan test rumple-leed,
pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT
dan aPTT.11

Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung


dengan jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti,
lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut.
Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan
pada keadaan berikut ini:11

1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.


2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari
10 gr% atau hematokrit kurang dari 30%.
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.11

Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah


perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses
hemodilusi dari cairan ekstravaskular selesai 24-72 jam setelah onset
perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah transfusi darah tergantung

11
kasusyang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup 20-25%, usia
lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.11

b. Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


1) Non-Endoskopis
a) Bilas lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan
adalah bilas lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar.
Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki
proses hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan
perdarahan tidak terbukti. Bilas lambung ini sangat diperlukan untuk
persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan, bilas
lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan
menjadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul
ulserasi pada mukosa lambung.11
b) Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah.11
c) Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah
dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk perdarahan
akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan pada perdarahan non
varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.
Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang mengandung
vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang mengandung
vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap

12
3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus
0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius
berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya
disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena
dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan
sistolik di atas 90 mmHg.11
d) Somatostatin dan analognya (octreotid)
Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan
vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut varises esofagus
dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat menghentikan
perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula
digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin,
diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus
100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam
atau sampai perdarahan berhenti.11
e) Obat-obatan golongan antisekresi asam
Obat-obatan golongan antisekresi asam yang dilaporkan bermanfaat
untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah
inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam,
perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi
omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia
hanya untuk pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah
persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti
omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA karena
tukak peptik kurang bermanfaat.11
f) Balon tamponade

13
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises
esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken
blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai 3 pipa serta 2 balon masing-
masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube
yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai
perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam.
Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang
berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan observasi yang ketat.11
2) Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:12
1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe).
2) Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin,
polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).

Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman


apabila dilakukan ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman.
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang
atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak
peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang
bisa berhenti spontan hanya 20%.12

Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan


pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan
menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik
dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi

14
akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi
endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan
tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-
20%.12

Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan


karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk
mengatasi perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat
dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi
terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati
kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang
berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti
bekuan yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada
vena. Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasi endoskopi sulit
dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik
tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antara lain campuran
sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran
dibuat sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari
bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak
spiral sampai sejauh 5 cm. Pada perdarahan varises lambung dilakukan
penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang
baik.12

c. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung


dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal
dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan
dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada
kontra indikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Trans-Jugular Intrahepatic Porto-Systemic Shunt).12

d. Terapi Pembedahan

15
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk
tim multi disipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan
waktu yang tepat kapan tindakan bedah baiknya dilakukan.11

Eksplorasi pada lambung dengan cara gastrotomi bagian proksimal


lambung. Bila terdapat robekan mukosa atau sampai lapisan otot, dilakukan
jahitan kontinyu dengan benang sintetis yang dapat diserap.9

2.8 Prognosis

Prognosis dari sindrom Mallory Weiss umumnya baik. Perdarahan dari lesi
ini berhenti secara spontan pada 80-90% pasien. Dengan terapi konservatif,
sebagian perdarahan sembuh secara spontan dalam waktu 48-72 jam. Dengan
demikian, sindrom Mallory Weiss dapat dengan mudah terlewatkan jika
endoskopi tertunda. Angka kematian pada sindrom Mallory Weiss adalah sama
dengan pasien ulkus peptikum. Kematian sering disebabkan karena syok
hipovolemik akibat kehilangan banyak darah. Kekambuhan lesi ini jarang
terjadi.13

16
BAB III

PENUTUP

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu


penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Perdarahan
pada saluran pencernaan bagian atas biasanya diikuti dengan muntah. Muntah
merupakan salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan oleh
seorang anak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan maupun di luar
saluran pencernaan. Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi, salah satunya
Sindrom Mallory Weiss.
Sindrom Mallory Weiss Tear adalah suatu kondisi klinis dimana terjadi
laserasi pada mukosa longitudinal pada distal esophagus dan proksimal lambung
(gastroesophageal junction), biasanya disebabkan oleh muntah yang berulang.
Pendekatan diagnosis yang tepat dan cepat akan menimbulkan
penatalaksanaan yang optimal. Penggunaan obat anti muntah bukan merupakan
pilihan utama pada kasus muntah, tetapi pada beberapa keadaan, obat anti muntah
yang efektif dan aman akan sangat diperlukan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical


Aspect. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
2. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2
ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 – 67.
3. Anand, B.S., Katz, J., 2013. Mallory Weiss Syndrome, Medscape Reference,
Professor. Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology,
Baylor College of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/
(Accessed 28 November 2015)
4. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I.,
et al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
5. Price S. Wilson L.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed 6. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Djumhana, 2012. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas pada Anak.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak – RS Dr. Hasan Sadikin, Unpad, Bandung.
7. Hongou et al., 2011. Mallory Weiss tear During Gastric Endoscopic
Submucosal Dissection. World J Gastrointest Endoscopic 2011 July 16; 3(7):
151-153. doi:10.4253/wjge.v3.i7.151.
8. Prashar et al., 2011. Recurrent Hemorrhage in the Course of Mallory-Weiss
Syndrome Case Report. Journal of Pre-Clinical and Clinical Research, 2011,
Vol 5, No 2, 77-79. www.jpccr.eu
9. IDAI, 2012. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi. Jilid I. Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
10. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R:. Management Of
Acute Non-variceal Upper Gastrointestinal Bleeding: Current Policies And
Future Perspectives. World J Gastroenteral. 2012; 18:1207-7

18
11. Suraatmaja, 2008. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. FK UNUD RS
Sanglah, Denpasar Bali.
12. Hwang et al, 2013. The Role of Endoscopy in the Management of Acute Non-
Variceal Upper GI Bleeding. American Society for Gastrointestinal
Endoscopy. Doi:10.1016/j.gie.2012.02.033.
13. Louis, Michel, Wong, 2015. Mallory Weiss Tear Syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/187134-overview#a1/ (Accessed 30
November 2015).

19
REFERAT DESEMBER 2015

“SINDROM MALLORY WEISS”

NAMA : BULAN PUTRI PERTIWI


STAMBUK : N 111 15 013
PEMBIMBING : dr. AMSYAR PRAJA, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

20

Anda mungkin juga menyukai