Anda di halaman 1dari 100

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di

sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa

ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi

dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di

saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih

banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer,

2009).

Perdarahan merupakan gejala awal dari penyakit Gastrointestinal dalam 30%

pasien. Hematemesis adalah muntah darah. Perdarahan biasanya proksimal dari

ligamentum Treitz, kemungkinan dengan melena konkuren. Muntah yang berwarna

seperti ampas kopi menandakan perdarahan yang lebih pelan. Melena adalah tinja

yang gelap. Dapat diproduksi sebanyak 50 Ml dan dapat berlangsung 5 hari setelah

akhir perdarahan. Biasanya timbul dari perdarahan Gastrointestinal atas (Linda

Chandranata, 2016).

Perdarahan yang sering ditemukan digastrointestinal yaitu perdarahan saluran

makan. Perdarahan saluran makan dapat dibagi dua pokok, yaitu perdarahan saluran

makan atas (SMBA) berupa hematemesis dan melena, serta perdarahan saluran makan

bawah (SMBB) yaitu berupa pseudo-melena dan Hematochezia. Telah banyak laporan

yang membahas mengenai perdarahan saluran makan, baik dalam negeri maupun

keluar negeri, antara lain: Hilmi dan kawan- kawan (2015) melaporkan kejadian

1
perdarahan saluran makan bagian atas pada 184 kasus selama periode 2013

s/d 2014 yang dirawat di RS C i p t o Mangun kusumo Jakarta, Djajapranata

(2015), melaporkan 471 kasus hematemesis dan melena selama priode 2013-2014 di

RS Dr. Sutomo Surabaya, Abdurachman dan Hadi (2014) melaporkan hasil

penelitiannya selama 5 tahun dari tahun 2012 s/d 2013, menemukan 224 kasus

hematemesis dan melena di RS Hasan Sadikin Bandung (Sujono Hadi, 2002).

Menurut survey awal yang dilakukan peneliti di rumah sakit umum pusat Haji Adam

Malik Medan selama priode April sampai Mei 2010 terdapat 133 pasien yang

menderita penyakit gastrointestinal.

Menurut data unit endoskopi, divisi Gastroenterelogi Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI/RSCM, Jakarta tahun 2005 bahwa distribusi lokasi kanker berdasarkan

lokasinya dengan menggunakan alat kolonoskopi didapati karsinoma kolorektal sebagai

berikut: sekum 1,9%, kolon asending 8,7% , kolon transversum 6,8%, kolon desending

11,7%, sigmoid 9,7%, rektosigmoid 9,7%, rektum 51,5%. K a n k e r kolorektal

adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh kematian yang disebabkan

oleh kanker. Lebih dari 150.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya di AS

dengan angka kematian per tahun mendekati angka 60.000 (Abdullah, 2017).

Mual muntah adalah gejala utama lain penyakit gastrointestinal, muntah biasanya

di dahului dengan mual, yang dapat dicetuskan oleh bau, aktivitas, atau masukan

makanan. Muntah dapat bervariasi isi dan warnanya. Muntah dapat berisi partikel

makanan yang tidak tercerna atau darah (hematemesis). Bila ini terjadi segera setelah

perdarahan, muntah berwarna merah terang. Bila darah tertahan dalam lambung, akan

2
berubah menjadi warna kopi karena kerja enzim pencernaan (Brunner & Suddarth,

2006).

Perdarahan saluran cernah bagian bawah mencakup gejala yang luas mulai dari

Hematochezia yang ringan sampai perdarahan masif. Perdarahan saluran cernah bagian

bawah akut didefinisikan sebagai perdarahan yang baru saja terjadi yang berasal dari

lingamentum Treitz bagian bawah yang menghasilkan ketidakstabilan tanda vital

dengan tanda-tanda anamia dengan atau tanpa perlu transfusi darah. Akan tetapi

perdarahan saluran cerna bagian bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala dari

penyakit dan penyakit yang dapat menyebabkan perdarahan tersebut seperti infeksi.

Kegananasan, abnormalitas pada saluran cernah bagian bawah, oleh karena itu di

butuhkan alat diagnostik yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk

mengevaluasi gejala tersebut (Cagir,2016).

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh

perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu

keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor biologik,

lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor yang berasal

dari dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit alergi (Mansjoer,

2013).

Berdasarkan hasil yang di peroleh dari Rekam Medis RSUD Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara pada bulan juni sampai Juli 2019 di dapatkan data jumlah klien

yang menderita Hematochezia sebanyak 12 orang.

3
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik dalam pengambilan data pasien

yang yang terkena Hematochezia yang dapat menganjam jiwa dengan merumuskan

masalah bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan

Hematochezia di ruang Perawatan Laika Waraka Interna RSUD Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara?

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

dengan dengan Hematochezia di ruang Perawatan Laika Waraka Interna RSUD

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan khusus

2.1 Mampu melakukan pengkajian ( pengumpulan data dan klasifikasi data) pada

klien Tn.N dengan Penyakit Hematochezia.

2.2 Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai prioritas pada klien Tn.N

dengan Penyakit Hematochezia.

2.3 Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien Tn.N dengan

Penyakit Hematochezia.

2.4 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn.K dengan Penyakit

Hematochezia.

2.5 Mampu melaksanakan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada klien Tn.N

dengan Penyakit Hematochezia.

2.6 Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien

Tn.N dengan Penyakit Hematochezia.

4
C. Manfaat

1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan

terutama dalam aplikasi evidence based terkait kasus Penyakit Hematochezia.

laporan ini dapat menjadi bahan bacaan, sumber informasi dan referensi dalam

menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Penyakit

Hematochezia.

2. Manfaat bagi institusi RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya

tempat di lakukanya studi kasus.

Laporan ini dapat menjadi bahan masukan dalam menyusun rencana asuhan

keperawatan pada klien Penyakit Hematochezia serta dapat menerapkan tindakan

dalam mengatasi keluhan yang di rasakan Penyakit Hematochezia.

3. Manfaat bagi perawat di institusi pelayanan kesehatan dan di institusi pendidikan.

Laporan ini dapat menjadi pedoman dan bahan pembanding dalam menyusun dan

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Penyakit Hematochezia.

4. Manfaat bagi masayarakat umum dan khususnya untuk klien dengan Penyakit

Hematochezia.

Laporan ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang asuhan

keperawatan pada klien Penyakit Hematochezia.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Hematochezia

1. Pengertian Hematochezia

Hematochezia adalah keluarnya darah berwarna merah terang dari anus,

dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. Sebagian besar berak

darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja

tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan

dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di

anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang dibandingkan

dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang

berwarna merah gelap atau merah tua.

Hematochezia adalah buang air besar darah merah segar dari saluran cerna

bagian bawah (SCBB). Pseudomelena adalah buang air besar berwarna hitam, tapi

penyebab perdarahan berasal dari saluran cerna bagian bawah disebabkan darah

terlalu lama di usus. Pseudohematokezia adalah buang air besar merah segar tapi

disebabkan oleh perdarahan masif dari SCBA, dimana darah yang keluar tidak

sempat bercampur dengan asam lambung. Saluran cerna bagian bawah (SCBB)

meliputi jejunum distal dibawah ligamenturn TReitz, ileum, kolon, rektum dan anus

(Cagir, 2016).

Perdarahan dari anus dengan warna merah segar dinamakan hematochezia.

Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna bagian bawah.

Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid (wasir), infeksi kuman seperti

6
amuba, tifus, disentri yang berat, kanker usus besar, radang usus besar menahun

oleh sebab penyakit autoimun (inflammatory bowel disease) (Linda Chandranata,

2016).

2. Etiologi

Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna bagian

bawah. Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid (wasir), infeksi kuman

seperti amuba, tifus, disentri yang berat, kanker usus besar radang usus besar

menahun oleh sebab penyakit autoimun (inflammatory bowel disease).

Adapun penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah :

1) Perdarahan divertikel kolon

Divertikel adalah kantong yang terjadi karena penonjolan kearah luar

usus melalui lapisan otot . Proses terbentuknya divertikel berhubungan dengan

kebiasaan makan pasien. Pasien dengan divertikel mempunyai kebiasaan makan

makanan yang tidak atau kurang berserat, akibatnya tinja yang terbentuk keras

dan volumenya kecil, sehingga kolon harus berkontraksi lebih keras untuk

menggiring tinja keluar, maka sering timbul tekanan tinggi dalam kolon

biasanya di bagian bawah. Tekanan yang besar ini dapat menekan celah lemah

pada dinding usus. Paling sering divertikel ditemukan di bagian sigmoid .

Kelainan ini lebih sering ditemukan usia lebih dari 50 tahun. Pasien dengan

divertikel yang cukup banyak disebut divertikulosis. Bila divertikel ini

meradang disebut divertikulitis. Penonjolan ini besarnya berkisar antara

beberapa milimeter sampai dua cm. Leher divertikel dan pintunya biasanya

sempit. Kadang-kadang di dalamnya terbentuk fecolith.

7
Keluhan dan tandanya dapat berupa keluhan mulai dari yang ringan

seperti mual, nyeri pada perut kiri bawah, sembelit dan diare oleh karena

gangguan pengerasan usus sampai keluhan berat seperti pecahnya usus, abses

dan perdarahan. Pecahnya usus ditandai dengan perut yang menjadi tegang dan

terasa nyeri. Abses ditandai dengan adanya massa di perut kiri bawah yang

sangat nyeri disertai keluhan sembelit, demam dan keadaan umum penderita

buruk. Perdarahan baru nyata setelah keluar perdarahan saat penderita BAB,

dan mungkin terjadi anemia. Pada penderita usia lanjut, dapat terjadi

perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan syok dan tidak jarang

memerlukan transfusi darah.

2) Angiodisplasia

Angiodisplasia (vascularectasis) diklasifikasikan sebagai penyebab

perdarahan saluran cerna bagian bawah secara bertahap atau kronis. Lima puluh

empat persen dari angiodisplasia kronis menyebabkan perdarahan di dalam

usus. Angiodisplasia adalah lesi degeneratif yang berkaitan dengan penuaan.

Dua pertiga pasien dengan angiodisplasia berusia di atas 70 tahun. Patogenesis

angiodisplasia tidak diketahui, mungkin disebabkan oleh parsial, obstruksi

intermiten,mulai dari vena-vena submukosa sampai terjadinya dilatasi,

sehingga hubungan arteriovenosa didirikan. Angiodisplasia didiagnosis dengan

menggunakan kolonoskopi dan angiography.

3) Arteriovenous Malformation

AVM dilaporkan sebagai sumber perdarahan saluran cerna bagian

bawah pada 3-40% pasien. AVMs biasanya kelainan kongenital dan ditemukan

8
di usus pada 1-2% dari spesimen autopsi. AVMs adalah suatu kelainan pada

mukosa dan submukosa pembuluh darah memiliki komunikasi langsung antara

arteri dan vena tanpa campur tangan kapiler. Lebih dari setengahnya berlokasi

di kolon kanan, dan 47% persen pasien mengalami hematochezia yang tanpa

nyeri serupa dengan perdarahan yang disebabkan oleh penyakit divertikular,

dapat pula muncul berupa perdarahan yang kronik dan intermitten. Faktor

resikonya adalah orang tua, berusia lebih dari 60 tahun, lokasi di sisi kanan

kolon , dan pada pasien yang memiliki penyakit gagal ginjal kronis dan stenosis

aorta. Pemeriksaan terbaik untuk AVMs adalah angiography.

4) Kolitis

Kolitis merupakan istilah yang menunjukkan adanya proses peradangan

atau inflamasi pada kolon. Kolitis sering diawali dengan infeksi, toksin, produk

bakteri, yang terjadi pada individu yang rentan . Pelepasan bahan toksin

menimbulkan reaksi inflamasi yang menyebabkan perubahan mukosa dan

dinding. Kolitis dibagi 2, yaitu kolitis ulseratif non spesifik dan kolitis Crohn.

Kolitis ulseratif berlangsung lama dan disertai masa remisi dan eksaserbasi

yang berganti-ganti. Tanda dan gejala klinis yang penting adalah nyeri

abdomen, diare dan perdarahan rektum. Diagnosis banding antara lain : kolitis

infeksi, IBS, divertikulitis, enteritis radiasi, dan kanker kolon. Walaupun tidak

ada tes darah yang spesifik untuk kolitis iskemik, namun biasanya terdapat

kenaikan leukosit, amilase, kreatin fosfokinase dan serum laktat. Foto rontgen

polos biasanya tidak ditemukan sesuatu yang khas, meskipun tanda edema

submukosa dan pneumatosis dapat dilihat biasanya pada pasien dengan

9
penyakit lanjut. Diagnosa dengan CT scan mungkin memperlihatkan penebalan

segmental kolon yang terkena. Evaluasi endoskopi dengan sigmoidoskopi atau

kolonoskopi dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa pada pasien yang

tidak jelas diagnosanya dan tidak memperlihatkan tanda-tanda peritonitis atau

perforasi

5) Penyakit perianal
Contohnya adalah hemoroid dan fissura ani, biasanya menimbulkan

perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces.

Polip dan karsinoma kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang

disebabkan oleh hemoroid, oleh karena itu pada perdarahan yang diduga dari

hemoroid perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan

polip dan karsinoma kolon. Pemeriksaan dilakukan menggunakan anoskopi dan

kolonoskopi. Kelainan perianal diterapi dengan obat (suppositoria, pelumas,

hydroxitison) tetapi sering kambuh sehingga skleroterapi / koagulasi, ligasi,

atau intervensi bedah dapat dipertimbangkan.

6) Neoplasia kolon
Baik tumor ganas dan jinak di usus bisa mirip divertikulosis, dan

kebanyakan terjadi pada usia tua. Neoplasma jarang menyebabkan perdarahan

masif. Perdarahan bisa berupa sebentar-sebentar, atau kebanyakan kasus adalah

perdarahan tersembunyi ( occult blood). Dulu, diagnosis dibuat menggunakan

barium enema, namun kini dengan menggunakan kolonoskopi dan biopsi

diagnosa dapat langsung dilakukan. Pengelolaan tumor saluran cerna bagian

bawah adalah dengan eksisi, baik dibantu oleh endoskopi atau melalui operasi.

10
7) Divertikulum Meckel
Divertikulum Meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan

suatu kantung (divertikula) yang menonjol dari dinding usus halus. Divertikula

bisa mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas. Divertikulum

meckel adalah suatu sisa dari struktur perkembangan yang tidak diserap

seluruhnya pada masa perkembangan janin. Penyebab yang pasti dari tidak

diserapnya sisa struktur tersebut tidak diketahui. Sekitar 2% dari jumlah

penduduk memiliki divertikulum meckel, tetapi hanya sebagian kecil yang

menunjukkan gejala. Divertikulum meckel biasanya tidak menimbulkan gejala,

tetapi kantungnya dapat melepaskan asam dan menyebabkan ulkus, sehingga

terjadi perdarahan melalui rectum yang tidak disertai nyeri. Tinja biasanya

berwarna keunguan atau kehitaman. Pada remaja dan orang dewasa,

divertikulum lebih cenderung menyebabkan penyumbatan usus, sehingga

timbul nyeri kram dan muntah. Bisa terjadi peradangan mendadak pada

divertikulum yang disebut divertikulitis akut.

Divertikulum Meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan

suatu kantung (divertikula) yang menonjol dari dinding usus halus. Divertikula

bisa mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas. Divertikulum

meckel adalah suatu sisa dari struktur perkembangan yang tidak diserap

seluruhnya pada masa perkembangan janin. Penyebab yang pasti dari tidak

diserapnya sisa struktur tersebut tidak diketahui. Sekitar 2% dari jumlah

penduduk memiliki divertikulum meckel, tetapi hanya sebagian kecil yang

menunjukkan gejala. Divertikulum meckel biasanya tidak menimbulkan gejala,

11
tetapi kantungnya dapat melepaskan asam dan menyebabkan ulkus, sehingga

terjadi perdarahan melalui rectum yang tidak disertai nyeri. Tinja biasanya

berwarna keunguan atau kehitaman. Pada remaja dan orang dewasa,

divertikulum lebih cenderung menyebabkan penyumbatan usus, sehingga

timbul nyeri kram dan muntah. Bisa terjadi peradangan mendadak pada

divertikulum yang disebut divertikulitis

3. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Perkumpulan Dokter Spesialis Bedah Indonesia tahun

2014 sebagai berikut :

1) Perdarahan akut

Pasien – pasien yang mengalami perdarahan berat dan kontinyu harus

dirawat di rumah sakit. Penting untuk diingat bahwa pada 10-15% kasus yang

pada awalnya bermanifestasi sebagai perdarahan saluran cerna bagian bawah

ternyata memiliki sumber perdarahan di saluran cerna bagian atas. Petunjuk

kemungkinan terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas yang diawali

dengan hematochezia adalah ketidakstabilan hemodinamik (hipotensi, takikardi,

perubahan posisi mengakibatkan perubahan pada tekanan darah), melena, dan

riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas. Pemasangan NGT membantu

menegakkan diagnosa perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien dengan

perdarahan saluran cerna bagian bawah yang berat.

2) Outlet-type bleeding

Yang dimaksud outlet-type bleeding adalah terlihat darah selama atau


sesudah defekasi pada kertas toilet atau handuk, tapi tanpa gejala ataupun faktor

12
resiko khusus untuk ca colorectal. Pasien outlet-type bleeding yang berusia
muda, lebih dianjurkan menggunakan fleksibel sigmoidoskopi dibandingkan
kolonoskopi.
3) Perdarahan kronik-intermitten

Manifestasi klinis pada pasien ini adalah tes Guaiac positif, atau anemia

atau keduanya. Biasanya terjadi pada pasien-pasien rawat jalan yang tidak

menyadari terjadinya perdarahan saluran cerna bagian bawah namun

mengalami anemia kronis. Walaupun begitu jika anemi yang timbul sudah berat

dan terdapat gejala-gejala kardiopulmoner maka pasien tersebut harus dirawat

inap untuk monitoring, evaluasi dan tata laksana lebih lanjut. Pada pasien-

pasien ini harus dievaluasi dengan kolonoskopi. Berdasarkan studi, sekitar 25-

41% dari pasien ini ditemukan kelainan pada endoskopi saluran cerna bagian

atasnya. Jadi, bila dengan kolonoskopi tidak ditemukan sumber perdarahan

maka sebaik nya dilakukan

4. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran

darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan

sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan

(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,

yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

13
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan

1) Rongga Mulut

Gambar 2.2. Anatomi Sistem Pencernaan


http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfis
pencernaan

14
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan

dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya

merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di

anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam

dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ

perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri

dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius

di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan

dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang

(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan

tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein

dan menyerang bakteri secara langsung.  Proses menelan dimulai secara sadar

dan berlanjut secara otomatis.

2) Tenggorokan (Faring)

faring merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.

Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk Faring atau tekak merupakan

tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di

bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan

ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas

berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang

bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat

15
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan

lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring Didalam lengkung

faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak

mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang .

Tekak terdiri dari:

1. Bagian superior

Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak

dengan ruang gendang telinga

2. Bagian media

Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media disebut

orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah

3. Bagian inferior

Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior disebut

laring Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: gofaring yang

menghubungkan orofaring dengan laring.

16
3) Kerongkongan (Esofagus)

Gambar 2.3. Anatomi Sistem Pencernaan http://www.google.co.id/imgres?


q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfis
pencernaan

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

Sering juga disebut esofagus (dari bahasa Yunani: oeso – “membawa”, dan έ,

phagus – “memakan”).

1. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

17
4) Lambung

Gambar 2.4. Anatomi Sistem Pencernaan http://www.google.co.id/imgres?


q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfis
pencernaan

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti

kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu

1. Kardia.

2. Fundus.

3. Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui

otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam

kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang

18
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

1. Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang

mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2. Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang

diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang

tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara

membunuh berbagai bakteri.

3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5) Usus halus (usus kecil)

Gambar 2.5. Anatomi Sistem Pencernaan http://www.google.co.id/imgres?


q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfispencernaa

19
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.

Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang

membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan

lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot

melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan

lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus

dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan

(ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus

yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong

(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari

usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum

Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari

yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang

berarti dua belas jari.

20
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan

sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,

panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian

usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam

tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni

berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan

dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.

Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan

secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang

berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari

bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”.

21
3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar

2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh

usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)

dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

6) Usus Besar (Kolon)

Gambar 2.6. Anatomi Sistem Pencernaan


http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfispencernaa

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

1. Kolon asendens (kanan)

2. Kolon transversum

22
3. Kolon desendens (kiri)

4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri

di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti

vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa

penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-

bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7) Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,

burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum

yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang

sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

8) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk

nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

23
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,

vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang

menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada

tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm

tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu

tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di

pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial

(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai

appendektomi.

9) Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah

sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)

dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat

yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh

dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material

di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan

untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.

24
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan

feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,

tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang

di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.

Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya

dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang

merupakan fungsi utama anus.

10) Pankreas

Gambar 2.7. Anatomi Sistem Pencernaan


http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfispencernaa

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua

fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon

25
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan

berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1.  Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2.  Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan

dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran

pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,

yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam

lambung.

11) Hati

Gambar 2.8. Anatomi Sistem Pencernaan


http://www.google.co.id/imgres?q=.http://medianers.blogspot.com/2011/08/anfispencernaa

26
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia

dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan

memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,

sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang

penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati

biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,

hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya

akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan

darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada

akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi

pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.

Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah

diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

12) Kandung Empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk

buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh

untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah

sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya,

melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini

terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

27
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2009) pada pasien dengan Penyakit

Hematochezia.

Perdarahan akut :

1) Sinkop : takikardia, kepala pusing, melayang.

2) Syok :

- Tekanan darah turun (sistolik< 90 mmHg atau turun > 30 mmHg dari

semula

- Takikardi, nadi cepat (> 100x/mnt) denyut kecil, lemah atau tidak

teraba.

3) Muka (kulit, mukosa) pucat. Akral dingin.

4) Berkurangnya pembentukan air kemih.

5) Berkurangnya aliran darah ke otak (bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan

syok)

Perdarahan Kronik:

Akibat kehilangan darah kronik:

1) Anemia def.Fe

28
2) Palpitasi

3) Lemas

4) Sesak napas

5) Anoreksia

6) Insomnia.

6. Komplikasi

Komplikasi Penyakit Hematochezia menurut Mansjoer (2000) sebagai

berikut:

1) Ensefalopati adalah istilah yang mengacu pada kelainan struktur atau fungsi otak

akibat suatu kondisi atau penyakit. Kelainan struktur atau fungsi ini dapat

bersifat permanen, sehingga deteksi dan penaganan yang segera perlu dilakukan

untuk meningkatkan peluang kesembuhanya.

2) Asites adalah kondisi dimana terdapat cairan pada rongga perut dengan organ

dalam perut kondisi umumnya disebabkan oleh beberapa penyakit seperti

penyakit liver, kanker, gagal ginjal, atau gagal jantung.

3) Sirosis Hepatis adalah penyakit yang diakibatkan karena kerusakan hati jangka

panjang, pada sirosis cedera hati meningalkan bekas luka yang mengakibatkan

hati tak lagi bekerja normal seperti membuat protein baru, melawan infeksi,

menyingkirkan zat tidak bergunan dari darah, mencerna makanan, dan

menyimpan energi.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini sangat tergantung pada keadaan klinis pasien waktu masuk

rumah sakit, penyebab atau lesi sumber perdarahan, perjalanan penyakit pasien dan

29
tidak kalah pentingnya adalah sarana diagnostik penunjang yang tersedia. Secara

teori, modalitas sarana pemeriksaan anoskopi, sigmoidoskopi, kolonoskopi,

enteroskopi, barium enema (colon in loop), angiografi/artereriografi, blood flow

scintigraphy, dan operasi laparatomi eksplorasi dapat digunakan untuk

mengidentifikasi lesi sumber perdarahan dan diagnosis penyakitnya. Tidak jarang

modalitas diagnostik ini dapat dipakai sekaligus untuk terapi (endoskopi terapeutik,

embolisasi pada waktu arteriografi).

Masing-masing modalitas diagnostik ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan dibandingkan modalitas lainnya. Misalnya pada perdarahan yang

berlangsung masif, peran kolonoskopi akan terhambat oleh sulitnya memperoleh

lapang pandang yang akurat untuk menilai di mana dan apa sumber perdarahannya.

Sedangkan arteriografi lebih mudah untuk mendapatkan lokasi sumber perdarahan

(kalau perlu sekaligus terapinya). Mulai dari diagnostik (terlebih lagi pada waktu

terapi) sudah diperlukan kerja sama tim (internis, internis konsultan

gastroenterologi, ahli bedah, radiologis, radiologis interventional, dan anestesi)

yang optimal sehingga langkah diagnostik (dan terapi) dapat selaras untuk

kepentingan pengobatan pasien seutuhnya. Pada keadaan tidak adanya gangguan

hemodinamik atau keadaan yang masih memungkinkan kits merencanakan langkah

diagnostik yang berencana (elektif), eksplorasi diagnostik sumber perdarahan relatif

tidak menimbulkan permasalahan. Tetapi bila keadaan pasien tidak stabil, adanya

gangguan hemodinamik, diperlukannya segera pilihan terapi, permasalahan

algoritme diagnostik (jugs berdampak pada algoritme terapi tidak jarang muncul

dan terjadi perbedaan persepsi antara disiplin terkait.

30
Pemeriksaan penunjang ini akan berbeda pelaksanaannya dan akan berbeda hasil

yang diharapkan dicapai bila menghadapi kasus akut lemergensi atau kasus

kronik/elektif Pada makalah ini akan lebih ditekankan pada, prosedur diagnostik dan

terapi pada kasus yang akut dan bersifat emergensi.

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Hematochezia

menurut Supari (2008) antara lain :

1) Anoskopi/Rektoskopi

Pada umumnya dapat segera, mengetahui sumber perdarahan tersebut bila

berasal dari perdarahan hemoroid interns atau adanya tumor rektum. Dapat

dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.

2) Sigmoidoskopi

Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema

(YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat

laksan.

3) Kolonoskopi

Pada, keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal,

pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber

perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal. Tetapi pada,

keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama bekuan darah),

maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat. Diperlukan usaha yang berat

untuk membersihkan lumen kolon secara, kolonoskopi. Sering sekali lumen

skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang

31
hanya dapat menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara

lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan bahwa letak

sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut.

4) Push Enteroskopi

Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum

Treitz serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih

sangat jarang di indonesia

5) Barium Enema (colon in loop)

Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak

mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana

pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat saluran

pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan interpretasi)

bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik. Tetapi pada

keadaan yang efektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi

yang dapat diprakirakan sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan

sumber perdarahan).

6) Angiografi/Arteriografi

Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkad melalui arteri femoralis

dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan visualisasi lokasi

sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya, perdarahan arterial dapat

terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit. Arteriografi dapat dilanjutkan

dengan embolisasi terapeutik pada, pembuluh darah yang menjadi sumber

perdarahan.

32
7) Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)

Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium),

kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel tersebut

akan bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Teknik ini dilaporkan

dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning

diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel Berta 24 jam setelah itu

atau sesuai dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi

perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil scanning pada

jam-jam tertentu.

8) Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber

perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan

sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana pertimbangan

toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan untuk

mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam

praktek penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering menimbulkan

kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait.

Pada dasarnya laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang

tidak dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan yang

sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan kolonoskopi,

arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko

operasi akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi

sumber perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

33
8. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Hematochezia menurut Supari (2008)

adalah :

1) Resusitasi

Pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau

perdarahan akut lainnya, yaitu koreksi defisit volume intravaskular dan

stabilisasi hemodinamik. Pemasangan jalur intravena pada pembuluh besar

harus dikerjakan (bukan pada pembuluh versa kecil walaupun diduga

perdarahan sedikit). Pada awalnya larutan fisiologis NaCI dapat dipakai untuk

mencukupi defisit volume intravaskular.

Bila Jelas Hemodinamik Terganggu Dan Belum Ada Darah, Plasma

Ekspander Dapat Dipakai Untuk Keperluan Ini. Kadar Hb Dan Ht Dapat

Dipakai Untuk Parameter Kebutuhan Transfuse Darah Dan Biasanya,Transfusi

Dengan Target Hb 10-11 G/Dl Atau Sesuai Dengan Kondisi Sistemik Pasien

(Umur, Toleransi Kardiovaskular, Dan Lain-Lain). Dapat Dipakai Whole

Blood Bila Masih Diperhitungkan Perlunya Resusitasi Volume Intravaskular

Atau Red Packed Cell Bila Hanya Tinggal Perlu Menaikkan Kadar

Hemoglobin. Bila Terdapat Defisiensi Faktor Pembekuan. Kombinasi Red

Packed Cell Dan Fresh Frozen Plasma Dapat Menjadi Pilihan Pertama Pada

Proses Resusitasi. Bila Terdapat Proses Gangguan Faktor Koagulasi Lainnya,

Tentunya Harus Dikoreksi Sesuai Kebutuhan.

Bila Masih Diduga Adanya Perdarahan Yang Masif Berasal Dari SCBA,

Maka Pemasangan NGT Untuk Proses Diagnostik Harus Dipertimbangkan.

34
Aspirat NGT yang jernih, belum menyingkirkan perdarahan bukan berasal dari

SCBA.

2) Medikamentosa

Pada keadaan perdarahan akut, adanya gangguan hemodinamik, belum

diketahui sumber perdarahan, tidak ada studi yang dapat memperlihatkan

manfaat yang bermakna dari obat-obatan untuk keadaan ini. Kecuali telah

diketahui, misalnya perdarahan akibat pemberian antikoagulan atau pada kasus

yang telah diketahui adanya koagulopati. Obat-obat hemostatika yang banyak

dikenal dan beredar luas, dapat disepakati saja dipakai (bila jelas tidak ada

kontra indikasi pada tahap ini dengan mempertimbangkan cost-effective).

Demikian pula obat yang tergolong vasoaktif seperti vasopresin, somatostatin,

dan okreotid.

3) Endoskopi Terapeutik
Pada keadaan di mana endoskopi mendapat peluang (keadaan dalam
lumen kolon cukup bersih) dalam segi identifikasi lesi sumber perdarahan,
teknik ini sekaligus dapat dipakai sebagai modalitas terapeutik (bila fasilitas
tersedia). Kauterisasi Pada lesi angiodisplasia atau tumor kolon, akan
mengurangi derajat atau menghentikan proses perdarahan. Polipektomi pada
polip kolon yang berdarah dapat bersifat kuratif.
4) Radiologi Intervensional

Dengan teridentifikasinya lokasi perdarahan, durasi tindakan dapat

diberikan injeksi intraarterial vasopresin yang dilaporkan dapat mengontrol

perdarahan pada sebagian besar kasus perdarahan divertikel dan angiodisplasia.

Hanya harus diwaspadai efek vasokonstriksi obat tersebut pada sirkulasi tubuh

35
yang lain, terutama sirkulasi koroner jantung. Alternatif lain dari prosedur ini

adalah tindakan embolisasi pada pembuluh darah yang menjadi sumber

perdarahan teridentifikasi tersebut. Harus diwaspadai kemungkinan terjadinya

infark segmen usus terkait akibat prosedur embolisasi tersebut.

5) Surgikal
Pada prinsipnya operasi dapat bersifat emergensi tanpa didahului

identifikasi sumber perdarahan atau elektif setelah sumber perdarahan

teridentifikasi. Tentunya hal ini mempunyai dampak risiko yang berbeda.

Operasi emergensi mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi bila

dilakukan pada keadaan yang tidak stabil. Kombinasi antara kolonoskopi pre

dan durante operasi diharapkan dapat mengurangi waktu operasi yang

dibutuhkan.

36
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Penderita Hematochezia

Proses keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah yang didasari

oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis serta identifikasi

masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan.

(Hartini. 2010).

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang

klien Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada

klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah

sebagai berikut :

1. Identitas

Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,

alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat

badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Hematochezia biasanya mengeluh adanya

BAB bercampur darah

3. Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari

rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Wasir atau penyakit

37
penyebab terjadinya Penyakit Hematochezia.

5. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah

mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam

keluarga.

6. Pola fungi kesehatan

Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :

6.1 Persepsi terhadap kesehatan

Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan

terhadap pemeliharaan kesehatan.

6.2 Pola aktivitas dan latihan

Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Hematochezia. Mengalami

ganguan pada aktifitas karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat

distensi abdomen.

6.3 Pola istirahat dan tidur

Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Hematochezia adalah gangguan

karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

6.4 Pola nutrisi-metabolik

Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada pasien

dengan Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan

berat badan pasien.

6.5 Pola eliminasi

Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada

38
Perubahan BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang

6.6 Pola hubungan dengan orang lain

Akibat dari proses penyakit tersebut secara langsung akan mempengaruhi

hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.

6.7 Pola persepsi dan konsep diri

Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk

mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,

identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).

6.8 Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan

mengalami perubahan.

6.9 Pola mekanisme koping

Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya,

termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.

6.10Pola nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru

yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu

kebiasaan ibadahnya.

6.11Pengkajian Umum

6.11.1 Intake : anorexia, Mual, Muntah, Penurunan Berat Badan

6.11.2 Eliminasi :

- BAB : Konstipasi atau diare, adakah Hematochezia

(Warna darah Segar, Konsistensi Merah, Jumlahnya

39
- BAK : Warna Gelap, Konsistensi Merah

6.11.3 Neurosensori : Adanya Penurunan kesadaran (Bingung, Halusinasi,

Koma)

6.11.4 Aktifitas : Lemah, Lelah, Letargi, Penurunan Tonus Otot

6.12Pengkajian Fisik

6.12.1 Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Temperatur, Respirasi

6.12.2 Inspeksi :

- Mata : Conjungtiva ( Ada tidaknya Anamis)

- Mulut : Adanya isi lambung yang bercampur darah

- Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat

- Kulit : Akral dingin

6.12.3 Auskultasi

a. Paru : Simetris kiri dan kanan

b. Jantung : Irama cepat atau lambat

c. Usus : Peristaltik Menurun

6.12.4 Perkusi

a. Abdomen : Terdengar Sonor, Kembung atau tidak ada

b. Reflekk Patela : Menurun

6.13Pengkajian Khusus

Pengkajian Kebutuhan Fisiologis

6.13.1 Oksigen

Yang dikaji adalah Jumlah serta warna darah Hematochezia, Warna

40
merah terang : darah dari luka di usus besar, rektum, atau anus, Posisi

tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,

mencegah renjatan, Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah

darah  > 500 cc dan terjadi secara   kontinyu, Jumlah perdarahan :

observasi tanda-tanda hemodinamik  yaitu tekanan darah, nadi,

pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg,

pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius,

kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas,

sirkulasi darah ke ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.

6.13.2 Cairan

Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan Hematochezia. yang

berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang

terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.

Kaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan

lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan

yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya

secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran

pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika

fase emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian

terhadap Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada

klien Hematochezia yang disebabkan oleh luka di usus besar, rektum, atau

anus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites

dan edema, Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien, Output

41
urine dan catat jumlahnya per 24 jam, Tanda-tanda dehidrasi seperti

turgor kulit yang menurun, mata cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk

klien dengan hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi

ginjal.

6.13.3 Nutrisi

Yang di kaji adalah : Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3

hari I cair selanjutnya makanan lunak, Pola makan klien, BB sebelum

terjadi perdarahan, Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena,

sisa-sisa perdarahan \dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan

ketidaknyamanan.\

6.14Temperatur

Klien dengan Hematochezia pada umumnya mengalami kenaikan

temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan  temperatur

kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa

perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh

klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi

sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.

6.15Eliminasi

Pada klien Hematochezia pada umumnya mengalami gangguan eliminasi.

Yang perlu dikaji adalah Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal

terganggu. Urine berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring,

Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.

42
C. Patways Teori
Proses Regenerasi Sel Hati Dalam Bentuk
Yang Terganggu

Hipertensi Portal
Kegagalan Parenkim Ascites
Hati
Varises Esofagus Penekanan Diafragma
Nafsu Makan
Menurun,Mual-Muntah
Ruang Paru Menyempit
Perut tidak Tekanan darah
enak,Kelemahan meningkat
Sesak Nafas

Perubahan Nutrisi Pembuluh darah


pecah Gangguan Pola
Nafas

Sakit Perut Hematemesis Melena

- Keseimbangan Cairan
- Gangguan Perfusi
Jaringan
- Cemas

Skema 2.1 Patways Teori

43
D. Penetapan Diagnosa

1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif ditandai

dengan penurunan tekanan darah, penurunan volume nadi, penurunan turgor kulit,

penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urine, penurunan pengisian vena,

membran mukosa kering dan kulit kering (00027).

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan

ditandai dengan nadi perifer tidak teraba, GDA abnormal, penurunan haluaran

urine (00205).

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,ancaman kematian

ditandai dengan menyatakan ketakutan mengalami sakit terminal, menyatakan

ketakutan cepat mati, mentakan ketakutan terhadap proses menjelang ajal (00146).

4. Nyeri Akut berhubungan dengan luka bakar kimia, refleks spasme otot pada dinding

perut ditandai dengan perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan

frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan (00132).

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

penyakitnya ditandai dengan ketidaktahuan terhadap penyakit (00126).

44
E. Perencanaan/Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan perdarahan (kehilangan

secara aktif. 00027) (Nanda 2011 & Nic Noc 2016).

Tujuan : Mengontorol terjadinya perdarahan

Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan

dibuktikan oleh haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital

stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat.

Intervensi:

1.1 Mandiri

a. Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.

b. Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal pasien/sebelumnya.

Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin.

c. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, mis.,

perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,

takipneu, peningkatan suhu.

d. Ukur CVP, bila ada

e. Awasi masukkan dan haluaran dan hubungan dengan perubahan berat

badan. Ukur kehilangan darah/cairan melalui muntah, penghisapan

gaster/lavase, dan defekasi.

1.2 Kolaborasi

a. Berikan cairan/darah sesuai indikasi :

b. Darah lengkap segar/ kemasan sel darah merah

c. Plasma beku segar (FFP) dan/ trombosit

d. Masukkan / pertahankan selang NGT pada perdarahan akut

45
e. Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal dingin atau dengan suhu

ruangan sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas

bekuan. Rangsang penghisapan gaster dengan infus cairan garam faal

kontinu melalui selang udara dari selang lain dapat juga digunakan.

f. Berikan obat sesuai indikasi :

- simetidin (tagamet); ranitidin (zantac); famotidin (pepcid); nizatidin

(axid).

- sukralfat (carafate)

2. Gangguan perfusi jaringan Berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.

00205 (Nanda 2011 & Nic Noc 2016).

Tujuan : Meningkatkan /mempertahankan stabilitas hemodinamik

Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perbaikan tanda vital stabil, kulit

hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran urine adekuat.

Intervensi:

2.1 Mandiri

a. Selidiki perubahan tingkat kesadaran,keluhan pusing/sakit kepala

b. Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang

menghilangkan nyeri.

c. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu

ada.

d. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat pengisian kapiler lambat,

dan nadi perifer lemah.

e. Catat haluaran urine dan berat jenis

46
f. Observasi kulit untuk pucat ,kemerahan , pijat dengan minyak, ubah

posisi dengan sering.

2.2 Kolaborasi

a. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

b. Awasi GDA /Nadi oksimetri

c. Berikan cairan IV sesuai indikasi

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

00147 (Nanda 2011 & Nic Noc 2016).

Tujuan : meningkatkan penurunan stres

Kriteria Hasil : Pasien akan mendiskusikan pengenalan takut/masalah yang sehat

dan takut tak sehat dan pasien menunjukan rileks dan laporan ansietas menurun

sampai tingkat dapat ditagani menujukan pemecahan masalah dan pengunaan

sumber afektif.

Intervensi:

.1 Mandiri

a. Awasi respon fisiologis mis, takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan

sensasi kesemutan

b. Catat petunjuk perilaku contoh gelisah, mudah terangsang, kurang kontak

mata, prilaku melawan/menyerang

c. Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik

d. Tunjukan tehnik relaksasi, contoh visualisasi, latihan nafas dalam,

bimbingan imajinasi

3.2 Kolaborasi

47
a. Berikan obat seuai indikasi mis; Diazepam (Valium); Klorazepat

(Tranxene);Alprazolam (Xanax).

b. Rujuk ke perawat psikiatrik /penasehat agama.

4. Nyeri Akut berhubungan dengan luka bakar kimia, refleks spasme otot pada

dinding perut. 00132 (Nanda 2011 & Nic Noc 2016).

Tujuan : Nyeri hilang Terkontrol

Kriteria Hasil : Pasien akan menyatakan nyeri hilang,menunjukan postur tubuh

rileks dan mampumtidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

4.1 Mandiri

a. Catat skala nyeri, termaksuk lokasi, lamanya, intesitasnya (Skala 0-10)

b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

c. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan

d. Catat nyeri non-verbal, contoh gelisah, menolak bergerak, berhati-hati

dengan abdomen, takikardi, berkeringat, selediki ketidaksesuaian antara

petunjuk verbal dan non verbal.

4.2 Kolaborasi

a. Berikan obat, sesuai indikasi mis; Analgesik, Mis. Morfin sulfat

b. Berikan obat, sesuai indikasi mis aseraminofen (tylenol): Antasida

c. Berikan dan lakukan perubahan diet.

5. Defisiensi Pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang

penyakitnya. 00126 (Nanda 2011 & Nic Noc 2016).

Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakit, progonosis, kebutuhan

pengobatan, dan potensial komplikasi

48
Kriteria Hasil : Pasien akan menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya

sendiri (bila tahu) dan pengunaan tindakan pengobatan.

Intervensi:

5.1 Mandiri

a. Tentukan presepsi pasien terhadap penyebab perdarahan .

b. Berikan kaji ulang informasi tentang etiologi perdarahan, penyebab efek

hubungan perilaku pola hidup, dan cara menurunkan resiko

pendukung.dorong untuk bertanya

c. Dorong pasien untuk menginformasikan semua pemberian asuhan

tentang riwayat perdarahan.

49
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data

Nama Mahasiswa : Cici Fitria Tgl. Masuk RS : 13-05-2019

Nim : 918312914910.001 Tgl. Pengkajian : 15-05-2019

No. Register :55 11 87

Ruangan/RS : interna Laika

Waraka

Interna Laika

Kamar/Bad : 3 /5

Medical Diagnosis : Hematochezia

1. Biodata

a. Nama : Tn.N

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Umur : 58 tahun

d. Agama : Islam

e. Suku bangsa : Bugis/Indonesia

f. Pekerjaan : Nelayan

g. Alamat : Abeli

2. Riwayat kesehatan saat ini

a. Alasan di rawat : Klien mengeluh berak darah lebih dari

10 kali sehari dan itu saya rasakan setiap                                           

buang air besar selalu ada darah warnah

50
merah segar  di mulai pada tanggal

12/05/2019.

b. Keluhan utama : Klien Mengeluh berak darah lebih dari

10 kali sehari

c. Keluhan yang menyertai : Klien mengeluh Lemas

d. Riwayat keluhan utama : Klien masuk RSU Bahtramas Sultra

pada tanggal 13/05/2019 jam 11:28

WIT, Klien dibawa ke Rumah Sakit

karena mengeluh berak darah lebih dari

10 kali sehari sejak 1 hari yang lalu.

e. Mulai timbul keluhan : 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

f. Upaya yang di lakukan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan

yaitu klien dibawa ke RS Bahtramas Sulawesi tenggara.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

a. Klien Mempunyai riwayat penyakit Tubercolosis sejak 2016

b. Klien tidak mengalami alergi terhadap makanan, minuman, obat-

obatan, debu, bulu, maupun yang lain.

51
4. Riwayat kesehatan keluarga

a. Genogram

? ? ?
? ?

? ? ?
58 43

25 22

Skema. 2.2 Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Tinggal serumah

: Perempuan

X : Meninggal

: Klien

G1 : Kakek dan nenek klien sudah meninggal dunia

GII : Kedua orang tua klien sudah meninggal

GIII : Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara, saudara klien yang lain tidak

ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien

G IV : Klien tinggal bersama istri dan kedua anaknya

5. Pemeriksaan fisik

a. Survey umum

1. Tanda-tanda vital

TD : 90/70 mmHg

52
RR : 20 x/menit

N : 110 x/menit

S : 36oC

2. Status penampilan kesehatan : Klien berbaring dan susah

beraktifitas karena klien terpasang infuse dan merasa pusing bila

berjalan

3. ada tanda-tanda distress yang tampak pada pasien

4. Tinggi badan dan bentuk tubuh : Tinggi

5. Berat badan melalui penampilan : Kurus

6. Ekspresi wajah : Tegang

7. Bicara : Tidak jelas dan cepat

b. Status mental

1) Tingkat kesadaran : Composmentis

2) Postur dan perilaku motorik : Tidak gelisah dan tidak ada

gerakan involuter

3) Ekspresi wajah selama istirahat dan berinteraksi : kurang kontak

mata dan selalu fokus pada diri sendiri

c. Kulit

Inspeksi dan palpasi

1) Warna : Abu-abu mengkilat

2) Kelembaban : Kering bersisik

3) Suhu : Hangat

4) Turgor : Jelek

5) Kuku

- Warna : Merah muda

53
- Bentuk : Cembung pada permukaan

- Tampak tidak ada lesi

6) Rambut

- Kuantitas : Banyak

- Penyebaran : Merata

- Tekstur : Halus

d. Kepala dan Leher

1) Kepala

Inspeksi

a) Bentuk kepala : Simetris kiri dan kanan

b) Keadaan rambut : Warna beruban, tekstur halus, penyebaran

merata

c) Keadaan kulit kepala : Tampak bersih dan tidak ada

benjolan

d) Membran Mukosa Kering

2) Mata

Inspeksi

a) Klien tidak memakai alat bantu kaca mata/lensa kontak

b) Ketajaman penglihatan/visus : 6/6

c) Warna konjungtiva kemerahan, warna sclera putih

d) Reaksi pupil +/+ kiri dan kanan, ukuran 3 mm

e) Gerak bola mata : 180 derajat

f) Lapang pandang : 90 derajat

g) Reflex kornea : Klien bisa berkedip

54
h) Klien tidak mengalami penglihatan kabur, dan tidak

mengalami diplopia

i) Klien mengalami edema periorbital

3) Telinga

Inspeksi dan palpasi

a) Daun telinga : Gerakan daun telinga keatas dan kebawah

baik

b) Ketajaman pendengaran : Pendengaran baik

c) Pada lubang telinga tidak tampak adanya pengeluaran

cairan dan pada saat di inspeksi tidak tampak adanya

serumen.

4) Hidung

Inspeksi

a) Klien tidak mengalami alergi

b) Tipe allergen : Tidak ada

c) Klien tidak pernah mengalami riwayat polip, sinusitis, dan

epistaksis

d) Fungsi penciuman klien baik

5) Tenggorakan dan Mulut

Inspeksi

a) Keadaan gigi : Tampak bersih dan tidak ada caries

b) Klien tidak memakai gigi palsu

c) Klien tidak mengalami gangguan bicara

d) Klien tidak mengalami gangguan menelan

e) Keadaan bibir kering, warna bibir merah muda

55
f) Keadaan rongga mulut : Warna mukosa merah muda, tidak

ada luka/perdarahan, keadaan gusi tampak tidak mengalami

gangguan.

g) Fungsi menguya mengalami penurunan

h) Fungsi menelan mengalami penurunan

i) Fungsi pengecapan tergangu klien tidak dapat merasakan

rasa asin,manis dan pahit di lidahnya.

6) Leher

Inspeksi

a) Arteri karotis : Berdenyut saat di palpasi

b) Klien tidak mengalami pembesaran tiroid

c) Klien tidak mengalami pembesaran linfe

e. Thoraks

1). Inspeksi

a). Bentuk dada : Simetris kiri dan kanan

b). Frekuensi dan irama pernafasan : Frekuensi pernapasan 20

x/menit dengan irama nafas normal.

c). Pergerakan dan pengembangan waktu nafas : normal.

2). Palpasi : Tidak teraba adanya massa / nyeri tekan

3). Perkusi : Terdengar bunyi pekak

4). Auskultasi : Tidak terdengar suara ronchidan Tidak terdengar

suara wheezing

f. Abdomen

1). Inspeksi

a). Keadaan abdomen


56
Warna kulit abu-abu mengkilat dan tidak terjadi

pembesaran pada abdomen.

b). Keadaan rectal : Tidak dilakukan inspeksi

2). Auskultasi

- Bising usus : 15 x/menit

- Bunyi persitaltik usus : Tidak terdengar

3). Perkusi : Terdengar bunyi pekak

4). Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada area abdomen.

g. Musculoskeletal

Anamnesis : Klien Tampak tidak Mengalami Fraktur

Inspeksi

1). Kuku : Warna merah muda

2). Tangan : Tampak tidak ada luka.

3). Kaki : Tampak tidak ada luka.

4). Kekuatan otot : klien bisa melakukan aktifitas mandiri.

h. Persayarafan

Anamnesis : Klien tidak mengalami gangguan kesadaran

1). Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E = 4, M = 6, V = 5)

2). Klien tidak mengalami kejang

3). Klien tidak mengalami kelumpuhan

4). Pengisian Capiler Lambat

5). Koordinasi gerak terkontrol

57
6). Memori ingatan : Klien dapat mengigat kejadian yang sudah

lama terjadi, kejadian yang baru saja terjadi dan klien tidak

mengalami amnesia

7). Klien tidak mengalami gangguan sensasi

6. Pola kegiatan sehari-hari

a. Nutrisi

1). Kebiasaan

a). Pola makan : Makan pagi, siang dan malam

b). Frekuensi makan : 3 x sehari

c). Nafsu makan : Baik

d). Banyaknya minum : ± >100 cc /hari

e). Jenis minuman yang disukai : Air putih

f). BB : 60 kg

g). TB : 155 cm

2). Perubahan selama sakit

a). Nutrisi yang di berikan di atur oleh instalasi gizi

b). Frekuensi makan : 1x /hari

c). Nafsu makan : Menurun

d). Banyaknya minum : 960 cc/hari

e). Minuman yang di berikan : Air putih dan susu

f). BB:41 Kg

g). Klien merasa mual pada saat ingin makan

h). Klien mengatakan makanan 1 piring dari pembagi makanan

tidak pernah di habiskan hanya ¼ saja.

i). Klien merasakan makanan yang di makan terasa pahit

b. Eliminasi
58
1). Buang Air Kecil (BAK)

a. Kebiasaan

- Frekuensi dalam sehari : ± 3x/ hari

- Warna : kuning, kadang putih

- Bau : Amoniak

b. Perubahan selama sakit

- Frekuensi dalam sehari : 1x/ hari

- Tidak bisa terukur di karenakan tidak pakai kateter

- Warna : Kuning

2). Buang Air Besar (BAB)

a). Kebiasaan

- Frekuensi dalam sehari : > 2 x/hari

- Warna : Kuning kecokelatan

- Konsistensi : Padat

b). Perubahan selama sakit

- Frekuensi dalam sehari : 10 x/hari

- Warna : Merah Segar

- Konsistensi : Cair

c. Olahraga dan Aktivitas

1). Kegiatan olahraga yang disukai sebelum sakit yaitu jalan

2). Aktivitas yang di lakukan selama sakit : Tirah baring dan dengar

music untuk menghilangkan kejenuhan.

d. Istirahat dan Tidur

1). Tidur malam antara jam 22.00-23.00, bangun jam 06.00-07.00

2). Tidur siang jarang di lakukan


59
3). Pasien tidak mudah terbangun.

e. Personal hygiene

1). kebiasaan

a). Kebiasaan mandi/hari : > 2 x/hari

b). Menyikat gigi/hari : Setiap kali mandi dan sebelum tidur

c). Kebersihan rambut : Dilakukan setiap kali mandi

2). Perubahan selama sakit

a). Personal hygiene dilakukan di kamar mandi

b). Menyikat gigi di lakukan sendiri

c). Kebersihan rambut dilakukan sendiri

7. Pola interaksi sosial

a. Orang yang terdekat dengan klien yaitu keluarga

b. Interkasi dalam keluarga terjalin harmonis

8. Kesehatan sosial

a. Keadaan rumah dan lingkungan : Nyaman dan jauh dari sungai

b. Status rumah : Permanen

9. Kegiatan keagamaan

a. Ketaatan menjalankan ibadah : Klien sangat taat menjalankan ibadah

b. Pasien sering mengikuti upacara keagamaan

10. Keadaan psikologis selama sakit

a. Persepsi klien terhadap penyakit yang di derita : Klien mengatakan

takut tidak bisa sembuh dari penyakitnya dan membuat dia meniggal

karena penyakit ini.

b. Harapan klien terhadap keadaan kesehatannya : Klien berharap dapat

sembuh dan pulang berkumpul bersama keluarganya

60
c. Pola interaksi dengan tenaga kesehatan : Klien mengatakan takut

berbicara dengan tenaga kesehatan karena takut mendegar penjelasan

tentang penyakitnya

11. Penatalaksanaan

a. Tindakan Pemeriksaan tanda-Tanda Vital:

- Tgl. 15-05-2019 : di Ruang perawatan Laika Waraka

- Tgl. 17-05-2019 : di Ruang perawatan Laika Waraka

b. Obat-obatan

- Asam Traneksamat 1 ampul/12 jam.

- Panto Prazol (1 vial /12 jam)

- Cucralfat Sirup 3x2/hari

- Sulcolon 500mg 2x1/hari

- Vit.K 1 ampul /8 jam (drips)

- Alprazolan 1 tablet

- Terapi Obat Adona 30 mg 1 tablet hari

- Terapi cairan RL

12. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

b. Pemeriksaan Radiologi

61
13. Patway Kasus

Proses Sel Hati Yang Terganggu

Kegagalan Parenkim Hipertensi Portal


Hati

Nafsu Makan Menurun, Varises Esofagus


Mual-Muntah, Perut tidak
enak, Cepat Lelah
Tekanan darah Meningkat

Defisit Nutrisi
Pembuluh Darah Pecah

Perubahan Status Kesehatan Hematemesis

Ancaman Kematian
Hipovolemik
62
Ansietas

Skema 2.3 Patways Kasus

6.16 Klasifikasi Data

Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki


TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.1
Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


- Klien mengeluh berak darah lebih dari 10 -Keadaan Umum Tampak Lemah
kali sehari dan itu saya rasakan setiap TTV:
buang air besar selalu ada darah warnah Tekanan Darah : 90/70 mmHg
merah segar  di mulai pada tanggal Pernafasan : 20 x/menit
12/05/2019. Nadi : 110
- Klien Mengatakan merasa lemas x/menit
- Klien mengatakan kurang nafsu makan Suhu : 36oC
- Klien mengatakan cepat kenyang apabila -Turgor kulit nampak menurun
makanan 1 piring dari pembagi makanan -Membran mukosa nampak kering
tidak pernah dihabiskan hanya ¼ saja. -Membran mukosa nampak pucat
- Klien mengatakan khwatir tidak bisa -Bising usus 35x/menit
sembuh dari penyakitnya dan membuat -Nampak Berat badan saat sakit 41
dia meninggal karena penyakit ini. Kg
- Klien mengatakan takut berbicara dengan -Nampak frekuensi makan
tenaga kesehatan karena takut mendegar sebelum sakit 3x/hari dan
tentang penyakitnya setelah sakit 1x/hari
- Klien mengatakan frekuensi BAK selama -Klien nampak kurang kontak

63
Data Subjektif Data Objektif
sakit 1x/hari mata dan selalu fokus pada diri
- Klien mengatakan BB sebelumsakit 60 sendiri
Kg -Klien nampak gelisah
-Klien nampak tegang setiap
ditanya
-IMT :17,0 (Kategori Kurus)

6.17 Analisa Data


Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.2
Analisa Data

N DATA PROBLEM
O

1. Ds: Hipovolemia
- Klien mengeluh berak darah lebih
dari 10 kali sehari dan itu saya
rasakan setiap buang air besar selalu
ada darah warnah merah segar  di
mulai pada tanggal 12/05/2019.
- Klien Mengatakan merasa lemas
- Klien Mengatakan Frekuensi BAK
selama sakit 1x/hari
Do:

64
N DATA PROBLEM
O

- KU Tampak Lemah
- TTV
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 36oC
- Turgor Kulit Nampak Menurun
- Membran Mukosa nampak kering
2. Ds: Defisit Nutrisi
- Klien mengatakan kurang nafsu
makan
- Klien mengatakan cepat kenyang
apabila makanan 1 piring dari
pembagi makanan tidak pernah
dihabiskan hanya ¼ saja.
- Klien mengatakan Berat badan
sebelum sakit 60 Kg.
Do:
- Nampak berat badan saat sakit 41
kKg
- Nampak membran mukosa pucat
- Bising usus:35x/Menit
- IMT : 17,0 (Kategori Kurus)
3. Ds: Ansietas
- Klien mengatakan khwatir tidak
bisa sembuh dari penyakitnya dan
membuat dia meninggal karena
penyakit ini.
- Klien mengatakan takut berbicara
dengan tenaga kesehatan karena
takut mendegar tentang penyakitnya

Do:
- kurang kontak mata dan selalu
fokus pada diri sendiri
- Klien Nampak Gelisah
- Klien nampak tegang setiap ditanya

65
6.18 Diagnosis Keperawatan dan Prioritas Masalah

Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki


TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel 3.3
Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah
No Tangga Kode Diagnosa Keperawatan Nama/
l Diagnosi Tanda
s Tanga
(SDKI) n
1 14/05/ (D.0023) Hipovolemia berhubungan dengan Cici
2019 kehilangan cairan aktif ditandai dengan Fitria
66
Ds:
- Klien mengeluh berak darah lebih dari 10
kali sehari dan itu saya rasakan setiap
buang air besar selalu ada darah warnah
merah segar  di mulai pada tanggal
12/05/2019.
- Klien Mengatakan merasa lemas
- Klien Mengatakan Frekuensi BAK selama
sakit 1x/hari
Do:
- KU Tampak Lemah
- TTV
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 36oC
- Turgor Kulit Nampak Menurun
- Membran Mukosa nampak kering
2 14/05/ (D.0019) Defisit Nutrisi berhubungan dengan Cici
2019 ketidakmampuan menelan makanan ditandai Fitria
dengan
Ds:
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengatakan cepat kenyang apabila
makanan 1 piring dari pembagi makanan
tidak pernah dihabiskan hanya ¼ saja.
- Klien mengatakan Berat badan sebelum
sakit 60 Kg.
Do:
- Nampak berat badan saat sakit 41 kKg
- Nampak membran mukosa pucat
- Bising usus:35x/Menit
- IMT : 17,0 (Kategori Kurus)
3 14/05/ (D.0080) Ansietas berhubungan dengan ancaman Cici
2019 terhadap kematian ditandai dengan Fitria
Ds:
- Klien mengatakan khwatir tidak bisa
sembuh dari penyakitnya dan membuat
dia meninggal karena penyakit ini.
- Klien mengatakan takut berbicara dengan
tenaga kesehatan karena takut mendegar
tentang penyakitnya

Do:
- kurang kontak mata dan selalu fokus pada
diri sendiri
- Klien Nampak Gelisah
- Klien nampak tegang setiap ditanya

67
68
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.4
Rencana Keperawatan
TUJUAN/KRITERIA
TANGGAL DX.KEPERAWATAN HASIL RENCANA TINDAKAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
14/05/2019 Hipovolemia (D0023) Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama 3 jam maka (I.03116)
Di Tandai Dengan: status cairan (L.030228) 1. Tindakan Observasi
membaik dengan kriteria hasil : - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Ds:
- Frekuensi Nadi 5 (Mis.Frekuensi nadi meningkat,nadi
68 - Klien mengeluh berak
- Tekanan Darah 5 teraba lemah,tekanan darah
darah lebih dari 10 kali menurun,tekanan nadi menyempit
- Tekanan Nadi 5
sehari dan itu saya - Membran Mukosa 5 ,turgor kulit menurun,membran
rasakan setiap buang air - JVP(Jugular Venous Presure mukosa kering,volume urin
besar selalu ada darah - Kadar HB 5 menurun,hematokrit
warnah merah segar  di - Berat Badan 5 meningkat,haus,lemah).
mulai pada tanggal - Hepatomogali 5 - Monitor intake dan autput cairan
12/05/2019. - Oliguri 5 2. Tindakan Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Klien Mengatakan - Intake Cairan 5
- Status Mental 5 - Berikan posisi modified trendelenburg
merasa lemas - Berikan asupan cairan oral
- Klien Mengatakan - Suhu Tubuh 5
3. Tindakan Edukasi
Frekuensi BAK selama - Anjurkan memperbanyak asupan
sakit 1x/hari cairan oral
Do: - R/ Memberikan indikator
- KU Tampak Lemah - Anjurkan menghindari perubahan
- TTV

69
TUJUAN/KRITERIA
TANGGAL DX.KEPERAWATAN HASIL RENCANA TINDAKAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Tekanan Darah : posisi mendadak
90/70 mmHg 4. Tindakan Kolaborasi
Pernafasan : 20 - Kolaborasi pemberian cairan IV
x/menit isotonis (mis.NaCL,RL)
Nadi : 110 - Kolaborasi pemberian cairan IV
x/menit hipotonis (mis,Glukosa 2,5%,NaCL
Suhu : 0,4)
36oC - Kolaborasi pemberian cairan
- Turgor Kulit Nampak koloid(mis,albumin,Plasmanate)
Menurun - Kolaborasi pemberian obat
- Membran Mukosa antiperdarahan,jika perlu
nampak kering - Kolaborasi pemberian produk darah
R/ penggantian cairan tergantung pada
derajat hipovolemia dan lamanya
perdarahan (akut/kronis). Tambahan
69 volume (albumin) dapat diinfuskan
sampai golongan darah dan
pencocokan silang dapat dapat
diselesaikan dan transfusi darah
dimulai. Kurang lebih 80%-90%
oerdarahan dikontrol oleh risusitasi
cairan dan menejemen medik.
14/05/2019 Devisit Nutrisi (D.0019). Setelah dilakukan Intervensi Intervensi Utama Manajemen nutrisi
Di tandai dengan : Keperawatan selama 3 jam maka (I.03119)
Ds: Status Nutrisi (L03030) 1. Tindakan Observasi
- Klien mengatakan Membaik dengan Kriteria Hasil : - Identifikasi status nutrisi
kurang nafsu makan - Berat badan 5 - Identifikasi alergi dan intoleransi
- Klien mengatakan cepat - Frekuensi Makan 5 makanan
- Bising Usus 5 - Identifikasi makanan yang disukai
kenyang apabila - Membran Mukosa 5 - Identifikasi kebutuhan kalori dan

70
TUJUAN/KRITERIA
TANGGAL DX.KEPERAWATAN HASIL RENCANA TINDAKAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
makanan 1 piring dari jenis nutrient
pembagi makanan tidak - Identifikasi perlunya pengunaan
pernah dihabiskan hanya selang nasogastrik
¼ saja. - Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Klien mengatakan
Berat badan sebelum - Monitor hasil pemeriksaan
sakit 60 Kg. laboratorium
Do: 2. Tindakan Terapeutik
- Nampak berat badan - Lakukan oral hygine sebelum makan
saat sakit 41 kKg jika perlu
- Nampak membran - Fasilitasi menentukan pedoman diet
mukosa pucat ( mis.piramida makanan
- Bising usus:35x/Menit - Sajikan makanan yang menarik dan
- IMT : 17,0 (Kategori suhu yang sesuai
Kurus) - Berikan makanan yang tinggi serat
70 untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan jika
perlu
- Hentikan pemberian makan melalui
selang NGT jika asupan oral dapat
ditoleransi
3. Tindakan Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makana (mis ,pereda

71
TUJUAN/KRITERIA
TANGGAL DX.KEPERAWATAN HASIL RENCANA TINDAKAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
nyeri,antlemetik),jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan,jika perlu

14/05/2019 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Intervensi Intervensi Utama Reduksi Ansietas (I.09314)
Keperawatan selama 3 jam maka 1. Tindakan Observasi
Di tandai dengan : Tingkat Ansietas Menurun - Identifikasi saat tingkat ansietas
Ds: (L09093) Menurun dengan berubah (mis.kondisi,waktu,stresor)
- Klien mengatakan Kriteria Hasil : - Identifikasi kemampuan mengambil
khwatir tidak bisa - Verbalisasi Kebingungan 5 keputusan
sembuh dari - Verbalisasi Khawatir akibat - Monitor tanda-tanda ansietas(verbal
penyakitnya dan kondisi yang di hadapi 5 dan non verbal)
membuat dia meninggal - Perilaku Gelisah 5 2. Tindakan Terapeutik
karena penyakit ini. - Perilaku Tegang 5 - Ciptakan suasana terapeutik untuk
71 - Klien mengatakan takut - Keluhan pusing 5 menumbuhkan kepercayaan
berbicara dengan tenaga - Anoreksia 5 - Temani pasien untuk mengurangi
kesehatan karena takut - Pucat kecemasan,jika memungkinkan
mendegar tentang - Pahami situasi yang membuat ansietas
penyakitnya - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
Do: meyakinkan
- kurang kontak mata dan - Tempatkan barang pribadi yang
selalu fokus pada diri memberikan kenyamanan
sendiri - Motivasi mengidentifikasi stuasi yang
- Klien Nampak Gelisah memicu kecemasan
Klien nampak tegang setiap - Diskusikan perencanaan realistis
ditanya tentang peristiwa yang akan datang
3. Tindakan Edukasi
- Jelaskan prosedur ,termaksuk sensasi

72
TUJUAN/KRITERIA
TANGGAL DX.KEPERAWATAN HASIL RENCANA TINDAKAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis,pengobatan dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien,jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif ,sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengunakan perasaan dan
presepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegagan
- Latih pengunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih tehnik relaksasi
4. Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu

72

73
1. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari : I (14/05/2019)

Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki


TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Hari :
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.5
Tindakan Keperawatan
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)

08:00 Mengobservasi Keadaan Umum klien Semua Diagnosa Cici Fitria


73 - Hasil : KU Tampak Lemah
08:10 Periksa tanda dan gejala hipovolemia D.0023 Cici Fitria
Hasil :
- TD : 90/70mmHg - Nadi : 110x/menit
- RR : 20x/menit - Suhu : 36,oC
08:20 Melayani Terapi obat Asam Traneksamat 1 ampul/12 jam
- Hasil : Memberikan Terapi Obat Traneksamat melalui Bolus Ke Klien D.0023 Cici Fitria
08:40 Mengidentifikasi status nutrisi
- Hasil : Klien Mengatakan tidak bisa merasakan rasa asin ,manis dan pahit D.0019 Cici Fitria

