Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEGAWATAN OBSTETRI

DAN GINEKOLOGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampu: Ns.Wahyu Rima. M.Kep.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
1. Arofi Sasanti (ST182006)
2. Artha Tri Handayani (ST182007)
3. Ary Muslikhah (ST182008)
4. Christian Chandra Purnama (ST182009)
5. Esti Coma (ST182013)
6. Ferdin Alfino Iskandar (ST182016)
7. Muhamad Dammar Satria (ST182024)
8. Rendra Bagus Subandono (ST182040)
9. Viviyana Eka Nur Qulist (ST182051)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan gawat darurat yang
dibimbing oleh ibu Ns.Wahyu Rima. M.Kep . dalam menempuh Pendidikan Sarjana
Keperawatan.
Kami berharap setelah memahami makalah ini teman-teman dapat menambah
pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan juga kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang
membangun demi menyempurnakan makalah ini.
Demikian makalah kami, kami mengucapkan terima kasih.

Surakarta, Januari 2020


Penulis

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena
kasusnya cukup banyak namun yang nampak di permukaan hanyasebagian
kecil.World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada 500.000
kematian ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, 99 persendian taranya
terjadi di negara berkembang.Dari angka tersebut diperkirakan bahwa hampir
satu orang ibu setiap menitmeninggal akibatkehamilan dan persalinan. Angka
kematian maternal di negara berkembang diperkirakan mencapai 100 sampai
1000 lebih per 100.000 kelahiran hidup, sedang di negara maju berkisarantaran
tujuhsampai 15 per 100.000 kelahiran hidup. Iniberartibahwa di negara
berkembang risiko kematian maternal satud iantara 29 persalinan sedangkan di
negara majusatu diantara 29.000 persalinan.
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba seringkali merupakan kejadian yang berbahaya.Kegawatdaruratan obstetri
merupakan kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam
kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian
banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan
ibu dan bayinya.
Secara umum terdapat 3 penyebab utama kematian ibu, yaitu (1) perdarahan
(2) infeksi sepsis (3) hipertensi, preeklampsia, eklampsia.Mengenal kasus
kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat
dan tepat dapat dilakukan. Mengingat klinis kasus kegawatdaruratan obstetri
yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut
tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya
pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan ataupun
kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam prinsisp, pada
saat menerima setiap kasus yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat atau
setidaknya dianggap gawatdarurat, sampai setelah pemeriksaan selesai kasus itu
ternyata bukan kasus gawatdarurat.Dalam menangani kasus kegawatdaruratan,
penentuan permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan pertolongan harus
dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik. Semuanya dilakukan
dengan cepat, cermat, dan terarah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang tepat adalah
“Bagaimana Kegawat daruratan obstetri dan ginekologi”

C. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami tentang kegawat darurat obstetric dan ginekologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KEHAMILAN EKTOPIK
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik yaitu kehamilan dimana tempat implantasi blastosit di
area manapun selain endometrium. Lokasi implantasi biasanya terletak pada
bagian paling distal tuba falopi .Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum
yang telah dibuahi diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat muncul dengan
nyeri abdomen dengan atau tanpa perdarahan pervaginam. Pada kelompok
pasien tertentu beresiko tinggi, mereka dengan patologi atau pembedahan tuba
sebelumnya, dan mereka dengan alat kontrasepsi dalam rahim. Kemungkinan
kehamilan ektopik harus dipikirkan pada pasien yang beresiko tinggi, meskipun
tanpa gejala (Harry & Tjokorda, 2012)
Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar kavum
uteri. Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa, seperti
didalam tuba, ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar biasa
walaupun masih dalam rahim misalnya serviks, pars interstisialis tuba atau
tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba,
angka kejadian kehamilan tuba ialah 1 diantara 150 persalinan (Amerika)
(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
B. FAKTOR RISIKO KEHAMILAN EKTOPIK
Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu:
1. Bedah tuba
2. Sterilisasi
3. Kehamilan ektopik sebelumnya
4. Terpajan dietilstilbestron
5. Penggunaan AKDR
6. Kelainan tuba
7. Infertilitas dan penanganan terkait
8. Infeksi saluran genital sebelumnya
9. Pasangan seksual lebih dari satu
10. Merokok
11. Bilas vagina
12. Pertama kali berhubungan seks saat usia dini
13. Usia ibu sudah lanjut
14. Endometriosis (Lauren A, Jessica E, & Meredith B, 2012).
C. LOKASI KEHAMILAN EKTOPIK
1. Kehamilan Tuba
a. Patogenesis
Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:
1) Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)
2) Kehamilan istmus (dalam istmus tuba)
3) Kehamilan interstisial (dalam pars interstisialis tuba)
Terkadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk-bentuk diatas, secara
sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal, tuba ovarial atau
kehamilan dalam ligamentum latum. Dan kehamilan paling sering terjadi
didalam ampula tuba.
Implamantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi dipuncak
lipatan selaput tuba, dan telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Bila
kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen tuba (abortus tuber).
Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar,
artinya terjadi didalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk kedalam
lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan
pecah, hasil konsepsi akan memasuki rongga peritoneum (ruptur tuba).
Walau kehamilan terjadi diluar rahim, rahim turut membesar karena otot-
ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormone yang
menghasilkan trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi desidua
vera. Menurut Aria-Stella, perubahan histology endometrium ini cukup
khas untuk membantu diagnosis.
Setelah janin mati, desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan
sepotong, tetapi terkadang terlahir seluruhnya sehingga merupakan
cetakan kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua disertai dengan
perdarahan; kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam
pada kehamilan ektopik terganggu (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
b. Perkembangan Kehamilan tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir
pada minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6-
8. Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni abortus tuba atau
ruptur tuba.
1) Abortus Tuba
Oleh karena senantian membesar, telur menembus endosalping
(selaput lendir tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu keluar kea rah
infundibulum. Peristiwa ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di
ampula tuba. Implantasi telur di ampula tuba biasanya bersifat
kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir di tempat ini tinggi dan
banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula tuba juga agak besar hingga
telur mudah tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus
desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Abortus tuba kira-kira terjadi diantara minggu ke-6 hingga ke-12.
Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan perdarahan
yang mengisi kavum douglasi, yang disebut hematokel retrouterin.
Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan sehingga darah
terkumpul di dalam tuba dan menggembungkan tuba. Keadaan ini
disebut hematosalping.
2) Ruptur Tuba
Implantasi telur didalam istmus tuba menyebabkan telur mampu
menembus lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum. Lipatan-
lipatan selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga
besar kemungkinan telur berimplantasi secara interkolumnar. Dengan
demikian, trofoblas cepat sampai kelapisan otot tuba. Kemungkinan
pertumbuhan kearah rongga tuba pun kecil karena rongga tuba sempit,
sehingga telur menembus dinding tuba kearah rongga perut atau
peritoneum.
Ruptur istmus tuba terjadi sebelum minggu ke-12 karena dinding tuba
di daerah ini cukup tipis. Namun, ruptur pars intertisialis terjadi lebih
lambat, bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan
otot didaerah ini cukup tebal. Ruptur dapat terjadi dengan
sendirinya/spontan atau akibat manipulasi kasar, misalnya akibat
periksa dalam, defekasi atau koitus. Ruptur biasanya terjadi ke dalam
kavum peritoneum, terkadang kedalam ligamentum latum bila
implantasi terjadi didinding bawah tuba.
Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat keluar
dari tuba melalui robekan dan masuk kedalam kavum peritoneum. Bila
pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang
tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan
berkembang sebagai kehamilan abdominal. Oleh karena awalnya
merupakan kehamilan tuba dan batu kemudian menjadi kehamilan
abdominal, kehamilan ini disebut kehamilan abdominal sekunder.
Plasenta dalam kehamilan ini dapat meluas kedinding belakang uterus,
ligamentum latum, omentum dan usus.
Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan mengarah
ke dalam ligamentum latum. Pascaruptur, telur dapat mati dan
menciptakan hematom didalam ligamentum latum, atau malah terus
hidup, sehingga kehamilan berlangsung terus didalam ligamentum
latum.
Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya berada
diujung tuba dan kemudian tumbuh kedalam kavum peritoneum.
Kehamilan tuba-ovarial ialah kehamilan yang awalnya berada di
ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terbentuk dari jaringan
tuba maupun ovarium (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
c. Gambaran Klinis
Wanita dengan kehamilan tuba memperlihatkan beragam gejala klinis
yang sebagian besar bergantung pada ada tidaknya ruptur. Manifestasi
pasien yang lebih awal dan teknologi diagnostic yang lebih baik
memungkinkan sebagian besar kasus terdeteksi sebelum ruptur. Biasanya
wanita yang bersangkutan tidak mencurigai kehamilan tuba dan
beranggapan bahwa kehamilannya normal, atau beranggapan ia
mengalami keguguran. Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering samara
tau bahkan tidak ada.
Tanpa diagnosis dini, perjalanan alami kasus “ klasik” ditandai oleh
keterlambatan haid (dengan lama bervariasi) diikuti oleh spotting atau
perdarahan ringan per vagina. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya
mengalami nyeri hebat di abdomen bawah dan panggul yang sering
diungkapkan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, atau merobek. Terjadi
gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga sinkop. Dijumpai nyeri
tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam bimanual, terutama
penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forniks posterior
vagina mungkin menonjol karena darah terkumpul di cul-de-sac
tektouterus, atau mungkin teraba suatu massa nyeri tekan disalah satu sisi
uterus. Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di leher atau
bahu, terutama ketika inspirasi, mungkin timbul pada sekitar separuh
wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup
besar.(Cunningham, et al, 2013).
d. Tanda dan Gejala
Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan tanda
serupa dengan kehamilan muda intrauterine. Kehamilan ektopik biasanya
baru menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dank has bila
sudah terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas: seorang
wanita yang sudah terlambat haid sekonyong-konyong menderita nyeri
perut, terkadang jelas lebih kesebelah kiri atau sebelah kanan perut.
Selanjutnya, penderita pusing, sesekali pingsan, dan sering mengalami
sedikit perdarahan pervaginam. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa
wanita tersebut pucat dan menampilkan gejala syok; perut teraba tegang;
nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan dalam, terutama bila serviks
digerakkan, atau oleh perabaan kavum douglasi (forniks posterior); tumor
yang lunak dan kenyal juga dapat teraba.
Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patut diketahui
antara lain:
1) Nyeri tekan
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua
penderita. Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian
bawah perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas perut. Bila
kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang
dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan terkadang timbul
nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat rangsang darah terhadap
diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh abdomen atau
pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika porsio digerakkan)
2) Amenorea
Walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan
ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak
ditemukan, lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang kurang
memperhatikan haid. Perdarahan patologis akibat kehamilan ektopik
tidak jarang dianggap haid biasa
3) Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan
nekrosis. Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk perdarahan.
Umumnya volume perdarahan sedikit; bila perdarahan pervaginam
banyak, kecurigaan mengarah ke abortus biasa.
4) Syok hipovolemik
Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oliguria
dapat pula menyertai
5) Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh
hormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia
sama
6) Tumor didalam rongga panggul
Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah
dituba dan sekitarnya
7) Perubahan darah
Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopik
terganggu akibat perdara han yang banyak kedalam rongga perut.
Namun, kita harus insaf bahwa penurunan Hb disebabkan oleh
pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk mempertahankan
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari sehingga kadar Hb
pada pemeriksaan pertama-tama mungkin saja belum seberapa
menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus didasarkan atas
penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut. Perdarahan juga
meningkat angka leukosit, terutama perdarahan hebat; angka leukosit
tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit
demi sedikit. (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
2. Kehamilan abdomen
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di
antara 1.500 kehamilan. Terdapat dua macam kehamilan abdominal, yakni:
a. Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi didalam
rongga perut.
b. Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan
setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder.
Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba, permukaan belakang rahim,dan
ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan,
hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin mati sebelum cukup bulan (bulan ke 5
atau ke 6) karena ambilan makanan kurang sempurna.
Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan. Prognosis janin kurang baik karena
banyak yang mati stelah dilahirkan. Selain itu, resiko kelainan congenital
lebih tinggi daripada kehamilan intra uterin.
Kematian janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:
a. Pernanahan yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang dapat pecah
melalui dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih. Bersama
nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan kulit, rambut
dan lain-lain.
b. Pengapuran (kalsifikasi) yaitu anak mengapur, mengeras karena endapan-
endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu (lithopedion).
c. Perlemakan yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental
(adipocere).
Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya pasien
merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Akan tetapi, bila
kita memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak pernah
mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).
Pada pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar, paling-paling
sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari-jari kedalam kavum uteri,
akan teraba uterus yang kosong. Bila penderita tidak lekas ditolong dengan
laparotomi, anak akhirnya mati.
Tanda dan gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila
kehamilan sudah agak lanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah
sebagai berikut:
a. Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan
abdominal, pasien biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum,
misalnya mual, muntah, gembung perut, obstipasi atau diare dan nyeri
perut.
b. Pada kehamilan abdominal sekunder; pasien mungkin pernah mengalami
nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba.
c. Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada
kontraksi Braxton hicks).
d. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu.
e. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.
f. Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh
dinding perut.
g. Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor lain,
yakni rahim yang membesar.
h. Pada rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak yang
terletak tinggi dan berada dalam letak paksa.
i. Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
j. terdapat shuffle vascular disisi medial spina iliaka. Shuffle ini diduga
berasal dari arteri ovarika.
k. Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar +jari dan tidak
membesar; bila jari dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata
kosong.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
3. Kehamilan ovarium
Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada
hamil muda.Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi
criteria spiegelberg, yakni:
1. Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh
2. Kantung kehamilan daerah ovarium
3. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
4. Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam
dinding kantung kehamilan.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
4. Kehamilan serviks
Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir
serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks menggembung. Kehamilan
serviks biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan
perdarahan hebat yang memaksa tindakan operasi.
Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan perdarahan
hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak menolong,
dilakukan histerektomi.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
5. Kehamilan di jaringan parut Caesar
Implantasi kehamilan yang sebenarnya normal kedalam jaringan parut uterus
bekas seksio sesarea telah dilaporkan lebih dari 30 tahun yang lalu oleh
Larsen dan Solomon (1978). Kehamilan ini memiliki ukuran beragam dan
dalam banyak hal mirip dengan plasenta inkreta dengan kecendrungan
mengalami perdarahan hebat.
6. Tempat lain kehamilan ektopik
1. Kehamilan limpa
2. Kehamilan hati
3. Kehamilan retroperitoneum
4. Kehamilan omentum
5. Kehamilan diafragma (Cunningham, et al, 2013).
D. PENATALAKSANAAN KEHAMILAN EKTOPIK
1. Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan
penanganan spesialistis.
a. Dalam hal ini, rujukan merupakan langkah yang sangat penting.
b. Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu. Kiranya bidan dapat
menegakkan diagnosis kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik
diambil adalah segera merujuk penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap
seperti puskesmas, dokter atau langsung ke rumah sakit.
2. Sebagai gambaran penanganan spesialistis tersebut yang akan dilakukan
adalah penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal,
antara lain lokasi dan tampilan klinis.
Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai
berikut:
1. Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.
2. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah,
pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik.
3. Pada keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa
5%, garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita
harus diperbaik, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan).
4. Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segera
dengan penatalaksanaan bedah operasi/ laparatomi setelah diagnosis
dipastikan. (Anik, 2016).
Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik
1. Penatalaksanaan Kehamilan tuba
a. Penatalaksanaan bedah
Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan
ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak
stabil. Hanya sedikit studi prespektif yang pernah dilakukan untuk
membandingkan bedah laparatomi dengan laparoskopik. Hajenius dkk
(2007) melakukan tinjauan terhadap basis data cochrane dan temuan
mereka diringkaskan sebagai berikut:
1) Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara
keseluruhan setelah salpingostomi yang dilakukan pada laparoskopi
second-look.
2) Setiap metode diikuti oleh kehamilan uterus berikutnya dengan
jumlah yang sama.
3) Kehamilan ektopik berikutnya lebih jarang terjadi pada wanita yang
diterapi secara laparoskopis, meskipun hal ini secara statistic tidak
bermakna.
4) Laparaskopi memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, lebih
sedikit menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih sedikit analgetik,
dan mempersingkat rawat inap.
5) Bedah laparaskopik sedikit terapi kurang berhasil secara signifikan
dalam mengatasi kehamilan tuba.
6) Biaya laparoskopi jauh lebih rendah, meskipun sebagian berpendapat
bahwa biaya berupa dengan kasus-kasus yang akhirnya dilaparotomi.
Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan.
Contonhya adalah salpingostomi, salpingotomi dan ekspresi kehamilan
ektopik melalui fimbria.
b. Penatalaksanaan medis dengan methotrexate
Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang
cepat berproliferasi dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk
mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat ini juga digunakan
untuk mengakhiri kehamilan dini. Pada terapi medis ini, beberapa factor
yang memprediksi keberhasilan antara lain adalah:
1) Kadar HCG serum awal.
2) Ukuran kehamilan ektopik
3) Aktivitas jantung janin
c. Penatalaksanaan ekspektansi
Pada penatalaksanaan ekspektansi, angka kepatenan tuba dan
kehamilan intrauterus selanjutnya setara dengan penatalaksanaan medis
atau bedah. Konsekuensi rupture tuba yang dapat membahayakan,
disertai oleh keamanan terapi medis dan bedah, mengharuskan bahwa
terapi ekspektansi hanya dilakukan pada wanita tertentu yang sudah
mendapat konseling. (Cunningham et al, 2013)
2. Penatalaksanaan Kehamilan abdomen
Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus dioperasi
secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus. Tujuan operasi
hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan. Pelepasan
plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan
hebat karena plasenta melekat pada dinding yang tidak mampu berkontraksi.
Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun akan diresorbsi. Mengingat
kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.
(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).
3. Penatalaksanaan Kehamilan ovarium
Penanganan klasik untuk kehamilan ovarium adalah pembedahan.
Perdarahan dini dari lesi yang berukuran kecil dapat diatasi dengan reseksi
baji ovarium atau sistektomi. Pada lesi yang lebih besar, sering dilakukan
ovariektomi, dan laparoskopi telah digunakan untuk reseksi atau ablasi laser
(Herndon dkk, 2008). Yang terakhir, methotrexate dilaporkan berhasil
mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture. (Cunningham et al,
2013).
4. Penatalaksanaan Kehamilan serviks
Dahulu, sering harus dilakukan histerektomi karena perdarahan hebat
yang menyertai upaya pengankatan kehamilan serviks. Dengan histerektomi,
resiko cedera saluran kemih meningkat karena serviks yang membesar dan
berbentuk tong. Untuk menghindari morbiditas pembedahan dan sterilisasi,
diterapkan pendekatan lain:
a. Cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks)
b. Kuretase dan tampon
c. Emboli arteri
d. Penatalaksanaan medis. (Cunningham et al, 2013).
5. Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar
Penatalaksanaan bergantung pada usia gestasi dan mencakup terapi
methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi atau
laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham et al,2013).
6. Penatalaksanaan Tempat lain kehamilan ektopik
Dianjurkan melakukan laparotomi.(Cunningham et al,2013).

