JONATAN
2.HASRATDIN
3.YUSTINA
DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimalmulai dari
esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di ligamentumtreitz ). Sebagian
besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum
(PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaanobat-obat anti-
inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varisesesofagus , dan
gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang.
EPIDEMIOLOGI
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding ”) atau lebih dikenal perdarahansaluran
cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh
kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari per
darahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahanselam 50
tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan
besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cernase
rta dengan meningkatnya kondisi comorbid.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna,terhitung sekitar
40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25% dari kasus),
perdarahan varises
(5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15% dari kasus). Penggunaan aspirin
ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga60 % dari keseluruhan kasus
perdarahan akut.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengandi negera
barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka diIndonesia
perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab terseringyaitu sekitar 50-
60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab
lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitusekitar 25%, kematian pada
penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian.
pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBAmenin
ggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang adasecara
bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati
kronis, pneumonia dan sepsis.
Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5 besar penyebabdispepsia.
Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oehkarena
berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA,
karakteristik populasi, prevalensi obat– obatan. penyebab ulkus dan Helicobacter pylori.
Mortalitasdikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Mortalitas juga
meningkatdengan perdarahan berulang yang merupakan parameter mayor.
Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada lesimukosal kecil
seperti robekan Mallory – Weiss. Perdarahan ulkus peptikum
merupakan penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31 – 67 % dari semua kasus, diikuti
olehgastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan. Di Indonesia 70
% penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang pecah. Namun demikian,dip
erkirakan oleh karena semakin meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis
dan bertambahnya populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.
Tabel 1. Penyebab tersering perdarahan SCBA pada pasien yang menjalani endoskopi diRSCM
selama tahun 2001 – 2005
3. Varices
4. Gastric ulcer
5. Mallory – Weiss tear
6. Erosive esophagitis
7. Angioma
8. Arteriovenous malformation9.
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atasdisebabkan
oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresifmeningkat atau
faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lainasam lambung,
pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid(OAINS) dan obat
kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas ,khususnya pada pasien lanjut
usia. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darahmukosa yang baik, sel epitel
permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukusyang cukup tebal, sekresi
bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosaterhadap ion H+ dan regulasi pH
intra sel.Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan
oleh penyakit sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virushe
patitis B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembangsebagai hasil
dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor terpenting
yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal, ukuran
varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral da
lamsubmukosa esophagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkandarah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam
vena ini,maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan
timbulvarises. Varises bisa pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnyadapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan pe
nurunan perfusi jaringan.Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanismekompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang
tanda-tanda dan gejala utama yang terlihat. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan
perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolismeanae
rob dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan mengakibatkan/ memberiefek pada
seluruh sistem tubuh dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebutakan mengalami
kegagalan.
Gambar 2. (http://asus10.wordpress.com/hematemesis-melena)
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,
tukak peptik. Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat antiinfla
masi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres. Penggunaan
NSAIDsmerupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat
mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan c
edera.Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang
baik.Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan
NSAIDsadalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari
NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan
disertai antikoagulan, dansevere comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs
pada anak tidakdiketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan
arthritiskronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak
meningkatkanterjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi
untukmenimbulkan tukak gaster.
Gambar 3. (http://physrev.physiology.orgcontentphysrev8841547F2.large.jpg)
MANIFESTASI KLINIK
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dariseluruh
kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dariesofagus,gaster
dan duodenum.
Manifestasi klinis pasien dapat berupa :
*Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau “coffee ground ”.
*Melena : Kotoran ( feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampurasam
lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas,
atau perdarahan daripada usus usus ataupun colon
bagian kanan dapat juga menjadi sumberlainnya.
*Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitashemodinamik
karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakithati kronis, penyakit
paru, penyakit jantung, penyakit ginjal.
