Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN

HAEMATOMESES MELENA

Disusun Oleh:
Mohamad Rizal Fahmi ( 1440119039)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2022
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Anatomi Upper GI tract

Saluran cairan bagian secara garis besar dimulai dari oral cavity hingga duodenum.
Makanan yang kita makan akan melalui proses penggunyahan secara mekanik oleh gigi, dan
secara kimiawi oleh enzim-enzim air liur dirongga mulut, kemudian makanan yang telah
berupa bolus akan masuk ke esofagus melalui orofaring. Esofagus sendiri adalaah organ
berupa pipa yang menghubungkan gaster dengan oral cavity, yang dimana dibagi menjadi
bagian servikalis, thorakalis dan abdominalis. Selanjutnya dibagian fundus lambung, akan
terdapat sfingter cardiac yang akan membuka agar bolus bisa masuk, kemudian normalnya
akan menutup kembali untuk mencegah reflux. Di gaster, makananan akan mengalami
beberapa proses pencernaan oleh enzim enzim lambung dan secara perlahan diteruskan ke usus
12 jari/usus halus (termasuk duodenum), sebagai tambahan, di gaster juga terdapat HCL/Asam
lambung yang dalam jumlah normal akan berfungsi membunuh beberapa mikroorganisme
yang tiddak tahan terhadap asam (Prawirohardjo, 2014).
B. Definisi
Hematomeses dan melena bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi klinis yang
sering muncul sebagai tanda dari beberapa penyakit. (Diana, 2016).
Hematomeses secara singkat merupakan kondisi dimana seseorang mengalami muntah
darah dari saluran cerna bagian atas, yang dimana sebagian dari perdarahan tersebut biasanya
keluar dari yang disebut melena (Bontrager, 2018).
C. Etiologi
Menurut Hadi (2013), beberapa penyebab terjadinya hematemesis dan melena adalah :
1. Kelainan di Esofagus
a. Varises Esofagus
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai
dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi
akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan
banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan
regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hai yang masih
sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal.
Varises esofagus merupakan manifestasi yang ditemukan pada penderita sirosis hati
dengan hipertensi portal. Varises Esofagus adalah pelebaran pembuluh darah dalam yang
ada di dalam korongkongan makan (esofagus). Mekanisme yang mendasari terjadinya
varises esofagus ini adalah penyempitan pembuluh darah yang berasal dari esofagus untuk
mengalir ke dalam hati (liver). Pada keadaan yang terus berlangsung mengakibatkan aliran
darah di dalam dinding esofagus melebar dan meningkat. Pelebaran ini dapat terjadi dalam
bentuk yang kecil hingga besar, bahkan hingga besarnya dapat pecah menimbulkan
perdarahan hebat. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan masif, tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium dan darah yang
dikeluarkan berwarna kehitam-hitaman serta tidak akan membeku karena sudah tercampur
oleh asam lambung, biasanya setelah terjadi hematemesis akan disusul dengan melena.
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering ditandai dengan melena daripada hematemesis, namun
beberapa penderita mengalami hematemesis dengan perdarahan yang tidak masif. Secara
panendoskopi terlihat jelas gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan
sepertiga bawah esofagus merupakan bagian yang mudah berdarah.
c. Sindroma Mallory-Weiss
Berdasarkan laporan oleh Mallory dan Weiss pada tahun 1929 yang pertama kali
menemukan penderita alkoholik dengan keadaan muntah-muntah yang sangat hebat dan
perdarahan yang masif, akibat dari laserasi yang aktif serta ulserasi pada daerah kardia atau
esofagus bagian bawah. Timbulnya laserasi yang akut tersebut dapat terjadi akibat terlalu
sering muntah-muntah yang hebat, sehingga meningkatnya tekanan intra abdomen dan
mengakibatkan pecahnya arteri di submukosa esofagus atau kardia. Gambaran semacam ini
juga sering ditemukan pada wanita hamil yang mengalami muntah- muntah yang hebat atau
dikenal dengan istilah hiperemesis gravidarum. Biasanya setelah penderita muntah-muntah
berulang kali akan diikuti dengan keluhan nyeri epigastrium.
d. Esofagogastritis Korosiva
Hal ini sering terjadi akibat benda asing yang mengandung asam sitrat dan asam
HCL yang bersifat korosif mengenai mukosa mulut, esofagus dan lambung seperti yang
terkandung dalam air keras (H2SO4). Sehingga penderita akan mengalami hematemesis,
rasa panas terbakar dan nyeri pada mulut, dada, serta epigastrium.
e. Esofagitis dan Tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau
kronis dan biasanya ringan sehingga lebih sering menyebabkan melena dibanding
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan dibandingkan
dengan tukak lambung atau duodenum.

2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis Erosiva Hemoragika
Obat-obatan golongan salisilat dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung dan
dapat merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Selain itu obat-obatan lain yang
dapat menimbulkan hematemesis seperti golongan kortikostreoid, butazolidin, reserpin,
alkohol, dan lain-lain. Apabila dilakukan endoskopi akan tampak erosi di angulus, dan
antrum yang multiple dan sebagian diantaranya tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan yang aktif di sekitar daerah erosi.
b. Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang letaknya di
angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni dengan perbandingan
23,7% : 19,1%. Tukak lambung yang timbulnya akut biasanya bersifat dangkal dan multiple
yang digolongkan sebagai erosi. Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat- obatan sehingga
timbul gastritis erosive hemoragika. Insidensi tukak lambung di Indonesia jarang
ditemukan. Sebelum timbulnya hematemesis dan melena dirasakan rasa nyeri dan pedih di
sekitar ulu hati, sifat perdarahan yang ditimbulkan tidak begitu masif bila dibandingkan
karena pecahnya varises esofagus.
c. Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung sudah jarang ditemukan, umumnya datang sudah
dalam fase lanjut dengan keluhan rasa pedih, nyeri daerah ulu hati, lekas kenyang, badan
lemah dan sering mengalami buang air besar hitam pekat (melena).
3. Kelainan di Duodenum
a. Tukak Duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan secara panendoskopi terletak di
bulbus, umumnya penderita mengeluh nyeri dan pedih di bagian abdomen atas agak ke
kanan.
b. Karsinoma Papila Vaterii
Karsinoma papilla vaterii merupakan penyebaran dari karsinoma di ampula,
ampula vater adalah bagian yang menghubungkan saluran empedu dan saluran pankreas ke
usus kecil yang mengatur aliran cairan pankreas dan empedu ke dalam usus melalui
kontraksi dan relaksasi sfingter Oddi. Kanker ini menyebabkan penyumbatan saluran
empedu dan saluran pankreas yang pada umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang
ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal juga dapat menyebabkan perdarahan yang
bersifat tersembunyi (occult bleeding). Tumor ampulla dapat menyebabkan anemia
defisinesi Fe dan perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas atau dimanifestasikan
dengan hematemesis melena. Perdarahan merupakan gejala sekunder akibat adanya massa
ampulla yang besar (2,5 x 2, x 2 cm).
4. Penyakit Darah
Penyakit darah seperti leukemia, disseminated intravascular coagulation (DIC),
purpura trombositopenia dan hemofilia. Kehilangan atau kerusakan pada salah satu sel
darah yang mengakibatkan trombositopenia ini akan menyebabkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat
secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasinya sangat
bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan
kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik (tidak bergejala). Jika jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya
gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.
5. Penyakit Sistemik lainnya
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal
atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi
stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus akan meluas dan
menyebabkan perdarahan pada lambung.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Lyndon (2014) tanda dan gejala yang umum
dijumpai pada pasien dengan hematemesis melena diantaranya adalah :
1. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang
2. Anoreksia
3. Disfagia.
4. Feses yang berwarna hitam dan lengket
5. Perubahan hemodinamik seperti terjadi hipotensi, dan peningkatan nadi.
6. Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan kapilari refill, dan akral
teraba dingin.
7. Rasa cepat lelah dan lemah
E. Komplikasi
1. Perdarahan dan anemia posthemoragik yaitu kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari.
2. Koma hepatikum atau ensefalopati hepatikum
yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran,
penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati.
Terjadi akibat adanya darah yang terlalu lama berinteraksi dengan bakteri sehingga
membentuk ammonia, karena hati yang berfungsi mengubah ammonia menjadi urea tidak
dapat berfungsi dengan baik akibatnya banyak yang beredar bebas dalam darah. Darah yang
tidak terdetoksifikasi langsung ke otak sehingga menyebabkan gangguan neural.
3. Syok hipovolemik,
disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain,
menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel sehingga
curah jantung dan tekanan darah menurun. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-28 jam.
4. Aspirasi pneumoni
yaitu infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas. Biasanya
disebabkan oleh aspirasi isi lambung yang bersifat kimia akibat bereaksi dengan asam
lambung. Muntah dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang berasal dari lambung
merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Asam lambung dengan pH kurang dari 2,5
dapat menyebabkan reaksi patologis, cairan asam dengan cepat masuk ke dalam
percabangan bronkhial dan parenkim paru.
5. Gangguan keseimbangan metabolik
Apabila suplai oksigen dalam darah berkurang maka tubuh akan melakukan
kompensasi untuk melakukan metabolisme anaerob, yang menghasilkan asam laktat, asam
piruvat, asam lemak dan keton sehingga pH darah akan menurun.
6. Gagal ginjal akut
Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Kehilangan darah
menyebabkan penurunan volume intravaskular, dan dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Dilakukan dengan endoskopi fleksibel.
2. Pemasangan selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat pendarahan.
3. Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum) untuk melihat adanya
varises pada 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung setelah hematemesis terjadi.
4. Angiografi apabila tidak terkaji melalui endoskopi.
G. Tatalaksana
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan pada pasien dengan hematemesis
melena diantaranya sebagai berikut:
a. penatalaksaan Medis
1) Resusitasi cairan dan produk darah
a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar.
b) Lakukan penggantian cairan intravena dengan RL atau normal saline.
c) Observasi tanda-tanda vital saat cairan diganti.
d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan cross-match.
e) Penggunaan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ vital, seperti dopamine, epineprin, dan norefineprine untuk
menstabilkan pasien.
2) Perawatan definitif
a) Terapi endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilaksanakan sedini mungkin untuk mengetahui secara tepat
sumber perdarahan, baik yang berasal dari esofagus, lambung, maupun duodenum.

b) Skleroterapi
merupakan sebuah cara atau metode yang dipakai untuk mengobati varises atau spider
veins dengan cara menyuntikkan cairan khusus ke pembuluh vena agar menyusut.
c) Bilas lambung
(1) Dilakukan selama periode pendarahan akut
(2) Bilas lambung dengan 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukkan menggunakan nasogastrotube (NGT) dan kemudian dikeluarkan
kembali .
(3) Bilas lambung dengan menggunakan es tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
perdarahan.
(4)Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan vasokontriksi, setelah
diabsorbsi lambung
(5)Pasien akan berisiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan NGT dan
peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk
membilas. Pemantauan distensi lambung dengan membaringkan pasien kemudian
meninggikan kepala agar mencegah refluk isi lambung.
d) Pemberian pitresin
Pemberian pitresin dilakukan apabila bilas lambung atau skleroterapi tidak
berpengaruh, obat ini akan menurunkan tekanan vena porta sehingga aliran darah
akan menurun dengan dosis 0,2- 0,6 unit/menit. Pitresin juga akan menyebabkan
kontriksi pembuluh darah dan menyeimbangan cairan dalam tubuh.
e) Mengurangi asam lambung
Menurunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2) antagonistic
seperti simetidin, ranitidine hidrokloride, famotidin, dan antasida. Dosis tunggal akan
menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam.
4) Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg melalui im
atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protombin menjadi normal.

