Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“HEMATEMESIS MELENA”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal


Ruang 26 IPD RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Yurike Olivia Sella
190070300111028
Kelompok 1A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
HEMATEMESIS MELENA

A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran
cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang
mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal
(Grace & Borley, 2007).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000)
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan
asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan
sedikit dartah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari
muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang
signifikan.Pada perdarahan saluran makanan bagian atas, warna darah yang
dimuntahkan tergantung dari konsentrasi asam lambung di lambung dan campurannya
dengan darah. Hematemesis umumnya menandakan perdarahan terjadi di sebelah
proximal dari ligamentum Treitz, karena perdarahan dibawah duodenum sangat jarang
masuk ke lambung (Davey, 2006)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau
yang khas, yang lengket dan menunjukan perdarahan saluran pencernaan atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes
perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus dan bukan
melena (Davey, 2006)
B. ETIOLOGI
1. Kelainan di esofagus
 Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
 Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis, hanya seseklai
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang
terletak di sepertiga bawah esofagus.
 Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.
 Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria
muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras
tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCl, yang bersifat korosif
untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita
juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan
epigastrum.
 Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
 Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan
obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
 Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan
pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih
berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
 Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa
pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan
menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lain-lain.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-
beda, tergantung pada:
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan(Ponijan, 2012)
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam
hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera
setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa waktu
kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang
mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis
biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal ligamentum Treitz karena darah
yang memasuki traktus gastrointestinal di bawah duodenum jarang masuk ke dalam
lambung
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya
mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita
hematemesis.Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau
duodenum.Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat menyebabkan
melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan
darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan di saluran cerna selama ± 6–8 jam untuk
merubah warna feses menjadi hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48–
72 jam setelah perdarahan berhenti.Ini bukan berarti keluarnya feses warna hitam
tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.Darah sebanyak ±60 mL cukup
untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam.Kehilangan darah
akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari tujuh
hari.Setelah warna tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar
dapat tetap positif selama 7–10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga terbentuk
hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau khas.
Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang muncul setelah
orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan gastrointestinal
sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang positif, menunjukkan penyakit
serius yang harus segera diobservasi
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan
pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah
menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac
output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik
10 mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah.
Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi
(berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi
dan hipotensi.Gejala pucat menonjol dan kulit penderita teraba dingin.
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang
disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna
intermiten yang banyak) (Davey, 2006).
Keadaan penderita sebelum perdarahanDidapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.
2. Ascites, hidratonaks dan edemo.
3. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
4. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila secara klinis
didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab
lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya
prekoma dan koma hepatikum.
5. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa, wasir
dan varises esofagus.
6. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
7. Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.
8. Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
9. Spider nevi dan eritema
10. Hiperpigmentasi

D. PATOFISIOLOGI (terlampir)

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan
lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai
takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.Disamping itu dicari
tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,
eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai.
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi:
 Tekanan darah dan nadi posisi baring
 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
 Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
 Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan
kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda: (Adi, 2006)
 Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100
x/menit
 Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
 Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
 Akral dingin
 Kesadaran turun
 Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut
 Hematemesis
 Hematokezia
 Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
 Hipotensi persisten
 Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan, dengan criteria :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 – 15 Hipotensi ortostatik
15 – 25 Renjatan (syok)
25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10) :


 Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai)
 Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
 Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan
interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
 Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
 Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran
cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan
darah hapus, golongan darah, kadar albumin dan uji fungsi hati (SGOT dan SGPT)
segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum.emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah
1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises.
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini
sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas.Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Perbedaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Scba) Dengan Bawah
(Scbb)(Adi,2006)
Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan
sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
 Klien harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
 Klien dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti dapat diberikan makanan cair.
 Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum ada
darah.
 Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran Klien dan bila perlu dipasang CVP
monitor.
 Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
 Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan
kadarhemoglobin 50-70 % harga normal.
 Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna
untukmenanggulangi perdarahan.
 Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg tidak
diserapoleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegahterjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat
menimbulkanensefalopati hepatik.
2. Pemasangan NGT
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai
air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu
tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada Klien penyakit jantung iskemik.Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk Klien perdarahan akibat pecahnya
varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah Klien tenang dan
kooperatif, sehingga Klien dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus.Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan
varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
1. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R) yang
langsung disuntikkan intravena.
2. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
 Laser photo coagulation
 Diathermy coagulation
 Adrenalin injection
 Sclerotheraphy injection

Menurut Djumhana,2011 penatalaksanaan hematemesis melena yaitu :


1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation
(ABC).Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat
untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien risiko tinggi perlu
tindakan lebih agresif seperti:
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini
penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi:
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
a. Varises gastroesofageal
1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif
 Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan
tekanan vena porta menurun. Pemberian dengan mengencerkan
vasopressin 50 unit dalam 100 ml Dextrose 5%, diberikan 0,5–1
mg/menit/iv selama 20–60 menit dan dapat diulang tiap 3–6 jam; atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1–0,5 U/menit
 Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif daripada
vasopressin. Untuk perdarahan varises atau nonvarises. Dosis pemberian
awal dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus 250 mcg/jam selama 12–24
jam atau sampai perdarahan berhenti.
2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3) Terapi endoskopi
 Ligasi : Mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1–2 cm.
Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau ditemukan tanda baru
saja mengalami perdarahan (bekuan darah melekat, bilur merah, noda
hematokistik). Efek samping sklerosan dapat dihindari, mengurangi
frekuensi ulserasi dan striktur.
 Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan karena perdarahan masif,
terus berlangsung atau teknik tidak memungkinkan. Yang digunakan
campuran yang sama banyak antara polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan
alcohol absolute; dibuat sesaat sebelum skleroterapi. Penyuntikan dari
bagian paling distal mendekati cardia, lanjut ke proksimal bergerak spiral
sejauh 5cm.
4) Terapi radiologi : pemasangan transjugular intrahepatic portosystemic shunting
(TIPS)& perkutaneus obliterasi spleno-porta (Adi, 2006)
5) Terapi pembedahan
 Shunting
 Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
 Devaskularisasi + splenektomi (Djumhana, 2011)
b. Tukak peptic
1) Terapi medikamentosa
 PPI (proton pump inhibitor) : obat anti sekresi asam untuk mencegah
perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam. Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor
H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa
perdarahan (Adi, 2006).
 Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi (Djumahana, 2011).
 Injeksi (Adi, 2006) : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
dengan adrenalin (1:10000) sebanyak 0,5–1 ml/suntik dengan batas 10 ml
atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml
 Termal : koagulasi, heatprobe, laser
 Mekanik : hemoklip, stapler
3) Terapi bedah
3. Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1–4
perawatan.Perdarahan ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila
tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil serta risiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan .Pasien biasanya pulang dalam
keadaan anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahan ulang perlu
ditambahkan preparat Fe (Djumahana, 2011).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik
(suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan
intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok
hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan
darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran napas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari).
 Syok hipovolemik
 Anemia
 Gagal ginjal akut
 Sindrom hepatorenal koma hepatikum
 Anemia karena perdarahan (PB PAPDI,2005)
.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a) Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki
maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan
Diagnosa medis
b) Keluhan utama
Biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara
tiba-tiba.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-
tiba .
d) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis, hepatoma,
ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal :
DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya
hidup / kebiasaan makan).
e) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang
dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain
f) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat ulserogenik
 Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung,
dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang
lunak yang mudah dicerna
 Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang
dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan
kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau
harus berhenti bekerja
 Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi
konstipasi atau diare.Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi
pekat.Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
 Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut
membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
 Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
 Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen,
bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten,
bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat
terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami
dan istri.
 Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya
namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif
lingkungan sekitarnya.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
g) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan nutrisi
akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah,
kembung.
 Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia,
ascites.
 Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan
gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
 Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
 Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat
tak jelas.
 Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan /
tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare /
konstipasi.
Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif)
b. Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena
perdarahan.
c. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
d. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan
nafsu makan akibat mual muntah
e. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kesejahteraan diri.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Defisit volume cairan Tujuan: Kebutuhan cairan 1. Ukur dan catat pemasukkan dan 1. Dokumentasi yang akurat
berhubungan dengan terpenuhi setelah pengeluaran. membantu meng-
perdarahan (kehilangan dilakukan perawatan. 2. Monitor vital sign identifikasi kehilangan
secara aktif) Kriteria hasil : 3. Monitor cairan parentral cairan atau memenuhi
 Tanda vital dalam batas 4. Monitor laboratorium ; Hb, Hct kebutuhan cairan dan
normal. mempengaruhi tindakan
 Turgor kulit normal. selanjutnya.
 Membran mukosa 2. Hipotensi, tachikardi,
lembab. peningkatan respirasi
 Produksi urine output merupakan indikasi
seimbang kekurangan cairan.

