Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ACUTE MIOCARD INFARK (AMI)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif
Dosen Pengampu : Ns.Dewi Suryandari,,M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Retno Budi Cahyanti (ST182042) 7. Susilowati (ST182048)


2. Setara Surya B (ST182043) 8. Teo Aji Prasetyo (ST182049)
3. Siti Nuryaningsih (ST182044) 9. Theresia I (ST182050)
4. Sri Daryanti (ST182045) 10. Viviyana Eka N. Q (ST182051)
5. Sri Lestari (ST182046) 11. Winda Fitriani (ST182052)
6. Susilowati (ST182047) 12. Yulia Rahmawati S (ST182053)

PROGRAM TRANSFER PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian dinegara maju.
Tahun 2005 Di Amerika Serikat diperkirakan 12,4 juta orang menderita
penyakit dan 1,1 juta orang terkena infark miocard acut. Tahun 2000, 16,7 juta
penderita meninggal karena penyakit ini atau sekitar 30,3% dari total kematian
diseluruh dunia. Sekitar 250.000 penderita meninggal dalam waktu 1 jam
setelah timbul serangan, meski pelayanan kesehatan sudah sedemikian
majunya.
Indonesia merupakan negara berkembang dimana prevelansi penyakit
jantung dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama infrak miocard acut.
SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 mengukuhkan penyakit
kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menduduki presentase
tertinggi yang menyebabkan kematian (33,2%). Data yang diperoleh dari
rekam medik RSU Bethesda GMIM Tomohon pada tahun 2005-2008 yaitu
tahun 2005 jumlah penderita 29 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 10
perempuan yang meninggal 2 orang, tahun 2006 jumlah penderita 23 orang
terdiri dari 14 laki-laki dan 9 perempuan yang meninggal 3 orang , tahun 2007
jumlah penderita 30 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 11 perempuan yang
meninggal 10 orang, tahun 2008 jumlah penderita 37 orang terdiri dari laki-
laki 23 orang perempuan 14 orang yang meninggal 4 orang dan pada tahun
2009 dari januari hingga september adalah jumlah penderita 31 orang terdiri
dari 25 laki-laki dan 6 perempuan yang meninggal 9 orang.
Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner kurang.
Infark miokard akut adalah nekrosisi miokard akibat aliran darah ke otot
jantung targanggu. Faktor-faktor yang menyebabkan AMI adalah suplai darah
oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis, spasme, arteritis, stenosis aorta,
insufisiensi jantung, anemia, hipoksemia), curah jantung yang meningkat

2
(emosi, aktivitas berlebih, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard
meningkat (kerusakan miokard, hipertropi miokard,hipertensi diastolik).
Penyebab infark miokard yang jarang adalah penyakit vaskuler inflamasi,
emboli (endokarditis, katup buatan),spasme koroner yang berat (misal setelah
menggunakan kokain), peningkatan viskositas darah serta peningkatan
kebutuhan O2 yang bermakna saat istirahat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami dan menguasai tentang asuhan keperawatan klien
dengan penyakit Infark Miokard Akut
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi penyakit Infark Miokard Akut
b. Mengidentifikasi etiologi penyakit Infark Miokard Akut
c. Mengidentifikasi faktor risiko penyakit Infark Miokard Akut
d. Mengetahui patogenesis, patologi, patofisiologi penyakit Infark
Miokard Akut
e. Mengetahui pathway penyakit Infark Miokard Akut
f. Mengidentifikasi gejala penyakit Infark Miokard Akut
g. Mengidentifikasi komplikasi penyakit Infark Miokard Akut
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Infark Miokard Akut
i. Memahami penatalaksanaan penyakit Infark Miokard Akut
j. Memahami asuhan keperawatan penyakit Infark Miokard Akut

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Infark Miokard Akut adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard (Widiastuti, 2001). Infark miokard adalah kematian
sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen yang
berkepanjangan yang mengacu pada proses rusaknya jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Smeltzer
& Bare, 2002). Infark Miokard Akut terjadi apabila terdapat nekrosis miokard
sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dan
suplai darah arterinya. IMA biasanya terjadi karena oklusi arteri koronaria,
tetapi thrombosis atau perdarahan ke dalam plak arteroma juga menyebabkan
IMA. Juga dapat timbul sebagai akibat dari spasme arterial atau embolisasi
dari bekuan darah atau material ateroma proksimal dari tempat obstruksi
(Hunardja, 1998).

B. ETIOLOGI
1. Penyebab utama adalah rupture plak ateroskerotik dengan akibat spasme
dan pembentukan gumpalan
2. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), idiopathic hypertropic subaortic stenosis
(IHSS)
3. Hipoksia yang disebabkan keracunan karbon monoksida atau gangguan
paru akut. Infark pada keadaan ini biasanya terjadi bila kebutuhan miokard
secara dramatic relative meningkat dibandigkan aliran darah
4. Emboli arteri koroner yang mungkin disebabkan oleh kolesterol atau
infeksi
5. Vasospasm arteri koroner
6. Arteritis
7. Abnormalitas Koroner, termasuk aneurysma arteri koroner

4
8. Kokain, afetamin, dan efedrin : meningkatkan afterload atau pengaruh
inotopik, yang menyebabkan kenaikan kebutuhan miokard

C. FAKTOR RESIKO
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi. Yang termasuk dalam kelompok
ini diantaranya:
a. Merokok
Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan
resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok.
b. Konsumsi alkohol
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler
dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya
berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.
d. Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara
tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti
ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan
oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan
darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan
tingkat aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %/
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM
sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan
dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi

5
sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet
dan peningkatan trombogenesis).
2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko
yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
a. Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause)
b. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan
estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini
terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare
dengan laki pada wanita setelah masa menopause
a. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70
tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada
keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat
b. RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris
lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang
rendah terdapat pada RAS apro-karibia
c. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia,
dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet,
kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
d. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis,
gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena

6
PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas
metabolisme lipid.
e. Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar
laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal
dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2
kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK
dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

D. JENIS AMI
1. Infark miokard dengan Elevasi ST Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah okulasi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injury vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor sepeti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

2. Infark miokard akut tanpa st elevasi (Nstemi)


NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai

7
intilipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrouscap yang tipis
dan konsenrasi faktor yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsetrasi ester kolestrol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag
dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini
akan mengeluarkan sitokinin pro inflamasi seperti TNF α dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCPR dihati.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab sumbatan tidak diketahui. Diperkirakan adanya penyempitan
arteri koronaria yang disebabkan karena penebalan dari dinding pembuluh
darah, vasospasme, emboli atau thrombus. Karena penyempitan pada
dinding pembuluh darah pada arteri koronaria menyebabkan suplai
oksigen yang menuju kejantung berkurang, jantung yang kekurangan
oksigen akan merubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob,
perubahan ini menyebabkan penurunan pembentukan fosfat yang
berenergi tinggi dimana hasil akhir dari metabolisme anaerob ini berupa
asam laktat, apabila berlangsung lebih dari 20 menit akan terjadi iskemia
jantung yang meningkat, sehingga akan menyebabkan nyeri dada yang
hebat bahkan karena nyeri dada yang hebat tersebut terjadi syok
kardiogenik.

8
Dua jenis komplikasi penyakit AMI terpenting adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia segera setelah terjadi AMI daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolic ventrikel kiri naik dengan tekanan atrium
ventrikel kiri juga naik. Peningkatan tekanna atrium kiri diatas 25mmHg
yang lama akan menyebabkan transudai cairan kejaringan intestisium paru
(gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan
karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik disekitar. Miokard yang
masih relative baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsang adenergik untuk mempertahankan curah jantung , tetapi
dengan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan
memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau
bahkan sudah fibrotic bila infark kecil dan miokard yang berkompensasi
masih normal pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang berkompensasi sudah
buruk akibat iskemia atau infark lam, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri
akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat AMI sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel
baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebbakna remodeling ventrikel yang nantinya akan memepengaruhi
fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis.
Perubahan-perubahan hemodinamik AMI ini tidak statis. Bila AMI
makin tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal
ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat AMI akan menjadi akinetik,
karena terbentuknya jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertrofi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi
bila iskemia berkepanjangan dan miokard infark meluas. Terjadinya

9
penyulit mekanis seperti rupture septumventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memeperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit AMI tersering dan terjadi pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan
terhadap rangsang. System saraf otonom juga berperan besar bisa
terjadinya aritmia. Pasien AMI inferior umunya mengalami peningkatan
tonus para simpatis dengan akibat kecenderungan bradi aritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada AMI inferior akan
mempertinggi kecenderungan fibriasi ventrikel dan perluasan infark.

F. GEJALA KLINIS
1. Nyeri dada
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-
remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang, bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina
pectoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
2. Sesak nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri. Kegagalan ventrikel kiri meningkatkan
curahnya menyebabkan peningkatan tekanan vena paru sehingga bisa
menyebabkan dispnea / sesak nafas.
3. Gejala Gastrointestinal (mual, muntah)
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan
saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta.
Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas
truncus sympathycus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus
vagus. Neri menimbulkan peningkatan aktivitas vagal sebab saat nyeri
terjadi pengeluaran zat-zat iritatif yang kemudian dan akhirnya
menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark

10
inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan morfin untuk rasa
sakitnya.
4. Palpitasi
Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung,
meningkatkan denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi
arteria koroner.
5. Pusing
Seperti yang telah kita ketahui, adanya oklusi pada pembuluh darah
pasien AMI menyebabkan suplai darah ke organ-organ vital terganggu,
sehingga suplai oksigen pun tidak lancar salah satunya suplai darah ke
otak. Kurangnya suplai oksigen tersebut yang menyebbakan pusing.
6. Diaforesis
Salah satu respon dari tubuh terhadap terjadinya kerusakan sel adalah
peningkatan suhu. Suhu pasien meninggi untuk beberapa hari, sampai 102
derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun
,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.Ketika suhu suhu tinggi
rangsangan area preoptik di bagian anterior hipotalamus oleh panas yang
berelebihan akan menyebabkan seseorang berekeringat.

G. KOMPLIKASI
1. Aritmia
Karena aritmia lazim ditemukan pada fase akut IMA, hal ini dapat
pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA. Aritmia perlu
diobati bila menyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard dengan akibat mudahnya perluasan infark atau
bila merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat
seperti takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. Di lain pihak
kemungkinan efek samping pengobatan juga harus dipertimbangkan
(misal : efek inotropik negative obat-obat antiaritmia atau aritmia yang
dicetuskan oleh pemasangan pacu jantung). Karena prevalensi aritmia

11
terutama tersering pada 24 jam pertama sesudah serangan dan banyak
berkurang pada hari-hari berikutnya, jelaslah bahwa hari-hari pertama
IMA merupakan masa-masa terpenting. Dalam kenyataannya penurunan
angka-angka kematian IMA pada era permulaan CCU terutama
disebabkan karena pengobatan dan pencegahan aritmia yang efektif di unit
perawatan intensif penyakit jantung koroner.
2. Brakikardia Sinus
Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IMA
inferior atau posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan, hipotensi, gagal
jantung atau bila disertai peningkatan iritabilitas ventrikel, diberi
pengobatan dengan sulfas atropin intravena. Dosisnya 0,3 – 0,6 mg tiap 3-
5 menit untuk mencapai frekuensi jantung 60 /menit. Dosis yang melebihi
0,8 mg dapat menyebabkan takikardia berlebih. Dosis maksimum 2 mg.
Umumnya hasil pengobatan amat baik. Bila atropin gagal, perlu dipikirkan
pemasangan pacu jantung. Isoprenalin (dosis 1-2 mg/menit) dapat dicoba
sebeleum pemasangan pacu jantung, tetapi harus diingat bahwa obat ini
mempunyai ambang keamanan yang sempit dan cenderung menyebabkan
takiaritmia dan perluasan infark.
3. Irama Nodal
Irama nodal (junctional rhytm) umumnya timbul karena protective
escape mechanism dan tak perlu diobati, kecuali bila amat lambat serta
menyebabkan gangguan hemodinamik. Dalam hal terakhir ini dapat diberi
atropine atau dipasang pacu jantung temporer.
4. Gangguan Hantaran Atrioventrikular
a. Blok AV derajat I umumnya ditemukan pada IMA inferior dan tidak
perlu diobati. Blok AV derajat II juga umumnya menyertai IMA
inferior dan biasanya merupakan blok AV Mobits jenis I
(Wenckebach). Pengobatan hanya diperlukan bila irama ventrikel
terlalu lambat dan/atau iritabilitas ventrikel meningkat atau bila
disertai gagal jantung atau renjatan. Atropine dapat dicoba, tetapi
pengobatan terbaik ialah dengan pacu jantung temporer.

12
b. Blok AV derajat II Mobitz jenis II jarang dan umumnya menyertai
IMA anterior. Blok AV jenis ini cenderumg memburuk menjadi blok
AV total. Respons terhadap atropine sering buruk dan secepatnya perlu
dipasang pacu jantung.
c. Blok AV derajat III (Blok AV total) pada IMA inferior umumnya
didahului blok AV derajat II dan bermanifestasi sebagai irama nodal
dengan kompleks QRS normal dan frekuensi 50-60/menit. Curah
jantung umumnya tidak terlalu banyak menurun dan prognosis relative
lebih baik. Sebaliknya blok AV derajat III pada IMA inferior
mempunyai prognosis jelek. Di sini blok AV disebabkan karena
nekrosis jaringan konduksi yang sering menyertai IMA yang luas.
Karena itu blok AV sering timbul tiba-tiba dan gelombang ventrikel
yang timbul mempunyai kompleks QRS yang lebar (lebih dari 0,12)
dan frekuensi amat lambat. Gangguan hemodinamik yang berat sering
terjadi. Mortalitas disini tinggi walaupun dipasang pacu jantung.
Mortalitas umumnya disebabkan gagal jantung berat.
5. Asistolik
Pada keadaan asitolik harus segera dilakukan resusitasi
kardiopulmonal serebral dan dipasang pacu jantung transtorakal. Harus
dibedakan dengan fibrilasi ventrikel halus karena pada belakang ini
defibrilasi dapat menolong. Pemberian adrenalin dan kalsium klorida atau
kalsium glukonas harus dicoba.
6. Takikardia sinus
Takikardia sinus ditemukan pada sepertiga kasus IMA dan umumnya
sekunder akibat peningkatan tonus saraf simpatis, gagal jantung, nyeri
dada, perikarditis dan lain-lain. Pengobatan ditunjukan kepada kelainan
dasar. Sering berhasil hanya dengan member obat sedative atau analgetik.
Takikardia sinus yang menetap akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard dan menyebabkan perluasan infrak. Bila tidak ada kontraindikasi,
obat pengahambat adrenoseptor beta dapat dicoba.
7. Kontraksi Atrium Premature

13
Bila kontraksi atrium premature jarang, pengobatan tidak perlu.
Kontraksi atrium premeutre dapat sekunder akibat gagal jantung atau
dalam hal ini pengobatan gagal jantung akan ikut menghilangkan
kontraksi terebut.
8. Takikardia Supraventrikel
Aritmia ini jarang ditemukan dan umumnya perlu diobati. Stimulasi
vagus (misalnya massage sinus karotikus) dapat dicoba, ettapi tidak selalu
berhasil. Bila pasien tidak hipotensi dan tidak dalam keadaan gagal
jantung, dapat diberi verapamil, disopiramid, obat penghambat
adrenoseptor beta atau adenosine. Dosis verapamil 1-10mg/menit, dosis
disopiramid 50mg tiap 30 menit samapi 4 kali, dosis propanolol sama
sperti verapamil. Bila ada gagal jantung dapat diberi digitalis intravena,
tetapi efekenya sering lambat. Bila pemburukan hemodinamik cepat terjadi
atau bila aritmia refrakter terhadap pengobatan, maka dilakukan tindakan
kejutan eektrik dengan energy rendah atau pemasaga pacu atrium untuk
tujuan over drive atrial stimulation.
9. Fluter Atrium
Relative refrakter terhadap pengobatan. Digitalis intravena dapat
dicoba. Bila gagal diperlukan tindakan kejutan elektrik dengan energy
rendah (5-20 Joule) atau pacu atrium dengan frekuensi tinggi.
10. Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium ditemukan pada 10% pasien IMA terutama pada
pasien dengan IMA luas dan gagal jantung. Obat pilihanya adalah
digitalis. Bila kondisi klinis memburuk, tindakan kejutan elektrik perlu
dilakuakan.
11. Takikardia Atrium Multifokal
Umumnya takikardia atrium multifocal terjadi pada pasien dengan
penyerta konduksi buruk, hipoksia berat atau ada kelaianan paru.
Pengobatan umunya ditunjukan terhadap penyebab. Prognosis umunya
jelek.

14
12. Kontraksi Premature Ventrikel
Kontraksi premature ventrikel praktis ditemukan pada semua pasien
IMA. Indikasi yang lazim diterima untuk memberi pengobatan ialah bila
kontraksi premature ventrikel sering ditemukan (> 6/menit), multiform,
timbul berpasangan atau berturut-turut atau fenomenon R diatas T. Obat
pilahan yaitu lidokain. Dosis yang diberikan ialah 1-2 mg/kg berat badan,
secara intravena perlahan-lahan. Dapat diualag setelah 3-10 menit samapai
maksimal 300mg. Dosis pemeliharaan 2-4mg/menit. Bila lidokain gagal,
obat-obat lain seperti prokainamid, disopiramid, meksiletin, obat
penghambat adrenoseptor beta, bretilium tolsilat atau fenition, dapat
dicoba.
13. Takikardia Ventrikal
Bila frekuensi ventrikel cepat (150/menit) dan/atau bila kesadaran
menurun, harus segera dilakukan kardiovelsi dengan memukul dada
pasien, lalu diikuti dengan kejutan elektrik bila yang pertama gagal. Bila
frekuensi ventrikel tidak terlalu cepat (kurang dari 150/menit) dan/atau
aritmia tersebut masih dapat ditoleransi serta tidak banyak mengganggu
hemodinamik sirkulasi, dapat dicoba pemberian obat sama seperti
pengobatan pada kontraksi ventrikel prematur. Kadang – kadang
takikardia ventrikel dicetuskan oleh bradiaritmia. Dalam hal ini penigkatan
frekuensi jantung dengan atropine atau pacu jantung akan menekan
timbulnya takikardia ventrikel. Bila takikardia ventrikel refrakter terhadap
pengobatan farmakologis atau kejutan elektrik, dapat dipasang pacu
jantung untuk overdrive suppression. Setelah takikardia ventrikel dapat
ditekan pasien perlu diberi lidokain untuk mencegah kekambuhan.
14. Takikardia Idioventrikel
Pada pasien asimtomatik, aritmia ini tidak perlu diberi pengobatan
karena umumnya tidak berbahaya. Aritmia ini bisa juga merupakan aritmia
reperfusi setelah terapi trombolitik. Pemberian atropine akan mempercepat
sinus sehingga bisa menghilangkan aritmia ini. Bila frekeuensi mendekati

15
100/menit atau pada IMA interior, kadang-kadang takikardia ventrikel
dapat terjadi. Untuk itu dapat diberi lodokain.
15. Flutter dan Vibrilasi Ventrikel
Harus segera diberikan terapi kejutan elektrik 300-400 Joules, yang
bila perlu harus diulang sampai berhasil. Resusitasi kardiopulmonal
serebral harus juga segera dilakukan, termasuk disini massage jantung
eksternal, bantuan pernafasan, dan oksigen, koreksi gangguan metabolic
(misalnya : natriu bikarbonat). Lidokain intravena disusul dengan infuse
perlu cepat diberikan. Bila perlu dapat dicoba obat-obat lain, seperti
Prokainamid atau Bretilium. Bila amplitudo vibrilasi ventrikel kecil dan
aritmia refrakter terhadap pengobatan, dapat dicoba diberikan adrenalin
atau preparat kalsium intrakardial karena bila amplitude menjadi lebih
besar, keberhasilan pengobatan sering meningkat. Bila resusitasi berhasil,
infuse lidokain harus diteruskan untuk mencegah kekambuhan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam rangka menegakkan
diagnosa infark miokard akut ini diantaranya yaitu dengan :
1. EKG.
Berdasarkan kelainan EKG, IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q
dan IMA tanpa gelombang W (IMA non Q). pada IMA gelombang Q,
mula-mula terjadi elevasi segmen ST yang konveks (hyperacute pattern)
pada hantaran yang mencerminkan daerah IMA. Depresi segmen ST yang
terjadi pada hantaran yang berlawanan. Stadium selanjutnya pada evolusi
adalah fase fully evolved yang terjadi pada 24 jam pertama. Secara
progresif peninggian elevasi segmen ST menurun dan diikuti dengan
terbentuknya gelombang Q yang lebar dan dalam (resolution). Pada fase
akhir, gelombang T menjadi terbalik dan simetris. Setelah beberapa hari
atau minggu, segmen ST dan gelombang T menjadi normal dan apabila
elevasi segmen ST menetap perlu pikirkan terjadinya suatu anuerisma
ventrikel.

16
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
2. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah.
a. Serum kreatin fosfokinase
Kreatin fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan
otak, meningkat dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya
dalam 18-24 jam dan kembali normal setelah 72 jam. Selain pada
infark miokard tingakt abnormal tinggi terdapat pada penyakit otot,
kerusakan serebrosvaskular, setelah latihan otot dan dengan suntikan
intra muskular. Isoenzim CKMB spesifik untuk otot jantung dan
sekarang dipakai secara luas untuk mendiagnosis infark.
b. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard
yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari.
Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH lebih
spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya
masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun
LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot
skeletal.
c. Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik
cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT) TnT sudah terdeteksi

17
3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum
selama 1-3 minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap
selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali
batas tertinggi nilai normal.
d. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
e. Serum glutamic oxalo-acetic transeinase (SGOT).
Terdapat terutama pada jantng, otot skelet, otak, hati dan ginjal.
Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai
puncak dalam waktu 24-36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau ke
5.
3. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography)
Merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner.
4. Radiologi.
Hasil radiologi atau rontgen dada ini hanya menunjukkan pembesaran dari
jantung.
5. Ekhokardiografi.
Digunakan untuk mengevaluasi gerakan dinding abnormal dan fungsi
ventrikel secara keseluruhan. Memberikan informasi adanya penipisan
dinding jantung dengan kontraksi asinergi di daerah yang rusak
(hipo/akinetik). Dapat juga untuk mengidentifikasi komplikasi IMA,
seperti: insufisiensi valvular, disfungsi ventrikel, efusi perikard, thrombus,
rupture m.papilaris, korda tendinea, septum, yang mengakibatkan
tamponade jantung serta regurgitasi dan gangguan fungsi sistolik dan
distolik.

18
I. PENATALAKSANAAN
1. NTG (Nitrogliserin)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan
hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (
infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi ).
Nitrt juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan
phosphodiesteras-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.(Sudoyo,2006).
2. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigense trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorbs aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg diruang
emergensi. Selanjutya aspirin digunakan oral dengan dosis 75-162 mg
(Sudoyo, 2006).
3. Morfin sulfat
Obat ini sering digunakan melalui intravena dengan dosis meningkat
1- 2 mg. respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat,
khusunya tekanan darah, yang sewaktu-waktu dapat turun. Tetpi karena
morfin dapat menurunkan preload dan afterload dan mereleksasi bronkus
sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan teraupetik
selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.(Suzanne, 2002).

19
4. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada klien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama (Sudoyo, 2006).
5. Heparin
Heparin adalah anti koagulan pilihan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu
pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan
pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah
(Suzzane,2002).
6. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya
infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada.
Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan
trombus (trombolisis) adalah streptokinase, aktifator plasminogen jaringan
(t-PA = tissue Plasminogen activator) dan anistreplase.
7. PCI
PCI adalah Percutaneus Coronary Intervention yaitu istilah lain dari PTCA
dengan pemasangan stent.
(Nailah,2012).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri)
2. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan
3. Risiko penurunan curah jantung b/d penurunan prelod/peningkatan
tahanan vaskuler sistemik (TVS).

20
K. INTERVENSI
a) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan
nyeri berkurang dengan criteria sbb:
a. Klien mengatakan nyeri berkurang
b. Klien mengatakan merasa lebih nyaman
c. Skala nyeri 2 dari 0-10
d. Klien tampak rileks dan nyaman
Intervensi:
a. Periksa tada vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik
Rasionalisasi : Hipotensi atau depresi pernafasan dapat terjadi
sebagai akibat
b. pantau / catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal , petunjuk non
verbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah,
berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD / frekuensi
jantung berubah)
Rasional : variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebayakan pasien dengan IM
akut tampak sakit , distraksi dan berfokus pada nyeri. Riwayat
verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap factor pencetus harus
ditunda sampai nyeri hilang
a. Observasi terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-
10), lamanya, kualitas (dangkal /menyebar) dan penyebaran
Rasional : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus
digambarkan oleh pasien. Banu pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman yg lain
b. Kaji ulang riwayat angina sebelumya, nyeri meneupai angina, atau
nyeri IM. Diskuikam iwayat keluarga.

21
Rasional : Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola
sebelumnya, sesuai dengan identifikasi, komplikasi seperti
meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis
c. Anjurkan pasien untuk melaporka nyeri dengan segera
Rasional : Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri
atau memerlukan peningkatan dosis obat. Selain itu nyeri berat
dapat menyebabkan syok dengan merangsang system saraf simpatis,
mmengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostic dan
hilangnya nyeri.
d. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan
nyaman. Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
Rasional : menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan
regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan
keputusan terhadap situasi saat ini
e. Berikan tehnik relaksasi, misal napas dalam perlahan, perilaku
distraksi, visualisasi, bimbingan imanjinasi
Rasional : Membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
Kolaborasi
1. Berikan oksigen dengan kanula nasal 2 L/menit
Rasional : meningkakan jumlah okigen yang ada untuk
pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan
sehubungan dengan iskmia jaringan.
2. Berikan obat sesuai indikasi : aspirin 100 mg/ hari, reteplase,
trinitrate gliseril, morfin 2-4 mg/ 5 menit jika nyeri dada
b) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan :
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
b. Tekanan darah dalam rentang normal

22
Intervensi:
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
2. Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan
otot.
Rasional : Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cidera
3. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat
respon terhadap tingkat aktivitas(mis.penigkatan denyut
jantung,disritmia, pusing, dispnea, takipnea)
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah oksigen adekuat jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan pernafasan.
5. Berikan posisi nyaman
6. Anjurkan banyak istirahat
Rasional : Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan
regangan pada system jantung dan pernafasan
7. Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi
c) Risiko penurunan curah jantung b/d penurunan prelod/peningkatan
tahanan vaskuler sistemik (TVS).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan :
a. Mempertahankan stabilitas hemodinamik contoh : TD, curah jantung
dalam rentang normal, haluaran urine adekuat
b. Melaporkan sesak berkurang
Intervensi:
Mandiri

23
1. Auskultasi TD. Bandingkan dengan tangan dan ukur dengan
tidur,duduk, dan berdiri bila bisa.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi
ventrikel, hipoperfusi miokardia dan rangsang vegal.
2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunnya kelemahan
3. Auskultasi bunyi napas.
Rasional : Krekels menunjukan kongesti paru mungkin terjadi
karena penurunan
4. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat distritmia melalui
telemetri.
Rasional : Frekuensi dan irama jantung berespons terhadap obat
dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/ distritmia,
yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatkan fungsi
iskemik.
5. Catat respon terhadap aktivitas dan peningkatan istirahat dengan
cepat.
Rasional : Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi
kebutuhan oksigen dan / mempengaruhi fungsi miokardia.
6. Berikan pispot disamping tempat tidur bila tak mampu ke kamar
mandi
Rasional : Mengupayakan penggunaan bedpan dapat
melelahkan dan secara fisiologis penuh stress, juga
meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung.
7. Berikan makanan kecil / mudah dikunyah. Batasi asupan kafein,
contoh kopi, coklat dan cola.
Rasional : Makan besar dapat meningkatkan kerja miokardia
dan menyebabkan rangsang vagal mengakibatkan bradikardia
atau denyut ektopik. kafein adalah perangsang langsung pada
jantung yang dapat meningkatkan frekuensi jantung.

24
Kolaborasi
1. Kaji ulang seri EKG
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan
elektrolit, dan efek terapi obat.
2. Kaji foto dada.
Rasional : Dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan
disfungsi ventrikel.
3. Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit.
Rasional : Enzim memantau perbaikan/perluasan infark.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi Infark Miokard Akut merupakan terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard. Infark Miokard Akut juga sering
diartikan penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner,
mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis.( Doengoes, Moorhouse,
Geissler, 1999 : 83 ).
Menurut beberapa refrerensi, Infark Miokard Akut dapat disebabkan
dengan :
1. Penyebab utama adalah rupture plak ateroskerotik dengan akibat spasme
dan pembentukan gumpalan.
2. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), idiopathic hypertropic subaortic stenosis
(IHSS).
3. Hipoksia yang disebabkan keracunan karbon monoksida atau gangguan
paru akut. Infark pada keadaan ini biasanya terjadi bila kebutuhan
miokard secara dramatic relative meningkat dibandigkan aliran darah.
4. Emboli arteri koroner yang mungkin disebabkan oleh kolesterol atau
infeksi.
5. Vasospasm arteri koroner.
6. Arteritis
7. Abnormalitas Koroner, termasuk aneurysma arteri koroner.
8. Kokain, afetamin, dan efedrin : meningkatkan afterload atau pengaruh
inotopik, yang menyebabkan kenaikan kebutuhan miokard.
9. Vasospasme primer arteri coroner

B. Saran
Sebagai perawat kita harus mengetahui tentang penyakit Infark Miokard
Akut dan harus mengetahui konsep mengenai Infark Miokard Akut. Kita juga

26
harus mengetahui cara penatalakasanaan menangani Infark Miokard Akut,
khususnya dalam kondisi gawat darurat ataupun setting critical care.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

J Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta :
EGC

Kee, Joyce L, dkk. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta :


EGC

Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ed. Ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Samekto, Widiastuti. 2001. Belajar Bertolak dari Masalah Infark Miokard Akut.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Santasa, Hunardja. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol.2. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI

28

Anda mungkin juga menyukai