Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PERDARAHAN ABDOMEN : MELENA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2C

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah
yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada Saluran Cerna
Bagian Atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanda dan gejala umumnya
yaitu muntah darah, BAB warna merah kehitaman, mengeluarkan darah dari rectum.(I
made bakta, 1999) Hematemesis melena dapat timbul disaat penderita mengkonsusi
obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung, kemudian penderita mengeluh mual
muntah. Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh
pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya
tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Berdasarkan data terakhir dari bulan
Januari sampai dengan Juni 2019. Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
yang terbanyak yaitu dijumpai di negara Indonesia adalah pecahnya varises esophagus
dengan rata-rata 40-50%, yang kemudian disusul dengan gastritis hemoragika dengan
rata-rata 20-25 % dan ulkus peptikum sebesar 15-20 %. Laki-laki cenderung
mempunyai berbagai faktor yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena
seperti faktor gaya hidup yang dipenuhi oleh kesibukan dan stres, pola makan yang
tidak sehat, konsumsi rokok, serta alcohol. Dalam penanggulangan penyakit
Hematemesis melena tentunya tidak mengabaikan penyakit- penyakit lain sebagai
factor pencetus, diantaranya penyakit sirosis hepatic, hepatitis virus ( A, B, C, D dan
E ) . Hal ini dibuktikan lewat peran Pemerintah dalam penanggulangan Hepatitis virus
yang diatur dalam Permenkes RI Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penanggulangan
Hepatitis virus, misalnya pada pasal 4 meliputi kegiatan promosi kesehatan,
perlindungan khusus, pemberian imunisasi, surveilans hepatitis virus, pengendalian
factor resiko, deteksi dini dan penemuan kasus, dan / atau penanganan khusus. (Seo,
2019)

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan
Hematemasis Melena
2. Tujuan Instruksional Khusus
1) Mampu menjelaskan Pengertian Hematemasis Melena
2) Mampu menjelaskan Etiologi Hematemasis Melena
3) Mampu menjelaskan Patofisiologi dari Hematemasis Melena
4) Mampu menjelaskan Manifestasi klinik pada Hematemesis Melena
5) Mampu menjelaskan Penatalaksanaan pada Hematemesis Melena
6) Mampu melakukan Pengkajian Fokus pada Hematemesis Melena
7) Mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan pada Hematemesis Melena
8) Mampu menyusun Intervensi Keperawatan pada Hematemesis Melena

C. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan adalah deskriptif , dimana penulis mendeskripsikan satu
objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam yang
meliputi studi kepustakaan yang mempelajari,mengumpulkan, dan membahas data
dengan studi pendekatan proses asuhan keperawatn yang dimulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, hingga intervensi keperawatan.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Bagian awal
Bagian awal memuat halaman depan, judul, mata kuliah, dosen pengampu, nama
kelompok
2. Bagian utama
Terdiri dari bab dan sub bab yaitu :
a. BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan
b. BAB II KONSEP DASAR
Pembahasan atau materi utama yang terdiri dari pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, pengkajian fokus, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan
c. BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penulisan yang telah dilakukan
3. Bagian akhir
Bagian akhir berisi tentang daftar pustaka
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Hematemasis adalah muntah darah. Darah tersebut bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah ) atau berubah karena enzim dan
asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan
sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari
muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas
yang signifikan. Melena merupakan keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal dengan bau khas yang lengket dan menunjukan perdarahan saluran pencernaan
atas serta dicernanya darah pada usus halus. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil
tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus halus
dan bukan melena. (Davey, 2006).
Hematemasis melena merupakan keadaan dimana pasien mengalami muntah
darah disertai dengan Buang Air Besar (BAB) berdarah yang berwarn hitam.
Perdarahan dapat timbul karena pecahnya varises esofagus, ulkus peptikum atau
gastritis erosif manusia, sistem pencernaan akan mengolah makanan atau asupan yang
masuk akan diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh, oleh sebab itu sistem
pencernaan yang terdiri dari organ-organ tersebut harus tetap terjaga supaya dapat
menjalanankan fungsinya secara optimal. (LOCA, 2020)
Warna hematemesis tergantung tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Seo,
2019). Untuk terjadinya melena, darah harus berada didalam usus sekitar 8 jam. Oleh
karena itu perdarahan yang cepat dan banyak dari esofagus, lambung maupun
duodenum dapat pula berbentuk hematokezia. (I made bakta, 1999)