 Muntah darah dan berak 3. Penurunan volume cairan

darah berhenti petensial untuk terjadinya


dehidrasi, kolaps
kardiovaskuler tidak
seimbangnya cairan dan
elektrolit.
4. Anemia, Hct rendah terjadi
akibat kehilangan cairan
pada saat muntah darah
dan berak darah
2 Potensial gangguan Tujuan: Setelah dilakukan 1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung 1. Frekuensi dan irama
perfusi jaringan perawatan perfusi jaringan 2. Observasi warna dan suhu kulit, membrane jantung yang abnormal
berhubungan dengan adekuat mukosa menunjukkan perfusi
hipovolemik karena Kriteria hasil : 3. Ukur keluaran urin jaringan yang tidak adekuat
perdarahan - TD : 120/80 mmHg 4. Cek kualitas nadi 2. Kulit pucat dan sianosis,
- Nadi : 60-100x /menit 5. Observasi adanya edema suhu dingin merupakan
- Akral hangat 6. Kolaborasi pemberian IV line tanda fase konstriksi perifer
- Sianosis (-) 3. Menandakan
- CRT< 2 s keseimbanagan intake
- Turgor output cairan
4. Nadi lemah menandakan
gangguan perfusi jaringan
perifer
5. Edema menandakan
adanya gangguan perfusi
jaringan
6. Peningkatan cairan untuk
mendukung perfusi
jaringan.
3 Gangguan pemenuhan Tujuan: Pasien mampu 1. Observasi respon terhadap aktivitas 1. Melihat kemampuan
ADL berhubungan melakukan akvitas 2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi beraktivitas klien
dengan kelemahan hariannya dengan pemenuhan ADL seperti stres, efek 2. Intevensi dilaksanakan
akibat anemia bantuan orang lain. samping obat, pemasangan WSD sesuai faktor yang
Kriteria Hasil: 3. Rencanakan periode istirahat mempengaruhi
a. Tingkat kemandirian 4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADL 3. Mengurangi kelelahan
klien meningkat dari melalui isitirahat yang
kemandirian total ke cukup
parsial. 4. Membantu pasien untuk
b. Klien memperoleh memenhi kebutuhannya
bantuan untuk tanpa menyebabkan
memenuhi kebutuhan kelelahan
ADL secara parsial.
c. Kebutuhan makan,
minum, BAB, BAK,
mandi, dan ganti baju
terpenuhi.
4 Perubahan nutrisi: Tujuan: Kebutuhan nutrisi 1. Tentukan kemampuan pasien untuk 1. Mengetahui sejauh mana
kurang dari kebutuhan pasien terpenuhi setelah memenuhi kebutuhan nutrisi bantuan akan diberikan
tubuh berhubungan dilakukan perawatan 2. Ketahui makanan kesukaan pasien 2. Menambah nafsu makan
dengan kehilangan Kriteria Hasil: 3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada pasien
nafsu makan akibat  Mempertahankan catatan asupan 3. Memastikan pasien
mual muntah massa tubuh dan berat 4. Pantau nilai laboratorium, khususnya mendapatkan nutrisi
badan dalam batas transferin, albumin, dan elektrolit adekuat
normal 5. Pertahankan oral hygiene 4. Mengetahui status nutrisi
 Nilai laboratorium 6. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet pasien
dalam batas normal yang tepat 5. Menambah nafsu makan
pasien
6. Memberikan nutrisi yang
tepat bagi pasien
5 Kecemasan Tujuan : ansietas teratasi 1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan 1. Mengajarkan koping positif
berhubungan dengan setelah dilakukan asuhan penggunaan ketrampilan yang berhasil kepada pasien
ancaman terhadap keperawatan pada waktu lalu. 2. Membantu pasien
kesejahteraan diri 2. Dorong untuk mengungkapkan ansietas dan mengurangi stres
Kriteria hasil : pasien rasa takut; berikan penenangan. 3. Mengurangi kecemasan
mampu 3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri pasien
mendemonstrasikan penguatan penjelasan mengenai penyakit, 4. Mengurangi kecemasan
koping positif, TTV tindakan dan prognosis. pasien
normal. 4. Pertahankan lingkungan yang tenang dan
tanpa stres.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Jakarta : FKUI. : 289 – 97
Davey, P. Hematemesis &Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2006 : 36 –
7.
Djumhana, A. 2011.Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas
:pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagi
an_atas.pdf .Diakses pada tanggal 05 Agustus 2015 pukul 23.41 WIB
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:
EGC.
M.Syaifoellah Noer.1996.Ilmu Penyakit Dalam .FKUI.Jakarta
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta :
EGC
PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.
Ponijan, A.P. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf . 2012.
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher.Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison (Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
overview#aw2aab6b2b7
http://emedicine.medscape.com/article/438262-

Anda mungkin juga menyukai