Anda di halaman 1dari 32

Asuhan Keperawatan Pada Ny.

M Dengan Masalah Mobilitas


Fisik di Ruang Srikandi RS Medika Mulya

Oleh :
Viviyana Eka Nur Qulist (202114148)

Program Pendidikan Studi Profesi Ners


Fakutas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Surakarta
2021
1. Pengertian

Pengertian Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Menurut
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) gangguan mobilitas fisik atau
immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010)
Ada lagi yang menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik merupakan suatu
kondisi yang relatif dimana individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari
kebiasaan normalnya kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total (Ernawati,
2012). Kemudian, Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya, seperti
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan
sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan
fisik tubuh baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H
& Kusuma H, 2015).
2. Jenis- jenis mobilisasi
Jenis Mobilitas Menurut Hidayat (2009), ada 2 jenis mobilitas yaitu :
a. Mobilitas Penuh Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari – hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien para plegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskletal, contohnya adalah adanya sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera
tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik.
3. Factor-faktor yang mempengaruhi mobilitas
Menurut Hidayat (2009), mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya :
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari – hari. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama orang muda perkotaan
modern, seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung
kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan,
kurang berolahraga dan stres (Junaidi, 2011).
b. Proses penyakit / cedera Proses
penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi
fungsi sistem tubuh.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobilitas yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas
(sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada
tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
4. Tahap-tahapan mobisasi
Menurut Atoilah, 2013, secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara
lain
a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami pembatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun oleh keadaan orang tersebut. B
b. Imobilitas intelektual, disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Ini terjadi misalnya pada kerusakan otak karena proses penyakit
atau kecelakaan serta pada pasien tradisi mental.
c. Imobilitas emosional, yang dapat terjadi akibat pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai.
5. Masalah gangguan yang akan timbul
Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas Dampak dari imobilitas dalam tubuh
dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada metabolisme tubuh,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan
fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler,
perubahan sistem muskuloskletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar
dan kecil), perubahan perilaku (Hidayat, 2009).
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam
tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR)
yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel – sel tubuh, sehingga
dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas
dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat.
Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal
tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima
atau keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya adalah
pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjer dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam
mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persendian protein menurun dan konsentrasi protein
serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat menyebabkan
edema sehingga terjadi ketidakseimbngan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat
menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan
meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat – zat makanan pada tingkat sel
menurun, dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga
penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah
otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan
kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke
jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi
karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf
otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan
menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah
sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningktanya kerja jantung
dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal,
darah yang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena
kembali kejantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya
trombus juga disebabkan oleh meningktanya vena statis yang merupakan hasil penurunan
kontraksi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskletal sebagai dampak dari imobilitas
adalah sebagai berikut :
1) Gangguan muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara lansung. Menurunnya fungsi kapasitas
otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Sebagai conoh, otot betis seseorang yang telah dirawat
lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah
atau lesu.
2) Gangguan skletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal,
misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan
sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsobsi
tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium kedalam darah
menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
6. Patafiosologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago,
dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem
pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada
kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi
isotonik dan kontraksi isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan
energi, seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan tekanan
darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi meningkat. Hal ini
menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana hati seseorang digambarkan
melalui postur dan gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot dan
aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan ketegangan.
Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka
pendukung tubuh yang terdiri dari 12 empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih,
dan irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan
sel darah merah (Potter dan Perry, 2012).
Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem
otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan mobilisasi permanen yang
menjadikan keterbatasan mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya
tahan otot sebagai akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot
akibat pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh
sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan
aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Selain itu, juga terjadi gangguan pada
metabolisme kalsium dan mobilisasi sendi. Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau
karena pembebanan yang kurang, maka akan terjadi atrofi otot. Otot yang tidak
mendapatkan pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, Zn. Superoksida Dismutase
yang menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya catalase,
glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase, yaitu sistem yang akan
memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan peningkatan kerusakan protein,
menurunnya ekspresi myosin, dan peningkatan espresi komponen jalur ubiquitine
proteolitik proteosome. Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari atau minggu,
maka kecepatan penghancuran protein kontraktil otot (aktin dan myosin) lebih tinggi
dibandingkan pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan protein kontraktil otot dan
terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot 14 dikarenakan serabut-serabut otot tidak
berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan akan mengecil dimana
terjadi perubahan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Tahapan terjadinya atrofi otot
dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini myostatin menyebabkan atrofi otot
melalui penghambatan pada proses translasi protein sehingga menurunkan kecepatan
sintesis protein. NF-κB menginduksi atrofi dengan aktivasi transkripsi dan ubiquinasi
protein. Jika otot tidak digunakan menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari
NF-κB. Reactive Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi pada
otot ditandai dengan berkurangnya protein pada sel otot, diameter serabut, produksi
kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan. Jika suplai saraf pada otot tidak ada, sinyal
untuk kontraksi menghilang selama 2 bulan atau lebih, akan terjadi perubahan
degeneratif pada otot yang disebut dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi
degeneratif terjadi penghancuran serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan
lemak. Bagian serabut otot yang tersisa adalah membran sel dan nukleus tanpa disertai
dengan protein kontraktil. Kemampuan untuk meregenerasi myofibril akan menurun.
Jaringan fibrosa yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki kecenderungan
untuk memendek yang disebut dengan kontraktur (Kandarian (dalam Rohman, 2019).

7. Patway

8. Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI (2017) yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan gejala mayor
objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat bergerak.
Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan
tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.
NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari gangguan
mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan keterampilan motorik
halus, penurunan keterampilan motorik kasar, penurunan rentang gerak, waktu
reaksi memanjang, kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan, melakukan
aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan, dispnea setelah beraktivitas, tremor
akibat bergerak, instabilitas postur, gerakan lambat, gerakan spastik, serta gerakan
tidak terkoordinasi.
9. Komplikasi
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan mobilitas
fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus, orthostatic hypotension,
deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah
pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan daan pembengkaan. Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru
yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya
yaitu dekubitus. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki
dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi
juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan
karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan
tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013)
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
masalah gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan
rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion
(ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of
Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot
kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat
melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun
keluarga. Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah
kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012). Saputra (2013) berpendapat bahwa
penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti memiringkan pasien,
posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal
recumbent, dan posisi litotomi.
b. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan
cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
mingkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
11. Pengkajian
a. Identitas Klien Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal
lahir, nomor register, usia, agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal
masuk rumah sakit.
b. Identitas Penanggungjawab Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi
nama, umur, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Gejala yang menjadi keluhan utama pada pasien Stroke non
hemoragik adalah lemah sebelah anggota gerak yang timbul mendadak, dan sakit
kepala (Bararah & Jauhar, 2013).
2) Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang muncul pada pasien Stroke non
hemoragik dengan masalah gangguan mobilitas fisik pada saat dikaji adalah
adanya lemah sebelah anggota gerak, bicara kurang jelas, dan nyeri dikepala.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya klien dengan penyakit Stroke non
hemoragik memiliki kebiasan atau pola hidup yang kurang sehat seperti gaya
hidup merokok, memakan makanan yang mengandung garam, makan makanan
yang bersantan dan berminyak, adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes
melitus, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat jatuh, penyakit kardiovaskuler
(Widagdo, dkk, 2008).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki
penyakit keturunan seperti adanya riwayat jantung, hipertensi, DM. Sesuai
dengan etiologi yang dikemukakan dalam Padila (2012), yaitu salah satu faktor
pencetus timbulnya penyakit stroke yaitu faktor genetik atau keturunan. Faktor
pencetus tersebut merupakan faktor yang tidak dapat diubah oleh pasien. d. Pola
pengkajian ADL menurut Potter & Perry, 2012 sebagai berikut :
a) Pola Nutrisi Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,
kehilangan sensasi pada lidah
b) Pola aktivitas dan latihan Biasanya tidak akan mampu melakukan aktivitas dan
perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot
berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan mudah
lelah. Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi denyut
jantung menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Otot jantung yang bekerja semakin keras dan sering
memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga
dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (Potter & Perry, 2012).
c) Pola tidur dan istirahat Biasanya lebih banyak tidur dan istirahan karena
semua sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan
kesadaran sehingga lebih banyak diam.
d) Pola eliminasi Biasanya terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang
aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun, biasanya terjadi konstipasi dan
diare akibat impaksi fekal.
e) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Biasanya pasien sadar, terkadang sedikit gelisah 2)
Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis (dengan GCS 14 – 15) 3)
TTV TD : Bisa terjadi hipotensi atau hipertensi N : Biasanya terjadi
perubahan denyut nadi RR : Biasanya pasien bisa sesak S : Bisa terjadi
hipotermia atau hipertermia
2) Kepala : Normachepal
3) Wajah : Biasanya simetris, wajah pucat.
4) Mata : Biasanya sklera ikhterik, reflek pupil negatif, konjungtiva anemis,
penglihatan berkurang.
5) Mulut dan bibir : Biasanya sianosis, mukosa bibir kering, stomatitis,
mengalami gangguan pengecapan, reflek mengunyah dan menelan buruk,
dan bibir tidak simetris.
6) Hidung : Biasanya terjadi gangguan penciuman.
7) Telinga : Biasanya ada gangguan pendengaran
8) Leher : Biasanya ada gangguan menelan.
9) Thoraks
a) Paru-paru (1) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan (2) Palpasi :
Biasanya fremitus kiri dan kanan (3) Perkusi : Biasanya sonor (4)
Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler) atau tidak normal
(seperti ronkhi,).
b) Jantung (1) Inspeksi : Biasanya iktus tidak terlihat (2) Palpasi : Biasanya
iktus teraba di Ric 4 (3) Perkusi : Biasanya batas jantung normal (4)
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
10) Abdomen a) Inspeksi : Biasanya simetris, tidak ada asites b) Palpasi :
biasanya tidak ada pembesaran hepar c) Perkusi : Biasanya thympani d)
Auskultasi : Biasanya bising usus hiperaktif.
11) Ekstremitas
12. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
b. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan
13. Intervensi
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
NIOC;
Kriteria Hasil :
1. Meningkat dalam aktivitas fisik
2. Pasien mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi
3. Pasien mampu memperagakan penggunaan alat bantu
NIC :
1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
Latihan
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Ajarkan pasien tentang teknik mobilisasI
4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
5. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
pasien
6. Ajarkan klien latihan ROM
7. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
b. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan
NOC :
Dengan kriteria hasil :
1. mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri
atau dengan alat bantu
2. Perawatan diri Mandi: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
3. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan
penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa dibantu keluarga
NIC
1. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangat, santai,
pengalaman pribadi, dan personal.
2. Memfasilitasi pasien menyikat gigi
3. Memfasilitasi pasien mandi
4. . Memantau pembersihan kuku pasien
5. Memantau integritas kulit pasien
Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu melakukan perawatan diri
1. Pengkajian
a. Identitas pasien

Nama : Ny. M
Umur : 61 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Wonogiri
Nomer registrasi :1360xxxxx
Dx Medis : stroke
Tanggal masuk Rs : 28 Oktober 2021
Tanggal pengkajian : 31 Oktober 2021

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. G
Umur : 42 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Wonogiri
Hubungan : Anak

c. Keluhan Utama
Kekuarga pasein mengatakan anggota gerak kaki kanan lemah, tidak bisa bicara
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan satu hari sebelum masuk RS saat bermain dengan cucunya pada
malam hari pasien tiba-tiba badan sakit, merasakan lemas anggota gerak kiri lemah,
perut mual dan tidak nafsu makan Oleh keluarga pasien dibawa ke Rumah Sakit
Medika Mulya untuk mendapatakan pengobatan. Saat di IGD pasien mendapatkan
terapi infus Asering 500 cc, inj citicolin 500 gram, mitamizole 1 gram dan didapatkan
hasil TD : 157/100 mmHg, RR : 21X/mnt, N: 100 X/mnt, S : 36 C. pasien dianjurkan
dokter untuk rawat inap, pasien dirawat di bangsal srikandi saat di lakukan pengkajian
didapatkan data pasien mengatakan Pasein mengatakan anggota gerak kanan lemah,
asering 500 cc, ondansetron 3x8 mg, mecobalamin 500 m/g, furosemid 1x40 mg,
manitol 500 cc, condesarton 16 mg, amlodipin 1x10 mg. dan didapatkan hasil TD :
156/90 mmHg, RR : 22X/mnt, N: 100X/mnt, S : 36 C.
e. Riwat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan sudah pernah dirawat di rumah saki 5 tahun yang lalu
dengan keluhan stroke, pasien dirawat di rumah sakit amal sehat sologoimo.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan mempunyai penyakit kelaurga yaitu bapaknya dengan
hipertensi. Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit seperti TBC,
hepatitis, HIV dll.
Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Tinggal Satu Rumah
: Pasien