B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Hematemesis terjadi jika ada perdarahan didaerah proksimal jejenum,
sedangkan melena dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan dengan hematemesis.
Perdarahan terjadi antara 50-100 ml. Ada 4 penyebab terjadinya perdarahan pada
saluran cerna bagian atas (SCBA) yang paling sering ditemukan yaitu :
1. Varises Esofagus
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi sebuah pembengkakan bahkan pecahnya
pembuluh darah yang tidak adekuat pada bagian esophagus bawah , namun
biasanya tidak timbul nyeri atau pedih di epigastrum. Umumnya perdarahan
bersifat spontan dan masif , sehingga darah yang dimuntahkan berwarna
kehitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung
2. Ulkus Peptikum
Penderita akan mengalami dyspepsia dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati
dan sebelum terjadi hematemesis akan merarasakan nyeri atau pedih di epigastrum
yang berhubungan dengan makanan. Sifat melena lebih dominan daripada
hematemesis.
3. Gastritis Erosif
Gastritis erosif menyebabkan timbulnya borok dan perdarahan pada lapisan perut.
Gejala berupa muntah darah dan feses berwarna hitam. Jenis gastritis ini paling
sering disebabkan karena konsumsi obat-obatan seperti steroid, NSAID, atau obat
antiinflamasi
4. Ruptur Mukosa Esofagogastrika
Hematemesi tdk masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan yang
menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
(LOCA, 2020)

C. PATOFISIOLOGI
Gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior
yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi
splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises.
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya
dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah
jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat
pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran darah akan memberikan
efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system
tersebut akan mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus,
darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan
oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen
porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus
halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap. Perkirakan
darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna
sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan
sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam
seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya
feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.
Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode
perdarahan tunggal. (LOCA, 2020)

D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang sering atau umum dijumpai pada hematemesis melena adalah
sebagai berikut:
1. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang Nausea atau mual merupakan
sensasi psikis seseorang berupa kebutuhan untuk muntah namun tidak selalu
diiringi oleh retching atau muntah. Muntah terjadi setelah adanya rangsangan
yang diberikan kepada pusat muntah yaitu Vomiting Center (VC) di medula
oblongata atau pada zona pemicu kemoreceptor yang disebut Chemoreceptor
Trigger Zone (CTZ) yang berada di daerah medula yang menerima masukan dari
darah yang terbawa obat atau hormon. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan
cerebrospinal (jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ (2)
2. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
3. Anoreksia yang berarti kehilangan nafsu makan merupakan gejala gangguan
pencernaan dan terjadi dalam semua penyakit yang menyebabkan kelemahan
umum. Kondisi ini hasil dari kegagalan aktivitas di abdomen dan sekresi cairan
lambung karena vitalitas rendah yang, pada gilirannya, dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab
4. Muntah dan diare (Seo, 2019)
5. Disfagia atau sulit menelan merupakan kondisi dimana proses penyaluran
makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung yang membutuhkan usaha
lebih besar dan waktu yang lebih lama dibandingkan kondisi seseorang saat sehat
6. Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan kapilari refill, dan
akral teraba dingin
7. Feses yang berwarna hitam dan lengket terjadi perubahan warna yang disebabkan
oleh HCL lambung, pepsin dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen
porfirin. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi
hitam
8. Rasa cepat lelah dan lemah serta penurunan volume darah dalam jumlah yang
cukup banyak akan menyebabkan penurunan suplai oksigen ke pembuluh darah
perifer sehingga menyebabkan metabolisme menurun dan penderita akan
merasakan letih dan lemah

E. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Penatalaksanaan pada klien dengan hematemesis melena:
a. Pengawasan dan pengobatan umum
1. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif(penenang) morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair
3. Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
4. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan
6. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
7. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan
8. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan
hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.(Seo, 2019)
e. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik. Selain cara-cara tersebut diatas, adapula
metode lain untuk menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :
1. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R)
yang langsung disuntikkan intravena.
2. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
 Laser photo coagulation
 Diathermy coagulation
 Adrenalin injection
 Sclerotheraphy injection.(Seo, 2019)

F. PENGKAJIAN FOKUS
1. PENGKAJIAN PRIMER
a. AIRWAY
 Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi)
 Jalan Napas normal
b. BREATHING
 Dilakukan auskultasi dada terdengar normal
 Irama nafas teratur.
 Respiration rate < 22x/mnt.
c. CIRCULATION
 adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
 Perubahan frekuensi jantung (brakikardi, takikardi)
d. DISSABILITY
 adanya lemah/lelah
 pusing
 mual/muntah
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1. Kepala :
 Inspeksi : biasanya bentuk normachepal, tidak ada lesi atau jejas,
kulit kepala kurang bersih
 Palpasi : biasanya tidak teraba edema
2. Mata
 Inspeksi :biasanya konjungtiva anemis karena penderita
hematemesis melena akan kehilangan darah dalam jumlah yang
cukup banyak, sklera ikterik akibat gangguan pada hati, pupil
isokhor, mata cekung
 Palpasi : biasanya tidak teraba edema palpebra
3. Hidung
 Inspeksi : biasanya bentuk simetris, tidak ada jejas atau lesi, tidak
ada sumbatan pada jalan nafas, tidak ada cuping hidung
 Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan sinus
4. Mulut
 Inspeksi : biasanya bibir simetris, mukosa bibir kering dan pucat
terkadang sianosis
5. Telinga
 Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas atau lesi,
tidak ada cairan dan darah yang keluar
6. Leher
 Inspeksi : biasanya tidak ada pembesaran vena jugularis
 Palpasi : biasanya tidak terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening dan kelenjar tiroid
7. Thoraks
1) Paru-paru
 Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada
retraksi dinding dada, terdapat spider nevi pada pasien
sirosis hepatis Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
sama
 Perkusi : biasanya sonor
 Auskultasi : biasanya irama nafas vesikular tanpa ada suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, stridor.
2) Jantung
 Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
 Perkusi : biasanya pekak pada batas-batas jantung
 Auskultasi : biasanya irama jantung regular
8. Abdomen
 Inspeksi :biasanya ada asites yang ditandai dengan distensi
abdomen serta umbilicus yang menonjol, adanya spider nevi dan
venektasi di sekitar abdomen
 Palpasi :palpasi pada keadaan asites yang masif sulit dilakukan,
metode ballottement dilakukan untuk menilai hati dan lien,
biasanya konsistensi hepar kenyal menandakan sirosis, terjadi
splenomegali, adanya nyeri tekan apabila terjadi tukak peptik atau
gastritis hemoragik. Perkusi
 Auskultasi : biasanya timpani : biasanya terdapat obstruksi usus
ditandai dengan bising usus yang abnormal, bruit dan friction rub
terdapat pada hepatoseluler carcinoma, bising vena merupakan
tanda hipertensi portal atau meningkatnya aliran kolateral di hati
9. Ekskremitas atas
Biasanya ada edema sakral, eritema palmaris, CRT < 3 detik, akral teraba
dingin, ikterus Bawah : biasanya ada edema sakral dan pretibial, eritema
palmaris, CRT < 3 detik, akral teraba dingin, icterus
10. Genitalia
Inspeksi : biasanya tidak terjadi gangguan pada genitalia

b. Pemeriksaan penunjang :
1. Laboratorium
a. Darah : Hb menurun / rendah
b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan.
c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
d. Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan
sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
f. Peninggian kadar gula darah.
g. Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti
h. HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll (Seo, 2019)
2. Radiologi
a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
b. Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
c. Angiografi untuk pengukuran vena portal
3. Pemeriksaan tinja Mkroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika
diduga ada intoleransi gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab
dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
4. Angiografi berfungsi untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna
yang tersembunyi dari visual endoskopik. (LOCA, 2020)
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Biasanya pasien akan mengalami nyeri pada daerah
epigastrium, namun pada pasien dengan penyebab varises esofagus biasanya tidak
mengalami nyeri, mual, muntah darah dengan warna yang gelap atau lebih terang
dengan volume yang banyak, biasanya dengan frekuensi sering dan tiba-tiba, BAB
berdarah dengan warna lebih gelap, pusing, sesak nafas, dan badan terasa lemah.
Pasien juga akan terlihat pucat, membrane mukosa kering dan pucat, turgor kulit
buruk, intake dan output cairan tidak seimbang
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Biasanya pada pasien yang mengalami hematemesis dan melena memiliki
riwayat penyakit hepatitis, penyakit hati menahun, sirosis, penyakit lambung,
pemakaian obat-obatan ulserogenik, alkoholisme, dan penyakit darah seperti
leukemia, hemophilia, dan ITP.
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat kesehatan keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter atau penyakit infeksi. Biasanya pasien memiliki riwayat keluarga yang
mengalami kelainan pada sistem pencernaan, seperti kanker lambung, gastritis,
atau penyakit penyerta yang dapat memperburuk kondisi seperti penyakit darah
dan penyakit pada hati seperti hepatitis dan sirosis. Kemudian dikaji juga
kebiasaan anggota keluarga yang memicu penyakit ini seperti alcohol.
G. PATHWAYS KEPERAWATAN

Varises esophagus, ulkus peptikum, sirosis hepatitis, gastritis erosif, rupture mukosa

Peningkatan tekanan vena porta, vena


mengembang dan membesar Kurang informasi

Defisit pengetahuan
Reaksi peradangan Peradangan inflamasi

Perubahan status
Nyeri Akut Pembuluh darah mudah pecah kesehatan
pembuluh darah saluran cerna pecah

Gejala meningkat
Risiko Infeksi Peradangan saluran cerna

Ansietas

Mual, muntah Hb menurun Perdarahan

Ansietas
Plasma Tekanan

Defisit nutrisi Risiko syok Protein plasma


hilang

Nafsu makan
Syok hipovolemik Odema

kelemahan
Penekanan
Risiko ketidakseimabangan
pembuluh
cairan

Intoleransi Aktivitas
Penurunan perfusi

Perfusi perifer tidak


aktif
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pecedera fisiologis (D.0077)
2. Perfusi Perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D.0056)
4. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D.0080)
6. Risiko Syok (D.0039)
(T. P. S. D. PPNI, 2017)

I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(T. P. S. D. PPNI, 2017) (T. P. S. D. PPNI, 2019) (T. P. S. D. PPNI, 2018)
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
pecedera fisiologis keperawatan selama 1x3
jam diharapkan Tingkat Manajemen nyeri (I.08238)
nyeri (L.08066) menurun, Observasi :
dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi,
 Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
 Kemampuan intensitas nyeri
melakukan aktivitas  Identifikasi skala nyeri
meningkat  Idenfitikasi respon
 Meringis menurun nyeri non verbal
 Frekuensi nadi  Identifikasi faktor yang
membaik memperberat dan
 Pola napas memperingan nyeri
membaik Terapeutik :
 Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu

Intervensi pendukung :

Aromaterapi (I.08233)
Observasi
 Identifikasi pilinan
aroma yang disukai
dan tidak disukai
 Identifikasi tingkat
nyeri, stres,
kecemasan, dan alam
perasaan sebelum dan
sesudah aromaterapi
 Monitor
ketidaknyamanan
sebelum dan setelah
pemberian (mis. mual,
pusing)
 Monitor masalah yang
terjadi saat pemberian
aromaterapi (mis.
dermatitis kontak,
asthma)
Terapeutik :

Pilih minyak esensial
yang tepat sesuai
dengan indikasi
 Lakukan uji kepekaan
kulit dengan uji tempel
(patch test) dengan
larutan 2% pada daerah
lipatan lengan atau
lipatan belakang leher
 Berikan minyak
esensial dengan
metode yang tepat
(mis. inhalasi,
pemijatan, mandi uap,
atau kompres)
Edukasi :
 Ajarkan cara
menyimpan minyak
ensesial dengan tepat
 Anjurkan
menggunakan minyak
esensial secara
bervariasi
 Anjurkan
menghindarkan
kemasan minyak
esensial dari jangkauan
anak-anak
Kolaborasi :
 Konsultasikan jenis
dan dosis minyak
esensial yang tepat dan
aman
2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama :
efektif b.d penurunan keperawatan selama 1x3
konsentrasi hemoglobin jam diharapkan perfusi Perawatan sirkulasi (I.02079)
perifer (L.02011) Observasi :
meningkat dengan kriteria  Periksa sirkulasi
hasil : perifer (mis: nadi
 Kekuatan nadi perifer, edema,
perifer meningkat pengisian kapiler,
 Warna kulit pucat warna, suhu, ankle-
menurun brachial index)
 Pengisian kapiler  Identifikasi faktor
membaik risiko gangguan
 Akral membaik sirkulasi (mis:
 Turgor kulit diabetes, perokok,
membaik orang tua, hipertensi,
dan kadar kolesterol
tinggi)
 Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik :
 Hindari pemasangan
infus, atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan
kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi :
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis: rendah
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis:
rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).

Intervensi Pendukung :
Pemantauan Cairan ((I.03121)
Observasi :
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi
napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu
pengisian kapiler
Terapeutik :
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
kelemahan keperawatan selama 1x3 Observasi :
jam diharapkan Toleransi  Identifikasi gangguan
aktivitas (L05047) fungsi tubuh yang
Meningkat , dengan kriteria mengakibatkan
hasil : kelelahan
 Frekuensi nadi  Monitor kelelahan fisik
meningkat dan emosional
 Keluhan lelah  Monitor pola dan jam
menurun tidur
 Dispnea saat  Monitor lokasi dan
aktivitas menurun ketidaknyamanan
 Saturasi oksigen selama melakukan
meningkat aktivitas
Terapeutik :
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/atau aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan keperawatan selama 1x3 Observasi :
mencerna makanan jam diharapkan Status  Identifikasi status
nutrisi (L.03030) Membaik nutrisi
, dengan kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan
 Porsi makan yang intoleransi makanan
dihabiskan  Identifikasi makanan
meningkat yang disukai
 Perasaan cepat  Identifikasi kebutuhan
kenyang menurun kalori dan jenis nutrien
 Berat badan  Identifikasi perlunya
membaik penggunaan selang
 IMT membaik nasogastrik
 Nyeri abdomen  Monitor asupan
menurun makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
 Ajarkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis: Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
5. Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)
terpapar informasi keperawatan selama 1x3 Observasi :
jam diharapkan Tingkat  Identifikasi saat tingkat
ansietas (L.09093) ansietas berubah (mis:
menurun, dengan kriteria kondisi, waktu, stresor)
hasil :  Identifikasi
 Verbalisasi kemampuan
kebingungan mengambil keputusan
menurun  Monitor tanda-tanda
 Verbalisasi ansietas (verbal dan
khawatir akibat nonverbal)
kondisi yang Terapeutik :
dihadapi menurun  Ciptakan suasana
 Perilaku gelisah terapeutik untuk
menurun menumbuhkan
 Perilaku tegang kepercayaan
menurun  Temani pasien untuk
 Konsentrasi mengurangi
membaik kecemasan, jika
 Pola tidur membaik memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat ansietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi :
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
6. Risiko syok Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (I.02068)
keperawatan selama 1x3 Observasi :
jam diharapkan Tingkat  Monitor status
syok (L.03032) menurun, kardiopulmonal
dengan kriteria hasil : (frekuensi dan
 Kekuatan nadi kekuatan nadi,
meningkat frekuensi napas, TD,
 Output urin MAP)
meningkat  Monitor status
 Tingkat kesadaran oksigenasi (oksimetri
meningkat nadi, AGD)
 Akrat dingin  Monitor status cairan
menurun (masukan dan
 Pucat menuru haluaran, turgor kulit,
CRT)
 Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
 Periksa Riwayat alergi
Terapeutik :
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
 Persiapkan intubasi
dan ventilasi mekanis,
jika perlu
 Pasang jalur IV, jika
perlu
 Pasang kateter urin
untuk menilai produksi
urin, jika perlu
 Lakukan skin test
untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi :
 Jelaskan
penyebab/faktor risiko
syok
 Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika
perlu

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hematemasis melena merupakan keadaan dimana pasien mengalami muntah
darah disertai dengan Buang Air Besar (BAB) berdarah yang berwarn hitam.
Perdarahan dapat timbul karena pecahnya varises esofagus, ulkus peptikum atau
gastritis erosif manusia, sistem pencernaan akan mengolah makanan atau asupan yang
masuk akan diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh, oleh sebab itu sistem
pencernaan yang terdiri dari organ-organ tersebut harus tetap terjaga supaya dapat
menjalanankan fungsinya secara optimal
B. SARAN
Jaga pola makan , rajin berolahraga, dan hindari rokok ataupun minuman beralkohol
karena sangat bahaya bagi kesehatan dengan banyak mengkonsumsi makanan tinggi
serat dan protein.
DAFTAR PUSTAKA
Davey, P. (2006). At a Glance Medicine (A. Safitri (ed.)). PT. Gelora Aksara Pratama.
https://books.google.co.id/books?
id=wzIGJflmD4gC&pg=PA37&dq=perdarahan+abdomen+:melena&hl=id&newbks=1
&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjKkbyIt9mBAxUHSGwGHT5LCDQQ6AF6
BAgEEAI#v=onepage&q=perdarahan abdomen %3Amelena&f=false
I made bakta, I. ketut S. (1999). Gawat Darurat dibidang Penyakit Dalam (cetakan 1). Buku
Kedokteran EGC. https://books.google.co.id/books?
id=ims8gbiWJScC&pg=PA54&dq=etiologi+melena&hl=id&newbks=1&newbks_redir
=0&sa=X&ved=2ahUKEwi1yemi8NmBAxWASWwGHU2-
AOMQ6AF6BAgKEAI#v=onepage&q=etiologi melena&f=false
LOCA, I. C. P. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
TN. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS HEMATEMESIS MELENA DI IGD RSPAL
Dr. RAMELAN SURABAYA Oleh : Journal Ilmiah Keperawatan, 21(1), 1–9.
http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203%0Ahttp://
mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (D. PPNI (ed.); Edisi
III). DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (D. PPNI (ed.); Cetakan
II). DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (D. PPNI (ed.); Cetakan
II). DPP PPNI.
Seo, R. A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. D.B.E Dengan Hematemesis Melena Di
Ruang Teratai Rsud Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang. Poltekes Kemenkes Kupang, 1–71.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1432/1/001.KTI R.A.SEO.pdf

Anda mungkin juga menyukai