2. ABORSI
A. DEFINISI
Secara sederhana kata aborsi adalah mati (gugurnya) hasil konsepsi. Pengertian
aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang
ibu tidak menghendaki kehamilan itu.
Dalam dunia kedokteran disebut Abortus atau aborsi adalah pengakhiran
kehamilan atau konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari
janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
B. JENIS-JENIS ABORSI
Aborsi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tingkat kejadiannya,
seperti berikut ini
1. Abortus completes (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.
2. Abortus inkompletus (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian dari
hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta
3. Abortus iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam hal
ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat
hormonal dan anti pasmodica
4. Missed abortion, keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
5. Abortus habitualis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana penderita
mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
6. Abortus infeksious dan abortus septic, adalah abortus yang disertai infeksi
genital.
Kehilangan janin tidak disengaja biasanya terjadi pada kehamilan usia muda
(satu sampai dengan tiga bulan). Ini dapat terjadi karena penyakit antara lain:
demam; panas tinggi; ginjal, TBC, Sipilis atau karena kesalahan genetik.
Pada aborsi spontan tidak jarang janin keluar dalam keadaan utuh.
7. Abortus provokatus (indoset abortion)
Adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat, ini terbagi menjadi dua:
a. Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan
membahayakan jiwa ibu.
b. Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis,
sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin
sebagai akibat hubungan seksual di luar perkawinan.
C. PENYEBAB ABORSI
Dilihat dari kata aborsi pasti beberapa orang berpendapat negatif dengan
kata tersebut, namun dilihat dari ilmu kedokteran tindakan-tindakan aborsi juga
perlu dilakukan apabila calon ibu atau calon anak memiliki memiliki riwayat
kesehatan yang kurang dan akan berakibat fatal bagi si Ibu ,berikut ini beberapa
alasan seseorang melakukan aborsi :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang
tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi
janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah
tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan
kelainan bawaan pada rahim.
5. Kehamilan diluar pernikahan yang disebabkan, korban perkosaan, dan sex
bebas yang memang calon si Ibu tidak menginginkan kehamilannya.
D. RESIKO KESEHATAN PADA PELAKU ABORSI
Pada umumnya dokter kandungan tidak bisa membantu siapapun menggugurkan
kandungan tanpa alasan yang jelas. Moralitas manusia yang normal tentu juga
tidak akan menghalalkan usaha menggugurkan kandungan ini. Menurut beberapa
ahli kesehatan, ada banyak sekali dampak buruk dari aborsi yang dilakukan
dengan proses yang tidak aman. Dampak tersebut sering sekali menyebabkan
kematian pada ibu hami
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan
seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan
aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama
mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang
sudah terjadi. Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan
aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
ada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko
yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts
of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
a. Pendarahan hebat yang dapat menyebabkan kematian.
b. Kematian secara tiba-tiba yang disebabkan karena proses pembiusan yang
gagal
c. Infeksi serius di sekitar Rahim juga rentan sekali menyebabkan kematian.
d. Rahim menjadi sobek.
e. Kerusakan leher Rahim yang dapat menyebabkan cacat pada anak.
f. Kanker payudara.
g. Kanker leher Rahim
h. Kanker indung telur,
i. Kanker hati,
j. Kelainan pada placenta pada kehamilan,
k. Infeksi pada rongga panggul
l. Mandul, dan
m. Infeksi pada lapisan Rahim.
2. Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki
dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.Gejala ini
dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom
Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological
Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion
Review . Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan
mengalami hal-hal seperti berikut ini:
a. Kehilangan harga diri (82%)
b. Berteriak-teriak histeris (51%)
c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan
dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam
hidupnya.

3. HIPERTENSI GESTASIONAL
A. DEFINISI
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang terjadi saat

hami Ibu hamil yang sudah menderita tekanan darah tinggi (140/90 mmHg)

sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu disebut dengan

hipertensi kronis

Hipertensi gestasional Hipertensi gestasional adalah tekanan darah

tinggi yang terjadi saat hamil. Hipertensi gestasional biasanya muncul

setelah usia kehamilan 20 minggu, dan setelah melahirkan hipertensi ini bisa

hilang. Biasanya hipertensi gestasional dialami oleh ibu yang sebelum hamil

tidak menderita tekanan darah tinggi.

B. PENYEBAB

1. Kehamilan pertama.

2. Kehamilan kembar.

3. Kelebihan berat badan atau obesitas sebelum hamil.

4. Berusia 40 tahun keatas ketika hamil.

5. Memiliki riwayat hipertensi atau preeklampsia pada kehamilan

sebelumnya.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau tanda-tanda

tambahan masalah ginjal.


2. Sakit kepala yang parah.

3. Perubahan penglihatan, penglihatan menjadi kabur atau sensitivitas

cahaya.

4. Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk.

D. KOMPLIKASI

1. Ensefalopati hipertensi

2. Perdarahan cerebrovaskuler

3. Iskemia miokard

4. Gagal jantung kongestif

5. Edema paru

6. Kejang

7. Cidera ginjal akut

8. Inflamasi hati dengan atau tampa disfungsi hati

E. PENATALKASANAAN

1. Minum setidaknya 8 gelas air sehari.

2. Gunakan garam sedikit saja sekedar untuk menambah rasa.

3. Berolahraga teratur. Tingkatkan jumlah protein dan kurangi jumlah

makanan yang digoreng serta junk food. Beristirahat cukup.

4. Naikkan kaki ke posisi lebih tinggi saat duduk atau berbaring beberapa

kali dalam sehari.

5. Dokter bisa meresepkan obat dan suplemen tambahan.

6. Hindari minuman beralkohol.

7. Hindari minuman yang mengandung kafein.


4. PLASENTA PREVIA
A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian
atas uterus (Prawirohardjo, 2011).
Plasenta previa adalah posis plasenta yang berada di segmen bawah
uterus, baik posterior (belakang) maupun anterior (depan), sehingga
perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os serviks (Varney, 2015).
Plasenta previa yaitu plasenta yang tumbuh di tempat yang rendah di
daerah penipisan-pembukaan pada segmen bawah rahim. Karena itu,
plasenta terletak lebih rendah dari janin (mendahului letak janin) dan dapat
menghalangi pelahiran pervaginam (Benson, 2011).
B. KLASIFIKASI
Kasifikasi plasenta previa menurut Prawirohardjo (2011) didasarkan atas
terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu,
yaitu :
1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.
2. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.
3. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4. Plasenta previa letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal pada
segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan
lahir, pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan,
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir .
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi
plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm (Prawirohardjo, 2011).
B. ETIOLOGI
Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan . bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi
pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa ,
tidaklah selalu benar . Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke
plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta
previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun .
Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih
sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi
pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami
perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan. Implantasi plasenta di
segmen bawah rahim dapat disebabkan :
1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi janin
3. Villi korealis pada korion leave (korion yang gundul) yang persisten
Menurut Davood (2010) sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga,
plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit.
Perdarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka.
Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah
uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan
darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan
plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah
setelah persalinan mulai .
D. TANDA DAN GEJALA
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang.
c. Warna perdarahan merah segar.
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
e. Timbulnya perlahan-lahan.
f. Waktu terjadinya saat hamil.
g. His biasanya tidak ada.
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
i. Denyut jantung janin ada.
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
l. Presentasi mungkin abnormal.
Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa
nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun
demikian, banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal
plasenta yang sedngan tumbuh. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali.
Kalau plasenta terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah
uterus dan dilatasi ostium internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan
robekan pada tempat pelekantan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari
pembuluh- pembuluh darah uterus. Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan
ketidakmampuan serabut-serabut otot miometrium segmen bawah uterus untuk
mengadakan kontaksi dan retraksi agar bias menekan bembuluh darah yang
rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi pelepasan plasenta dari
dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat
daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala
terhalang dan kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi
dilahirkan. Pendarahan dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa
uterus dapat berlanjut setelah plasentah dilahirkan, mengingat segmen bahwa
uterus lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan
korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen bahwa
kurang mendapat kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada
bagian bahwa uterus dan serviks yang rapuh, khususnya pada usaha untuk
mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.
E. KOMPLIKASI
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa:
a. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak
mencukupi. Adanya atrofi pada desidua dan vaskularisasi yang berkurang
menyebabkan suplai darah dari ibu ke janin berkurang. Dalam darah terdapat
oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh janin untuk berkembang.
Kekuranagan suplai darah menyebabkan suplai makanan berkurang .
b. Anemia janin. Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan
mengurangi sirkulasi darah antara uterus dan plasenta sehingga suplai darah
ke janin berkurang.
c. Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen. Berkurangnya suplai
darah berarti suplai oksigen dari ibu ke janin juga berkurang .
d. Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan. Pada kasus yang
terbengkalai, bila ibu tidak mendapatkan pertolongan transfuse darah akibat
banyak kehilangan darah akibat perdarahan hebat dapat menyebabkan shock
bahkan kematian pada ibu.
e. Infeksi dan pembentukan bekuan darah. Luka pada sisa robekan plasenta
rentan menimbulkan infeksi intrauterine.ibu dengan anemia berat karena
perdarahan dan infeksi intrauterine, baik seksio sesarea maupun persalinan
pervaginam sama-sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya
f. Kehilangan darah yang membutuhkan transfuse. Kehilangan banyak darah
akibat perdaahan hebat perlu mendapatkan pertolongan transfuse segera.
Perdarahan merupakan factor dominant penyebab kematian maternal
khususnya di Negara Indonesia .
g. Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya
menimbulkan risiko terbesar pada janin .
h. Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.
Penyebab saat ini tidak diketahui .
Masalah dan komplikasi lain adalah:
a. prolaps tali pusat
b. prolaps plasenta
c. plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan.
d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
e. Perdarahan post partum
f. Infeksi karena perdarahan yang banyak
g. Bayi premature atau lahir mati.
h. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia
karena perdarahan, endimetritis pasca persalinan.
i. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti
asviksia berat sampai kematian.
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan
sedikit kemudian berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan
pada janin untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam kandungan sampai
janin matur. Dengan demikian angka kesakitan dan kematian neonatal
karena kasus preterm dapat ditekan .
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta
previa bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk
mempertahankan janin dalam kandungan. Hal ini memberikan peluang
janin untuk tetap berkembang dalam kandungan lebih lama sampai aterm,
dan dengan demikian pula kemungkinan janin hidup di luar kandungan
lebih besar lagi .
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
Selama ibu tidak memiliki riwayat anemia, terapi pasif dapat dilakukan
karena kemungkinan perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar
Hb normal bila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksan dalam .
d. Janin masih hidup.
Bila janin masih hidup, berarti besar kemungkinan janin masih dapat
bertahan dalam kandungan sampai janin matur. Sehingga tidak perlu
mengakhiri kehamilan dengan segera karena hanya akan memperkecil
kesempatan hidup janin bila sudah berada di luar kandungan.
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa.
a. Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
b. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan
pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala
janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi
dengan infus oksitosin .
2) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup.
3) Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif
untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada
kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah
meninggal dan perdarahan tidak aktif .

.
DAFTAR PUSTAKA

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans


Info Media.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams.
Jakarta: EGC.

Djamhoer, M., Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

GHarry, K. G., & Tjokorda, G. A. (2012). Ultrasonografi Buku Ajar Obstetri


Ginekologi. Jakarta: EGC.

Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai