HAEMATOMESES MELENA
Disusun Oleh:
Mohamad Rizal Fahmi ( 1440119039)
Saluran cairan bagian secara garis besar dimulai dari oral cavity hingga duodenum.
Makanan yang kita makan akan melalui proses penggunyahan secara mekanik oleh gigi, dan
secara kimiawi oleh enzim-enzim air liur dirongga mulut, kemudian makanan yang telah
berupa bolus akan masuk ke esofagus melalui orofaring. Esofagus sendiri adalaah organ
berupa pipa yang menghubungkan gaster dengan oral cavity, yang dimana dibagi menjadi
bagian servikalis, thorakalis dan abdominalis. Selanjutnya dibagian fundus lambung, akan
terdapat sfingter cardiac yang akan membuka agar bolus bisa masuk, kemudian normalnya
akan menutup kembali untuk mencegah reflux. Di gaster, makananan akan mengalami
beberapa proses pencernaan oleh enzim enzim lambung dan secara perlahan diteruskan ke usus
12 jari/usus halus (termasuk duodenum), sebagai tambahan, di gaster juga terdapat HCL/Asam
lambung yang dalam jumlah normal akan berfungsi membunuh beberapa mikroorganisme
yang tiddak tahan terhadap asam (Prawirohardjo, 2014).
B. Definisi
Hematomeses dan melena bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi klinis yang
sering muncul sebagai tanda dari beberapa penyakit. (Diana, 2016).
Hematomeses secara singkat merupakan kondisi dimana seseorang mengalami muntah
darah dari saluran cerna bagian atas, yang dimana sebagian dari perdarahan tersebut biasanya
keluar dari yang disebut melena (Bontrager, 2018).
C. Etiologi
Menurut Hadi (2013), beberapa penyebab terjadinya hematemesis dan melena adalah :
1. Kelainan di Esofagus
a. Varises Esofagus
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai
dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi
akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan
banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan
regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hai yang masih
sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal.
Varises esofagus merupakan manifestasi yang ditemukan pada penderita sirosis hati
dengan hipertensi portal. Varises Esofagus adalah pelebaran pembuluh darah dalam yang
ada di dalam korongkongan makan (esofagus). Mekanisme yang mendasari terjadinya
varises esofagus ini adalah penyempitan pembuluh darah yang berasal dari esofagus untuk
mengalir ke dalam hati (liver). Pada keadaan yang terus berlangsung mengakibatkan aliran
darah di dalam dinding esofagus melebar dan meningkat. Pelebaran ini dapat terjadi dalam
bentuk yang kecil hingga besar, bahkan hingga besarnya dapat pecah menimbulkan
perdarahan hebat. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan masif, tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium dan darah yang
dikeluarkan berwarna kehitam-hitaman serta tidak akan membeku karena sudah tercampur
oleh asam lambung, biasanya setelah terjadi hematemesis akan disusul dengan melena.
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering ditandai dengan melena daripada hematemesis, namun
beberapa penderita mengalami hematemesis dengan perdarahan yang tidak masif. Secara
panendoskopi terlihat jelas gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan
sepertiga bawah esofagus merupakan bagian yang mudah berdarah.
c. Sindroma Mallory-Weiss
Berdasarkan laporan oleh Mallory dan Weiss pada tahun 1929 yang pertama kali
menemukan penderita alkoholik dengan keadaan muntah-muntah yang sangat hebat dan
perdarahan yang masif, akibat dari laserasi yang aktif serta ulserasi pada daerah kardia atau
esofagus bagian bawah. Timbulnya laserasi yang akut tersebut dapat terjadi akibat terlalu
sering muntah-muntah yang hebat, sehingga meningkatnya tekanan intra abdomen dan
mengakibatkan pecahnya arteri di submukosa esofagus atau kardia. Gambaran semacam ini
juga sering ditemukan pada wanita hamil yang mengalami muntah- muntah yang hebat atau
dikenal dengan istilah hiperemesis gravidarum. Biasanya setelah penderita muntah-muntah
berulang kali akan diikuti dengan keluhan nyeri epigastrium.
d. Esofagogastritis Korosiva
Hal ini sering terjadi akibat benda asing yang mengandung asam sitrat dan asam
HCL yang bersifat korosif mengenai mukosa mulut, esofagus dan lambung seperti yang
terkandung dalam air keras (H2SO4). Sehingga penderita akan mengalami hematemesis,
rasa panas terbakar dan nyeri pada mulut, dada, serta epigastrium.
e. Esofagitis dan Tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau
kronis dan biasanya ringan sehingga lebih sering menyebabkan melena dibanding
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan dibandingkan
dengan tukak lambung atau duodenum.
2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis Erosiva Hemoragika
Obat-obatan golongan salisilat dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung dan
dapat merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Selain itu obat-obatan lain yang
dapat menimbulkan hematemesis seperti golongan kortikostreoid, butazolidin, reserpin,
alkohol, dan lain-lain. Apabila dilakukan endoskopi akan tampak erosi di angulus, dan
antrum yang multiple dan sebagian diantaranya tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan yang aktif di sekitar daerah erosi.
b. Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang letaknya di
angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni dengan perbandingan
23,7% : 19,1%. Tukak lambung yang timbulnya akut biasanya bersifat dangkal dan multiple
yang digolongkan sebagai erosi. Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat- obatan sehingga
timbul gastritis erosive hemoragika. Insidensi tukak lambung di Indonesia jarang
ditemukan. Sebelum timbulnya hematemesis dan melena dirasakan rasa nyeri dan pedih di
sekitar ulu hati, sifat perdarahan yang ditimbulkan tidak begitu masif bila dibandingkan
karena pecahnya varises esofagus.
c. Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung sudah jarang ditemukan, umumnya datang sudah
dalam fase lanjut dengan keluhan rasa pedih, nyeri daerah ulu hati, lekas kenyang, badan
lemah dan sering mengalami buang air besar hitam pekat (melena).
3. Kelainan di Duodenum
a. Tukak Duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan secara panendoskopi terletak di
bulbus, umumnya penderita mengeluh nyeri dan pedih di bagian abdomen atas agak ke
kanan.
b. Karsinoma Papila Vaterii
Karsinoma papilla vaterii merupakan penyebaran dari karsinoma di ampula,
ampula vater adalah bagian yang menghubungkan saluran empedu dan saluran pankreas ke
usus kecil yang mengatur aliran cairan pankreas dan empedu ke dalam usus melalui
kontraksi dan relaksasi sfingter Oddi. Kanker ini menyebabkan penyumbatan saluran
empedu dan saluran pankreas yang pada umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang
ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal juga dapat menyebabkan perdarahan yang
bersifat tersembunyi (occult bleeding). Tumor ampulla dapat menyebabkan anemia
defisinesi Fe dan perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas atau dimanifestasikan
dengan hematemesis melena. Perdarahan merupakan gejala sekunder akibat adanya massa
ampulla yang besar (2,5 x 2, x 2 cm).
4. Penyakit Darah
Penyakit darah seperti leukemia, disseminated intravascular coagulation (DIC),
purpura trombositopenia dan hemofilia. Kehilangan atau kerusakan pada salah satu sel
darah yang mengakibatkan trombositopenia ini akan menyebabkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat
secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasinya sangat
bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan
kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik (tidak bergejala). Jika jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya
gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.
5. Penyakit Sistemik lainnya
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal
atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi
stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus akan meluas dan
menyebabkan perdarahan pada lambung.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Lyndon (2014) tanda dan gejala yang umum
dijumpai pada pasien dengan hematemesis melena diantaranya adalah :
1. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang
2. Anoreksia
3. Disfagia.
4. Feses yang berwarna hitam dan lengket
5. Perubahan hemodinamik seperti terjadi hipotensi, dan peningkatan nadi.
6. Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan kapilari refill, dan akral
teraba dingin.
7. Rasa cepat lelah dan lemah
E. Komplikasi
1. Perdarahan dan anemia posthemoragik yaitu kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari.
2. Koma hepatikum atau ensefalopati hepatikum
yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran,
penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati.
Terjadi akibat adanya darah yang terlalu lama berinteraksi dengan bakteri sehingga
membentuk ammonia, karena hati yang berfungsi mengubah ammonia menjadi urea tidak
dapat berfungsi dengan baik akibatnya banyak yang beredar bebas dalam darah. Darah yang
tidak terdetoksifikasi langsung ke otak sehingga menyebabkan gangguan neural.
3. Syok hipovolemik,
disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain,
menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel sehingga
curah jantung dan tekanan darah menurun. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-28 jam.
4. Aspirasi pneumoni
yaitu infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas. Biasanya
disebabkan oleh aspirasi isi lambung yang bersifat kimia akibat bereaksi dengan asam
lambung. Muntah dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang berasal dari lambung
merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Asam lambung dengan pH kurang dari 2,5
dapat menyebabkan reaksi patologis, cairan asam dengan cepat masuk ke dalam
percabangan bronkhial dan parenkim paru.
5. Gangguan keseimbangan metabolik
Apabila suplai oksigen dalam darah berkurang maka tubuh akan melakukan
kompensasi untuk melakukan metabolisme anaerob, yang menghasilkan asam laktat, asam
piruvat, asam lemak dan keton sehingga pH darah akan menurun.
6. Gagal ginjal akut
Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Kehilangan darah
menyebabkan penurunan volume intravaskular, dan dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Dilakukan dengan endoskopi fleksibel.
2. Pemasangan selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat pendarahan.
3. Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum) untuk melihat adanya
varises pada 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung setelah hematemesis terjadi.
4. Angiografi apabila tidak terkaji melalui endoskopi.
G. Tatalaksana
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan pada pasien dengan hematemesis
melena diantaranya sebagai berikut:
a. penatalaksaan Medis
1) Resusitasi cairan dan produk darah
a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar.
b) Lakukan penggantian cairan intravena dengan RL atau normal saline.
c) Observasi tanda-tanda vital saat cairan diganti.
d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan cross-match.
e) Penggunaan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ vital, seperti dopamine, epineprin, dan norefineprine untuk
menstabilkan pasien.
2) Perawatan definitif
a) Terapi endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilaksanakan sedini mungkin untuk mengetahui secara tepat
sumber perdarahan, baik yang berasal dari esofagus, lambung, maupun duodenum.
b) Skleroterapi
merupakan sebuah cara atau metode yang dipakai untuk mengobati varises atau spider
veins dengan cara menyuntikkan cairan khusus ke pembuluh vena agar menyusut.
c) Bilas lambung
(1) Dilakukan selama periode pendarahan akut
(2) Bilas lambung dengan 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukkan menggunakan nasogastrotube (NGT) dan kemudian dikeluarkan
kembali .
(3) Bilas lambung dengan menggunakan es tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
perdarahan.
(4)Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan vasokontriksi, setelah
diabsorbsi lambung
(5)Pasien akan berisiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan NGT dan
peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk
membilas. Pemantauan distensi lambung dengan membaringkan pasien kemudian
meninggikan kepala agar mencegah refluk isi lambung.
d) Pemberian pitresin
Pemberian pitresin dilakukan apabila bilas lambung atau skleroterapi tidak
berpengaruh, obat ini akan menurunkan tekanan vena porta sehingga aliran darah
akan menurun dengan dosis 0,2- 0,6 unit/menit. Pitresin juga akan menyebabkan
kontriksi pembuluh darah dan menyeimbangan cairan dalam tubuh.
e) Mengurangi asam lambung
Menurunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2) antagonistic
seperti simetidin, ranitidine hidrokloride, famotidin, dan antasida. Dosis tunggal akan
menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam.
4) Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg melalui im
atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protombin menjadi normal.
5) Balon Tamponade
Sebaiknya balon tamponade dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga bisa dijelaskan mengenai prosedur tindakan. Terdapat bermacam-macam
balon tamponade antara lain tube sangstaken-blakemore, minnesoata, linton-nachlas
yang mana dapat berfungsi untuk mengontrol pendarahan gastrointestinal bagian atas
akibat varises esofagus.
6) Terapi Pembedahan
(a)Reseksi lambung (antrektomi)
(b)Gastrektomi
(c)Gastroenrostomi
(d)Vagotomi
(e)Operasi dekompresi hipertensi porta.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan
keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan hematemesis melena antara lain sebagai
berikut:
1) Pengaturan Posisi
a) Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan seperti batuk akan meningkatkan
tekanan intra abdomen sehingga perdarahan berlanjut.
b) Meninggikan bagian kepala tempat tidur untuk mengurangi aliran darah ke sistem porta dan
mencegah refluk ke dalam esofagus.
2) Pemasangan NGT
Tujuannya adalah untuk aspirasi cairan lambung, bilas lambung dengan air, serta pemberian
obat-obatan seperti antibiotik untuk menetralisir lambung.
3) Bilas Lambung
NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan kepatenannya dan menilai perdarahan serta
menjaga agar lambung tetap kosong. Darah tidak boleh dibiarkan berada dalam lambung karena
akan masuk ke intestine dan bereaksi dengan bakteri menghasilkan ammonia yang akan diserap
ke dalam aliran darah dan akan menimbulkan kerusakan pada otak.
4) Pengaturan Diit
Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekurang-kurangnya sampai 24 jam setelah perdarahan
berhenti. Penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Setelah
24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan diit makanan cair. Terapi total parenteral yang
dapat digunakan seperti tutofusin 500 ml, triofusin E 1000, dan aminofusin hepar L 600.
5) Lubang hidung harus segela diperiksa, dibersihkan dan diberi pelumas untuk mencegah
area penekanan yang disebabkan area penekanan oleh selang.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. pengkajian Keperawatan
a. Identifikasi Pasien
Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosa medis. Identitas
perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah pasien yang
dimaksud, selain itu identitas diperlukan untuk data penelitian, asuransi, dan lain
sebagainya (Sudoyo, 2009
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien pergi ke dokter atau
mencari pertolongan. Dalam menulis keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu,
berapa lama pasien akan mengalami hal tersebut (Sudoyo, 2009)
Pasien dengan hematemesis melena perlu ditanyakan tentang perdarahan yang timbul apakah
mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus menerus, apakah timbul perdarahan yang
berulang, serta sebelumnya pernah mengalami perdarahan atau tidak. Biasanya pasien akan
mengeluh muntah darah yang tiba-tiba dalam jumlah yang banyak, berwarna kehitaman dan
tidak membeku karena sudah tercampur dengan asam lambung, nyeri pada daerah
epigastrium apabila mengalami tukak lambung, namun apabila disebabkan karena pecahnya
varises esofagus tidak mengeluh nyeri atau pedih pada epigastrium, BAB berwarna gelap,
dan badan terasa lemah akibat kehilangan banyak darah (Hadi, 2013).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Biasanya pasien akan mengalami nyeri pada daerah epigastrium, namun pada pasien dengan
penyebab varises esofagus biasanya tidak mengalami nyeri, mual, muntah darah dengan
warna yang gelap atau lebih terang dengan volume yang banyak, biasanya dengan frekuensi
sering dan tiba-tiba, BAB berdarah dengan warna lebih gelap, pusing, sesak nafas, dan badan
terasa lemah. Pasien juga akan terlihat pucat, membrane
mukosa kering dan pucat, turgor kulit buruk, intake dan output cairan tidak seimbang.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hadi (2013) dalam menegakkan penyebab diagnosa pada pasien hematemesis
melena diperlukan pemeriksaan penunjang diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung darah lengkap untuk mengetahui penurunan Hb, Ht,
jumlah eritrosit dan peningkatan leukosit.
b) Profil hematologi, untuk mengetahui perpanjangan masa
protombin dan tromboplastin, biasanya terjadi peningkatan.
c) Pemeriksaan kimia darah biasanya menunjukkan peningkatan
kadar BUN, natrium, total bilirubin dan ammonia, serta
penurunan kadar albumin.
d) Elektrolit, untuk mengetahui penurunan kalium serum,
peningkatan natrium, glukosa serum, dan laktat.
e) Gas darah arteri, untuk mengetahui terjadinya alkalosis respiratori
dan hipoksemia, serta gangguan keseimbangan asam basa lainnya.
f) Test faal hati untuk mengetahui kelainan fungsi hati apabila
penderita mengalami sirosis hepatis dengan pecahnya varises
esofagus.
g) Test faal ginjal untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fungsi
ginjal.
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esofagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b) Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama
pada 1/3 distal esofagus, kardia, dan fundus lambung untuk
mengetahui ada tidaknya varises sedini mungkin setelah
hematemesis berhenti.
3) Pemeriksaan Endoskopi
a) Untuk menentukan asal dan sumber pendarahan
b) Keuntungan lain yaitu dapat diambil foto, aspirasi cairan dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik, pemeriksaan dilakukan
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan
NANDA Internasional (2016) :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
e. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemi
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
ensefalopati
g. Konfusi akut berhubungan dengan proses penyakit
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
i. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
j. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
k. Intoleransi aktivitas behubungan dengan kelemahan
l. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
m. Risiko cidera berhubungan dengan gangguan psikologis
c. Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan
2. Monitor kualitas nadi
3. Monitor irama dan tekanan
jantung
4. Monitor adanya sianosis
5. Identifikasi penyebab
perubahan ttv
6. Periksa keakuratan
instrument yang digunakan
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan a. Manajemen asam basa
perfusi jaringan asuhan keperawatan 1. Pertahankan kepatenan
perifer berhubungan diharapkan perfusi akses selang IV
dengan kurang jaringan perifer efektif 2. Monitor gas darah arteri
pengetahuan terhadap dengan kriteria hasil: 3. Monitor adanya kegagalan
faktor pemberat a. Status sirkulasi pernafasan
1. Tekanan darah systole 4. Monitor status
dan diastole dalam batas hemodinamik
normal 5. Monitor kehilangan asam
2. Nadi dalam batas misalnya muntah,
normal pengeluaran NGT
3. Kekuatan nadi tidak 6. Monitor status neurologi
lemah 7. Berikan terapi oksigen
4. Saturasi oksigen normal dengan tepat
5. CRT <3 detik
6. Tidak ada hipotensi b. Perawatan sirkulasi
ortostatik 1. Lakukan penilaian
7. Tidak ada kelelahan sirkulasi perifer (nadi,
8. Tidak ada pucat edema, CRT ,warna dan
suhu ekstermitas)
b. Perfusi jaringan: 2. Berikan agen inotropik
perifer yang sesuai
1. Pengisian kapiler 3. Berikan tranfusi darah
normal yang sesuai
2. Akral di ekstermitas 4. Monitor nilai elektrolit,
normal BUN, dan kreatinin setiap
3. Kekuatan denyut nadi hari
karotis normal
4. Tidak ada nyeri diujung c. Manajemen sensasi
ekstermitas perifer
5. Tidak ada mati rasa 1. Monitor sensasi panas dan
6. Tidak ada kram dan dingin
kelemahan otot 2. Monitor adanya
7. Tidak ada kerusakan parasthesia
kulit 3. Intruksikan pasien dan
keluarga memeriksa
adanya kerusakan kulit
c. Pengetahuan : proses 4. Monitor tromboemboli dan
penyakit tromboplebitis pada vena
1. Mengetahui factor
penyebab dan yang
berkontribusi
2. Mengetahui komplikasi
dari penyakit
3. Mengetahui efek
fisiologis dan
psikososial terhadap
penderita
4 Risiko perdarahan Setelah dilakukan a. Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Monitor dengan ketat
gangguan diharapkan pasien risiko terjadinya
gastrointestinal terhindar dari risiko perdarahan
perdarahan dengan 2. Catat nilai Hb dan Ht
kriteria hasil: sebelum dan sesudah
pasien kehilanhan darah
a. Fungsi gastrointestinal 3. Monitor tanda dan gejala
1. Frekuensi BAB normal perdarahan yang menetap
2. Warna, konsistensi, dan 4. Monitor komponen k
jumlah feses normal oagulasi darah (PT, PTT,
3. Warna cairan lambung dan trombosit)
bersih 5. Monitor tanda-tanda vital
4. Tidak ada nyeri perut 6. Pertahankan tetap tirah
dan distensi baring
5. Tidak ada darah pada 7. Berikan produk
feses penggantian darah (FFP)
6. Tidak ada mual 8. Lindungi dari trauma yang
7. Tidak ada hematemesis menyebabkan perdarahan
9. Hindarkan pasien
b. Kontrol risiko konsumsi obat-obatan seperti
1. Mencari informasi aspirin dan antikoagulan
tentang faktor risiko 10. Intruksikan pasien
2. Dapat mengidentifikasi meningkatkan makanan
faktor risiko yang mengandung vit.k
3. Memonitor faktor risiko 11. Intruksikan keluarga
yang ada di individu memantau tanda-tanda
4. Memodifikasi gaya perdarahan dan melapor
hidup untuk mengurangi sesegera mungkin.
faktor risiko
5. Berpartisipasi dalam
skrining kesehatan
6. Dapat mengenali b. Pengurangan perdarahan
perubahan kesehatan gastrointestinal
1. Pertahankan jalan nafas
bila diperlukan
2. Monitor status cairan
3. Berikan cairan iv jika
diperlukan
4. Tes semua sekresi terhadap
adanya perdarahan
5. Dokumentasikan
warna,karakteristik feses
6. Berikan pengobatan misal
vasopressin jika diperlukan
7. Hindari pH lambung yang
terlalu ekstrim
8. Masukan selang NGT
untuk melihat sekresi
9. Lakukan bilas lambung
10. Hindari stress
11. Bangun hubungan yang
mendukung antar pasien
dengan keluarga
12. Koordinasikan tentang
konseling mengenai
perubahan gaya hidup bila
diperlukan.
d. Pemberian analgesik
1. Cek perintah pengobatan
2. Cek riwayat alergi obat
3. Pilih dan kombinasikan
analgesik yang sesuai
4. Evaluasi keefektifan
analgesik dengan interval
yang teratur
5. Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan
adanya efek samping
11 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan c. Terapi aktivitas
behubungan dengan asuhan keperawatan 1. Bantu pasien untuk
kelemahan diharapkan aktivitas memilih aktivitas dan
pasien terpenuhi dengan pencapaian tujuan melalui
kriteria hasil : aktivitas yang konsisten
a. Kelelahan : efek yang 2. Bantu pasien memperoleh
menganggu sumber-sumber yang
1. Tidak ada malaise diperlukan untuk aktivitas
2. Tidak ada lethargi yang dilakukan
3. Tidak ada gangguan 3. Bantu pasien dan keluarga
aktifitas fisik mengidentifikasi
4. Tidak ada gangguan kelemahan
rutinitas 4. Intruksikan pasien dan
keluarga mempertahankan
b. Perawatan Diri : fungsi dan kesehatan
Aktivitas sehari-hari terkait sosial, spiritual, dsn
1. Mampu berpindah dan kognisi
memposisikan diri 5. Intruksikan pasien dan
2. Mampu makan dengan keluarga beradaptasi
mandiri dengan lingkungan
3. Mampu berpakaian 6. Bantu memenuhi aktifitas
4. Mampu melakukan sehari-hari pasien
kebersihan badan dan 7. Ciptakan lingkungan yang
mulut aman
8. Bantu pasien dan keluarga
mengevaluasi kemampuan
pasien dalam beraktifitas.
d. Manajemen energi
1. Kaji status fisiologis pasien
terhadap kelelahan
2. Anjurkan pasien
mengungkapkan
kemampuannya
3. Pilih intervensi yang
mengurangi kelelahan
4. Tentukan jenis dan banyak
aktifitas yang dilakukan
5. Monitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
energy
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai asupan energi
yang sesuai kebutuhan
7. Tingkatkan tirah baring
dan waktu istirahat pasien
8. Lalukan ROM pasif/aktif
9. Ajarkan pasien untuk
mnghubungi petugas
kesehatan apabila
kelelahan tidak berkurang