Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu masalah emergensi di bidang
gastroenterologi. Manifestasi klinisnya dapat sangat bervariasi mulai dari ringan, hanya
sedikit muntahan bahan warna hitam seperti kopi atau sedikit gumpalan darah dalam
bahan muntahan, sampai dengan perdarahan masif dan menimbulkan renjatan angka
kematian relatif masih tinggi walaupun modalitas terapeutik semakin berkembang.
Laporan di negara maju masih memperlihatkan angka kematian sekitar 10% untuk
dominasi populasi kasus perdarahan karena tukak peptik. Di Indonesia, dengan dominasi
perdarahan varises esofagus dapat diprediksi angka kematian lebih tinggi. Hal ini
disebabkan di samping kematian karena perdarahan itu sendiri, juga di pengaruhi oleh
perjalanan dan keadaan penyakit itu sendiri, juga dipengaruhi oleh perjalanan dan
keadaan penyakit dasarnya (dalam hal ini pada umumnya sirosis hati). Meningkatnya
pemakaian aspirin atau anti koagulan juga mempengaruhi kekerapan terjadinya
perdarahan saluran cerna. Pengetahuan, keterampilan klinik dalam menghadapi kasus
pendarahan saluran cerna, sistem rujukan yang optimal serta kelengkapan mordalitas
diagnostik dan terapeutik, akan mempengaruhi outcume dari tatalaksana kasus dalam 2448 jam pertama di sarana pelayanan kesahatan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu, diharapkan setelah mendapatkan kasus
ini dan membahasnya, kelak sebagai dokter umum sudah dapat menegakkan diagnosa
Hemetemesis dan melena dan melakukan penanganan pertama sesuai dengan
kompetensinya sebagai dokter umum dan sesegera mungkin merujuk pasien ke dokter
spesialis interna untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut sehingga pasien tidak
sampai mengalami prognosis yang buruk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah dalam
lumen saluran cerna, dimana saja, mulai dari esofagus sampai dengan doudenum (dengan
batas anatomik di ligamentum Treitz).Mekanisme kehilangan darah mulai dari
perdarahan tersamar intermiten (yang hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada
feses atau adanya anemia defisiensi besi) sampai dengan manifestasi perdarahan masif
yang disertai renjatan. Pada makalah ini lebih ditekankan pada perdarahan klinik yang
jelas (gross hema-temesis melena).
Manifetasi klinik yang paling klasik adalah adanya hematemesis (muntah darah
segar atau disertai hematin/hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan timbulnya melena.
Hal ini terutama pada kasus dengan sumber perdarahan di duodenum relatif lebih sering
bermanifes dalam bentuk malena atau tidak jarang dalam bentuk hematokezia. Hal ini
banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar per satuan waktu dan fungsi pilorus.
Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam waktu singkat akan menimbulkan
refleks muntah sebelum komponen darah tersebut bercampur dengan asam lambung
(sehingga muntah darah segar). Hal ini berbeda dengan pendarahan yang memberi
kesempatan darah yang keluar terpapar lengkap dengan asam lambung sehingga
membentuk hematin hitam. pendarahan yang masif, terutama yang berasal dari
doudenum, kadang tidak terpapar asam dan keluar peranum dalam bentuk darah segar
(hematochezia) atau merah hati (maroon stool). Berat ringannya pendarahan dapat dinilai
dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya kadar hemoglobin, serta yang paling
penting adalah ada tidaknya manifestasi gangguan hemidinamik. Saluran cerna dapat
menampung darah yang keluar dalam volume yang banyak sebelum adanya manifestasi
klinik hematemesis ataupun melena, sehingga tidak jarang pasien datang dalam keadaan
renjatan walaupun manifetasi darah yang keluar tidak banyak dan kadar hemoglobin
relatif masih baik (belum mengalami proses hemodilusi). Teridentifikasinya gangguan
hemodinamik dan cepatnya respon kita untuk mengatsinya, merupakan langkah awal
yang paling penting dan berkaitan dengan faktor prognostik kasus tersebut di samping
upaya menghentikan pendarahan itu sendiri.
2.2 Etiologi
Terdapat pendarahaan distribusi penyebab pendarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di indonesia dengan laporan pustaka Barat. Di Indonesia sebagian besar kasus
pendarahan SCBA (lebih kurang 70%) disebabkan oleh pecahnya varises esofagus atau
dampak lain dari akibat adanya hipertensi portal (adanya gastropati hipertensi portal),
sedangkan di negara barat di akibatkan pendarahan tukak peptik dan gastritis erosiva.
Data statistik ini membawa kita bagaimana harus bersikap bila menghadapi kasus baru
2

pendarahan SCBA. Pemakaian aspirin atau obat non steroid anti infalamtory drugs
(NSAID) maupun obat antikoagulan dapat membawa kita untuk memprediksi adanya
pendarahan tukak / gastropati NSAID yang dapat teridenifikasi pada proses pemeriksaan
penungjang. Tapi tidak jarang kita menghadapi pendarahan karena pecahnya varises
esofagus tanpa manifestasi klinik sirosis hati yang klasik pada kasus baru. Berdasarkan
dari populasi etiologinya, biasanya kita membagi antara pendarahan variseal dan non
variseal, karena akan berdampak pada perbedaan dalam tatalaksananya.
2.3 Patofisiologi
pendarahan saluran cerna bagian atas penyebab di antaranya
1. Sobekan daerah esofago- gastric junction (Mallory weiss tears)
Mallory weiss tears adalah laserasi mukosa (biasanya tidak penetrasi) gaster
atau esofagus dekat esophago- gastric junctioan.Hal ini sering terjadi akibat proses
muntah atau retching.klinis biasanya hematemesis terjadi setelah episode muntahmuntah yang hebat. Endoskopi merupakan sarana yang baku untuk menegakkan
diagnosis ini.
2. Tukak Peptik
Tukak peptik adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot
dari suatu daerah saluran cerna yang berhubungan langsung dengan cairan lambung
asam/pepsin.di dalam klinik istilah tukak peptik adalah tukak lambung atau doudenum
yang dewasa ini di anggap sebagai penyakit yang agak berbeda etiologi dan
patogenesisnya.konsep patogenesis tukak peptik dapat dikaitkan dengan penyebab
utamanya:hipersekresi asam lambung, infeksi kronis H pylori, OAINS.
Pengaturan sekresi asam lambung pada sel parietal. Sel parietal/oxyntic
mengeluarkan asam lambung HCL, sel peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen
yang oleh HCL dirubah jadi pepsin di mana HCL dan pepsin adalah faktor agresif
tertutama pepsin dan mileu pH<4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan
iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H. Histamin
terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan
peningkatan permeabialitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,gastritis
akut/kronis dan tukak lambung
Helicobacter pylori adalah kuman patogen gram negatif, hidup di antrum,
migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dormant
bakteri. Infeksi kuman H. pylori akut dapat menimbulkan gastritis kronis diikuti
atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasiditas.Tukak
lambunng kebanyakan disebabkan infeksi H. pylori (30-60%) dan OAINS sedangkan
tukak doudenum hampir 90% disebabkan oleh H pylori, penyebablain sindron
zolinger elison. Gejala klinik tukak peptik biasanya mengelu dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindrom klinik/kumpulan beberapa penyakit saluran cerna mual, muntah,
3

kembung, nyeri ulu hati/epigastrium, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati,
cepat rasa kenyang. Hematemesis dan melena akibat komplikasi berat akibat
pendarahan. Diagnosa tukak peptik berdasarkan: 1) Pengamatan klinis, dispepsia,
kelainan fisik yang di jumpai (nyeri ulu hati dan penurunan berat badan). 2)Hasil
pemeriksaan penungjang (radiologi dan endoskopi).3)Hasil biopsi dan histopatologi
kuman Hp.
3. Gastritis Erosif dan Gastropati NSAID
Pemakaian obat aspirin dan NSAID telah lama diketahui menimbulkan lesi
mukosa tertutama pada saluran SCBA. Patogenesisnya melewati jalur hambatan
produksi prostaglandin oleh obat NSAID (terutama non- selective NSAID) dan
aspirin sehingga terjadi penurunan faktor defensif mukosa SCBA, di mana diketahui
bahwa prostaglandin (selain mempunyai efek inflamatorik pada sendi) berfungsi
memilihara inetgritas mukosa SCBA. Lesi mukosal juga dapat disebabkan oleh efek
topikal langsung dari obat aspirin/NSAID yang menimbulkan kerusakan mukosa
lambung (konsep ion trapping) . Lesi mukosal yang terjadi dapat berupa inflamsi
ringan sampai berat, erosi, bahkan dapat terjadi ulkus yang besar. Komplikasi
pendarahan yang terjadi banyak dipengaruhi oleh toksisitas NSAID (paling ringan
pada COX-2 inhibitor), jumlah jenis yang dipakai, kombinasi dengan pemberian obat
antikoagulan atau steroid dan pada usia lanjut. Sebagian besar efek samping OAINS
pada saluran cerna bersifat ringan dan revirsible. Hanya sebagian kecil yang menjadi
berat yakni tukak peptik, pendarahan saluran cerna dan perforasi.
Diagnosis gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi
sangat luas,dari yang paling ringan dengan gejala gastritis (mual, muntah,nyeri dan
panas di ulu hati) dengan keluhan yang tidak khas. Secara endoskopi akan di jumpai
kongesti mukosa, erosi erosi kecil kadang- kadang disertai perdarahan kecil- kecil.
lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan
perforasi saluran cerna. Secara histopatologis tidak khas. Dapat di jumpai regenerasi
epitelial, hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke
arah mukosa.
4. pendarahan varises esofagus akibat hipertensi portal di sebabkan intra hepatik (sirosis
hati)
pada umumnya varises esofagus disebabkan oleh adanya hipertensi portal.
Hipertensi portal dapat didefenesikan sebagai tekanan di atas normal (10 mmHg).
Berdasarkan penyebabnya, dapat dikalsfikasikan dalam prehepatik (misalnya yang
disebabkan trombosis vena splenika atau vena porta, intra hepatik (sirosis hati) dan
post hepatik (misalnya obstruksi vena hepatika atau vena cava). Dari ketiga golongan
ini, sirosis hati merupakan penyebab tersering terjadinya varises. Dan di Indonesia,
lebih kurang 70% penyebab pendarahan adalah pecahnya varises esofagus dan juga
termasuk di dalamnya kemungkinan adanya perdarahan gastropati hipertensi portal
(GHP). GHP ini tidak mengakibatkan pendarahan yang banyak dan jarang
4

mengancam jiwa.GHP lebih nyata pada korpus dan fundus lambung. GHP merupakan
faktor resiko pendarahan saluran cerna atas pada sirosis hati. Pecahnya varises
esofagus bila hepatic venous pressure gradient lebih dari 12 mmHg atau tekanan
varises lebih dari 15 mmHg. Meningkatnya tekanan ini disebabkan oleh perubahan
pola sistem vaskular intra hepatik akibat adanya proses fibrosis dan regenerasi nodul
pada sirosis hati, di samping juga adanya perubahan hemdinamik akibat adanya
kontraksi myoblast dan otot polos pembuluh darah. Ditambah lagi dengan adanya
peningkatan aliran vena porta akibat vasodilatasi arteriolar splanikus yang terjadi
bersamaan dengan terbentunya sistem kolateral. Terjadinya varises esofagus dapat
dihubungkan dengan derajat berat penyakit sirosis hati.

2.4 Diagnosis
1. Anamnesa teliti dan akurat diantaranya
Untuk mengetahui lokasi pendarahan dan penyebabnya, riwayat penyakit dahulu
seperti tukak ,riwayat kebiasaan sehari-hari, riwayat pemakaian obat aspirin, NSAID ,
antikoagulan,riwayat pengobatan tradisional.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tekanan darah untuk mengetahui seberapa darah banyak yang hilang.
Pemeriksaan fisik(termasuk didalamnya penilaian colok dubur) merupakan petunjuk
yang bermanfaat akan adanya sigmata penyakit hati kronis atau diastesis hemoragis.
3. Pemasangan nasogastric tube
Pemasangan ngt merupakan langkah awal interevensi diagnostik. Perasat ini minimal
untuk mengetahui benar atau tidaknya terdapat perdarahan saluran cerna, aktifnya
proses perdarahan atau sudah berhentinya perdarahan, perkiraan volume darah yang
hilang, atau tidak jarang kita dapat menilai ada tidak kemungkinan gangguan
hemostasis.
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan terutama untuk menilai kadar
hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati, dan kimia darah yang berhubungan
dengan status hemodinamik.Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
dilakukan secara serial(setiap 6-8) jam, agar dapat dilakukan antisipasi transfusi
secara lebih tepat serta untuk memantau proses perdarahan.
5. Endoskopi diagnostik
Endoskopi gastrointestinal atas merupakan modalitas diagnostik yang paling akurat
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan dan bukan hanya untuk mengidentifikasi
lesi atau kelainan yang ada pada SCBA. Kemungkinan ditemukan sumber perdarahan
yang aktif atau tanda bekas berdarah(stigmata of recent bleeding) akan dipengaruhi
oleh waktu atau kapan pemeriksaan itu dikerjakan.
6. Endoskopi terapeutik
5

Berbagai modalitas terapeutik dapat dilakukan melalui endoskopi pada waktu proses
endoskopi diagnostik dilakukan. Perdarahan ulkus dapat diatasi mulai dengan teknik
relatif sederhana seperti injeksi epinephrin 1/10.000, cairan hipertonik/alkohol,
pemasangan klip, termal elektro koagulasi sampai laser foto koagulasi. Untuk kasus
varises esofagus dapat dilakukan teknik sklero terapi atau ligasi varises per
endoskopis.
7. Penilaian Faktor resiko
Teridentifikasi bahwa faktor usia >60 tahun, datang dalam keadaan renjatan,
perdarahan terjadi dalam masa perawatan dirumah sakit, adanya komorbid, adanya
perdarahan aktif, adanya perdarahan yang terjadi berulang serta adanya koagulopati
akan meningkatkan angka mortalitas.
2.5 Membedakan perdarahan SCBA dan SCBB
Manifetasi klinik
Aspirasi Nasogastrik
Rasio (Bun/Kreatinin)
Auskultasi Usus

Perdarahan SCBA
Hematemesis/Melena
Beradarah
Meningkat > 35
Hiperaktif

Perdarahan SCBB
Hematokesia
Jernih
< 35
Normal

2.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, tatalaksana perdarahan SCBA terdiri dari beberapa tahapan yang dalam
implementasinya merupakan alur kontinyu walaupun dalam algoritem seolah terkotakkan
1. Penilaian keadaan awal pasien waktu datang yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium
2. Menstabilkan hemodinamik, prinsip airway-breathing-circulation dan pemasangan
jalur intra vena untuk mengantisipasi kebutuhan resusitasi cairan yang optimal
3. Mempertahankan hemodiamik stabil dalam pemantauan ketat
4. Ketika hemodinamik stabil, lakukan resusitasi cairan(kristaloid atau koloid) tanpa
menunggu data pendukung lainnya dan transfusi harus segera dilakukan.
Pertimbangkan toleransi pasien( misalnya usia tua , komorbid dengan penyakit
jantung dsbnya). Evaluasi potensi koagulopati serta antisipasinya.
5. Terapi medikamentosa umum untuk suatu kejadiaan perdarahan dapat dilakukan
segera pemberian obat anti sekresi lambung dan obat hemostatika umum
6. Bila keadaan hemodinamik sudah stabil dan memungkinkan , maka dilanjutkan
dengan usaha diagnostik(endoskopi) mencari sumber perdarahan definitif
7. Terapi definitif disesuaikan etiologi perdarahan
2.7 TatalaksanaKhusus
6

Secara praktis, tatalaksana perdarahan SCBA dibagi atas 2 kelompok : Kelompok


perdarahan non viseral dan kelompok perdarahan viseral
Tatalaksana Perdarahan Non Viseral
Etiologi sumber perdarahan ini baik dalam kepustakaan barat maupun di Indonesia di
dominasi oleh gastritis erosiva(terutama pada pemakaian obat NSAID) dan ulkus
gaster/duodenum.

Penyakit

penyerta

biasanya

dikaitkan

dengan

pemakaian

aspirin/NSAID dan anti- koagulan. Tatalaksana sesuai prinsip pedoman umum dengan
beberapa variasi terutama dalam terapi definitifnya. Prinsip terapi medikamentosa adalah
menciptakan situasi ph lambung diatas 4 agar proses koagulasi dapat tercipta optimal dan
mencegah terjadi fibrinolisis pada bekuan darah yang sudah terjadi.Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian obat injeksi golongan penghambat pompa proton.

Gastritis erosif dan Gastropati NSAID


Pada dasarnya, terapi definitf berupa pemberian obat penghambat pompa proton
dan obat yang meningkatkan faktor defensif mukosa lambung, disamping

menghentikan sementara obat yang mencetuskan perdarahan tersebut.


Tukak Peptik
Dalam kasus perdarahan tukak/ulkus peptik, peranan endoskopi terapeutik sangat
besar, disamping pemberian obat anti sekresi asam lambung. Dimulai dengan
teknik sederhana seperti penyuntikan larutan epinefrin 1:10.000, penyuntikan zat
sklerosant, dan agen trombogenik pada tempat perdarahan sampai teknik
endoskopi terapeutik canggih seperti teknik pemasangan klip, elektrokoagulasi,

termal fotokoagulasi sampai teknik fotokoagulasi laser.


Malorry Weiis Tears
Malorry Weiis Tears adalah laserasi mukosa gaster atau esofagus dekat esophagogastric junction. Hal ini sering terjadi akibat proses muntah atau retching. Klinis
biasnaya

hematemesis

terjadi

setelah

episode

muntah-muntah

yang

hebat.Endoskopi merupakan sarana yang baku untuk menegakkan diagnosa ini.

Tatalaksana Perdarahan Viseral


Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus, varises kardia/fundus atau perdarahan
gastropati akibat adanya hipertensi portal merupakan penyebab yang tersering di
Indonesia dan mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang bermakna.
7

Perdarahan Varises Esofagus dan Kardia/Fundus


Kasus perdarahan viseral harus medapatkan pengobatan untuk mengentikan atau
mengurangi perdarahan dengan medikamentosa sebelum pengobatan definit per
endoskopi. Antibiotik sebaiknya diberikan untuk mengurangi komplikasi dan
mortalitas. Dulu vasopresin sering digunakan untuk menurunkan aliran vena porta.
Tapi, karena efek vasokonstriksinya sering menimbulkan efek samping, maka obat
ini ditinggalkan. Studi yang terbanyak adalah penggunaan somatostatin dan
analognya(oktreotid) yang untuk menurunkan aliran darah portal, sehingga golongan
obat ini baku dipakai pada awal pengobatan untuk menghentikan proses perdarahan
sebelum terapi definit dilaksanakan.
Terapi endoskopis merupakan pengobatan baku pada perdarahan viseral. Dapat
menggunakan metode terapi injeksi zat sklerosant atau teknik ligasi varises.
Modalitas terapi lain adalah teknik pemasangan balon tamponade, hanya tindakan
ini mempunyai resiko terjadinya komplikasi ruptur esofagus.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Data Subjektif

MRS

: kamis, 30 juli 2015

1. Identitas Pasien
Nama

: Tn. Abdul hamid

umur

: 37 th
8

Pekerjaan

: potong rambut

Agama

: Islam

Suku

: Madura

Status

: Menikah

Alamat

: Gelis Kab. Bangkalan Madura.

2. Anamnesis
1. Keluhan utama
Muntah darah warna hitam
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk RSUD Syamrabu Rato Ebuh pada tanggal 30 juli 2015,
dengan keluhan muntah darah warna hitam seperti coklat sebanyak 3 kali dari
tadi malam, muntah secara mendadak, ,selesai muntah pusing dan perut
kembung, muntahnya berkurang ketika dikasih air panas disertai batuk, tidak
terdapat nyeri perut.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien se bulan lalu pada bulan puasa mengalami mual, muntah darah
hitam.pasien 7 bulan yang lalu juga pernah muntah warna hitam kayak coklat di
terapi air panas menghilang serta BAB warna hitam ,tidak punya riwayat
menderita darah tinggi, tidak ada riwayat menderita kencing manis, dan tidak
ada riwayat asma, tidak ada riwayat sakit kuning.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti Tn. abdul hamid . Tidak ada
keluarga darah tinggi, kencing manis, asma, dan penyakit lain.
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Riwayat merokok, suka makan kitela (singkong) dari kecil, riwayat minum
alkohol, sering minum jamu.
6. Riwayat pengobatan
Sebelumnya pernah berobat di RS Bojonegoro dengan terapi suntikan dan
tranfusi darah selama 4 hari karena infeksi lambung.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
9

Keadaan umum

: Tampak lemah

Kesadaran

: Compos mentis

b. Vital sign

TD

: 100/60 mmHg

Nadi

: 120X/menit, Kuat, Reguler

RR

: 24X/menit

Suhu

: 36.2 derajat celcius

c. Status umum

Kepala
a. Kepala

: Rambut hitam, kriting, dan tidak mudah rontok.

b. Mata

: Conjungtiva terdapat anemi, sklera tidak ikterik.

c. Hidung

: Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada secret.

d. Mulut

: Tidak tampak sianosis

e. Telinga

: Simetris

: Simetris, Cairan sekret (-)

Leher
teraba adanya massa
Thoraks

Paru
Jantung

: Tak teraba adanya pembesaran KGB dan tak

: simetris, jaundice (-)


: Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/: Dalam batas normal, S1 S2 tunggal,
mur-mur (-), gallop (-).

10

Abdomen
a. Inspeksi

: Tidak tampak adanya bekas operasi,


tampak perut kembung, Jaundice (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) Normal
c. Palpasi
: Supel
Nyeri tekan pada perabaan hati (-)
Lien membesar (-)
Ginjal membesar (-)
Hepar membesar (-)
d. Perkusi : Timpani
Ascites (-)

Pinggang

Kulit

Extremitas atas

: Nyeri tekan: Normal


: Hangat +/+, Odem -/-,
Kering -/-, CRT < 2 detik
Eritema palmaris (+)

Extremitas bawah

: Hangat +/+, Odem -/-,


Kering -/- , CRT < 2 detik

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratotium
GDP: 416 mg% (70-105)
HBs Ag : (+) reaktif
SGOT : 33 (2-37 U/L)
SGPT : 24 (2-41 U/L)
Cholesterol total : 140 (140-220 mg/dl)
Triglycerids: 90 (40-220 mg/dl)
11

HDL-Cholesterol : 33 (30-75 mg/dl)


LDL- Cholesterol: 89 (0-150)
BUN : 22 (6-20 mg/dl)
Creatinin : 0,85 (0,7-1,3 mg/dl)
Uric acid: 6,58 (3,5-7,2 mg/dl)
Kalium : 5,8 (3,6-5,5 mmol/l)
Natrium : 134 (135-155 mmol/l)

WBC : 11,8 (3,70-10,7)


Neu : 7,72 % (1,63 6,96)
Lym : 2,87 % (1,09-2,99)
Mono : 0,098 % (0,240-0,790)
Eos : 0,53 % (0,030-0,440)
Baso : 0,0117 % (0,00-0,79)

HGB : 7,34 g/dl (13,4-17,7 g/dl)


MCV : 70,7 (80 - 100 fl)
MCH: 21,4 (26-34 pg)
McHc: 30,3 (32 37%)
RDW: 21,4 %
USG Hepar : ukuran normal, tepi reguler, echo parenchyma tampak kasar, V.
hepatika / V.portal normal, IHBD/EHBD tak melebar, nodul(-),cycte(-),
Kesimpulan USG Hepar gambaran Chronic liver disease
12

3.2 Diagnosa
Hemetemesis melena ec s sirosis hepatis
3.3 Terapi

O2 nasal
Pasang NGT
Pasang catheter
Infus PZ
Inj.ceftriaxone 2x1 gr
inj.topazol 2x1 ampl
inj. Vit.K
Transfusi PRC 1 kolf
Regulasi actapid 3x 4 unit
Menghindari pemakaian alkohol dan jamu yang dapat merusak hati
Stilamim (gol. somatostatin)

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kasus ini didapatkan pasien Tn. Abdul hamid 37 tahun datang dengan keluhan
muntah darah warna hitam seperti coklat sebanyak 3 kali dari tadi malam, muntah mendadak,
,selesai muntah pusing dan perut kembung, muntahnya berkurang ketika dikasih air panas
disertai batuk, tidak terdapat nyeri perut. Pasien se bulan lalu pada bulan puasa mengalami
mual, muntah darah hitam.pasien 7 bulan yang lalu juga pernah muntah warna hitam kayak
coklat di terapi air panas menghilang serta BAB warna hitam ,riwayat darah tinggi dan
kencing manis, riwayat asma, sakit kuning disangkal. suka makan kitela (singkong) dari
kecil, riwayat minum alkohol dan sering minum jamu. Pemeriksaan fisik didapatkan yang
positif adalah adanya anemi, perut kembung, eritema palmaris sedangkan yang lain dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penungjang didapatkan HBs Ag (+), gambaran USG Hepar
tampak Chronic liver disease, terdapat kadar HB kurang dari normal dan terdapat Diabetes
melitus kadar glukosa darah puasa lebih dari normal
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penungjang maka penulis membuat
diagnosa ke arah hematemesis melena karena adanya keluhan muntah darah warna hitam
seperti coklat sebanyak 3 kali. Disertai riwayat penyakit dahulu Pasien se bulan lalu pada
bulan puasa mengalami mual, muntah darah hitam.pasien 7 bulan yang lalu juga pernah
muntah warna hitam kayak coklat serta BAB warna hitam. Disertai ada kemungkinan pasien
sering minum jamu dan riwayat minum akohol.

13

14

Anda mungkin juga menyukai