Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan ibu selama kehamilan merupakan hal penting bagi ibu hamil
maupun bayi yang dikandungnya. Upaya pelayanan tersebut merupakan salah satu upaya
pencegahan terhadap kondisi buruk yang dapat terjadi pada seorang ibu hamil yang mungkin
sampai menyebabkan kematian pada ibu.

Menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia setiap menit seorang
wanita meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas.
Dengan kata lain, 1.400 orang wanita meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 orang
wanita meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan, dan nifas.

Kegawatdaruratan obstetri adalah suatu keadaan yang datangnya tibatiba, tidak


diharapkan, mengancam jiwa, sehingga perlu penanganan yang cepat dan tepat untuk
mencegah morbiditas maupun mortalitas. Kegawatdaruratan obstetri diantaranya disebabkan
oleh pendarahan, eklampsia, infeksi, persalinan lama akibat distosia, dan keguguran.

Di Indonesia permasalahan gawat darurat obstetri tersebut terjadi karena mengalami


empat hal keterlambatan yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan risiko, terlambat
mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, terlambat mendapatkan transportasi untuk
mencapai sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu, dan terlambat mendapatkan
pertolongan di fasilitas rujukan. Oleh karena itu pelayanan obstetri memerlukan kontinuitas
pelayanan serta akses terhadap pelayanan obstetri emergensi ketika timbul komplikasi.
Sehingga setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, peningkatan terhadap
pelayanan obstetri emergensi ketika timbul komplikasi, serta sistem rujukan yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari obstetri?
2. Bagaimana obstetri pada kehamilan?
3. Bagaimana obstetri pada persalinan?
4. Bagaimana obstetric pada nifas?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi obstetri
2. Mengetahui obstetric pada kehamilan
3. Mengetahui obstetric pada persalinan
4. Mengetahui obstetric pada nifas
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 kegawatdaruratan obstetri

Obstetri (ilmu kebidanan) ialah ilmu yang mempelajari kehamilan, persalinan dan nifas.
Perkataan obstetri berasal dari obsto (bahasa latin) yang kira-kira mendampingi. Tujuan dari
obstetri ialah membawa ibu dan anak dengan selamat melalui masa kehamilan, persalinan dan
nifas, dengan kerusakan yang sediki-dikitnya. Kehamilan (Graviditas) mulai dengan konsepsi
(pembuahan) dan berakhir dengan permulaan persalinan. Persalinan (partus) ialah proses
pengeluaran bayi dan uri dari badan ibu. Nifas (puerperium) ialah masa setelah persalinan yang
diperlukan untuk pulohnya alat kandungan sampai kepada keadaan sebelum hamil.

Obstetri Kehamilan

Kehamilan ektopik

Yang dinamakan kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat
kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar
rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim
di tempat yang luar biasa misalnya dalam cerviks, pars interslitialis tubae atau dalam tanduk
rudimenter rahim.

Kehamilan ektopik di bagi menjadi lima kehamilan

1. kehamilan tuba

Kejadian kehamilan tuba ialah satu dia antara 150 persalinan (amerika) kejadian di pengaruhi
oleh faktor sosisal : mungkin pada golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe
karna kemungkinan berobat.

Sebab sebab kehamilan tuba ialah :

A. hal hal yang mempersulit perjalan telur ke dalam cavum uteri

 Kelainan congenital tuba


 Tumor- tumor yang menekan pada tuba
 Perlekatan tuba dengan alat-alat sekitarnya
 Migratio externa : perjalanan telur panjang dan lama, hingga sudah terbentuk trofoblast
sebelum telur ada dalam cavum uteri.

B. tuba yang panjang seperti pada hypoplasia uteri

C. hal-hal yang memudahkan nidasi.


Adanya endometrium yang ektopik di dalam tuba (jarang) menurut tempatnya nidasi maka
terjadilah :

 Kehamilan ampuler : dalam ampulla tubae


 Kehamilan isthmik : dalam ismus tubae
 Kehamilan interstisiil : dalam pars interstitialis tubae

Kadang-kadang nidasi terjadi pada fimbria. Dari bentuk diatas secra sekunder dapat
terjadi kehamilan tubo-abdominal, tubo-ovarial atau kehamilan dalam ligamentum latum.
Kehamilan paling sering terjadi Kehamilan paling sering terjadi di dalam ampulla tubae.
Implantasi telur dapat bersifat columner ialah puncak lipatan selaput tuba atau intercolumner
ialah antara lipatan selaput lendir.
Setelah telur menembus epitel, maka pada implementasi intercolumner telur masuk
kedalam lapisan otot tuba karena tidak ada decidua pada implantasi columner telur terletak
dalam lipatan selaput lendir.
Walaupun kehamilan terjadi di luar rahim, rahim membesar juga karena hypertrofi dari
otot-ototnya disebabkan pengaruh hormon-hormon yang dihasilkan trofoblast begitu pula
endometriumnya berubah menjadi decidua vera.
Menurut arias stella perubahan histologis pada endometrium cukup khas untuk
membantu diagnosa. Setelah janin mati, decidua ini mengalami degenerasi dan dikeluarkan
sepotong demi sepotong, tapi kadang-kadang lahir secara keseluruhan hingga merupakan cetakan
dari cavum uteri.
Pelepasan decidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala
perdarahan per vaginam pada kehamilan ektopik yang terganggu. Perkembangan kehamilan
tuba: kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada
minggu ke 6-minggu ke 12, yang paling sering antara minggu ke 6- minggu ke 8.
Perkembangan kehamilan tuba : kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup
bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6 sampai minggu ke 12, yang paling sering antara
minggu ke 6 sampai minggu ke 8
Berakhirnya kehamilan tuba ada dua cara :

 Abortus tuber
 Ruptura tubae

ABORTUS TUBAE
Pada abortus tuber, telur karena bertambah besar menembus endosalpinx (selaput lendir tuba)
masuk ke dalam liang tuba dan di keluarkan ke arah infumdibulum. Hal ini terutama terjadi
kalau telur berinplantasi di daerah ampula tubae.di sini biasanya telur tertanam columner
karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak. Abortus tuber kira-kira terjadi antara
minggu ke 6 sampai 12

RUPTURA TUBAE

Pada ruptura tubae telur menembus lapisan otot tuba ke arah cavum peritonei. Ini terutama
terjadi kalau implantasi telur dalam isthmus tubae. Ruptur pada ismus tubae terjadi sebelum
minggu ke 12 karena dinding tuba disini tipis, tapi ruptur pada pars intertitialis terjadi lambat
kadang-kadang baru pada bulan ke 4 karena di sini lapisan otot tebal. Ruptur bisa terjadi
spontan atau violent misalnya karena toucher, defekasi atau coitus. Pada ruptura tubae
seluruh telur dapat melalui robekan dan masuk kedalam cavum peritonei dimana telur itu
mati. Tetapi kalau hanya janin yang melalui robekan dan placenta tetap melekat pada
dasarnya, maka kehamilan dapat berlangsung terus sebagai kehamilan abdominal. Karena
pada awalnya merupakan kehamilan tuber dan baru kemudian menjadi kehamilan abdominal
maka kehamilan ini disebut kehamilan abdominal sekunder.

KEHAMILAN INTERSTISIIL

Implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tubae. Karena lapisan myometrium disini
-lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kalau terjadi
ruptur maka perdarahan hebat karena tempat ini banyak pembuluh darahnya sehingga dalam
waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian.

KEHAMILAN ABDOMINAL

Menurut perpustakaan kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira dianatara 1.500


kehamilan. Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu :

a) kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam
rongga perut.
b) kehamilan abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah rupture baru
menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka biasanya


placenta terdapat pada daerah tuba, permukaan belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun adakalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang
terjadi yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas ( bulan ke 5 atau ke 6)
karena pangambilan makanan kurang sempurna. Juga janin yang sampai cukup bulan,
prognosanya kurang baik, banyak yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan bahwa
banyak kelainan congenital di antara janin-janin yang tumbuh extrauterin. Nasib janin yang
mati intra abdominal sebagai berikut :

 Dapat terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi absces yang dapat
pecah melalui dinding perut atau kedalam usus atau kandungan kencing. Dengan
nanah keluar bagian-bagian janin seperti tulang-tulang, potongan-potongan kulit,
rambut dan lain-lain.
 Pengakuran ( kalsifikasi) : anak yang mati mengakur, menjadi keras karena endapan-
endapan garam kapur hingga berubah menjadi anak batu (lithopaedion).
 Perlemakan : janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).

KEHAMILAN OVARIAL

Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan ruptur pada hamil muda. Untuk mendiagnosa
kehamilan ovarial harus dipenuhi kriteria dari spiegelberg.

KEHAMILAN CERVICAL

Kehamilan cervical jarang sekali terjadi.

Nidasi terjadi dalam selaput lendir cervix.

Dengan tumbuhnya telur, cervix menggembung.

Kehamilan cervix biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan
hebat yang memaksa pengguguran.

2.2 obstetri pada persalinan

Definisi

Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu :

a. kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin meningkat, serta

b. dilatasi dan pembukaan serviks secara progresif

TAHAP/KALA DALAM PERSALINAN

untuk kepentingan klinis persalinan dibagi menjadi tiga kala.


1. kala pertama adalah iletasi serviks untuk menyiapkan jakan lahir bagi janin. Kala ini lebih
lanjut dibagi lagi menjadi beberapa fase berdasarkan tingkat dilatasi serviks. Patogram (kurva
friedman) merupakan representasi garfis dari kurva persalinan normal dengan kemajuan
pasien yang dipolot pada grafik tersebut (halaman sebelah) fase laten normal adalah <20 jam
pada nulipara d<14 jam pada multipara. Pada fase aktif, serviks harus mengalami dilatasi
>1,2 cm/jam pada nulipara (.1,5 cm/jam pada multipara) penundaan dilatasi serviks pada fase
aktif selama ≥2 jam melebihi dari diharapkan, menunjukkan adanya distosia persalinan dan
memerlukan evaluasi lebih dari lanjut

2. kala dua dimulai ketika serviks cela terbuka penuh (10cm) dan akhiri dengan kelahiran
bayi kala dua memanjang didefiinisikan sebagai pemanjangan >3 jam dengan analgesia
regional >2 jam tanpa analgesia regiona pada nulipara, >2 jam dengan analgesia regional atau
> 1 jam tanpa analgesia regional pada multiapara

3. kala tiga adalah dilahirkannya plasenta dengan selaput janin dan biasanya berlangsung
selama ≤10 menit. Dalam keadaan tida adanya pendarahan berlebihan, maka kala tiga dapat
dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa intervensi sampai batas waktu 30 menit.

Mekanika persalinan normal

Kemampuan janin dalam menyesuaikan diri dengan rongga panggul bergantung pada
interaksi 3 variabel, yaitu power, passenger, dan passage (power meliputi kekuatan yang
menghasilkan oleh otot uterus, “passenger adalah janin dan passage meliputi tulang panggul
serta resistensi yang dihasilkan oleh jaringan lunak

Power

 Beberapa teknik dapat dilakaukan untuk menilai aktivitas uterus. Aktivitas uterus
ditandai oleh frekuensi, amplitudo, serta durasi kontraksi.
 Walaupun teknologi telah mengalami kemajuan yang pesat, namun definisi mengenai
aktivitas uterus yang adekuat masih belum jelas. Secara klasik, 3 smapai 5 kontraksi
yang terjadi selama 10 menit telah digunakan untuk mendefinisikan persalinan yang
adekuat. Pola kontraksi ini telah diamati pada 95% ibu yang melhirkan spontan pada
usia kandungan 10 bulan jika digunakan monitor tekanan intrauterin, maka 150-200
unit montevideo (kekuatan kontraksi dalam MMhg dikalikan dengan frekuensi per 10
menit) dianggap telah adekuat. Barometer akhir aktivitas uterus adalah kecepatan
dilaktasi uterus dan penurunan bagian presentasi janin.

Passenger

 Dua variabel utama yang mempengaruhi berlangsungnya persalinan yaitu : sikap


(derajat fleksi atau ekstensi kepala) serta ukuran janin. Ketika kepala janin berada
dalam keadaan fleksi optimal, maka diameter kepala terkecil (diameter
suboksipitobrekmatik 9,5 cm ) akan masuk ke pintu atas panggul.
 Letak, presentase, posisi, dan stase janin dapat ditentukan pada pemeriksaan
klinis.letak menunjukkan sumbu panjang janinrelatif terhadap sumbu panjang uterus,
dan dapat berupa letak longitudinal, transfersal, atau oblik. Presentasi dapat berupa
kepala atau sumsang mengaju pada kutub janin yang berada dipintu atas panggul.
Posisi mengacu pada hubungan dari lokasi nominasi pada bagian janin yang mejadi
presentasi terhadap lokasi nominasi pada panggul ini, dan dapat dinilai paling akurat
menggunakan pemeriksaan bimanual. Pada presentasi kepala lokasi nominasi
biasanya oksiput (ubun-ubun kecil). pada keadaan sumsang lokasi nominasi adalah
sakrum. Stase merupakan ketinggian bagian presentasi terhadap panggul ibu
(terutama spina iskiadika) seperti yang telah dinilai pada pemeriksaan bimanual
(halaman sebelah). Verteks dikatakan telah masuk ketika diameter yang paling lebar
telah memasuki bagian dalam panggul.
Berat janin dapat diperkirakan secara jenis atau degan menggunakan USG. Jika
dibandingkan dengan berat badan lahir absolut, maka kedua teknik tersebut memiliki
tingkat kesalahan 15-20 %

Passage (jalan lahir)

 Tulang panggul terdiri dari sakrum, ilium, iskium, dan tubis. Bentuk panggul
dapat diklasifikasikan menjadi satu atau lebih empat kategori yang luas, yaitu :
ginekoid, android, antropoid, serta platipeloi (halam sebelah). Panggul kinekoid
merupakan bentuk klasik panggul wanita.
 Pelfimetri klinis dapat digunakan untuk memperkirakan bentuk dan kecukupan
tulang panggul, tetapi tidak terbukti dapat mengubah tata laksana klinis yang
diberikan.
 Jaringan lunak panggul (otot dasar panggul dan serviks) dapat menghasilkan
resistensi pada persalinan. Pada kala dua, otot panggul dapatberperan penting
dalam memfasilitasi rotasi serta turunnya kepala. Meskipun demikian, resistensi
berlebihan dapat berperan dalam menghambat kemajuan proses persalinan.

Pertolongan klinis pada proses Kelahiran

 Pada saat kepala janin di posisi crowning, tangan klinisi digunakan untuk mengontrol
kelahiran guna mencegah keluarnya bayi secar cepat (yang telah dihubungkan dengan
kejadian perdarahan intrakranial)
 Mulut serta faring dapat disedot perlahan, walaupun manuver ini tidak dapat mengubah
hasil perinatal. Penyedotan yang kuat dapat memicu respons vagal serta bradikardia
janin.
 Jika terdapat tali nukal, maka tali tersebut harus diperpendek pada saat ini.
 Setelah restitusi kepala janin, satu tangan ditempatkan pada setiap tonjolan parietal dan
bahu anterior dilahirkan dengan menariknya perlahan ke arah bawah.
 Bahu posterior serta torso kemudian dilahirkan dengan dengan tarikan ke atas.
 Tali pusat harus dijepit ganda kemudian dipotong.
 Selama proses kelahiran tubuh bayi harus selalu ditahan.
 Kala tiga persalinan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif
 Plasenta dan selaput janin harus diperiksa, dan jumlah pembuluh darah pada tali pusat
harus dicatat.