5) Balon Tamponade
Sebaiknya balon tamponade dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga bisa dijelaskan mengenai prosedur tindakan. Terdapat bermacam-macam
balon tamponade antara lain tube sangstaken-blakemore, minnesoata, linton-nachlas
yang mana dapat berfungsi untuk mengontrol pendarahan gastrointestinal bagian atas
akibat varises esofagus.
6) Terapi Pembedahan
(a)Reseksi lambung (antrektomi)
(b)Gastrektomi
(c)Gastroenrostomi
(d)Vagotomi
(e)Operasi dekompresi hipertensi porta.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan
keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan hematemesis melena antara lain sebagai
berikut:
1) Pengaturan Posisi
a) Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan seperti batuk akan meningkatkan
tekanan intra abdomen sehingga perdarahan berlanjut.
b) Meninggikan bagian kepala tempat tidur untuk mengurangi aliran darah ke sistem porta dan
mencegah refluk ke dalam esofagus.
2) Pemasangan NGT
Tujuannya adalah untuk aspirasi cairan lambung, bilas lambung dengan air, serta pemberian
obat-obatan seperti antibiotik untuk menetralisir lambung.
3) Bilas Lambung
NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan kepatenannya dan menilai perdarahan serta
menjaga agar lambung tetap kosong. Darah tidak boleh dibiarkan berada dalam lambung karena
akan masuk ke intestine dan bereaksi dengan bakteri menghasilkan ammonia yang akan diserap
ke dalam aliran darah dan akan menimbulkan kerusakan pada otak.
4) Pengaturan Diit
Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekurang-kurangnya sampai 24 jam setelah perdarahan
berhenti. Penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Setelah
24-48 jam perdarahan berhenti, dapat diberikan diit makanan cair. Terapi total parenteral yang
dapat digunakan seperti tutofusin 500 ml, triofusin E 1000, dan aminofusin hepar L 600.
5) Lubang hidung harus segela diperiksa, dibersihkan dan diberi pelumas untuk mencegah
area penekanan yang disebabkan area penekanan oleh selang.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. pengkajian Keperawatan

a. Identifikasi Pasien

Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosa medis. Identitas
perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah pasien yang
dimaksud, selain itu identitas diperlukan untuk data penelitian, asuransi, dan lain
sebagainya (Sudoyo, 2009

a. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien pergi ke dokter atau
mencari pertolongan. Dalam menulis keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu,
berapa lama pasien akan mengalami hal tersebut (Sudoyo, 2009)
Pasien dengan hematemesis melena perlu ditanyakan tentang perdarahan yang timbul apakah
mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus menerus, apakah timbul perdarahan yang
berulang, serta sebelumnya pernah mengalami perdarahan atau tidak. Biasanya pasien akan
mengeluh muntah darah yang tiba-tiba dalam jumlah yang banyak, berwarna kehitaman dan
tidak membeku karena sudah tercampur dengan asam lambung, nyeri pada daerah
epigastrium apabila mengalami tukak lambung, namun apabila disebabkan karena pecahnya
varises esofagus tidak mengeluh nyeri atau pedih pada epigastrium, BAB berwarna gelap,
dan badan terasa lemah akibat kehilangan banyak darah (Hadi, 2013).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Biasanya pasien akan mengalami nyeri pada daerah epigastrium, namun pada pasien dengan
penyebab varises esofagus biasanya tidak mengalami nyeri, mual, muntah darah dengan
warna yang gelap atau lebih terang dengan volume yang banyak, biasanya dengan frekuensi
sering dan tiba-tiba, BAB berdarah dengan warna lebih gelap, pusing, sesak nafas, dan badan
terasa lemah. Pasien juga akan terlihat pucat, membrane
mukosa kering dan pucat, turgor kulit buruk, intake dan output cairan tidak seimbang.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan- kemungkinan


adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang
berat dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan,
apakah sembuh sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah dikonsumsi seperti steroid,
kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan apabila pasien pernah mengalami pemeriksaan
maka harus dicatat dengan seksama hasilnya (Sudoyo, 2009).
Biasanya pada pasien yang mengalami hematemesis dan melena memiliki riwayat
penyakit hepatitis, penyakit hati menahun, sirosis, penyakit lambung, pemakaian obat-
obatan ulserogenik, alkoholisme, dan penyakit darah seperti leukemia, hemophilia, dan
ITP (Hadi, 2013).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kesehatan keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter
atau penyakit infeksi. Biasanya pasien memiliki riwayat keluarga yang mengalami
kelainan pada sistem pencernaan, seperti kanker lambung, gastritis, atau penyakit
penyerta yang dapat memperburuk kondisi seperti penyakit darah dan penyakit pada hati
seperti hepatitis dan sirosis. Kemudian dikaji juga kebiasaan anggota keluarga yang
memicu penyakit ini seperti alkohol (Sudoyo, 2009).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum
pasien melalui ekspresi wajahnya dan tanda-tanda spesifik lainnya. Keadaan umum
pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat. Keadaan
umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat
atau tidak seperti menilai apakah pasien sudah memperlihatkan tanda-tanda syok atau
belum. Biasanya keadaan umum pasien dengan hematemesis melena lemah karena
kekurangan cairan dalam jumlah yang cukup banyak (Sudoyo, 2009).
2) Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur
tetapi akan bangun apabila dirangsang. Biasanya pasien akan datang dengan tingkat
kesadaran yang baik namun beberapa juga datang dengan kesadaran yang menurun atau
sinkop. Sinkop merupakan penurunan kesadaran sementara yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah di otak. Sinkop berhubungan dengan kolaps postural dan dapat
menghilang tanpa gejala sisa. Pasien sirosis hepatis dengan perdarahan cenderung
mengalami koma hepatikum (Sudoyo, 2009).
3) Tanda-tanda Vital
Biasanya terjadi penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah, peningkatan
frekuensi pernafasan serta peningkatan suhu tubuh akibat kekurangan cairan. Tanda-
tanda vital perlu diperhatikan guna menilai tanda-tanda syok dan anemia pada pasien
sehingga apabila pasien sudah syok perlu diberikan pertolongan untuk mengatasi
syoknya (Sudoyo, 2009).
4) Pemeriksaan Fisik Head to toe
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) pemeriksaan head to toe yang didapatkan pada
pasien dengan hematemesis melena sebagai berikut:
a) Kepala
Inspeksi : biasanya bentuk normachepal, tidak ada lesi atau jejas, kulit kepala kurang
bersih
Palpasi : biasanya tidak teraba edema
b) Mata
Inspeksi : biasanya konjungtiva anemis karena penderita hematemesis melena akan
kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak, sklera ikterik akibat gangguan
pada hati, pupil isokhor, mata cekung
Palpasi : biasanya tidak teraba edema palpebra
c) Hidung
Inspeksi : biasanya bentuk simetris, tidak ada jejas atau lesi, tidak ada sumbatan
pada jalan nafas, tidak ada cuping hidung Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan
sinus
d) Mulut
Inspeksi : biasanya bibir simetris, mukosa bibir kering dan pucat terkadang sianosis
e) Telinga
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas atau lesi, tidak ada cairan
dan darah yang keluar
f) Leher
Inspeksi : biasanya tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi : biasanya tidak terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.
g) Thoraks
(1) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada, terdapat spider
nevi pada pasien sirosis hepatis
Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi : biasanya irama nafas vesikular tanpa ada suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing,
stridor.
(2) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya pekak pada batas-batas jantung
Auskultasi : biasanya irama jantung regular
h) Abdomen
Inspeksi : biasanya ada asites yang ditandai dengan
distensi abdomen serta umbilicus yang menonjol, adanya spider nevi dan venektasi di
sekitar abdomen
Palpasi : palpasi pada keadaan asites yang masif sulit
dilakukan, metode ballottement dilakukan untuk menilai hati dan lien, biasanya
konsistensi hepar kenyal menandakan sirosis, terjadi splenomegali, adanya nyeri tekan
apabila terjadi tukak peptik atau gastritis hemoragik.
Perkusi : biasanya timpani
Auskultasi : biasanya terdapat obstruksi usus ditandai
dengan bising usus yang abnormal, bruit dan friction rub terdapat pada hepatoseluler
carcinoma, bising vena merupakan tanda hipertensi portal atau meningkatnya aliran
kolateral di hati.
i) Ekstermitas
Atas : biasanya ada edema sakral, eritema palmaris, CRT < 3
detik, akral teraba dingin, ikterus
Bawah : biasanya ada edema sakral dan pretibial, eritema
palmaris, CRT < 3 detik, akral teraba dingin, ikterus
j) Genitalia
Inspeksi : biasanya tidak terjadi gangguan pada genitalia

c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hadi (2013) dalam menegakkan penyebab diagnosa pada pasien hematemesis
melena diperlukan pemeriksaan penunjang diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hitung darah lengkap untuk mengetahui penurunan Hb, Ht,
jumlah eritrosit dan peningkatan leukosit.
b) Profil hematologi, untuk mengetahui perpanjangan masa
protombin dan tromboplastin, biasanya terjadi peningkatan.
c) Pemeriksaan kimia darah biasanya menunjukkan peningkatan
kadar BUN, natrium, total bilirubin dan ammonia, serta
penurunan kadar albumin.
d) Elektrolit, untuk mengetahui penurunan kalium serum,
peningkatan natrium, glukosa serum, dan laktat.
e) Gas darah arteri, untuk mengetahui terjadinya alkalosis respiratori
dan hipoksemia, serta gangguan keseimbangan asam basa lainnya.
f) Test faal hati untuk mengetahui kelainan fungsi hati apabila
penderita mengalami sirosis hepatis dengan pecahnya varises
esofagus.
g) Test faal ginjal untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fungsi
ginjal.
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esofagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b) Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama
pada 1/3 distal esofagus, kardia, dan fundus lambung untuk
mengetahui ada tidaknya varises sedini mungkin setelah
hematemesis berhenti.

3) Pemeriksaan Endoskopi
a) Untuk menentukan asal dan sumber pendarahan
b) Keuntungan lain yaitu dapat diambil foto, aspirasi cairan dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik, pemeriksaan dilakukan
sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan
NANDA Internasional (2016) :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
e. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemi
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
ensefalopati
g. Konfusi akut berhubungan dengan proses penyakit
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
i. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
j. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
k. Intoleransi aktivitas behubungan dengan kelemahan
l. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
m. Risiko cidera berhubungan dengan gangguan psikologis

3. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan a. Monitor pernafasan
nafas berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor kecepatan,
dengan penurunan diharapkan pola nafas kedalaman, irama, dan
ekspansi paru pasien efektif dengan kesulitan bernafas
kriteria hasil: 2. Catat pergerakan dada,
a. Status pernafasan ketidaksimetrisan,
1. Frekuensi nafas normal penggunanaan oto bantu
2. Irama nafas normal nafas, dan retraksi pada
3. Menunjukan jalan nafas otot
yang paten 3. Monitor pola nafas
4. Volume tidak normal 4. Auskultasi suara nafas,
5. Saturasi oksigen normal catat adanya suara nafas
6. Tidak ada retraksi tambahan
dinding dada 5. Monitor keluhan sesak
7. Tidak ada penggunaan nafas dan kegiatan yang
otot bantu pernafasan dapat meningkatkan sesak
8. Tidak ada dispnea nafas
9. Tidak ada suara nafas 6. Berikan bantuan terapi
tambahan nebu bila perlu
10. Tidak ada pernafasan
cuping hidung b. Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung,
dan sisa sekresi
b. Tingkat kecemasan 2. Siapkan peralatan oksigen
1. Tidak ada distress dan siapkan humadifier
2. Tidak ada berkeringat 3. Monitor aliran oksigen
dingin 4. Pastikan penggantian
3. Tidak ada gangguan masker atau kanul sesuai
tidur kebutuhan
4. Tidak ada perasaan 5. Sediakan oksigen ketika
gelisah pasien dibawa atau
5. Tidak ada wajah tegang dipindahkan
6. Amati tanda-tanda
hipoventilasi

2 Kekurangan volume Setelah dilakukan a. Manajemen cairan


cairan berhubungan asuhan keperawatan 1. Jaga intake yang akurat
dengan kehilangan diharapkan kekurangan dan catat output
cairan aktif volume cairan teratasi 2. Monitor status hidrasi
dengan kriteria hasil : 3. Monitor hasil laboratorium
a. Keseimbangan cairan yang relevan dengan
1. Tekanan darah dalam retensi cairan
batas normal 4. Monitor indikasi
2. Nadi dalam batas kelebihan/retensi cairan
normal 5. Berikan terapi IV
3. Turgor kulit baik 6. Berikan cairan dengan
4. Keseimbangan untake tepat
output dalam 24 jam 7. Distribusikan cairan
5. Membrane mukosa selama 24 jam
lembab 8. Atur ketersediaan produk
6. Tidak ada asites darah
7. Tidak ada kehausan 9. Persiapkan an lakukan
8. Tidak ada mata cekung pemberian produk darah

b. Keseimbangan b. Manajemen hipovolemi


elektrolit 1. Monitor adanya tanda-
1. Tidak ada penurunan tanda dehidrasi
serum natrium 2. Monitor adanya hipotensi
2. Tidak ada penurunan ortostatik
serum kalsium 3. Monitor adanya sumber
3. Tidak ada penurunan kehilangan cairan seperti
serum klorida perdarahan
4. Tidak ada penurunan 4. Monitor asupan dan
serum magnesium pengeluaran
5. Berikan cairan IV isotonic
yang diresepkan
6. Monitor integritas kulit
7. Sediakan cairan oral untuk
memelihara integritas
membrane mukosa

c. Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan
2. Monitor kualitas nadi
3. Monitor irama dan tekanan
jantung
4. Monitor adanya sianosis
5. Identifikasi penyebab
perubahan ttv
6. Periksa keakuratan
instrument yang digunakan
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan a. Manajemen asam basa
perfusi jaringan asuhan keperawatan 1. Pertahankan kepatenan
perifer berhubungan diharapkan perfusi akses selang IV
dengan kurang jaringan perifer efektif 2. Monitor gas darah arteri
pengetahuan terhadap dengan kriteria hasil: 3. Monitor adanya kegagalan
faktor pemberat a. Status sirkulasi pernafasan
1. Tekanan darah systole 4. Monitor status
dan diastole dalam batas hemodinamik
normal 5. Monitor kehilangan asam
2. Nadi dalam batas misalnya muntah,
normal pengeluaran NGT
3. Kekuatan nadi tidak 6. Monitor status neurologi
lemah 7. Berikan terapi oksigen
4. Saturasi oksigen normal dengan tepat
5. CRT <3 detik
6. Tidak ada hipotensi b. Perawatan sirkulasi
ortostatik 1. Lakukan penilaian
7. Tidak ada kelelahan sirkulasi perifer (nadi,
8. Tidak ada pucat edema, CRT ,warna dan
suhu ekstermitas)
b. Perfusi jaringan: 2. Berikan agen inotropik
perifer yang sesuai
1. Pengisian kapiler 3. Berikan tranfusi darah
normal yang sesuai
2. Akral di ekstermitas 4. Monitor nilai elektrolit,
normal BUN, dan kreatinin setiap
3. Kekuatan denyut nadi hari
karotis normal
4. Tidak ada nyeri diujung c. Manajemen sensasi
ekstermitas perifer
5. Tidak ada mati rasa 1. Monitor sensasi panas dan
6. Tidak ada kram dan dingin
kelemahan otot 2. Monitor adanya
7. Tidak ada kerusakan parasthesia
kulit 3. Intruksikan pasien dan
keluarga memeriksa
adanya kerusakan kulit
c. Pengetahuan : proses 4. Monitor tromboemboli dan
penyakit tromboplebitis pada vena
1. Mengetahui factor
penyebab dan yang
berkontribusi
2. Mengetahui komplikasi
dari penyakit
3. Mengetahui efek
fisiologis dan
psikososial terhadap
penderita
4 Risiko perdarahan Setelah dilakukan a. Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Monitor dengan ketat
gangguan diharapkan pasien risiko terjadinya
gastrointestinal terhindar dari risiko perdarahan
perdarahan dengan 2. Catat nilai Hb dan Ht
kriteria hasil: sebelum dan sesudah
pasien kehilanhan darah
a. Fungsi gastrointestinal 3. Monitor tanda dan gejala
1. Frekuensi BAB normal perdarahan yang menetap
2. Warna, konsistensi, dan 4. Monitor komponen k
jumlah feses normal oagulasi darah (PT, PTT,
3. Warna cairan lambung dan trombosit)
bersih 5. Monitor tanda-tanda vital
4. Tidak ada nyeri perut 6. Pertahankan tetap tirah
dan distensi baring
5. Tidak ada darah pada 7. Berikan produk
feses penggantian darah (FFP)
6. Tidak ada mual 8. Lindungi dari trauma yang
7. Tidak ada hematemesis menyebabkan perdarahan
9. Hindarkan pasien
b. Kontrol risiko konsumsi obat-obatan seperti
1. Mencari informasi aspirin dan antikoagulan
tentang faktor risiko 10. Intruksikan pasien
2. Dapat mengidentifikasi meningkatkan makanan
faktor risiko yang mengandung vit.k
3. Memonitor faktor risiko 11. Intruksikan keluarga
yang ada di individu memantau tanda-tanda
4. Memodifikasi gaya perdarahan dan melapor
hidup untuk mengurangi sesegera mungkin.
faktor risiko
5. Berpartisipasi dalam
skrining kesehatan
6. Dapat mengenali b. Pengurangan perdarahan
perubahan kesehatan gastrointestinal
1. Pertahankan jalan nafas
bila diperlukan
2. Monitor status cairan
3. Berikan cairan iv jika
diperlukan
4. Tes semua sekresi terhadap
adanya perdarahan
5. Dokumentasikan
warna,karakteristik feses
6. Berikan pengobatan misal
vasopressin jika diperlukan
7. Hindari pH lambung yang
terlalu ekstrim
8. Masukan selang NGT
untuk melihat sekresi
9. Lakukan bilas lambung
10. Hindari stress
11. Bangun hubungan yang
mendukung antar pasien
dengan keluarga
12. Koordinasikan tentang
konseling mengenai
perubahan gaya hidup bila
diperlukan.

5 Risiko syok Setelah dilakukan a. Pencegahan syok


berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Monitor adanya respon
hipovolemia diharapkan pasien kompensasi awal syok
terhindar dari risiko syok 2. Monitor kemungkinan
dengan kriteria hasil : penyebab hilangnya cairan
a. Keparahan syok : (misalnya drainase
hipovolemik nasogastrik, muntah,
1. Tidak ada penurunan hematemesis, hematokesia)
nadi 3. Monitor status sirkulasi
2. Tidak ada penurunan 4. Monitor terhadap tanda
tekanan darah dan gejala asites dan nyeri
3. Tidak ada nyeri dada abdomen
4. Tidak ada pucat 5. Pasang dan pertahankan
5. Tidak pernafasan akes IV sesuai kebutuhan
dangkal 6. Berikan PRC, FFP atau
6. Tidak ada akral dingin platelet sesuai kebutuhan
7. Anjurkan pasien dan
7. Tidak ada penurunan keluarga mengetahui
tingkat kesadaran tanda/gejala syok
8. Anjurkan pasien dan
b. Keparahan kehilangan keluarga mengenai
darah langlah-langkah timbulnya
1. Tidak ada kehilangan syok
darah dari anus
2. Tidak ada hematemesis b. Manajemen syok
3. Tidak ada hemoptysis 1. Monitor TTV dan output
4. Tidak ada kulit dan urin
merman mukosa yang 2. Berikan oksigen sesuai
pucat kebutuhan
5. Tidak ada kecemasan 3. Monitor adanya gejala
6. Tidak ada penurunan gagal nafas
Hb dan Ht 4. Monitor EKG
5. Ambil gas darah arteri
6. Berikan profilaksis DVT,
dan profilaksis terkait
stress ulcers
7. Berikan dukungan emosi
pada pasien dan keluarga

c. Pemberian produk darah


1. Kaji riwayat transfusi
2. Cek kembali produk darah
3. Cek kembali pasien dengan
benar dan kecocokan
dengan produk darah
4. Monitor area IV terkait
phlebitis dan infeksi
5. Intruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
terhadap tranfusi
6. Monitor reaksi transfusi
7. Berikan saline setelah
tranfusi
6 Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan a. Manajemen edema
perfusi jaringan asuhan keperawatan serebral
serebral berhubungan diharapkan pasien 1. Monitor adanya
dengan ensefalopati terhindar dari risiko kebingungan
ketidakefektifan perfusi 2. Monitor status neurologi
jaringan serebral dengan dengan ketat
kriteria hasil: 3. Monitor tanda-tanda vital
a. Status neurologi 4. Monitor status pernafasan
1. Pasien mampu 5. Beri anti kejang sesuai
membuka mata kebutuhan
2. Orientasi kognitif 6. Posisikan kepala sesuai
pasien tidak indikasi
terganggu 7. Monitor intake output
3. Komunikasi tepat
dengan situasi b. Pengaturan
4. Mematuhi perintah hemodinamik
5. Tidak ada kejang 1. Lakukan penilaian
6. Tidak ada stupor komprehensif terhadap
7. Tidak ada hemodinamik
penurunan 2. Lakukan pemeriksaan fisik
kesadaran berkala
3. Monitor adanya tanda
b. Status sirkulasi gejalapada status perfusi
1. Tekanan darah 4. Monitor resistensi sistemik
systole dan diastole pembuluh darah
normal 5. Monitor edema
2. Tekanan vena sentral
normal
3. Kekuatan nadi
adekuat
4. Hasil AGD normal
5. Tidak ada pucat
7 Konfusi akut Setelah dilakukan a. Manajemen halusinasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Pertahankan lingkungan
proses penyakit diharapkan pasien yang aman
terhindar dari risiko syok 2. Pertahankan rutinitas yang
dengan kriteria hasil : konsisten
a. Orientasi kognitif 3. Berikan obat antiansietas
1. Mampu 4. Berikan keamaan dan
mengidentifikasi diri kenyamanan
sendiri 5. Tingkatkan komunikasi
2. Mampu yang jelas dan terbuka
mengidentifikasi 6. Tentukan caregiver setiap
orang lain hari
3. Mampu
mengidentifikasi b. Pemberian pengobatan
tempat dan lokasi 1. Cek riwayat alergi obat
saat ini 2. Tinggalkan narkotik dan
obat-obat yang dibatasi
b. Tingkat agitasi 3. Berikan antibiotic untuk
1. Tidak ada kesulitan menetralisir lambung
4. Monitor tanda vital
dalam memproses sebelum dan sesudah
informasi pemberian obat
2. Tidak ada gelisah 5. Berikan kebutuhan
3. Tidak ada frustasi kenyamanan
4. Tidak ada marah dan 6. Dokumentasikan respon
mondar-mandir pasien
5. Tidak ada kejang
6. Tidak ada aktivitas
berulang
8 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan a. Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan 1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh diharapkan 2. Identifikasi alergi dan
berhubungan dengan ketidakseimbangan intoleransi terhadap
kurang asupan nutrisi kurang dari makanan
makanan kebutuhan tubuh teratasi 3. Atur diit yang diperlukan
dengan kriteria hasil: 4. Beri obat-obatan sebelum
a. Status nutrisi : asupan makan seperti antiemeik
makanan dan cairan 5. Anjurkan diit pasien sesuai
1. Asupan makanan secara kebutuhan
oral adekuat 6. Monitor kalori dan asupan
2. Asupan cairan secara nutrisi
oral adekuat
3. Asupan cairan IV b. Monitor nutrisi
adekuat 1. Timbang BB pasien
4. Asupan nutrisi 2. Identifikasi adanya
parenteral adekuat penurunan BB
5. Tidak ada mual dan 3. Monitor turgor kulit
muntah 4. Monitor adanya mual
muntah
b. Nafsu makan 5. Identifikasi perubahan
1. Peningkatan keinginan nafsu makan
untuk makan 6. Monitor pucat pada
2. Peningkatan rangsangan konjungtiva
untuk makan 7. Lakukan kemampuan
3. Intake makanan adekuat menelan
8. Tentukan faktor yang
mempengaruhi nutrisi
9 Mual berhubungan Setelah dilakukan a. Manajemen Mual
dengan iritasi asuhan keperawatan 1. Dorong pasien belajar
gastrointestinal diharapkan mual dapat strategi mengatasi mual
teratasi dengan kriteria sendiri
hasil: 2. Dapatkan riwayat diet
a. Kontrol mual dan pasien
muntah 3. Evaluasi dampak dari
1. Dapat mengenali onset pengalaman mual
mual 4. Kendalikan faktor
2. Dapat mengenali lingkungan yang dapat
stimulus pencetus menyebabkan mual
muntah 5. Ajarkan penggunan teknik
3. Dapat menghindari non farmakologi seperti
faktor penyebab relaksasi
4. Dapat menggunakan 6. Tingkatkat istirahat dan
obat antiemetik tidur yang cukup
5. Dapat melaporkan 7. Dorong pola makan yang
gejala yang tidak dapat sedikit
dikontrol 8. Monitor asupan makanan
6. Melaporkan mual, 9. Berikan informasi
muntah, dan muntah mengenai mual
yang dapat dikontrol
b. Manajemen muntah
b. Kontrol gejala 1. Kaji emesis terkait dengan
1. Dapat memantau warna, konsistensi, adanya
timbulnya gejala darah, dan waktu
2. Dapat memantau 2. Ukur atau perkirakan
keparahan gejala volume emesis
3. Dapat melakukan 3. Pastikan obat antiemetic
tindakan pencegahan untuk pencegahan muntah
4. Dapat melakukan 4. Kurangi factor pemicu
tindakan mengurangi 5. Posisikan untuk mencegah
gejala aspirasi
5. Dapat melaporkan 6. Lakukan pembersihan
gejala yang timbul mulut dan hidung
7. Pemberian cairan secara
c. Status bertahap
kenyamanan:fisik 8. Monitor efek manajemen
1. Dapat mengontrol muntah
gejala
2. Dapat melaporkan c. Manajemen pengobatan
kenyamanan 1. Tentukan obat yang
3. Tidak mual dan muntah diperlukan dan kelola
4. Intake makanan dan sesuai resep
cairan adekuat 2. Monitor mengenai efek
5. Tidak ada pusing terapi obat
6. Tidak ada sesak nafas 3. Pantau mengenai regimen
pengobatan
4. Kaji ulang pasien dan
keluarga mengenai jenis
dan jumlah obat yang
dikonsumsi
5. Berikan informasi
mengenai efek samping obat

10 Nyeri akut Setelah dilakukan a. Manajemen nyeri


berhubungan dengan asuhan keperawatan jam 1. Lakukan pengkajian nyeri
agen cidera biologis diharapkan nyeri komprehensif yang
teratasi kriteria hasil: meliputi lokasi,
a. Kontrol nyeri karakteristik, frekuensi,
1. Mengenali kapan nyeri kualitas, intensititas nyeri
terjadi 2. Gunakan komunikasi
2. Menunjukan faktor terapeutik untuk
penyebab nyeri mengetahui pengalaman nyeri
3. Menunjukkan 3. Gali bersama faktor-faktor
menggunakan tindakan yang memperberat nyeri
pengurangan tanpa 4. Beri informasi mengenai
analgetik nyeri seperti penyebab
4. Melaporkan perubahan 5. Ajarkan penggunaan
gejala nyeri teknik non farmakologi
seperti relaksasi
b. Tingkat nyeri 6. Evaluasi keefektifan dari
1. Melaporkan tidak ada tindakan pengontrolan
nyeri nyeri
2. Tidak ada mengerang 7. Dukung istirahat/tidur
dan meringis
3. Tidak ada ketegangan c. Pengurangan kecemasan
otot 1. Gunakan pendekatan yang
4. Tidak ada ekspresi tenang
wajah nyeri 2. Berikan informasi terkait
diagnosis dan perawatan
c. Tingkat kecemasan 3. Dorong keluarga
1. Tidak ada distress menemani pasien
2. Tidak ada berkeringat 4. Bantu mengidentifikasi
dingin situasi yang memicu
3. Tidak ada gangguan kecemasan
tidur 5. Kaji tanda verbal dan non
4. Tidak ada perasaan verbal dari
gelisah ketidaknyamanan
5. Tidak ada wajah tegang

d. Pemberian analgesik
1. Cek perintah pengobatan
2. Cek riwayat alergi obat
3. Pilih dan kombinasikan
analgesik yang sesuai
4. Evaluasi keefektifan
analgesik dengan interval
yang teratur
5. Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan
adanya efek samping
11 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan c. Terapi aktivitas
behubungan dengan asuhan keperawatan 1. Bantu pasien untuk
kelemahan diharapkan aktivitas memilih aktivitas dan
pasien terpenuhi dengan pencapaian tujuan melalui
kriteria hasil : aktivitas yang konsisten
a. Kelelahan : efek yang 2. Bantu pasien memperoleh
menganggu sumber-sumber yang
1. Tidak ada malaise diperlukan untuk aktivitas
2. Tidak ada lethargi yang dilakukan
3. Tidak ada gangguan 3. Bantu pasien dan keluarga
aktifitas fisik mengidentifikasi
4. Tidak ada gangguan kelemahan
rutinitas 4. Intruksikan pasien dan
keluarga mempertahankan
b. Perawatan Diri : fungsi dan kesehatan
Aktivitas sehari-hari terkait sosial, spiritual, dsn
1. Mampu berpindah dan kognisi
memposisikan diri 5. Intruksikan pasien dan
2. Mampu makan dengan keluarga beradaptasi
mandiri dengan lingkungan
3. Mampu berpakaian 6. Bantu memenuhi aktifitas
4. Mampu melakukan sehari-hari pasien
kebersihan badan dan 7. Ciptakan lingkungan yang
mulut aman
8. Bantu pasien dan keluarga
mengevaluasi kemampuan
pasien dalam beraktifitas.

d. Manajemen energi
1. Kaji status fisiologis pasien
terhadap kelelahan
2. Anjurkan pasien
mengungkapkan
kemampuannya
3. Pilih intervensi yang
mengurangi kelelahan
4. Tentukan jenis dan banyak
aktifitas yang dilakukan
5. Monitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
energy
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai asupan energi
yang sesuai kebutuhan
7. Tingkatkan tirah baring
dan waktu istirahat pasien
8. Lalukan ROM pasif/aktif
9. Ajarkan pasien untuk
mnghubungi petugas
kesehatan apabila
kelelahan tidak berkurang

12 Risiko cidera Setelah dilakukan a. Manajemen lingkungan :


berhubungan dengan asuhan keperawatan keselamatan
gangguan psikologis diharapkan risiko cidera 1. Identifikasi kebutuhan
teratasi dengan kriteria kemanan pasien
hasil : berdasarkan fungsi fisik
a. Kejadian jatuh dan kognitif serta riwayat
1. Tidak ada jatuh saat perilaku di masa lalu
berdiri 2. Identifikasi hal-hal yang
2. Tidak ada jatuh saat membahayakan di
berjalan lingkungan
3. Tidak ada jatuh di 3. Modifikasi lingkungan
tempat tidur untuk meminimalkan
4. Tidak ada jatuh saat bahaya
dipindahkan 4. Gunakan peralatan
perlindungan
b. Kepuasan klien :
keamanan b. Pencegahan jatuh
1. Pasien puas dengan 1. Identifikasi kekurangan
penggunaan alat-alat baik kognitif atau fisik dari
keamanan untuk pasien
mencegah cidera 2. Identifikasi karakteristik
2. Pasien puas dengan dari lingkungan
bantuan dengan 3. Kaji ulang riwayat jatuh
pemindahan 4. Monitor kemampuan
3. Pasien puas dengan berpindah
bantuan ambulasi 5. Sediakan pencahayaan
4. Pasien puas dengan yang cukup
bantuan eliminasi 6. Sediakan pengawasan yang
5. Pasien puas dengan ketat
bantuan mandi 7. Gunakan tempat tidur yang
dapat membatasi gerakan
13 Kelebihan volume Setelah dilakukan a. Manajemen hipervolemia
cairan berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor pola pernafasan
dengan retensi cairan diharapkan kelebihan untuk mengetahui adanya
volume cairan teratasi edema serebral
dengan kriteria hasil : 2. Monitor hasil laboratorium
a. Keseimbangan cairan 3. Monitor intake dan output
1. Tekanan darah dalam 4. Batasi intake secara bebas
batas normal pada pasien hyponatremia
2. Nadi dalam batas 5. Tingkatkan integritas kulit
normal 6. Batasi asupan natrium
3. Turgor kulit baik
4. Keseimbangan untake b. Monitor elektrolit
output dalam 24 jam 1. Monitor serum albumin
5. Membrane mukosa dan kadar protein total
lembab 2. Kenali dan laporkan
6. Tidak ada asites adanya ketidakseimbangan
7. Tidak ada kehausan elektrolit
8. Tidak ada mata cekung 3. Monitor
ketidakseimbangan asam
b. Keseimbangan basa
elektrolit 4. Identifikasi tanda gejala
1. Tidak ada penurunan hiperkalemia seperti mual
serum natrium muntah, kelemahan, kram
2. Tidak ada penurunan abdomen, dll)
serum kalsium 5. Identifikasi tanda gejala
3. Tidak ada penurunan hipernatremia seperti
serum klorida kehausan, membrane
4. Tidak ada penurunan mukosa kering, bingung
serum magnesium dan perubahan mental
6. Berikan diit yang sesuai
7. Konsultasikan dengan
dokter apabila kondisi
ketidaksiembangan cairan
dan elektrolit memburuk
Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan

Sumber : NANDA Internasional, (2016); Nursing Intervensions Classification (NOC)


(2016); Nursing Outcome Classification (NIC) (2016)

Anda mungkin juga menyukai