74
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)
di lidahnya
08:50 Melayani Terapi Obat Adona 30 mg 1 tablet/hari D.0023 Cici Fitria
09:00 - Hasil : Memberikan Obat oral Adona 30 mg 1 tablet /hari ke Klien
Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis,kondisi,waktu ,Steresor) D.0080 Cici Fitria
09:30 - Hasil : Saat Dokter visite dan menjelaskan tentang keadaanya sekarang ini
Monitor Tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) D.0080 Cici Fitria
- Hasil : Verbal : Klien Mengatakan takut tidak bisa sembuh dari
penyakitnya dan membuat dia meninggal karena Penyakit ini dan klien
juga mengatakan takut berbicara dengan Dokter karena takut mendengar
10:30 penjelasan tentang penyakitnya D.0023 Cici Fitria
- Hasil : NonVerbal: kurang kontak mata dan selalu fokus pada diri sendiri
Memonitor Berat Badan D.0019 Cici Fitria
- Hasil : Berat Badan Klien 62 kg sebelum sakit 68 Kg
11:20 Mengidentifikasi Makanan Yang disukai D.0019 Cici Fitria
- Hasil :Roti yang berisikan coklat D.0019 Cici Fitria
12:30 Melakukan oral hygine sebelum makan
- Hasil : Klien Menolak di lakukan Oral Hygine D.0019 Cici Fitria
12:53 Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan D.0080 Cici Fitria
- Hasil : Klien dikonsulkan ke ahli gizi
13:02 Melatih tehnik relaksasi D.0019 Cici Fitria
74 - Hasil : Klien Menolak melakukan Tehnik relaksasi
13:20 Memberikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein
- Hasil : Klien Makan telur rebus

75
Hari : II (15/05/2019)
Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.6
Implementasi Keperawatan
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)

08:00 Mengobservasi Keadaan Umum klien Semua Diagnosa Cici Fitria


- Hasil : KU Tampak Sedikit Membaik
08:10 Periksa tanda dan gejala hipovolemia D.0023 Cici Fitria
Hasil :
75 - TD : 100/70mmHg - Nadi : 100x/menit
- RR : 20x/menit - Suhu : 36,5oC
08:20 Melayani Terapi obat Asam Traneksamat 1 ampul/12 jam D.0023 Cici Fitria
- Hasil : Memberikan Terapi Obat Traneksamat melalui Bolus Ke Klien
08:40 Mengidentifikasi status nutrisi D.0019 Cici Fitria
- Hasil : Klien Mengatakan Mulai bisa merasakan rasa asin ,manis dan pahit
di lidahnya
08:50 Melayani Terapi Obat Panto Prazol 1 vial /12 jam D.0023 Cici Fitria
09:00 - Hasil : Memberikan Obat Panto Prazol Melalui Bolus ke klien
Monitor Tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) D.0080 Cici Fitria

76
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)
- Hasil : Verbal : Klien Mengatakan tetap optimis dan penyakitnya pasti bisa
di sembuhkan dan tidak akan membuatnya meninggal.
10:30 - Hasil : NonVerbal: Mulai ada kontak mata dan Mulai fokus pada diri
sendiri
10:40 Melayani Obat Alprazolan 1 tablet /hari D.0080 Cici Fitria
- Hasil : Klien Meminum Obat Alprazolan 1 Tablet/hari melalui Oral D.0023 Cici Fitria
12:30 Memonitor Berat Badan
- Hasil : Berat Badan Klien 63 kg sebelum sakit 68 Kg D.0019 Cici Fitria
13:20 Melakukan oral hygine sebelum makan
- Hasil : Klien Mau di lakukan Oral Hygine D.0019 Cici Fitria
Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis D.0019 Cici Fitria
nutrien yang di butuhkan
13:30 - Hasil : makanan klien tinggi kalori dan tinggi protein
- Hasil : Klien Menolak melakukan Tehnik relaksasi D.0019 Cici Fitria
Memberikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein
- Hasil : Klien Makan telur rebus

76

77
Hari : III (16/05/2019)
Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.7
Tindakan Keperawatan
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)

08:00 Mengobservasi Keadaan Umum klien Semua Diagnosa Cici Fitria


- Hasil : KU Tampak Sedikit Membaik
08:10 Periksa tanda dan gejala hipovolemia D.0023 Cici Fitria
Hasil :
77
- TD : 120/80mmHg - Nadi : 90x/menit
- RR : 20x/menit - Suhu : 36,5oC
08:20 Melayani Terapi Vit.K 1 ampul/12 jam D.0023 Cici Fitria
- Hasil : Memberikan Terapi Obat Vit.K melalui Bolus Ke Klien
08:40 Melayani Obat Cucralfat Sirup 3x2/hari D.0023,D.0019 Cici Fitria
- Hasil : Memberikan Obat Cucraflat Sirup melalui oral
08:50 Melayani Terapi Obat Panto Prazol 1 vial /12 jam D.0023,D.0019 Cici Fitria
10:30 - Hasil : Memberikan Obat Panto Prazol Melalui Bolus ke klien
Melayani Obat Alprazolan 1 tablet /hari D.0080 Cici Fitria
- Hasil : Klien Meminum Obat Alprazolan 1 Tablet/hari melalui Oral
11:00
Memonitor Berat Badan D.0023,D.0019 Cici Fitria

78
TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA PARAF
JAM (SIKI) KEPERAWATAN
(SDKI)
11:20 - Hasil : Berat Badan Klien 65 kg sebelum sakit 68 Kg
Melakukan oral hygine sebelum makan D.0019 Cici Fitria
11:40 - Hasil : Klien Mau di lakukan Oral Hygine
Membantu pengurusan Administrasi Klien Untuk Pulang
- Hasil : Klien Pulang jam 13:50

78

79
2. EVALUASI SOAP

Hari : I (15/05/2019)
Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki
TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.8
Evaluasi Keperawatan
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
15 Mei D.0077 S:
- Klien mengatakan berak darah segar 5x/hari dengan konsistensi cair
2019 Cici Fitria
79 - Klien mengatakan lemas
- Klien mengatakan frekuensi BAK selama sakit 3x/hari.
O:
- KU Tampak Lemah
- TTV
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,5oC
- Turgor kulit nampak menurun
- Membran mukosa Nampak kering
A : Hipovolemia

80
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
L.030228
- Frekuensi Nadi (4)
- Tekanan Darah (3)
- Tekanan Nadi (4)
- Membran Mukosa (3)
- Kadar Hb (3)
- Berat Badan (3)
- Intake Cairan (4)
- Suhu Tubuh (2)
P:
Intervensi dilanjutkan dengan:
Manajemen Hipovolemia (I.03116)
D.0019 S: Cici Fitria
- Klien mengatakan mulai sedikit enak untuk makan
- Klien mengatakan cepat kenyang apabila makanan 1 piring dari
pembagi makanan tidak pernah di habiskan hanya ½ saja
- Klien mengatakan frekuensi makan sebelum sakit 3x/hari setelah
sakit 2x/hari
- Klien mengatakan berat badan sebelum sakit 68 Kg
80 O:
- Nampak berat badan saat sakit 41 kg
- Nampak membran mukosa pucat
- Bising usu :35x/menit
- IMT : 17,0 (Kategori Kurus)
A : Devisit Nutrisi
L.03030
- Berat Badan (5)
- Frekuensi Makan (4)
- Bising Usus (5)
- Membran Mukosa (5)
P:

81
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
Intervensi Dilanjutkan dengan
Manajemen Nutrisi (I.03119)
D.0080 S: Cici Fitria
- Klien mengatakan tetap optimis dan penyakitnya pasti bisa sendiri
dan tidak akan membuatnya meninggal
O:
- Mulai ada kontak mata dan mulai fokus pada diri sendiri
A : Ansietas
L.09093
- Perilaku gelisah (3)
- Perilaku Tegang (3)
- Keluhan Pusing (3)
- Anoreksia (3)
- Frekuensi Nadi (4)
- Tekanan darah (3)
P:
Intervensi di lanjutkan dengan
Reduksi Ansietas (I.09314)

81

82
Hari : II (16/05/2019)

Nama : Tn.N Jenis Kelamin : Laki-Laki


TTL : Abeli 31 Desember 1960 RM : 55 11 87
Dx.Medis : Hematochezia

Tabel.3.9
Evaluasi Keperawatan
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
16 Mei D.0077 S:
- Klien mengatakan sudah tidak ada darah segar yang keluar pada
2019 Cici Fitria
saat berak hari ini
- Klien mengatakan merasa cukup baik
- Klien mengatakan BAK 3x/hari
O:
82 - KU Nampak Cukup Membaik
- TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5oC

83
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
A : Hipovolemia
L.030228
- Frekuensi Nadi (2)
- Tekanan Darah (2)
- Tekanan Nadi (2)
- Membran Mukosa (2)
- Kadar Hb (2)
- Berat Badan (2)
- Intake Cairan (2)
- Suhu Tubuh (2)

P:
Intervensi dihentikan, pasien pulang
D.0019 S: Cici Fitria
- Klien mengatakan nafsu makan cukup baik
O:
- Berat badan 41,5 Kg
- Bising usus 28x/menit
- Frekuensi makan 3x/hari
- Membran mukosa cukup baik
A : Devisit Nutrisi
L.03030
- Berat Badan (2)
83 - Frekuensi Makan (1)
- Bising Usus (1)
- Membran Mukosa (2)
P:
Intervensi Dihentikan, pasien pulang

D.0080 S: Cici Fitria


- Klien Mengatakan tidak khawatir lagi atas keadaanya karna keadaan

84
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI SOAP PARAF
KEPERAWATAN
sudah cukup membaik
O:
- Ada kontak mata
- Klien nampak tidak gelisah
- Klien nampak tidak tegang
A : Ansietas
L.09093
- Perilaku gelisah (1)
- Perilaku Tegang (1)
- Keluhan Pusing (1)
- Anoreksia (2)
- Frekuensi Nadi (2)
- Tekanan darah (1)
P:
Intervensi dihentikan, pasien pulang

84

85
86
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pada teori penyebab dari Penyakit Hematochezia ada tuju antara lain: Perdarahan

divertikel kolon, Angiodisplasia, Arteriovenous Malformation, Kolitis, Penyakit perianal,

Neoplasia kolon, Divertikulum Meckel. Sedangkan pada kasus di temukan penyebab dari

Penyakit Hematochezia klien adalah Riwayat Penyakit Perianal dalam hal ini adalah

hemoroid itu berarti antara teori dan kasus tidak terdapat kesenjangan. Dalam mencari

penyebab Penyakit Hematochezia klien tidak ada hambatan karena pada saat melakukan

pengkajian pada klien penulis banyak mendapatkan dukungan pada senior-senior perawat

yang bertugas di ruang Perawatan Laika Waraka .

Pada teori Manifistasi klinis klien yang mengalami Penyakit Hematochezia secara teori

menurut Mansjoer (2000) pada pasien dengan Penyakit Hematochezia. di bagi atas dua yaitu

perdarahan akut dan perdarahan kronik Perdarahan akut antara lain Sinkop : takikardia,

kepala pusing, melayang. Syok : tekanan darah turun (sistolik< 90 mmHg atau turun > 30

mmHg dari semula). Takikardi: nadi cepat (> 100x/mnt) denyut kecil, lemah atau tidak

teraba, muka (kulit, mukosa) pucat akral dingin, berkurangnya pembentukan air kemih.,

berkurangnya aliran darah ke otak (bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan syok)

Sedangkan Perdarahan Kronik Akibat kehilangan darah kronik: anemia def.Fe, palpitasi,

lemas, sesak napas, anoreksia, insomnia.

Sedangkan pada kasus di temukan data yang sama yaitu klien mengalami perdarahan akut

dengan keluhan sebagai berikut Sinkop : takikardia, kepala pusing,melayan Syok : Tekanan

darah turun (sistolik< 90 mmHg atau turun > 30 mmHg dari semula), takikardi, nadi cepat

87
(> 100x/mnt) denyut kecil, lemah atau tidak teraba, muka (kulit, mukosa) pucat, akral

dingin, berkurangnya pembentukan air kemih. Ini bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi

kesenjagan antara manifestasi klinis antara teori dan kasus.

Komplikasi klien yang akan timbul akibat Penyakit Hematochezia secara teori menurut

Mansjoer (2000) anatara lain: Ensefalopati adalah istilah yang mengacu pada kelainan

struktur atau fungsi otak akibat suatu kondisi atau penyakit. Kelainan struktur atau fungsi ini

dapat bersifat permanen,sehingga deteksi dan penaganan yang segera perlu dilakukan untuk

meningkatkan peluang kesembuhanya. Asites adalah kondisi dimana terdapat cairan pada

rongga perut dengan organ dalam perut kondisi umumnya disebabkan oleh beberapa

penyakit seperti penyakit liver,kanker,gagal ginjal,atau gagal jantung. Sirosis Hepatis adalah

penyakit yang diakibatkan karena kerusakan hati jangka panjang ,pada sirosis cedera hati

meningalkan bekas luka yang mengakibatkan hati tak lagi bekerja normal seperti membuat

protein baru ,melawan infeksi,menyingkirkan zat tidak bergunan dari darah, mencerna

makanan,dan menyimpan energi.

Sedangkan pada kasus tidak di temukan komplikasi Penyakit Hematochezia yang ada

pada teori itu berarti teori dan kasus tidak terjadi kesenjangan itu di buktikan dari hasil

pemeriksaan dan diagnosa yang diberikan oleh dokter selama klien di rawat di rumah sakit

klien hanya di diagnosa oleh dokter yang menagani dengan diagnosa Penyakit

Hematochezia.

Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien akibat Penyakit Hematochezia

secara teori menurut Doenges (2000) anatara lain: Anoskopi/Rektoskopi Pada umumnya

dapat segera, mengetahui sumber perdarahan tersebut bila berasal dari perdarahan hemoroid

interns atau adanya tumor rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.

88
Sigmoidoskopi Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL) atau

klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan. Kolonoskopi

Pada, keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini dapat

dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian kolon sampai

ileum terminal. Tetapi pada, keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama

bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat. Diperlukan usaha yang

berat untuk membersihkan lumen kolon secara, kolonoskopi. Sering sekali lumen skop

tersumbat total sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang hanya dapat

menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara lumen kolon yang bersih

dari darah dan diambil kesimpulan bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi

tersebut. Push Enteroskopi Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati

ligamentum Treitz serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih

sangat jarang di indonesia. Barium Enema (colon in loop) Pada keadaan perdarahan akut dan

emergensi, pemeriksaan ini tidak mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan

memperlambat rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat

menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan

interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik. Tetapi pada

keadaan yang efektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat

diprakirakan sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).

Angiografi/Arteriografi Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkad melalui arteri

femoralis dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan visualisasi lokasi

sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya, perdarahan arterial dapat terdeteksi bila

89
lebih dari 0,5 ml per menit. Arteriografi dapat dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik

pada, pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan. Blood Flow Scintigraphy (Nuclear

Scintigraphy) Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium),

kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah yang berlabel tersebut akan

bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Teknik ini dilaporkan dapat mendeteksi

perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning diambil pada jam 1 dan 4

setelah injeksi darah berlabel Berta 24 jam setelah itu atau sesuai dengan prakiraan

terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi perdarahan yang bersifat intermiten

dengan cara mengambil scanning pada jam-jam tertentu. Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi sumber perdarahan. Tetapi

masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan sebagai modalitas diagnostik

sekaligus terapeutik, bagaimana pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana

kemudahan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam

praktek penatalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering menimbulkan kontroversi.

Keadaan ini membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya laparatomi

eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak dapat diatasi secara konservatif.

Perdarahan berulang pada keadaan yang sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada

pemeriksaan kolonoskopi, arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan intervensi

operasi. Risiko operasi akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi

sumber perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

Sedangkan pada kasus pemeriksaan penunjang di lakukan antara lain:

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik, Radiologi

90
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa pada Penyakit Hematochezia secara teori terdiri atas diagnosa antara

lain: Defisit volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif),

Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan hipovolemik karena perdarahan, Ansietas

berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, Nyeri Akut

berhubungan dengan luka bakar kimia ,refleks spasme otot pada dinding perut dan

Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

Sedangkan pada kasus diagnosa yang penulis angkat ada 3 antara lain: Hipovolemia

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan frekuensi nadi meningkat

,nadi teraba lemah,tekanan darah menurun,turgor kulit menurun, volume urin menurun

(D0023), Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,

(D.0019), Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan

tampak gelisah,tampak tegang sulit tidur (D.0080) Berbedanya nama diagnosa keperawatan

yang ada di kasus di karenakan saya memakai pedoman beda kalau di teori mereka pake

buku panduan Dungus sedangkan pada Askep kasus yang saya buat memakai buku SDKI

(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

C. Rencana Tindakan Keperawatan

Prioritas masalah pada teori yaitu mengatasi Defisit volume cairan klien sedangkan

pada kasus sama dengan teori yaitu Hipovolemi, ini berarti tidak terjadi kesenjangan antara

teori dan kasus karena dalam intervensinya sama sama mengedepangkan status cairan

pasien.

91
D. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Dalam melaksanakan implementasi pada tanggal 14/05/2019 sampai dengan

16/05/2019 semua implementasi sudah di laksanakan. Adapun faktor penghambat penulis

adalah susah untuk membuat percaya klien terhadap setiap tindakan yang akan kita berikan

terhadap mereka contoh kecil dalam pelaksanaan implementasi keperawatan ada beberapa

implementasi yang klien menolak di berikan perawatan seperti implementasi kolaborasi

pada diagnosa Ansietas dengan Implementasi Rujuk ke perawat psikiatrik /penasehat agama

klien menolak klien menolak di rujuk ke perawat psikiatrik /penasehat agama.

E. Evaluasi

faktor penghambat yang penulis temui dalam melaksanakan asuhan keperawatan

selama tanggal 14-16 Mei 2019 yaitu tingkat kepercayaan klien terhadap perawat yang

masih kurang ini akan menjadi hambatan yang besar dalam melaksanakan intervensi

keperawatan, pada diagnosa ketiga Ansietas dengan tujuan yang ingin di capai adalah klien

dapat meningkatkan penurunan stress hasil yang di capai hanya tercapai sebagaian hal ini

karena klien kurang mempercayai tindakan keperawatan yang penulis lakukan.

92
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Pada pengkajian data yang di dapat yaitu:

Ds:

- Klien mengeluh berak darah lebih dari 10 kali sehari dan itu saya rasakan setiap buang

air besar selalu ada darah warnah merah segar  di mulai pada tanggal 12/05/2019.

- Klien mengatakan merasa lemas

- Klien mengatakan kurang nafsu makan

- Klien mengatakan cepat kenyang apabila makanan 1 piring dari pembagi makanan

tidak pernah di habiskan hanya ¼ saja.

- Klien mengatakan khwatir tidak bisa sembuh dari penyakitnya dan membuat dia

meninggal karena penyakit ini.

- Klien mengatakan takut berbicara dengan tenaga kesehatan karena takut mendengar

penjelasan tentang penyakitnya.

- Klien mengatakan frekuensi BAK selama sakit 3x/hari

- Klien mengatakan berat badan sebelum sakit 60 Kg.

DO:

- Keadaan Umum Tampak Lemah

TTV:

Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Pernafasan : 20 x/menit

93
Nadi : 110 x/menit

Suhu : 36,oC

- Turgor kulit nampak menurun

- Membran mukosa nampak kering

- Membran mukosa nampak pucat

- Bising usus 35x/menit

- Nampak berat badan saat sakit 41 kg

- Nampak frekuensi makan sebelum sakit 3x/hari dan setelah sakit : 1x/hari

- Klien nampak kurang kontak mata dan selalu fokus pada diri sendiri

- Klien nampak gelisah

- Klien nampak tegang setiap ditanya

- IMT : 17,0 (kategori kurus)

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang

diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.Pada kasus, diagnose keperawatan yang di

angkat yaitu ada tiga diagnosa yang di angkat,di antaranya: 

2.1 Hipovolemia (D0023)

2.2 Defisit Nutrisi (D.0019).

2.3 Ansietas (D.0080)

3. Rencana tindakan keperawatan

Rencana tindakan keperawatan yang telah di susun terdiri dari diagnosa

keperawatan, tujuan dan kriteria hasil, rencana tindakan keperawatan. Pada diagnose

pertama di susun 1 Intervensi Utama terdiri atas tindakan Observasi, Tindakan

94
Terapeutik, Tindakan Edukasi dan Tindakan Kolaborasi sedangkan diagnosa ke dua dan

ketiga sama dengan diagnosa pertama dengan satu intervensi utama

4. Pelaksanaan tindakan keperawatan

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan, sebanyak empat tindakan keperawatan

dilakukan pada diagnosa 1, enam tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa 2

dan tiga tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa 3.

5. Evaluasi

Pada tahap evaluasi, sebanyak 3 diagnosa keperawatan yaitu Diagnosa

Keparawatan Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan

dengan frekuensi nadi meningkat ,nadi teraba lemah,tekanan darah

menurun,turgor kulit menurun, volume urin menurun (D0023), Defisit Nutrisi

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan berat badan

menurun minimal 10% dibawah rentang ideal (D.0019) dan Ansietas berhubungan

dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan tampak gelisah,tampak tegang sulit

tidur (D.0080) semua diagnosa dapat teratasi.

evaluasi, sebanyak 3 diagnosa keperawatan yaitu Diagnosa keperawatan Pola nafas tak

efektif b/d adanya tekanan pada organ paru akibat odema anasarka,Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,mual dan Intoleransi aktifitas b/d oksigenasi

jaringan tidak adekuat.

B. Saran

Adapun saran dari penulis yaitu:

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan

95
Agar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, saat melakukan pengkajian

agar klien benar-benar di kaji secara lengkap, akurat, dan sesuai kenyataan karena

kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan

dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu. 

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Agar laporan seminar akhir keperawatan ini menjadi bahan masukan bagi

perawat untuk menjadi acuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus

Hematochezia

3. Bagi perawat di institusi pelayanan kesehatan dan di institusi pendidikan

Saat memberikan Asuhan Keperawatan kepada Klien agar tindakan yang

diberikan di dahulukan tindakan mandiri Keperawatan kemudian tindakan kolaborasi dan

agar laporan seminar akhir keperawatan ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi

bagi mahasiswa Keperawatan.

4. Bagi masyarakat umum dan khususnya untuk klien

Bagi klien agar bisa berkerja sama dan kooperatif saat di berikan asuhan

keperawatan supaya tindakan yang telah di rencanakan dapat di berikan secara efesien.

96
97
98
99

Anda mungkin juga menyukai