MASA NIFAS

 Fisiologis
 Masa nifas atau puerperium adalah masa 6 minggu setelah persalinan ketika saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil.
 Segera setelah persalinan, uterus mengecil sampai ketinggian di bawah pusar. Pada 2
minggu setelah persalinan, uterus tidak lagi teraba diatas simfisis. Pada minggu ke-6,
uterus telah kembali ke ukuran tidak hamil.
 Peluruhan desidua setelah kelahiran mengakibatkan keluarnya secret vagina fisiologis
yang disebut lokia.
 Abdomen akan kembali ke keadaan prahamil dengan pengecualian adanya stria perut
(stretch marks). Tanda ini memudar sejalan dengan waktu.
 Sebagian besar ibu akan mengalami kembali menstruasi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.

 Asuhan pascapesalinan
 Pada periode pascapersalinan segera, tanda vital ibu harus sering diukur, fundus
uterus harus sering di palpasi untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan
baik dan jumlah perdarahan per vagina harus dicatat.
 Pergerakan segera setelah melahirkan sangat didukung tanpa memandang cara ibu
melahirkan. Tata laksana nyeri yang memadai sangat penting.
 Segera setelah melahirkan, neonatus harus menerima profilaksis oftalmik topical
(untuk mencegah oftalmia neonatorum) dan vitamin K (untuk mencegah penyakit
perdarahan pada neonatus karena adanya defisiensi fisiologis factor koagulasi yang
bergantung pada vitamin K).
 Sebelum pulang dari rumah sakit, staf perawat ahli harus mampu menyiapkan ibu
untuk dapat merawat bayinya. Ibu harus menerima imunoglobin anti-D (jika ibu Rh-
negatif dan bayinya Rh-positif) dan vaksin MMR (jika ibu tidak imun terhadap
rubela).
 Hubungan seksual dapat dilakukan 2-3 minggu setelah persalinan sesuai dengan
keinginan dan rasa nyaman pasien. Kontrasepsi diperlukan untuk mencegah
kehamilan.
 Kunjungan rutin direkomendasikan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Konseling kontrasepsi dan pemberian ASI harus dibahas.

 Laktasi dan menyusui


 Keuntungan. Bayi yang diberi ASI memiliki insidensi alergi, infeksi gastrointestinal,
otitis media, infeksi pernapasan yang lebih rendah serta (mungkin) memiliki skor
intelligence quotient (IQ) yang lebih tinggi. Ibu yan menyusui tampaknya memiliki
insidensi kanker payudara, kanker ovarium, dan osteoporosis yang lebih rendah.
Menyusui juga merupakan pengalaman untuk membentuk ikatan batin antara bayi
dan ibu.
 Kontraindikasi : HIV, sitomegalovirus, hepatitis B atau C. sebagian besar obat yang
diberikan kepada ibu disekresi dalam batas-batas tertentu ke dalam ASI , tetapi
jumlah obat yang tercerna oleh bayi pada umumnya kecil. Meskipun demikian,
terdapat beberapa obat yang membuat menyusui menjadi kontraindikasi (radioisotop,
obat sitotoksik).

 Fisiologis. Prolaktin sangat penting untuk laktasi. Ibu dengan nekrosis hipofisis
(sindrom sheenan) tidak mengalami laktasi. Kebiasaan merokok, pemakaian diuretic,
bromokriptin, dan kontrasepsi oral kombinasi (bukan pil yang hanya berisi progestin)
akan menurunkan produksi ASI.
 Kolostrum adalah cairan berwarna seperti lemon yang disekresi oleh payudara pada
4-5 hari pertama setelah persalinan. Cairan ini mengandung lebih banyak mineral dan
protein dibandingkan ASI yang telah terbentuk dengan baik, tetapi memiliki lebih
sedikit gula dan lemak. Produksi ASI yang sudah matang dicapai dalam waktu
beberapa hari. ASI mengandung konsentrasi laktosa, vitamin (kecuali vitamin K)
immunoglobulin, dan antibodi yang tinggi.

 Komplikasi pada masa nifas


1. Pembengkakan payudara
 mungkin terjadi pada hari ke-2 dan hari ke-4 setelah melahirkan pada ibu yang tidak
menyusui atau setiap saat ketika member ASI dihentikan.
 Tindakan konservatif (pemakaian bra yang ketat, analgesic) biasanya efektif.
Bromokriptin dapat diindikasikan dalam kasus yang membandel.
2. Mastitis
 Mastitis adalah infeksi regional pada parenkim payudara biasanya disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
 Tidak umum terjadi, >50% kasus terjadi pada primipara.
 Mastitis merupakan diagnosis klinis yang disertai demam, menggigil, dan entema
payudara fokal unilateral, edema dam kepekaan. Mastitis biasanya terjadi pada
minggu ke-3 dan ke-4 masa nifas.
 Pengobatan : mengatasi sumbatan duktus (dengan melanjutkan pemberian ASI dan
pemompaan ASI), peredaan gejalan, dan pemberian antibiotic oral (biasanya
flukloksasilin). Sebanyak 10% ibu akan mengalami abses yang mengharuskan
dilakukannya drainase dengan pembedahan.

3. Endometritis
 Endometritis merupakan infeksi polimikroba pada endometrium yang sering kali
menyerang miometrium yang ada dibawahnya.
 Insidensi : <5% setelah persalinan per vaginam, tetapi 5 sampai 10 kali lebih tinggi
setelah persalinan melalui bedah sesar.
 Faktor resiko : persalinan dengan bedah sesar, ketuban pecah
memanjangpemeriksaan vagina berulang-ulang, pengangkatan plasenta secara
manual, dan pemantauan janin internal.
 Endometritis merupakan diagnosis klinisyang ditandai oleh demam, kepekaan uterus,
secret vagina puluren yang berbau tidak enak, dan peningkatan jumlah perdarahan per
vaginam. Kondisi ini paling sering terjadi pada hari ke-5 sampai ke-10 setelah
persalinan.
 Pengobatan : antibiotic spectrum luas (sampai pasien membaik secara klinis dan
tidak mengalami demam selama 24-48 jam) dan dilatasi serta kuretase (jika dicurigai
adanya hasil konsepsi yang tertinggal).
 Komplikasi : abses, tromboflebitis, panggul septic.

4. Fasiitis nekrotikans
 Kondisi ini merupakan infeksi nekrotik pada fasia superficial yang menyebar secara
cepat di bagian jaringan dinding abdomen, bokong, dan paha yang mengarah ke
septikemia dan kegagalan sirkulasi. Angka kematian ibu akibat kondisi ini mencapai
50% .
 Diagnosis edema pada kulit, perubahan warna menjadi biru-cokelat, atau gangren
yang jelas dengan hilangnya sensasi atau hiperestasia.
 Terapi : diagnosis dini, antibiotic, pembersihan secara agresif dengan pembedahan.

5. Keluhan psikiatrik
 Depresi ringan yang bersifat sementara (postpartum blue) sering terjadi setelah
persalinan pada >50% ibu.
 Depresi pascapersalinan terjadi pada 8-15% ib. faktor resikonya mencakup riwayat
depresi (30%)atau depresi pascapersalinan sebelumnya (70-85%). Gejala muncul 2-3
bulan setelah persalinan dan membaik dengan perlahan selama 6-12 bulan kemudian.
Dukungan dan kunjungan rutin bulanan perlu dilakukan.
 Psikosi pascapersalinan jarang ditemukan (1-2 per 1000 kelahiran hidup). Faktor
risiko mencakup usia muda, primiparitas, dan riwayat penyakit mental pribadi atau
dalam keluarga. Gejala umumnya dimulai pada 10-14 hari setelah melahirkan. Rawat
inap, terapi farmakologis dan elektrokonfulsan (electroconfulsant teraphy, ECT)
mungkin perlu dilakukan. Angka kekambuhan untuk psikosis pascapersalinan cukup
tinggi (25-30%).

Anda mungkin juga menyukai