g. Pola Kebiasaan Sehari-hari


Pasien mengatakan :
1) Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Keluarga Pasien mengatakan tentang pentingnya kesehatan jika ada keluarga
yang sakit maka akan segera di bawa ke pelayanan kesehatan terdekat. Pasien
mengatakan dengan cara menjaga lingkungan tetap bersih dan makan 3 kali
sehari disertai buah, sayuran dan istirahat yang cukup.
2) Pola nutrisi
a) Asupan makan
Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan makan 3 kali sehari pagi, siang,
malam habis 1 porsi demgan menu nasi, sayur, tahu, tempe. Pasien
mengatakan tidak ada pantangan atau makanabyang dihindari, kemampuan
mengunyah pasien baik, gigi lengkap dan bersih, gusi merah muda, lidah
warna merah muda, membran mukosa lembab, nafsu makan baik. Tidak ada
elergi makanab BB: 54 kg dan turgor kulit elastis
Selama sakit : pasien mengatakan makan sehari 3 kali pagi,siang, malam
habis ½ porsi dengan makanan yang diberikan di RS. Pasien mengatakan
tidak ada pantangan makanan yang dihindaru. Kemampuan mengunyah dan
menelan pasien baik dan tidak ada kesulitan untuk menelan pasien makan
dengan sendiru tanpa bantuan keluarga. Gigi lengkap dan bersih, gusi merah
mudam lidah merah mudam membran mukosa kering. Pasien mengatakan
hilang nafsu makan. Tidak ada alergi BB : 46 kg.
b) Asupan cairan
Sebelum sakit : pasien mengatakan minum 7- 8 gelas perhari, jumlah kurang
lebih 1400-1600 cc. jenis minuman air putih dan teh. Tidak ada mual dan
muntah
Selama sakit : pasien mengatakan minum 4 gelas perhari jumlah kurang lebih
800 cc, jenis minuman air putih dan teh. Pasien mengalami mual.
3) Pola Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan BAB sehari 3 kali dengan
jumlah kurang lebih 150 gram, karakteristik BAB lembek, tidak ada
konstipasi dan diare, warna fases kuning, bau khas fases, faktor yang
mempengaruhi BAB adalah intake makanan.
Selama sakit : keluarga pasien mengatakan BAB sehari 1 kaalu dengan
jumlah kurang lebih 50 gram, karakteristik fases lembek, tidak ada konstipasi
dan diare, warna fases kuning, bau khas fases, faktor yang mempengaruhui
adalah intake makanan.
b) BAK
Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan BAK sehari 3 kalu dengan
jumlah kurang lebih 600 cc, tidak ada dorongan dan retensi, bau amoniak,
warna kuning, Faktor yang mempengaruhi BAK adalah intake cairan.
Selama sakit : pasien tidak terpasang selang kateter BAK sehari 3 kali
dengan jumlah 600 cc, warna kuning pekar, bau amoniak, tidak ada dorongan
dan retensi, faktor yang mempengaruhi BAK adalah intake cairan.

4) Pola Istirahat Tidur


Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan tidur malam 7- 8 jam, pasien
biasanya tidur siang 1-2 jam. Pasien tidak menngukanan obat tidur, tidak ada
faktor yang mempengaruhi tidur.
Selama sakit : keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit tidur malam 8-9
jam. Pasien tidur siang 1 jam, pasien mengatakan tidak menggunakan obat tidur,
tidak ada faktor yang mempengaruhi tidur.
5) Pola aktifitas dan latihan
a) Mobilisasi
Keluarga pasien mengatakan anggota gerak kanan sulit digerakkan, aktivitas
dibantu keluarga , pasien terbaring di tempat tidur, pasien tampak lemah,
tidak ada tremor, tidak ada deformitas, pasien saat di rs tidak menggunakan
alat bantu.
b) Posisi
Pada saat dikaji pasien posisi berbaring di tempat tidur, tidak ada faktor yang
mempengaruhi posisi
c) Ambulasi
Pasien mengatakan tidak mampu berpindah tempat secara mandiri aktivitas
di bantu keluarga atau orang lain.
6) Pola kognitif
Pasien tidak dapat bicara
7) Pola hubungan pasien
Keluarga pasien mengatakan pasien adalah sebagai seorang ibu selama dirawat di
rs tidak dapat melakukan tugasnya sebagai seorang ibu. Pasien selama di dirawat
di RS Medika Mulya selalu ditemani oleh anaknya.
8) Pola Seksual dan Reproduksi
a) Riwayat perkawinan
Kelaurgaa psien mengatakan sudah menikah waktu menikah pasien berumur
15 tahun merupakan pernikahan pertama pasien.
b) Riwat reproduksi
Pasien mengatakan mempunyai seorang anak 2 anak permpuan dan laki-laki
c) Riwayat kehamilam
Pasien mengatakan mempunyai 2 anak laki-laki dan perempuan.

9) Pola Konsep Diri


a) Gambaran diri
Keluarga pasien mengatakan bersyukur ibunya dengan semua anggota tubuh
yang lengkap tanpa ada kekurangan satupun.
b) Identitas diri
Keluarga pasien merupakan orang yang ramah, sabar dan penampilanya
terihat rapi dan memakai pakian yang sopan, pasien bangga menjadi seorang
ibu
c) Peran diri
Keluarga pasien menagtakan dikeluarga berperan sebagai seorang ibu dan
sebagai masyarakat dilingkungan rumahnya
d) Ideal diri
Keluarga pasien menagtakan Ny M sembuh dari penyakitnya dan pulang
kerumah untuk beraktivita seperti biasa
e) Harga diri
Keluarga pasien menagtakan tidak pernah merasa minder dan malu untuk
berkomunikasi dengan orang lain dengan keadaanya sekarang.
10) Pola koping dan toleransi stress
a) Faktor yang menimbulkan sterss
Keluarga pasien mengatakan gelisah apabila anggota tubuh pasien tidak bisa
digerakkan
b) Respon untuk mengatasi nyeri stress
Keluarga pasien mengatakan selalu sabar dan berdoa
c) Akibat yang timbul dari koping yang digunakan
Keluarga pasien mengatakan lebih tenang dan bersabar
11) Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : keluarga pasien mengtakan beragama islam dan sholat 5 waktu
secara rutin
Selama sakit : keluraga pasien mengatakan selama di rawat di rumah tidak dapat
melaksanakan sholat
h. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran umum : lemah
2) Kesadaran : Compos Metis
3) TTV : 100/60 mmHg, RR : 22X/mnt, N: 98 X/mnt, S : 36 C.
4) BB : 60 kg TB : 158 cm

i. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit
Tidak ada kemerahan dan benjeloan, tidak ada nyeri tekan dan gatal-gatal, kulit
tidak eelastis, warna sawo matang,tidak ada perubahan rambut dan kuku
2) Kepala
Penyebaran rambut mereta, tekstur lembut,wana hitam, tidak ada benjolan atau
lesi, mesochepal, muka/wajah simetris, tidak ada kelainan, ekspersi wajah
meringis kesakitan menahan nyeri
3) Mata
Posisi mata kanan dan kiri sejajar, kelopak mata sejajar, kelopak mata sama
dengan kulit sejajar, apparatud akrimalis tidak berlebihan, skelers dan
konjungtiva anemis, pupil simetris reaksi terhadap cahaya apabila terkena cahaya
pupil akan melebar.
4) Telinga
Bentuk simetris antara kanan dan kiri, ukuran sedang, tidak ada penumpukan
serum, tidak ada nyeri tekan, tidak ada brnjolan, fungsi pendengaran baik
5) Hidung
Inspeksi : bentuk hidung simetris, mukosa hidung merah muda, tidak ada
pembengkakan, tidak ada polip.
Perkusi : tidak nyeri tekan pada sinus
6) Mulut dan tenggorokan
Bibir : warna merah parut, mukosa bibir lembab
Rongga mulut :jumlah gigi 32 buah, tidak ada karies gigi, tidak ada peradangan
gusi
Lidah : lidah bersih, warna merah muda, fingsi pengecapan bagus pasien bisa
merasakan makanan dan minuman
7) Leher
I/P : Posisi trakea terdapat berada di tengah, tidak ada pembesaran keleenjar
typoid.
8) Paru
Inpeksi : bentuk dada simetris, RR : 22 x/mnt, irama nafas teratur, upaya nafas
maksimal, tidak terdapat deformitas, gerekan penafasan normal, tidak terdapat
luka maupun benjolan, pasien bernafas tidak dengan otot bantu, pasien tidak
terpasang O2, perkembangan paru kanan dan kiri sama, tidak terdapat retraksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspenasi dada kanan dan kiri simetris, taktil
fremitus kanan dan kiri sama saat pasien diminta mengucap sembilan-sembilan
dada kanan kiri bergetar sama
9) Payudara
Inspeksi :ukuran sedang, warna kulit sama dengan kulit sekitar, tidak ada lesi,
payudara kanan kiri simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
10) Jantung
I : terlihat pulsasi jantung pada ics 5 dan 6
P : Tidak ada nyeri tekan pada pulsasi jantung ics 5 dan 6
P : Pekak
A : suara jantung 1 dan 2 lup dup
11) Abdomen
I : kulit abdomen bersih , bentuk abdomen simetris, tidak terdapat
pembengkakakan, tidak ada bekas luka post op
A : bising usus 10x/mnt
P : bunyi abdomen tympani
P : Ada nyeri tekan di abdomen kanan
12) Genatalia
Pasien berjenis kelamin perempuan
13) Ekstremitas
2 5
2 5
Keterangan :

0 : Paralisis Sempurna
1. :Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat
2. : Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3. : Gerakan normal melawan topangan
4. : Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5. : Kekuatan normal gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

j. Pemerikasaan penumjang
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 12,2mg/dl
Hematokrit 33,9 %
Leukosit 14.600/ul
Trombosit 183000
Basofil 0
Batang 1
Segmen 88
limfosit 7
Monosit 3
GDS 133
Warna urin Kuning keruh
PH 6,0
Eritrosit 200-250
Kratein 2-3 mg/dl
k. Analisa Data
No Tgl/jam Data fokus Etiologi Problem
1. 31-10-2021 Ds : Penurunan Hambatan
Jam 15.30 Keluarga Pasien kekuatan otot mobilitas
mengatakan anggota fisik
gerak kanan sulit
digerakkan dan terasa
berat
Do :
- Pasien tampak lemah
- Pasien terbaring di
tempat tidur
- aktivitas dibantu
No Tgl/jam Data fokus Etiologi Problem
keluaraga

2. 31-10-2021 Ds : keluarga pasien Mobilitas fisik Resiko


Jam 15.30 anggota gerak sebelah kerusakan
kanan masih terasa integritas
lemah dan terasa berat, kulit
keluarga juga
mengatakan klien
malas untuk miring kiri
dan kanan.
Do :
Kulit pasien tampak
kerinng dan tidak
elastis

l. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh
2) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas fisik

m. Rencana Keperawatan
Tujuan dan
No Tgl/jam Diagnosa Intervensi Rasional TTD
Kriteria Hasil
1. 31-10- Hambatan Setelah 1. Kaji 1. Untuk Vivi
2010 dilakukan keadsaan menetahui
mobilitas
Jam Tindakan 3x24 umum keadaan
16.00 fisik jam diharapkan pasien pasien
pasien dengan 2. Kaji 2. Untuk
berhubun
kriteria hasil : kemampua mengetahui
gan 1. Pasien n pasien sejauh
mampu saat mana
dengan
menggerakk beraktivitas keadaan
penurunan an anggota 3. Ajarkan pasien
badan tentang 3. Pasien
ketahanan
2. Aktivitas mobilisasi dapat
tubuh tidak 4. Bantu berlatih
dibantu aktivitas bergerak
keluarga pasien 4. Melatih
seperti anggota
duduk dan gerak
berdiri pasien agar
5. Latih bisa pulih
pasien kembali
dalam 5. Pasien
mobilisasi dapat
Tujuan dan
No Tgl/jam Diagnosa Intervensi Rasional TTD
Kriteria Hasil
sesuai melukan
kemampua aktivitas
n lagi
6. Kolaborasi 6. Pasien
dengan dapat
fisioterapi meggeraka
n semua
anggota
tubuhnya
2. 31-10- Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor VIVI
2021 tindakan kondisi kulit 1. Kulit pasien
kerusakan
Jam keperawatab pasien tidak terjadi
16.00 integritas selama 3x24 2. Anjurkan kerukasn
diharapkan pasien untuk 2. Agar kulit
kulit
terhadap menggunaka pasien
berhubun kebutuhan nutrisi n pakaian lembab
terpenuhi dengan yang longgar 3. Kulit pasien
gan
kriteria hasil : 3. Jaga tidak ada
dengan 1. Integritas kebersihan lesi
kulit yang kulit agar 4. Itegritas
mobilitas
baik tetap bersih pasien baik
fisik 2. Tidak ada dan kering 5. Kulit pasein
luka/lesi pada 4. ubah posisi agar
kulit pasien) lembab
3. Perfusi 5. Oleskan 6. Agar tidak
jaringan baik lotion atau terjadinya
minyak/babo integritas
oil pada kulit
daerah yang
tertekan
6. Memandikan
pasien
dengan
sabun dan
air hangat

n. Implementasi Hari Pertama


No Tgl/jam Diagnosa Implementasi Respon TTD
1. 31-10- 1 Mengkaji kesadaran Pasien tampak Vivi
2021 umum pasien berabring di temapt
14.15 tidur
2. 14.30 1 mengajarkan tentang Pasien tampak Vivi
kooperatif
No Tgl/jam Diagnosa Implementasi Respon TTD
mobilisasi

3. 15.00 1 membantu aktivitas pasien Pasien belum bisa vivi


seperti duduk dan berdiri menggerakkan kaki
kanan nya
4. 15.25 2 Menganjurkan pasien Keluarga tampak Vivi
untuk berpakian longgar kooperatif
5. 15.30 2 Mengubah posisi pasien Pasien tampak Vivi
dengan miring kanan dan lemah
kiri
6 16.00 1 melatih pasien dalam Aktivitas pasien Vivi
mobilisasi sesuai dibantu keluarga
kemampuan

7 16.15 1 Mengkaji kemampuan Pasien berbaring di vivi


pasien temapt tidur

8. 16.30 1 Kolaborasi dengan Pasien tampak Vivi


fisioterapi lemah

9. 17.00 2 mengolesakan minyak Kulit pasien tampak Vivi


atau babyoil tidak elastis

10 17.30 2 Memandikan pasien Pasien tampak Vivi


lemah

Implementasi Hari Kedua


Diagnos
No Tgl/jam Implementasi Respon TTD
a
1. 01-11- 1 Mengkaji kemampuan Kaki kiri pasein sudah bisa Vivi
2021 pasien digerakkan sedikit
08.00
2. 08.30 2 Memandikan pasien Pasien tampak koo[eratif Vivi
3. 09.00 1 Mengajarkan tentang Pasien kooperatif
mobilisasi Vivi
4. 09.15 1 Membantu aktivitas Pasien sudah bisa duduk Vivi
pasien seperti duduk tetapi di bantu keluarga
dan berdiri
5. 11.25 2 Mengolesi tubuh Kulit pasien kering Vivi
pasien dengan minyak
atau baby oil
6 11.45 1 Mengkaji kemampuan Pasien berbaring di temapt Vivi
pasien tidur
7 12.00 1 Kolaborasi dengan Kaki kanan sudah bisa Vivi
fisioterapi digerakkan sedikit
8. 12.05 2 Mengubah posisi Pasien tampak kooperatif Vivi
Diagnos
No Tgl/jam Implementasi Respon TTD
a
pasien

Implementasi Hari Ketiga


Diagnos
No Tgl/jam Implementasi Respon TTD
a
1. 02-11- 1 Mengkaji kesadran Pasien sudah tidak lemas Vivi
2021 umum pasien lagi
14.30
2. 15.00 1 Mengkaji kemapuan Kaki kiri sudah bisa Vivi
pasien digerakkan lagi
3. 15.15 2 Mengubah posisi Pasien kooperatif
pasien Vivi
4. 15.35 2 Memandikan pasien Pasien kooperatif Vivi
5. 15.45 2 Memberikan minyak Kulit pasien tampak elastis Vivi
pada badan pasien
6. 16.10 1 Melatih aktivitas Pasien sudah dapat Vivi
pasien seperti duduk menggerakan kaki kanan
dan berdidri nya sedikit
7. 18.00 1 Mengajarkan tentang Pasien tampak kooperatif Vivi
mobilisasi
8. 18.00 1 Kolaborasi dengan Pasien tampak kooperatif Vivi
fisioterai
9. 18.45 2 Menjaga kebersihan Pasien mengatakan nafsu Vivi
kulit makan meningkat
10 19.15 2 Monitor kulit pasien Integritas kulit pasien baik vivi

o. Evaluasi Hari Pertama


Tanggal Diagnos
No Evaluasi TTD
/jam a
1. 31-10-2021 1 S : keluarga pasien mengatakan Vivi
21.00
anggota gerak kaki kanan susah
digerakkan terasa berat
O : - Pasien tampak lemah
- Pasien berbaring di tempat
tidur
- Aktivitas dibantu keluarga
A : Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
Tanggal Diagnos
No Evaluasi TTD
/jam a
kekuatan otot

P : Intervensi dilajutkan
1. Kaji keadsaan umum pasien
2. Kaji kemampuan pasien saat
beraktivitas
3. Ajarkan tentang mobilisasi
4. Bantu aktivitas pasien seperti
duduk dan berdiri
5. Latih pasien dalam mobilisasi
sesuai kemampuan

2 21.00 2 S : keluarga pasien anggota gerak Vivi


sebelah kanan masih terasa lemah dan
terasa berat, keluarga juga
mengatakan klien malas untuk miring
kiri dan kanan.

O : - Kulit pasien tampak kerinng


- Tidak elastis

A : Resiko kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan mobilitas fisik

P : Intrvensi Dilanjutkan
1. Monitor kondisi kulit pasien
2. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4. ubah posisi pasien)
5. Oleskan lotion atau
minyak/babooil pada daerah
yang tertekan
6. Memandikan pasien dengan
Tanggal Diagnos
No Evaluasi TTD
/jam a
sabun dan air hangat

Evaluasi Hari Kedua


Tanggal Diagnos
No Evaluasi TTD
/jam a
1. 01-11-2021 1 S : Pasien mengatakan anggota gerak Vivi
21.00
kaki kanan sudah bisa digerakkan
sedikit
O : - Pasien tampak lemah
- Aktivitas dibantu keluarga
A : Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot

P : Intervensi dilajutkan
1. Kaji keadsaan umum pasien
2. Kaji kemampuan pasien saat
beraktivitas
3. Ajarkan tentang mobilisasi
4. Bantu aktivitas pasien seperti
duduk dan berdir
5. Latih pasien dalam mobilisasi
sesuai kemampuan

21.00 2 S : keluarga pasien mengatakan Vivi


pasien mau mengubah posisi
Tanggal Diagnos
No Evaluasi TTD
/jam a

O : - kulit pasien elastis sedikit


- Tidak ada luka
- Itegritas sudah dapat
membaik

A : Resiko kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan mobilitas fisik

P : Intrvensi Dilanjutkan
1. Monitor kondisi kulit pasien
2. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4. ubah posisi pasien)
5. Oleskan lotion atau
minyak/babooil pada daerah
yang tertekan
6. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat

Evaluasi Hari Ketiga


No Tanggal Diagnos Evaluasi TTD
/jam a
1. 02-11-2021 1 S: Pasien mengatakan anggota gerak Vivi
21.00
tangan dan kaki kirin sudah bisa
digerakkan

O:
- Pasien tampak membaik

- Aktivitas di bantu keluarga


A : Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot

P : Intervensi dilanjutkan

1. Kaji keadsaan umum pasien


2. Kaji kemampuan pasien saat
beraktivitas
3. Ajarkan tentang mobilisasi
4. Bantu aktivitas pasien seperti
duduk dan berdir
5. Latih pasien dalam mobilisasi
sesuai kemampuan

21.00 2 S: keluarga pasien mengatakan Vivi


pasien mau mengubah posisi

O : - kulit pasien elastis sedikit


- Tidak ada luka
- Itegritas sudah dapat
membaik

A : Resiko kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan mobilitas fisik

P : Intrvensi Dilanjutkan
1. Monitor kondisi kulit pasien
2. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
3. Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
4. ubah posisi pasien)
5. Oleskan lotion atau
minyak/babooil pada daerah
yang tertekan
6. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008.  Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.  Jakarta: Salemba Medika.


Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang selatan : Binarupa
aksara
NANDA NIC NOC. 2013. Aplikasi Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik.  Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai