“HEMATEMESIS MELENA”
Oleh :
Yurike Olivia Sella
190070300111028
Kelompok 1A
A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran
cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang
mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal
(Grace & Borley, 2007).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000)
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan
asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan
sedikit dartah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari
muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang
signifikan.Pada perdarahan saluran makanan bagian atas, warna darah yang
dimuntahkan tergantung dari konsentrasi asam lambung di lambung dan campurannya
dengan darah. Hematemesis umumnya menandakan perdarahan terjadi di sebelah
proximal dari ligamentum Treitz, karena perdarahan dibawah duodenum sangat jarang
masuk ke lambung (Davey, 2006)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau
yang khas, yang lengket dan menunjukan perdarahan saluran pencernaan atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes
perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus dan bukan
melena (Davey, 2006)
B. ETIOLOGI
1. Kelainan di esofagus
Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.
Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis, hanya seseklai
penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang
terletak di sepertiga bawah esofagus.
Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang pada akhirnya
baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada hamil muda.
Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.
Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria
muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras
tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCl, yang bersifat korosif
untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita
juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan
epigastrum.
Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung
Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-obatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu
hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan
obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan
pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih
berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa
pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan
menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lain-lain.
D. PATOFISIOLOGI (terlampir)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan
lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak.Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai
takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.Disamping itu dicari
tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,
eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai.
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi:
Tekanan darah dan nadi posisi baring
Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan
kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda: (Adi, 2006)
Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100
x/menit
Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
Akral dingin
Kesadaran turun
Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut
Hematemesis
Hematokezia
Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
Hipotensi persisten
Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan, dengan criteria :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 – 15 Hipotensi ortostatik
15 – 25 Renjatan (syok)
25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan
sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
Klien harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
Klien dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum ada
darah.
Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran Klien dan bila perlu dipasang CVP
monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan
kadarhemoglobin 50-70 % harga normal.
Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna
untukmenanggulangi perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg tidak
diserapoleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegahterjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat
menimbulkanensefalopati hepatik.
2. Pemasangan NGT
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai
air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu
tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti.
Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut
terutama pada Klien penyakit jantung iskemik.Karena itu perlu pemeriksaan
elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk Klien perdarahan akibat pecahnya
varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah Klien tenang dan
kooperatif, sehingga Klien dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus.Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan
varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
1. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R) yang
langsung disuntikkan intravena.
2. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
Laser photo coagulation
Diathermy coagulation
Adrenalin injection
Sclerotheraphy injection
Adi, P. 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Jakarta : FKUI. : 289 – 97
Davey, P. Hematemesis &Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2006 : 36 –
7.
Djumhana, A. 2011.Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas
:pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagi
an_atas.pdf .Diakses pada tanggal 05 Agustus 2015 pukul 23.41 WIB
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media. Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:
EGC.
M.Syaifoellah Noer.1996.Ilmu Penyakit Dalam .FKUI.Jakarta
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta :
EGC
PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.
Ponijan, A.P. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf . 2012.
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher.Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison (Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
overview#aw2aab6b2b7
http://emedicine.medscape.com/article/438262-