DIAGNOSIS
1.Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
*Kelayakan nafas
*Tingkat kesadaran
2 Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
4 Akral dingin
5 Kesadaran menurun
6 Anuria atau oliguriaKecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi
hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematokezia, darah segar pada
aspirasi pipa nasogastrik dengan, hipotensi persisten, 24 jam menghabiskan transfusi darah
melebihi 800 – 1000 mL.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit sistematik.Perlu juga dicari
stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapatdisertai gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan airkemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah atau melenaPemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen,
nyeri
abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll.Pemeriks
aan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses inimempunyai
nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat
aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tid
akaktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat
mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat
memprediksimortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukakduodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.
4.Pemeriksaan lainnya :
1) Endoskopi
1 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Gambar 5. Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDsdan test H.Pylori negatif
(Vakil, N., 2010)
Gambar 7. Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)
Gambar 8. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides, T.J., et al.,2010)
2)Angiography
Penatalaksanaan
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnyacairan garam
fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua jarum
berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak
sampaimemerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia
berat.Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah,
kadarhemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik
peluditindaklanjuti dengan melakukan test rumple-leed, pemeriksaan waktu perdarahn,
waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung dengan jumlah darahyang
hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,dan akibat
klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah dapa perdarahan salurancerna
dipertimbangkan pada keadaan berikut ini :
2.Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih
3.Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10 gr%
atauhematokrit kurang dari 30%
4.Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurunPerlu dipahami bahwa nilai hemtokrit
untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurangakurat bila perdarahan sedang atau baru
berlangsung. Proses hemodilusi dari cairanekstravaskular selesai 24-72 jam setelah onset
perdarahan. Target pencapaian hematokritsetelah transfusi darah tergantung kasusyang dihadapi,
untuk usia muda dengan kondisi sehatcukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi
portal jangan melebihi 27-28%.
Non-Endoskopisa.
Kumbah lambung
b.Pemberian vitamin K
c.Vasopressin
Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik,
khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan diklinik pada perdarahan
akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat menghentikan perdarahan
akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan
dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan
bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atausampai perdarahan
berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24
jam atau sampai perdarahan berhenti.
f.Balon tamponade
ENDOSKOPIS
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukakdengan pembuluh
darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:
1)Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe)
2)Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol,alkohol,
cyanoacrylate, atau pemakain klip).Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan
aman apabila dilakukan ahliendoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi terapeutik
ini dapat diterapkan pada90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak
dapat dikerjakan karenaalasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang
atau letak lesi tidakterjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti
spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.Terapi
endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung
ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000
sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%)
tidakmelebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau
polidoklonalumumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat
nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perd
arahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulangfrekuensin
ya sekitar 15-20%.Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
varises esofagus.Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises
esofagus.Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih
sedikitfrekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati
kardia bergerak spiral setiap 1
2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau biladitemukan tanda baru mengalami
perdarahan seperti bekuan yang melekat, bilur-bilur merah,noda hematokistik, vena pada vena.
Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasiendoskopi sulit dilakukan karena
perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau tekniktidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa
digunakan antarla lain campuran sama
banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelumsklerot
erapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati kardiadilanjutkan ke
proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan variseslambung dilakukan
penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang baik.
TERAPI RADIOLOGI
PEMBEDAHAN
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologidinilai gagal.
Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multi
disipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapanti
ndakan bedah baiknya dilakukan.
Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam pengobatan.
Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsungdan kuratif.
Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepattelah sangat
meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahansaluran cerna bagian
bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya. Oleh karena itu,masalah yang kompleks ini
membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untukmengurangi persentase kasus
perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidakterobati.Dalam penatalaksanaan
perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan terhadaphasil pengobatan. Ada beberapa
prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara lain, umurdiatas 60 tahun, adanya penyakit
komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok,adanya koagulopati, onset
perdarahan yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6
unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBAda
pat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada beberapa gambaran endoskopikyang
dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan bekuan
darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yangmasih
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
2.Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC
5.Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Ed: ke-9. Jakarta: EGC
6.Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., etal. Teks Atlas
Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
9.Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: MerckResearch
Laboratories
11.Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor.Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor College
ofMedicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ ( Accessed 23 April 2011)
12.Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,et al.
Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-HillCompanies,
53– 67.
13.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia